Tubuh Xuan Li terhempas ke dalam jurang kegelapan tanpa dasar, seolah tersedot oleh kekosongan dimensi lain. Udara di sekitarnya terasa berat dan asing. Benda-benda aneh seperti pecahan bebatuan dan puing-puing logam melayang tanpa aturan, membentuk pemandangan ruang hampa yang kacau. Bruk!Tanpa gravitasi, membiarkan tubuhnya terus melayang, hingga akhirnya ia menghantam bongkahan batu besar dengan suara yang menggema keras."Argh! Sial!"Xuan Li mengerang, tangannya bergetar saat mencoba menopang tubuhnya yang terasa remuk. "Di mana aku?" Suaranya terpantul dalam kehampaan. Ia berdiri dengan susah payah, matanya menyapu sekeliling. Tempat itu asing, hampa, gelap, dan penuh dengan aura yang menekan seperti ribuan mata tak terlihat yang mengawasi. Batu tempatnya berdiri, seperti panggung terapung di tengah kekosongan.Sebuah suara rendah namun penuh kekuatan menggema di udara, membuat jantungnya berdetak lebih cepat. "Pewaris tubuh giok... akhirnya kau datang."Xuan Li memutar tub
Setelah menelan pil itu, Xuan Li duduk bersila di atas batu berkilau yang mengapung di tengah aura hijau Dimensi Naga. Ia memejamkan mata, membiarkan energi dari pil penyelaras roh menyebar ke seluruh tubuhnya. Pada awalnya, sensasi hangat dan lembut mengalir di nadinya, seperti aliran air yang membawa kehidupan. Namun, dalam sekejap, rasa hangat itu berubah menjadi gelombang panas yang mengamuk, membuat tubuhnya bergetar hebat."Ugh!" Xuan Li menggertakkan gigi, kedua tangannya mengepal hingga uratnya terlihat. Energi dari pil itu begitu dahsyat, menyusup ke setiap sudut dantiannya. Seperti badai tanpa ampun, energi pil mulai bertarung dengan kekuatan gelap tubuh gioknya yang selama ini tersembunyi.Di dalam tubuhnya, dua kekuatan bertolak belakang itu saling bertubrukan. Energi dari pil penyelaras roh berwarna hijau cerah, seperti aliran sungai yang deras namun menenangkan. Sementara itu, energi tubuh gioknya adalah pusaran gelap yang dingin dan menakutkan, seolah-olah mewakili j
Xuan Li memulihkan diri di Dimensi Naga selama beberapa hari. Meskipun tubuhnya terasa lebih ringan, kekuatan yang baru ditemukan dalam tubuhnya masih perlu ia pahami sepenuhnya. Setiap meditasi menjadi upaya untuk mengenali dan menyeimbangkan energi dalam dantiannya.“Tubuh giok ini… meski telah ditekan, masih menyimpan kekuatan besar,” pikirnya, merasakan pusaran energi gelap yang diam di sudut dantiannya. “Aku tidak bisa lengah.”Naga angin mendekat dengan langkah mantap, sisiknya yang berkilauan memantulkan aura hijau dimensi itu. "Waktumu di sini sudah cukup. Dunia luar menunggumu, manusia."Xuan Li membuka matanya, mengangguk dengan tekad. “Terima kasih atas bimbinganmu, Naga Senior. Aku akan kembali ke dunia luar.”Dengan cakar raksasanya, naga itu membentuk formasi kekosongan di udara. Cahaya biru keperakan berputar, menciptakan pintu menuju tempat yang baru.“Pergilah. Tapi ingat, tubuh giokmu adalah pedang bermata dua. Gunakan dengan bijak,” suara naga itu menggema hingga
Hari yang dinanti-nantikan akhirnya tiba. Langit pagi itu cerah, dengan awan tipis yang melayang lembut di cakrawala. Udara terasa segar, tetapi aura tegang di antara para alkemis yang berkumpul di aula kompetisi membangun suasana yang berbeda. Aula besar tempat lomba diadakan dipenuhi dengan energi spiritual yang berputar, bercampur dengan aroma tajam berbagai bahan herbal yang sudah diatur rapi di setiap meja.Xuan Li berdiri di depan meja yang telah ditentukan untuknya. Ia mengamati deretan kuali alkimia yang berkilauan di bawah sinar matahari, masing-masing mencerminkan ambisi dan harapan para peserta. Tatapan peserta lain yang mengarah kepadanya jelas menyiratkan penghinaan. Beberapa alkemis berbisik-bisik, jelas-jelas menyoroti penampilannya yang sederhana."Dia pasti hanya pengisi jumlah peserta. Lihat saja, bahkan jubah alkemisnya tak memiliki lambang sekte mana pun," ujar salah satu peserta sambil melirik Xuan Li dengan sinis.Namun, Xuan Li tetap tenang. Ia menghirup napas
Sorak-sorai memenuhi aula besar tempat kompetisi alkimia diselenggarakan. Namun, ketika panitia naik ke panggung dengan gulungan pengumuman di tangan, kerumunan mendadak terdiam.“Pemenang kompetisi ini adalah... Wu Yu!” suara panitia menggema di seluruh ruangan.Keheningan berubah menjadi bisikan tak percaya.“Dia? Anak muda itu? Bagaimana mungkin?”“Pilnya sempurna... tetapi... dia tidak berasal dari sekte besar manapun!”Xuan Li, dengan ekspresi dingin berjalan maju. Langkahnya tenang, sorotan matanya menembus setiap tatapan meremehkan di sekitarnya. Ketika ia menerima hadiah berupa bunga malam abadi yang bercahaya lembut, sebagian besar penonton masih belum bisa menerima kenyataan."Orang-orang ini terlalu lemah untuk memahami dunia di luar sekte mereka," pikir Xuan Li, menyimpan hadiahnya dalam cincin penyimpanannya. Ia tidak memedulikan keributan itu.Namun, di antara kerumunan, seorang pria paruh baya dengan jubah emas berdiri. Sosoknya memancarkan aura dominasi, dan semua oran
Di tengah ruangan, tubuh Tuan Muda Ye Jun terkulai lemah di atas ranjangnya, kulitnya memucat hingga menyerupai mayat. Dari pori-porinya, asap gelap perlahan keluar, memenuhi udara dengan aura menakutkan yang membuat semua orang di sana gemetar.Suasana di ruangan itu diselimuti ketegangan."Xu Tang!" Suara Ketua Sekte Ye Tian bergemuruh, memecah keheningan. "Apa yang terjadi?! Bukankah kau bilang dia adalah solusi?! Mengapa anakku menjadi seperti ini?!"Xu Tang, yang berdiri di sudut ruangan, tampak panik. Tangannya gemetar saat ia mencoba menjelaskan. "Ketua, aku... aku juga tidak tahu. Pil itu sempurna, murni, tidak ada yang salah saat aku memeriksanya."Namun, penjelasannya tak mampu meredakan amarah Ye Tian. Wajah ketua sekte itu menggelap, dan dengan satu gerakan tangan, gelombang energi meledak ke arah Xu Tang, memaksanya mundur hingga terpental beberapa langkah."Tangkap dia!" Ye Tian mengacungkan jarinya ke arah Xuan Li, yang berdiri tenang di tengah ruangan.Beberapa murid
Pengobatan yang dilakukan oleh Xuan Li akhirnya selesai. Energi spiritualnya mengalir halus, menyisir setiap aliran meridian Ye Jun, memastikan tak ada sisa racun yang tertinggal. Napas pemuda itu mulai teratur, wajahnya yang semula pucat perlahan mendapatkan kembali rona kehidupan. Xuan Li mengeluarkan pil terakhir, Pil Peluruh Racun, dan menyodorkannya ke bibir Ye Jun yang masih lemah.“Telan ini,” ujar Xuan Li datar. Suaranya tenang, namun penuh otoritas.Dengan susah payah, Ye Jun menelan pil itu. Sesaat kemudian, tubuhnya bergetar. Cairan hitam pekat keluar dari mulutnya, mengeluarkan bau busuk menyengat yang memenuhi ruangan. Beberapa murid sekte yang hadir refleks menutup hidung.Xuan Li, duduk bersila di belakang Ye Jun, meletakkan kedua telapak tangannya di punggung pemuda itu. Aliran energi spiritual mengalir masuk, membantu membersihkan residu racun yang tersisa di organ-organ vitalnya. Setelah beberapa saat, tubuh Ye Jun melemas, namun auranya perlahan stabil.“Sudah sele
Saat Ye Sheng dibawa pergi oleh penjaga sekte, tatapan Ye Tian tertuju pada punggung anak sulungnya itu. Raut wajah ketua sekte yang biasanya tak tertembus emosi kini menunjukkan retakan yang mendalam. Bahunya berguncang pelan, seolah-olah beban bertahun-tahun menekan tubuhnya dalam satu tarikan napas.“Ye Sheng...” gumamnya, hampir tak terdengar.Tetua-tetua sekte yang semula bersorak untuk kesembuhan Ye Jun kini tak berani membuka mulut. Atmosfer ruangan menjadi senyap, hanya dihiasi oleh langkah-langkah berat para penjaga yang membawa Ye Sheng pergi.Ye Tian yang biasanya berdiri tegak seperti pilar kokoh, perlahan berlutut di hadapan tempat tidur Ye Jun. Tangannya gemetar, mencengkeram ujung selimut putranya. Air mata, yang jarang sekali terlihat, jatuh perlahan, menodai lantai kayu yang dingin.“Jun’er...” suara Ye Tian pecah, menggambarkan kehancuran hatinya. “Aku... aku telah gagal sebagai seorang ayah.”Ye Jun yang masih lemah mencoba mengangkat tangannya untuk menyentuh bahu
Kabut tipis menyelimuti reruntuhan istana Kerajaan Sungai Muda. Aroma hangus bercampur dengan bau kematian menciptakan suasana mencekam, seolah tempat itu masih menyimpan jejak tragedi. Di tengah keheningan, bayangan seorang pria muncul dari balik puing-puing. Jubah hitamnya menyatu dengan gelapnya malam, sementara wajahnya tertutup kain yang hanya memperlihatkan sepasang mata tajam.Pria itu berhenti, ia lalu mengangkat tangannya, mulai melafalkan mantra dalam bahasa kuno yang terdengar seperti bisikan roh. Jemarinya menari, membentuk pola-pola rumit di udara, menghidupkan energi spiritual yang berkumpul di sekitarnya.Tak lama kemudian, kabut di udara berputar, membawa jiwa-jiwa orang yang telah tewas dalam kekacauan. Suara lirih mereka bergema, campuran rintihan dan jeritan tertahan, memenuhi udara. Pria itu tersenyum tipis, nyaris tak terlihat di balik penutup wajahnya. Ia mengangkat sebuah bola kristal gelap, lalu dengan satu gerakan tegas, memaksa jiwa-jiwa itu masuk ke dalamn
Istana Kerajaan Sungai Muda berdiri di ambang kehancuran. Pilar-pilar megah yang pernah menjadi simbol kekuatan kerajaan kini roboh, berserakan di atas lantai yang retak. Bau darah dan debu bercampur, menyesakkan udara. Keheningan yang aneh menyelimuti aula pertarungan yang telah rata dengan tanah.Xuan Li berdiri di tengah kehancuran itu, tubuhnya terasa berat setelah semua yang terjadi. Matanya yang tajam menyapu ke sekeliling, mencari tanda-tanda kehidupan di antara kehancuran. Tetapi yang terlihat hanyalah mayat-mayat yang tergeletak kaku dengan ekspresi ketakutan yang masih membekas di wajah mereka.“Ini bukan hanya kehancuran fisik…” gumam Xuan Li pelan.Dari kejauhan, terdengar sayup-sayup suara tangisan, rintihan, dan jeritan frustasi. Suara-suara itu terasa seperti hantaman emosional, mengingatkannya bahwa di balik kehancuran ini, masih ada jiwa-jiwa yang bertahan. Xuan Li segera memusatkan perhatiannya pada hawa kehidupan yang lemah namun masih ada di sekitar."Aku tidak b
Tarikan dari Mutiara Hitam semakin menggila. Energi gelapnya menjalar seperti ular berbisa, melilit tubuh Xuan Li yang terangkat ke udara. Kegelapan itu begitu pekat, terasa dingin sekaligus menyakitkan, seakan meremas setiap inci tubuh Xuan Li. Napasnya tersengal, tubuhnya tak lagi bisa digerakkan, dan pandangannya mulai kabur."Tidak! Aku belum selesai di sini!" teriaknya dalam hati. Namun, sekeras apa pun ia melawan, energi kegelapan itu terus menekan, memakan sisa kekuatannya.Dalam keputusasaan, ia merasakan kesadarannya terpecah. Ia jatuh ke dalam lautan pikirannya sendiri, gelap, hening, dan tak bertepi. Di sana, sosok lain muncul, berdiri di atas permukaan air hitam yang tenang namun berbahaya.“Wu Hei,” Xuan Li memanggil dengan nada datar, meski dalam dirinya bergolak amarah dan keputusasaan. “Jika aku mati, kau juga akan lenyap. Kau tahu itu, bukan?”Wu Hei, jiwa gelap yang menjadi bagian dari Tubuh Giok milik Xuan Li, menyeringai dengan angkuh. Matanya yang gelap memancar
Setelah melalui lorong terakhir, ia tiba di sebuah ruangan terbuka. Ruangan itu luas dan kosong, kecuali sosok seorang pria yang berdiri di tengahnya. Pria berjubah hitam dengan tudung rendah itu tampak diam, tetapi aura yang menguar dari tubuhnya begitu menekan, membuat udara terasa berat.Mata Xuan Li menyipit. Ia mengenali aura itu. "Aura ini... Sama seperti aura milik Gu Feng." Gumamannya nyaris tak terdengar, tetapi detak jantungnya sedikit meningkat. Ia tahu pria itu bukan orang biasa.Ia tidak mendekat. Hanya berdiri di ambang pintu, mengamati sosok misterius itu dengan dingin. Pikirannya berputar cepat. Kerajaan Sungai Muda... Apa hubungannya dengan Kekaisaran Neraka Jingga? Kompetisi ini sejak awal memang terasa mencurigakan.Pria itu perlahan mengangkat tangan kanannya. Xuan Li memperhatikan dengan seksama. Di atas telapak tangannya melayang sebuah mutiara berwarna hitam pekat, memancarkan kilau gelap yang tampak hidup. Dan saat itulah Xuan Li merasakannya. Ada sesuatu yan
Setelah menyelesaikan tahap pertama, Xuan Li kembali ke tempat duduknya, disambut oleh senyuman puas Jing Yue. Namun, suasana hatinya jauh dari tenang.Mutiara Hitam... mengapa Song Huan mengeluarkan benda itu sebagai hadiah? pikir Xuan Li sambil mencuri pandang ke arah sang raja. Sorot mata Song Huan terlihat penuh perhitungan, seperti seseorang yang sedang menunggu sesuatu terjadi.“Kau melakukannya dengan baik,” ujar Jing Yue. “Tapi tahap pertama hanyalah pemanasan. Tahap kedua biasanya lebih sulit.”“Apa yang kau ketahui tentang kompetisi ini?” Xuan Li bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari panggung.Jing Yue menyandarkan tubuhnya dengan santai. “Tidak banyak. Aturannya sering berubah, tergantung pada kehendak raja. Tapi biasanya, semakin jauh kau melangkah, semakin berbahaya ujiannya.”Kata-kata itu membuat Xuan Li semakin siaga. Song Huan pasti punya alasan tertentu mengadakan kompetisi ini, dan itu bukan hanya untuk hiburan.Beberapa saat kemudian, tahap kedua dimulai. Kali
Jing Yue melambaikan tangan, memerintahkan para pengawalnya untuk berhenti.“Kita istirahat di sini sebentar. Turun dan bersiaplah,” perintahnya. Para pengawal segera menuruti, menambatkan kuda-kuda mereka di pohon terdekat. Jing Yue menoleh ke Xuan Li, yang tetap berdiri tenang di sisinya. “Sepertinya kedai ini cukup luas."Xuan Li mengangguk ringan, mengikuti langkah Jing Yue menuju kedai sederhana di pinggir jalan. Bau sup panas dan aroma teh melati yang segar menyambut mereka begitu memasuki ruangan. Kedai itu dipenuhi orang, sebagian besar adalah pedagang dan kultivator tingkat rendah. Jing Yue memilih meja di sudut ruangan, jauh dari keramaian.Setelah memesan teh dan beberapa makanan ringan, Jing Yue menatap Xuan Li dengan senyuman tipis. “Jadi, apa rencanamu di kota ini?” tanyanya dengan nada santai, tetapi mata tajamnya mengamati reaksi Xuan Li.Xuan Li, yang menyembunyikan banyak rahasia di balik identitasnya sebagai Wu Yu, tahu betul bahwa ia tidak bisa berbicara semba
Tuan Muda Huo membawa Xuan Li keluar dari gedung opera menuju sebuah meja yang telah disiapkan untuk permainan dadu. Meja itu terletak di ruang terbuka, dikelilingi kerumunan orang yang tampak antusias.Beberapa bersorak, sementara yang lain berbisik-bisik, menduga siapa yang akan menang dalam taruhan tersebut.Xuan Li mengambil tempat duduknya dengan tenang, wajahnya tetap datar tanpa emosi. Sementara itu, Tuan Muda Huo menyeringai penuh percaya diri, meyakini bahwa kemenangan sudah pasti berada di tangannya.“Siapkan dirimu, pengemis lusuh,” ejek Tuan Muda Huo. “Aku akan memastikan kau tidak akan berani lagi mengangkat wajahmu.”Xuan Li tidak menanggapi provokasi itu. Ia melirik ke arah seorang pria yang ditugaskan sebagai pelempar dadu, seorang bandar lokal yang netral dan dipercaya untuk memastikan permainan berjalan adil.Bandar itu mengambil dadu di depannya dan melemparkannya ke udara, gerakannya cepat namun terkontrol.Ketika dadu pertama kali dilempar, suasana di sekeliling m
"Tunggu!" panggil wanita itu.Langkah Xuan Li terhenti. Ia tidak menoleh, hanya mendengarkan tanpa memberikan respon apa pun."Aku harus pergi," ucapnya sesaat kemudian. "Misiku... belum selesai."Saat ia berbalik, matanya bertemu dengan tatapan wanita itu, campuran antara kebingungan dan keingintahuan."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Wanita itu melangkah maju. "Namaku Liang Xue."Sejenak Xuan Li tidak menjawab. Ia menatap wanita itu dengan ekspresi datar, mencoba mencari makna dari perasaan aneh yang muncul di hatinya."Wu Yu," jawabnya singkat, menyebutkan nama samaran yang telah ia gunakan selama ini. Tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Liang Xue yang masih terdiam di tempatnya."Wu Yu..." Liang Xue mengulang nama itu dengan pelan, seperti mencoba mengukirnya dalam ingatan.Ketika melihat Xuan Li pergi, sebuah perasaan aneh menyelimuti hatinya, sebuah kehampaan yang tak bisa ia jelaskan. Ada sesuatu tentang pria itu yang te
Jejak kehadiran menghilang. Xuan Li tetap berjaga-jaga, matanya menyapu bayangan-bayangan di sekelilingnya. Ia tahu, hutan ini menyimpan bahaya yang lebih besar daripada sekadar binatang liar.“Tidak ada yang benar-benar aman di tempat seperti ini,” pikirnya. Ia kembali melangkah perlahan, mengikuti jalur setapak yang samar, hingga suara gaduh mendadak menarik perhatiannya.Suara denting logam, teriakan, dan ledakan energi spiritual memecah keheningan hutan. Xuan Li berhenti sejenak, mempertajam inderanya. Dengan gerakan cepat, ia melompat ke dahan pohon terdekat dan bergerak ke arah suara itu, menyelinap di antara bayangan tanpa menimbulkan suara sedikit pun.Pemandangan yang terbuka di hadapannya membuat alisnya berkerut. Sebuah kereta tandu besar dengan tirai merah yang dihiasi pola naga emas berdiri di tengah jalan. Tiga kelompok manusia terlibat dalam pertempuran sengit.Kelompok pertama adalah para pengawal yang mengenakan zirah merah keemasan dengan rune yang bercahaya samar.