Share

Bab. 12

Penulis: Dwrite
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

2 Februari 2002

Hari ini Karina masuk SD, dia begitu antusias saat memakai baju merah putih pertamanya.

“Mbok, Ibu antar Karin sekarang, ‘kan?” celoteh bocah itu pada Mbok Nah, tetangga yang biasa Risma pakai jasanya untuk menjaga Karin setahun belakangan setelah dia memutuskan untuk bekerja sebagai penjaga kantin sebuah perusahaan besar di pusat kota.

Bocah itu tampak kesepian, dia kehilangan kasih sayang. Tak jarang dia melamun di depan jendela sembari berharap pada Tuhan agar ayahnya pulang dan mereka bisa berkumpul bersama lagi.

Namun, harapnya hanya tinggal angan. Sang ayah tak pernah kembali.

“Hari ini Ibu ada janji, Nduk. Kamu sama Simbok aja berangkatnya.” Nanar mata Mbok Nah saat menatap bocah malang itu. Wanita paruh baya kelahiran Jawa Timur itu

hanya bisa mengusap kepala Karin, meyakinkannya agar mengerti.

“Oh.” Kecewa. Jelas, itu yang tergambar di mata bening

Karin. Manik cokelat muda sama seperti yang dimiliki Haris.

Gadis kecil malang korban perceraian dan keegoi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • TUKAR RANJANG   Bab. 13

    Seminggu tinggal di rumah besar ini, membuat Karin tak cukup terbiasa. Bocah itu bahkan seringkali kebingungan dengan sikap Nana yang makin hari makin aneh. Kadang Karin mendapati bocah itu mengurung diri sendirian di kamar dan tak mau bermain dengannya. Tak cukup sampai di situ, Hamdan yang dia panggil ‘ayah’ itu mulai berubah. Sikapnya terlihat agak ketus, tak sebaik saat ibunya ada di rumah.“Mbak Kalin ....” Nana membuka pintu kamarnya, memanggil Karin yang tengah menonton TV di luar.Karin menoleh. Bocah itu terdiam sejenak sampai akhirnya memutuskan masuk ke dalam tanpa bertanya apa pun, mengekori Nana berjalan menuju dekat jendela yang terbuka di sudut tengah kamar. “Didi ....” Nana menunjuk ke luar jendela dengan wajah datar. Rina tampak terkejut. Dia berlari menghampiri Nana saat sadar Didi yang dimaksud adalah boneka kesayangannya. Ternyata Nana menjatuhkan boneka beruang yang Karin pinjamkan padanya.“Nana, Mbak kan bilang jaga Didi baik-baik!” ucap Karin setengah be

  • TUKAR RANJANG   Bab. 14

    “Izinkan aku untuk bertemu dengan Karin, Risma. Kumohon! Aku yakin selama ini dia menungguku pulang.” Haris berlutut di hadapan Risma, memohon agar dipertemukan dengan putrinya. Sepuluh tahun sudah berlalu sejak dia dan Atikah memutuskan untuk pergi ke luar negeri dan melangsungkan pernikahan di sana sampai kondisi membaik. Keluarga besar Adiguna sudah memutuskan, “toh pada akhirnya mereka berpisah baik-baik dan menjalani hidup masing- masing”. Maka dari itu, tetua keluarga Adiguna—yang tak lain adalah neneknya, membolehkan dia pulang setelah operasi plastik Atikah selesai dilakukan. Menutupi kenyataan bahwa dulu wanita berdarah Pakistan itu adalah mantan istri Hamdan, saudaranya. “Sudah terlambat, Haris. Dia melupakan semuanya, bahkan dirimu. Kalau kita bekerja sama dan tak membuatnya mengingat betapa buruk ayahnya dulu, maka hidup Karina akan baik-baik saja. Lakukanlah peranmu sebagai paman dengan baik!” papar Risma sembari menatap lurus mantan suaminya. Haris tertegun. Dia han

  • TUKAR RANJANG   Bab. 15

    Karin memegangi kepala yang tiba-tiba terasa pening. Kilas-kilas bayangan tiba-tiba berputar di kepala bagai kaset rusak. Kalimat demi kalimat yang tertangkap oleh indra pendengar seperti besi berkarat yang tumbuh di daging, lalu dicabut paksa.“Karin ... maaf.” Tiba-tiba Haris menyela. Dia beralih dari kursi, lalu bersimpuh di hadapan Karin.Perempuan itu hanya bisa membekap mulut. Dia tatap Haris dengan nanar, berusaha menerima semua kenyataan yang ada.Seorang ayah adalah cinta pertama putrinya, lelaki pertama yang mengajarkan bagaimana menyayangi ... tapi pada Karin, lelaki berkaca mata ini justru tanamkan rasa membenci.Haris berusaha meraih tangan perempuan itu yang terkepal di kedua paha, tapi buru-buru ditepisnya.Sejak Risma membawanya ke rumah ini, nasib seolah sudah menempatkan dia pada posisi tertindas, tak dihargai, tameng, juga pelampiasan amarah. Tak diberi kesempatan untuk melawan, membela diri, bahkan hanya untuk sekadar menyampaikan pendapat akan perilaku menyimpa

  • TUKAR RANJANG   Bab. 16

    Adam menatap istrinya yang duduk di sofa, mata perempuan berkhimar itu tampak sayu dan sembap. Sejak memutuskan untuk membawa Karin pulang dari rumah orang tuanya yang terletak di Jakarta Utara, Karin hanya diam di sana. Bibir tipis itu bungkam, tak ada yang dia ucapkan lagi bahkan saat Adam memeluknya di pelataran rumah. Kalimat terakhir yang dia ucapkan hanya, “Bawa Tiara!” Sampai hampir tengah malam ini, perempuan bermanik bening itu masih terjaga. Menatap ke luar jendela yang gordennya dibiarkan terbuka sembari mengusap boneka usang yang sekeliling lehernya dipenuhi dengan bekas jahitan.Adam tahu perempuan itu sangat terguncang. Begitu yang terlihat di luar, lalu bagaimana dengan dalamnya?Sepanjang empat tahun pernikahannya, lelaki berdarah Timur Tengah itu mengenal Karin sebagai sosok pendiam, jarang bicara, juga keras kepala. Lain dengan gadis yang membentaknya di depan kamar kosan di Surabaya, beberapa tahun lalu. Sekarang dia tahu alasannya, perempuan ini ... seolah te

  • TUKAR RANJANG   Bab. 17

    Karin menatap pantulan dirinya di cermin. Jujur meskipun terlahir dari keluarga berada dia tak pernah sekalipun berpakaian berlebihan atau biasa orang katakan mewah. Namun, lihat apa yang Adam belikan untuknya. Sebuah setelah dress syar'i berwarna pink soft dengan perpaduan sutra dan tile, khimarnya dihiasi permata berwana putih, pink, dan merah. Serupa dengan aksen yang terdapat di lingkaran pinggang."Udah si--" Adam tertegun di ambang pintu. Matanya tampak mengerjap beberapa kali. Dia menatap Karin dari atas ke bawah, kulitnya yang putih pucat terlihat begitu selaras dengan dress yang dia belikan. Apalagi ditambah riasan tipis yang perempuan itu bubuhkan di wajahnya yang memang sudah cantik."Udah, Mas!" jawab Karin sembari mengulum senyum. Diraihnya tas branded berwarna senada dengan merek 'Gemes' yang terkenal harganya selangit. Tas tersebut juga Adam belikan bersama dengan dress-nya."Cakep. Ayo, berangkat!" Lama memperhatikan Karin, akhirnya lelaki itu membalikan tubuh."Hah?"

  • TUKAR RANJANG   Bab. 18

    Menjelang dini hari acara selesai, mereka pulang dengan satu penghargaan yang berhasil diraih Adam dalam film garapannya berjudul 'Roman Buncisan'"Tunggu!" Karin menghentikan pergerakan tangannya yang baru saja hendak membuka seatbelt."Sebenarnya dari awal saya nggak pernah membencimu, Karin. Saya hanya nggak suka caramu menjebak dengan cara licik seperti yang kamu lakukan saat itu," ucap Adam sembari menatap lurus ke depan.Perempuan itu terdiam, dia menundukkan wajah karenanya. karin sadar apa yang dilakukan untuk membuat Adam menikahinya saat itu memanglah salah. "Maaf, Mas. Saat itu aku nggak ada pilihan dan sudah kehilangan rasa simpati." Lirih Karin ucapkan kalimat itu penuh sesal. "Ya, kamu memang patut bersyukur karena saya bersedia menikahimu. Kalau nggak, boro-boro ucapkan akad di hadapan Paman, eh ayahmu atau ... ah, bodo amat apa itu sebutannya. Sehari sebelumnya saya mungkin sudah lari, mabuk-mabukan dan berakhir dengan membiarkan kamu duduk sendirian di atas pelamin

  • TUKAR RANJANG   Bab. 19

    Seketika pupil mata Karin melebar. Dia tak menyangka, kenapa Adam bisa mempertimbangkan hal itu juga. Sebenarnya apa yang dikatakan Nana? Tiba-tiba pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya. “Mas, sejak awal yang mengusulkan untuk tukar ranjang itu, Nana. Aku nggak pernah bilang secara gamblang menyetujui ide konyolnya. Lagian, siapa orang bodoh yang mau mengulangi kesalahan sama yang dilakukan keluarga Adiguna?” sanggah Karin dengan volume suara yang lebih tinggi. Adam hanya menghela napas panjang, dia kembali mentap Karin lurus. “Karina, saya nggak tanya pendapatmu tentang tukar ranjang yang diusulkan Nana. Saya cuma tanya apa kamu masih memiliki perasaan pada lelaki itu?” cetus Adam. Karin menunduk, tanpa sadar pandangannya sudah memburam menatap kedua tangan yang bertaut di pangkuan. Entah kenapa mengingat hubungannya dengan Baim hanya meninggalkan rasa sesak di dada. Kenapa Adam harus mengungkitnya? Toh, semua sudah berlalu.“Mas, bisa nggak kamu cukup yakinkan aku dan

  • TUKAR RANJANG   Bab. 20

    “Bunda, malen Ala dikasih tugas sama Bu Gulu gambal olang-olang yang disayang. Ini gambalnya!” Bocah itu menyodorkan buku gambarnya pada Karin, saat mereka tengah menonton TV di ruang tamu. “Wah ... Ara pinter banget, sih. Coba kasih tahu ini siapa aja?” tanya Karin sembari menunjuk satu demi satu sketsa orang dalam buku tersebut. “Ini yang pake keludung bunda, ini Ayah Adam, dan ini Mbak Rida!” seru bocah itu riang. Karin tersenyum. Dia mengelus rambut Tiara, lalu melirik Adam yang terlihat pura-pura memainkan ponsel padahal jelas memperhatikan mereka. “Nggak ada Nenek sama Kakek?” tanya Karin dengan dahi mengernyit. Bocah itu tampak berpikir. “Oh ... Kakek Wayu sama Nenek Nisa!” jawabnya.Senyum samar tersungging di bibir Karin, dia kembali mengusap kepala bocah itu. Wahyu dan Nisa Wiraguna yang dimaksud adalah orang tua Adam—pemilik ThamrinsTV. Sejak lahir hanya mereka yang paling menerima Tiara dibandingkan keluarganya. Dia jadi merasa semakin bersalah karena menipu orang

Bab terbaru

  • TUKAR RANJANG   Bab. 56

    Empat tahun kemudian ....Pria itu tampak berjongkok untuk menyejajarkan tubuh dengan bocah lelaki yang berdiri di hadapannya, kemudian merapikan rambut bocah dengan mata bulat dan pipi gembil tersebut."Ayah ... kenapa cuma cowok yang harus disunat? Kak Ara sama Ais enggak?" Pertanyaan yang terlontar dari bibir putranya membuat senyum pria itu mengembang. Ia mengusap kepala bocah bernama lengkap Muhammad Rasyid Prasetyo yang lebih sering dipanggil Rasyid itu setelah."Kak Ara sama Ais, kan perempuan, Sayang. Sedang anak ayah yang ganteng ini, jagoan sholeh. Rasyid selalu bilang sama ayah kalau mau jadi kayak Ayah, 'kan?"Bocah menggemaskan itu tampak mengangguk antusias."Iya, Ayah. Rasyid mau jadi kayak Ayah. Ayah yang ganteng, sayang sama Bunda juga Rasyid.""Nah, itu kamu tahu. Dalam Islam, hukum khitan bagi anak laki-laki itu wajib. Tujuannya bukan cuma sekadar mematuhi perintah agama, tapi juga untuk menjaga agar terhindar dari najis yang kadang nggak keliatan. Kalau udah gede R

  • TUKAR RANJANG   Bab. 55

    Dua bulan kemudian ....Lantunan ayat suci Al-Quran, terdengar samar-samar, ketika kesadaran Karin kembali dari alam mimpi. Menoleh ke bawah, Karin melihat Adam tengah bersila dengan kitab itu di pangkuan.Sadar tengah diperhatikan, Adam menoleh dan tersenyum."Kebangun, ya?"Membalas senyumnya, Karin mengangguk kecil. "Ada yang kamu mau? Biar aku ambilin?" tanya Adam kemudian. Karin menggeleng dan hanya termangu memperhatikan suaminya. Sadar dirinya diperhatikan dengan lekat, Adam langsung menarik pergelangan tangan Karin pelan hingga keduanya duduk berhadapan di atas sajadah yang digelar. "Masa nifas kamu udah selesai, kan?" Karin yang langsung paham dengan maksud Adam pun tersenyum dan mengangguk pelan. "Udah dari dua minggu lalu, Mas!" ucapnya."Umm ... bolehkah?" Adam terlihat ragu melanjutkan. Lelaki itu mengusap tengkuk salah tingkah. Karin yang melihatnya pun lantas terkekeh. "Itu sudah kewajibanku, Mas. Memangnya boleh menolak apa yang sudah menjadi hakmu?!"Kini Adam

  • TUKAR RANJANG   Bab. 54

    Monika berdiri di depan pintu apartemen Pondok Indah Residenses bernomor 210 yang terletak tak jauh dari kompleks perumahan Adam di Menteng. Meskipun sempat ragu, akhirnya dia mengulurkan tangan dan menekan bel. Tak lama sosok Adam muncul dari baliknya. Lelaki itu sempat kaget saat melihat siapa yang tengah berdiri di hadapannya saat ini. "Monika! Ngapain lu di sini?" cetusnya. "Pevita udah pulang?" Pertanyaan Adam itu kembali dijawab oleh pertanyaan lagi."Bentar lagi kayaknya. Ada apa, Mon?""Kenapa hape lo nggak aktif, Dam? Udah berapa hari nggak pulang. Istri lo mau ngelahirin, Dodol!"Sontak mata Adam melebar. Lelaki berdarah Timur Tengah itu langsung menyisir kasar rambutnya ke belakang dan merutuk sendiri. "Astagfirullah. Gue lupa charger hape, Mon. Gue panik banget waktu Monika bilang mantan suaminya dateng buat bawa Gerald. Udah dua hari ini Pevita ngurusin kasus ini. Dia minta tolong gue karena Gerald nggak mau dititip sama yang lain. Baby sitter yang biasa rawat dia lag

  • TUKAR RANJANG   Bab. 53

    "Gimana?" Panggilan ibunya lantas menarik Karin dari lamunan. Masih berdiri di tempat yang sama ia memikirkan segala kemungkinan yang ada kenapa sang suami masih belum juga tiba. Malam semakin larut, dan perasaannya juga kian terasa kalut. Semenjak usia kandungannya menginjak sembilan bulan, ia merasa instingnya lebih kuat dan peka. Perasaannya juga menjadi lebih sensitif daripada sebelumnya, padahal Karin tahu betul suaminya itu setia. Namun, entah kenapa hari ini ada yang berbeda. "Katanya syuting udah selesai dari dua hari lalu, Bu. Jadi, Mas Danu juga nggak tahu Mas Adam ada di mana sekarang." Suara Karin terdengar bergetar. Perempuan berusia dua puluh enam tahun itu tak lagi terlihat tenang. Beberapa kali dia mengelus perut buncitnya yang kembali terasa mulas. "Mungkin Adam pulang ke rumah orangtuanya kali, Rin. Coba ibu telepon Bu Nisa."Karin langsung menggeleng. "Nggak, Bu. Kalau Mas Adam pulang ke rumah mama sama papa dia pasti hubungin Karin, atau--arrghhh." Tubuh Kar

  • TUKAR RANJANG   Bab. 52

    Empat bulan kemudian .... "Kamu beneran nggak apa-apa nih aku tinggal?" Untuk ketiga kalinya Adam bertanya pada Karin yang tengah sibuk mengunyah satu buah apel di depan pelataran rumah mereka. "Iya nggak apa-apa, Mas. Lagian ada Ibu, Bi Narti sama Mbok Nah. Lagian Mas ke Bandung mau kerja, kan bukan main-main." Melihat itu Adam lantas menghela napas panjang sebelum mengecup kening Karin dan benar-benar pamit. Di hadapan mereka tampak sudah terparkir sebuah mobil Fortuner hitam yang Mang Midun siapkan sejak tadi. "Baiklah kalau gitu. Pokoknya jangan sungkan telepon kalau ada apa-apa. "Iya, Mas." Karin mengangguk patuh, lalu meraih tangan Adam dan mencium punggung tangannya takzim. "Hati-hati. Jangan ngebut!""Siap." Adam melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi. Sementara itu Mang Midun terlihat sudah bersiap membuka pagar di depan. "Makasih, Mang!" ucapnya pada Mang Midun sebelum mobil beranjak meninggal pelataran dan kompleks perumahan elite

  • TUKAR RANJANG   Bab. 51

    "Innalilahi wa innalilahi rojiun."Tanpa sadar ponsel Karin terlepas dari genggaman tangannya. Bagai palu godam yang baru saja menghantam, untuk seperkian detik napasnya terasa sesak, dengan dentaman jantung yang bertalu-talu ngilu. Satu jam mereka saling memaafkan. Baru satu jam setelah perempuan itu memeluknya erat bahkan hendak bersujud di kaki untuk meminta pengampunan. Belum ada dua puluh empat jam sejak ia meminta Tiara memanggil mama. Maut, memang demikian itulah adanya. Ia kerap datang di waktu-waktu tak terduga tanpa manusia sangka-sangka. Secara seketika menampar bahwa hidup memanglah sementara. Nana masih muda, usianya belum sampai dua puluh tiga. Psikolog belum memastikan kesembuhannya, tapi yang Karin lihat satu jam lalu dia sudah cukup normal meskipun keadaannya mengkhawatirkan. Perempuan itu bahkan kehilangan delapan kilogram bobot tubuhnya di tengah kandungan yang sudah mencapai tujuh bulan. Mata yang biasa menyorot bening dengan riasan sederhana, kini tampak cekun

  • TUKAR RANJANG   Bab. 50

    Pesta ulang tahun Nana menjadi penyambung silaturrahmi antar keluar yang hampir puluhan tahun tak bersua. Kakek dan Nenek Tiara dari dua belah keluarga Karin, Nana, Adam, serta Baim turut serta tiba memeriahkan acara. Dituntun Baim turun dari mobilnya, Nana terlihat begitu bahagia menginjakkan kaki di rumah Karin dan Adam. Mereka menyalami satu per satu anggota keluarga sebelum duduk di bangku paling depan menyaksikan bagaimana bocah lucu itu tertawa riang menyaksikan teman-teman serta semua keluarga berkumpul di satu tempat yang sama. "Aku nggak pernah liat suasana sehangat dan seramai ini bahkan saat lebaran tiba," ujar Nana masih dengan pandangan yang mengitari sekeliling ruang. "Udah puluhan tahun, Mas. Puluhan tahun sejak Tukar Ranjang pertama kali dilakukan orang tuaku dan Mbak Nana. Ini pertama kalinya kita berkumpul sebagai satu keluarga utuh tanpa ada konflik yang mengiringinya."Baim hanya bisa tersenyum sembari meremas-remas jemari istrinya. Entah kapan sejak terakhir ka

  • TUKAR RANJANG   Bab. 49

    Berbagai kecamuk pikiran menggelayut di benak Karin. Potongan-potongan ingatan masa lampau datang menyerbu secara bersamaan, ketika dia kembali dihadapkan dengan seseorang yang menjadi bayang hitam masa lalunya yang kelam.Hampir semua yang pernah dia punya direbut paksa, hingga meninggalkan luka menganga yang sulit sembuhnya.Ketakutan itu masih terus ada, meski berkian kali Karin coba menyingkirkannya. Bahkan saat pertama kali menginjakkan kaki di bangsal rumah sakit jiwa ini.Namun, saat melihat sosok yang begitu mengenaskan dengan perut buncit itu berlari dalam peluknya, semua ketakutannya perlahan sirna."Ada apa, Na?" Pada akhirnya Karin hanya bisa mengelus punggung kurus Nana yang bergetar hebat dengan sangat lembut. "Maaf, Mbak. Maaf, maaf." Kalimat itu Nana ucapkan berkali kali dengan isak tangis pilu. "Hei, udah lama Mbak maafin kamu tanpa diminta, Na!" Karin mengurai pelukan, dia dapati perempuan itu hendak berlutut, tapi segera Karin raih kedua sisi pundak ringkihnya dan

  • TUKAR RANJANG   Bab. 48

    "Hei, hei! Tenang, Sayang. Walaupun mereka orangtua kandungnya tapi kita yang merawatnya sejak bayi merah. Lagi pula Baim tak mempunyai nasab dengan Tiara karena hubungan terlarang itu. Aku janji sama kamu, saat Tiara dewasa nanti kita yang akan menjadi saksi sekaligus wali dalam pernikahannya. Dia anak kita, tak ada yang bisa menyangkal itu." Adam tarik pelan Karin dalam pelukan, lalu mendekap erat tubuhnya yang lebih berisi semenjak hamil. "Maaf, ya, Mas. Entah kenapa semenjak hamil perasaanku jadi sensitif banget. Nonton film yang nggak ada sedihnya juga malah pengen nangis. Aneh banget."Adam tersenyum kecil, lalu mengusap kepala Karin yang terlindung khimar. "Nggak apa-apa. Asal jangan pas aku lagi pengen nengokin anak kita aja kamu tiba-tiba nangis. Itu baru aneh.""Mas!" Mata Karin langsung membulat, dia beranjak dari dekapan Adam dengan bibir mengerucut. "Haha ...."***Di sebuah kamar dalam rumah sakit rehabilitasi itu Baim tampak tengah menyisir rambut Nana yang kini tak

DMCA.com Protection Status