Hari yang dinanti-nantikan akhirnya tiba. Langit pagi itu cerah, dengan awan tipis yang melayang lembut di cakrawala. Udara terasa segar, tetapi aura tegang di antara para alkemis yang berkumpul di aula kompetisi membangun suasana yang berbeda. Aula besar tempat lomba diadakan dipenuhi dengan energi spiritual yang berputar, bercampur dengan aroma tajam berbagai bahan herbal yang sudah diatur rapi di setiap meja.Xuan Li berdiri di depan meja yang telah ditentukan untuknya. Ia mengamati deretan kuali alkimia yang berkilauan di bawah sinar matahari, masing-masing mencerminkan ambisi dan harapan para peserta. Tatapan peserta lain yang mengarah kepadanya jelas menyiratkan penghinaan. Beberapa alkemis berbisik-bisik, jelas-jelas menyoroti penampilannya yang sederhana."Dia pasti hanya pengisi jumlah peserta. Lihat saja, bahkan jubah alkemisnya tak memiliki lambang sekte mana pun," ujar salah satu peserta sambil melirik Xuan Li dengan sinis.Namun, Xuan Li tetap tenang. Ia menghirup napas
Sorak-sorai memenuhi aula besar tempat kompetisi alkimia diselenggarakan. Namun, ketika panitia naik ke panggung dengan gulungan pengumuman di tangan, kerumunan mendadak terdiam.“Pemenang kompetisi ini adalah... Wu Yu!” suara panitia menggema di seluruh ruangan.Keheningan berubah menjadi bisikan tak percaya.“Dia? Anak muda itu? Bagaimana mungkin?”“Pilnya sempurna... tetapi... dia tidak berasal dari sekte besar manapun!”Xuan Li, dengan ekspresi dingin berjalan maju. Langkahnya tenang, sorotan matanya menembus setiap tatapan meremehkan di sekitarnya. Ketika ia menerima hadiah berupa bunga malam abadi yang bercahaya lembut, sebagian besar penonton masih belum bisa menerima kenyataan."Orang-orang ini terlalu lemah untuk memahami dunia di luar sekte mereka," pikir Xuan Li, menyimpan hadiahnya dalam cincin penyimpanannya. Ia tidak memedulikan keributan itu.Namun, di antara kerumunan, seorang pria paruh baya dengan jubah emas berdiri. Sosoknya memancarkan aura dominasi, dan semua oran
Di tengah ruangan, tubuh Tuan Muda Ye Jun terkulai lemah di atas ranjangnya, kulitnya memucat hingga menyerupai mayat. Dari pori-porinya, asap gelap perlahan keluar, memenuhi udara dengan aura menakutkan yang membuat semua orang di sana gemetar.Suasana di ruangan itu diselimuti ketegangan."Xu Tang!" Suara Ketua Sekte Ye Tian bergemuruh, memecah keheningan. "Apa yang terjadi?! Bukankah kau bilang dia adalah solusi?! Mengapa anakku menjadi seperti ini?!"Xu Tang, yang berdiri di sudut ruangan, tampak panik. Tangannya gemetar saat ia mencoba menjelaskan. "Ketua, aku... aku juga tidak tahu. Pil itu sempurna, murni, tidak ada yang salah saat aku memeriksanya."Namun, penjelasannya tak mampu meredakan amarah Ye Tian. Wajah ketua sekte itu menggelap, dan dengan satu gerakan tangan, gelombang energi meledak ke arah Xu Tang, memaksanya mundur hingga terpental beberapa langkah."Tangkap dia!" Ye Tian mengacungkan jarinya ke arah Xuan Li, yang berdiri tenang di tengah ruangan.Beberapa murid
Pengobatan yang dilakukan oleh Xuan Li akhirnya selesai. Energi spiritualnya mengalir halus, menyisir setiap aliran meridian Ye Jun, memastikan tak ada sisa racun yang tertinggal. Napas pemuda itu mulai teratur, wajahnya yang semula pucat perlahan mendapatkan kembali rona kehidupan. Xuan Li mengeluarkan pil terakhir, Pil Peluruh Racun, dan menyodorkannya ke bibir Ye Jun yang masih lemah.“Telan ini,” ujar Xuan Li datar. Suaranya tenang, namun penuh otoritas.Dengan susah payah, Ye Jun menelan pil itu. Sesaat kemudian, tubuhnya bergetar. Cairan hitam pekat keluar dari mulutnya, mengeluarkan bau busuk menyengat yang memenuhi ruangan. Beberapa murid sekte yang hadir refleks menutup hidung.Xuan Li, duduk bersila di belakang Ye Jun, meletakkan kedua telapak tangannya di punggung pemuda itu. Aliran energi spiritual mengalir masuk, membantu membersihkan residu racun yang tersisa di organ-organ vitalnya. Setelah beberapa saat, tubuh Ye Jun melemas, namun auranya perlahan stabil.“Sudah sele
Saat Ye Sheng dibawa pergi oleh penjaga sekte, tatapan Ye Tian tertuju pada punggung anak sulungnya itu. Raut wajah ketua sekte yang biasanya tak tertembus emosi kini menunjukkan retakan yang mendalam. Bahunya berguncang pelan, seolah-olah beban bertahun-tahun menekan tubuhnya dalam satu tarikan napas.“Ye Sheng...” gumamnya, hampir tak terdengar.Tetua-tetua sekte yang semula bersorak untuk kesembuhan Ye Jun kini tak berani membuka mulut. Atmosfer ruangan menjadi senyap, hanya dihiasi oleh langkah-langkah berat para penjaga yang membawa Ye Sheng pergi.Ye Tian yang biasanya berdiri tegak seperti pilar kokoh, perlahan berlutut di hadapan tempat tidur Ye Jun. Tangannya gemetar, mencengkeram ujung selimut putranya. Air mata, yang jarang sekali terlihat, jatuh perlahan, menodai lantai kayu yang dingin.“Jun’er...” suara Ye Tian pecah, menggambarkan kehancuran hatinya. “Aku... aku telah gagal sebagai seorang ayah.”Ye Jun yang masih lemah mencoba mengangkat tangannya untuk menyentuh bahu
Di ruang perawatan Ye Jun, keheningan menggantung berat, hanya diselingi suara napas dan langkah pelan Xuan Li serta Xu Tang. Xu Tang yang kini mulai mempercayai niat baik Xuan Li, menutup matanya, memusatkan kekuatan spiritualnya untuk mendeteksi jejak energi yang tersisa di ruangan itu. Di sisi lain, Xuan Li memilih metode manual, memeriksa setiap detail dinding, lantai, hingga furnitur dengan cermat.“Energinya masih samar,” gumam Xu Tang dengan alis mengerut. “Formasi seperti ini tak mudah meninggalkan jejak. Pelakunya pasti sangat ahli.”Xuan Li mengangguk ringan tanpa menghentikan gerakannya. Jemarinya menyusuri tepi meja kerja Ye Tian yang kokoh, hingga tiba-tiba berhenti di sebuah ukiran kecil di bawah meja. “Tetua Xu Tang, ada yang aneh di sini.”Xu Tang menghampiri, lalu menempelkan telapak tangannya pada ukiran tersebut. Sebuah aura gelap samar terpancar, dan pola-pola rumit di permukaan kayu itu mulai terlihat. Ia memeriksa dengan seksama, matanya menyipit tajam.“Ini bu
Di bawah tatapan tajam Ketua Ye dan Xu Tang, Tetua Liu akhirnya berbicara dengan suara bergetar. “Aku… aku hanya mengurus dokumen pengeluaran seperti biasanya. Aku tidak tahu bahan-bahan itu akan digunakan untuk formasi terlarang!”Xuan Li mendekat, sorot matanya penuh ketenangan dan keyakinan. “Jika itu benar, kau pasti ingat kepada siapa bahan-bahan itu diserahkan. Siapa orangnya?”Tetua Liu tergagap, jelas panik. Sebelum ia sempat menjawab, Tetua Zhang, yang berdiri di sisi lain aula, melangkah maju dengan suara lantang. “Cukup! Kita tidak bisa terus menginterogasi salah satu dari kita sendiri tanpa bukti lebih lanjut. Tuduhan tanpa dasar hanya akan memecah belah sekte.”Xu Tang, berdiri tegap di samping Xuan Li, membalas dengan nada tajam, “Justru untuk melindungi sekte, kita harus mengungkap kebenaran. Atau, Tetua Zhang, apa kau menyembunyikan sesuatu?”Tatapan Tetua Zhang berubah gelisah, namun ia memilih untuk tidak menjawab. Xuan Li memperhatikan setiap gerak-geriknya denga
Setelah kepergian Xu Tang, Xuan Li kembali ke ruangan pribadinya. Di atas meja alkimia sederhana yang terbuat dari batu giok, ia mengeluarkan Bunga Malam Abadi, hadiah berharga dari kompetisi sebelumnya. Kelopak bunga itu memancarkan cahaya lembut berwarna ungu kebiruan, dengan aroma manis yang menenangkan.“Bunga ini cukup sederhana, tetapi manfaatnya luar biasa,” pikir Xuan Li sambil menyalakan api alkimia di tangannya.Nyala biru pucat menyelimuti bunga itu, membuat kelopaknya bergetar seolah hidup. Ia mencampurkan bahan-bahan pendukung seperti Serbuk Buluh Perak dan Esensi Matahari Terbenam ke dalam cairan murni yang mulai terbentuk.Langit malam di luar ruangan perlahan memudar menjadi fajar ketika akhirnya pil itu selesai. Pil berbentuk bulat kecil dengan permukaan yang berkilauan, seperti dipenuhi bintang-bintang. Xuan Li mengamati karyanya dengan puas.“Sekarang waktunya melihat seberapa jauh aku bisa melangkah.”Tanpa ragu, ia menelan pil itu. Begitu pil melewati tenggorokann
Xuan Li terbang di ketinggian rendah, di sekelilingnya hanya tanah retak dan sunyi. Tak ada angin, tak ada suara makhluk hidup, seolah dunia di tempat ini sudah lama mati.Tapi ia tidak peduli. Ia fokus mengikuti sisa simpul energi terakhir dari Alam Bayangan.Setelah beberapa li, medan berubah. Tanah gersang berganti menjadi bukit-bukit batu. Tumbuhan mulai muncul, kering, namun hidup. Tempat ini tampak lebih normal dibanding lembah kematian atau sungai darah yang ia lewati sebelumnya. Tapi Xuan Li tidak lengah. Alam Bayangan dikenal suka menyembunyikan bahaya di balik ilusi ketenangan.Tiba-tiba, tubuhnya berhenti.Ia merasakan hawa manusia.Seseorang mendekat.Xuan Li menoleh dan matanya menyipit. “Mo Xiang?”Laki-laki itu berdiri kaku beberapa langkah di depannya, wajahnya seputih abu. Tubuh kurusnya diselimuti jubah hitam, dan mata yang pernah bersinar ramah itu kini penuh kecemasan.“Wu Yu...?” bisiknya, setengah tak percaya.Sebelum Xuan Li sempat menjawab, Mo Xiang bergerak c
Xuan Li menoleh pada Pemimpin Tanah Jiva yang berdiri tidak jauh darinya. Kini dengan tubuh muda dan vitalitas yang pulih, sang pemimpin tampak jauh berbeda dari sebelumnya.“Aku harus pergi,” kata Xuan Li singkat.Pemimpin mengangguk. “Kami berutang banyak padamu. Jika suatu saat kau kembali, tanah ini akan menyambutmu.”Pengawas Ji yang berdiri di sisi kanan sang pemimpin menunduk hormat. Tidak ada pertanyaan, tidak ada permintaan.Xuan Li berjalan melewati jajaran para tetua yang membungkuk di sisi jalan berbatu menuju gerbang. Tidak ada satu pun yang berani mengangkat kepala.Namun gerbang di depannya bukanlah gerbang tempat ia masuk sebelumnya.“Kami tidak membiarkan tamu istimewa keluar dari pintu kematian,” ujar Pengawas Ji seraya menunjuk jalur berlapis formasi ringan yang membelah hutan belantara. “Jalur ini akan membawamu langsung ke perbatasan luar.”Xuan Li tidak menanggapi. Ia hanya mengangguk tipis, lalu melangkah masuk ke lorong cahaya yang terbentuk dari energi spirit
Pemimpin Tanah Jiva masih menatap cahaya yang perlahan memudar dari tubuh Xuan Li. Matanya tak berkedip, tubuhnya tegak, namun napasnya tertahan. Sosok armor perempuan langit yang melingkupi Xuan Li belum sepenuhnya sirna, dan getaran auranya masih terasa di tanah, udara, bahkan formasi pelindung wilayah.“Dewi Kultus Suci…” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar.Salah satu tetua di belakangnya bergeser gelisah. “Itu… tidak mungkin. Dewi Kultus Suci adalah sosok mitos. Leluhur dari era sebelum era ini. Armor itu...”“Tidak salah,” potong Pemimpin Tanah Jiva pelan, namun tegas. “Aku pernah melihat lukisan armornya dalam gulungan sejarah. Tidak ada keraguan. Itu adalah warisan kekuatan yang diakui oleh langit…”Mata Pemimpin melembut. Tatapannya beralih kepada Xuan Li, kedua tangannya perlahan menarik diri dari wadah giok.Airnya telah tenang.Xuan Li membuka mata. Ekspresinya tak berubah. Datar, penuh kendali. Ia berdiri perlahan dan menatap langsung ke arah sang pemimpin.“Aku tidak
Pengawas Ji berjalan melewati gerbang pusaran angin spiritual yang melingkari pusat Tanah Jiva. Di belakangnya, dua wanita paruh baya membawa gulungan emas dan jimat penguat formasi. Wajahnya tenang, namun di dalam pikirannya, kegelisahan mulai tumbuh.Ia memeriksa formasi pelindung Tanah Jiva. Simbol-simbol kuno terpahat di udara, mengambang di atas batu-batu pelindung yang tertanam di tanah. Aliran spiritual yang keluar dari segel tidak menunjukkan tanda kerusakan.“Masih utuh,” gumamnya pelan.Ia memejamkan mata dan menyentuh tanah. Aura lembut naik dari permukaan dan menyatu dengan tubuhnya.“Tidak ada retakan, tidak ada celah. Tapi dia masuk,” katanya lagi. Suaranya mengeras. “Aku harus bicara dengan Yang Mulia.”Di sisi lain, Xuan Li duduk bersila di paviliun selatan. Empat prajurit wanita berdiri mengelilinginya. Mereka tidak menatapnya langsung, namun jelas sikap mereka lebih waspada dibanding sebelumnya.Bisik-bisik dari luar paviliun semakin keras. Bahkan anak-anak perempuan
Xuan Li melangkah meninggalkan tempat itu. Energi dari batu transmisi telah memberinya arah yang jelas. Kabut perlahan mulai menipis seiring langkahnya menurun ke lembah yang sunyi. Uap dari tanah masih sesekali muncul, tetapi kini tak lagi mampu menembus lautan kesadarannya.Setelah berjalan sekitar lima puluh li, sesuatu berubah.Langkah kakinya tiba-tiba terasa ringan. Udara menjadi hangat. Cahaya menyeruak dari sela-sela pepohonan, bukan cahaya spiritual, melainkan sinar matahari biasa.Kabut lenyap.Begitu ia melewati celah dua batu besar di depannya, dunia di baliknya berbeda. Seolah-olah melangkah keluar dari kelamnya neraka menuju dunia lain.Langit biru cerah. Rumput hijau membentang. Burung-burung berwarna terang terbang di udara. Di kejauhan, gunung-gunung menjulang dengan air terjun yang jatuh seperti benang perak. Bunga-bunga mekar tanpa musim.Ini terlalu indah.Xuan Li berhenti sejenak. Matanya menyipit. Dia menyentuh tanah, memeriksa aliran spiritual.“Ini bukan ilus
Kabut yang menyelimuti daerah ini jauh lebih tebal dibanding wilayah altar sebelumnya. Cahaya spiritual matahari pun tidak bisa menembusnya. Langit dan bumi seperti menyatu dalam kelabu yang membungkam segalanya.Tak ada angin.Tak ada suara.Tak ada kehidupan.Xuan Li terus berjalan.Aura kehidupannya menyala samar di tengah kesunyian itu.Namun setelah puluhan li melangkah, aliran spiritual di tubuhnya mulai terasa aneh. Peredaran energi spiritualnya melambat, pikirannya terasa mengambang.Satu langkah...Dua langkah...Tiba-tiba, suara samar muncul di telinganya.“Wu Yu... kenapa kau pergi begitu saja...?”Langkah Xuan Li terhenti.Suara itu... suara perempuan. Lembut. Penuh kesedihan. Terlalu akrab.Ia mengerutkan alis. "Ilusi."Namun langkah berikutnya membawa suara lain. Suara tawa kecil. Suara anak-anak.“Guru, lihat! Aku bisa terbang!”Gigi Xuan Li mengatup. Jemarinya mengepal.Dia tahu benar bahwa itu bukan kenyataan. Orang-orang yang suaranya dia dengar sudah lama tiada atau
Kabut belum reda saat altar itu runtuh. Batu-batu spiritual berserakan, pilar-pilar hancur menjadi debu, dan lubang pemrosesan jiwa itu kini tertutup puing-puing. Gelombang energi spiritual yang meledak menghantam para penjaga hitam, melemparkan mereka hingga puluhan langkah. Xuan Li berdiri di kejauhan. Jubahnya berkibar pelan oleh angin spiritual yang masih tersisa dari ledakan. Ia memandang sekeliling. Barisan manusia yang tadinya dikendalikan kini berhenti bergerak. Mereka berdiri kaku di tempat masing-masing, tatapan kosong, tubuh gemetar ringan. Simbol spiritual di belakang kepala mereka masih ada, tapi koneksinya terputus. Mereka seperti wayang tanpa dalang. “Masih belum sadar... tapi sudah tidak terikat,” gumamnya. Namun tak ada waktu untuk merenung. Angin spiritual bergetar. Dari reruntuhan altar, lima penjaga hitam bangkit. Wajah mereka dipenuhi retakan darah, mata kehijauan bersinar tajam. Aura spiritual mereka melonjak, membentuk pusaran energi pekat. “Peny
Kabut belum benar-benar hilang ketika Xuan Li berdiri di atas tebing, memandangi reruntuhan lembah yang baru saja ditinggalkannya. Sisa-sisa kabut spiritual masih menyusup di antara batu-batu, namun energi pusat kendali sudah benar-benar menghilang.Ia menutup matanya sejenak. Nafas diatur. Lalu, mata spiritualnya dibuka.Dalam sekejap, dunia berubah. Di balik pemandangan biasa, jaring-jaring tipis spiritual terbentang di udara. Seperti sarang laba-laba yang tak terlihat mata biasa, jalur-jalur itu memancar dari titik-titik tertentu, menjalar ke segala arah.“Ini bukan satu titik. Mereka membangun banyak simpul seperti ini,” pikir Xuan Li.Dia mengikuti aliran salah satu jalur yang tampak lebih kuat dibanding yang lain. Ujungnya mengarah ke utara, menyusuri perbukitan tandus yang dilapisi kabut kelabu.Tanpa berkata apa pun, Xuan Li melompat turun dan mulai bergerak mengikuti jalur itu. Jika satu simpul telah dihancurkan, maka simpul berikutnya harus segera ditemukan.Setengah jam ber
Ledakan energi tadi belum sepenuhnya mereda ketika Xuan Li kembali mengambil sikap. Kabut tebal di lembah bergolak, menyelimuti pandangan dan menyamarkan gerakan. Namun, dia tidak bisa membiarkan ketajaman indranya tumpul.Di hadapannya berdiri sosok besar bertopeng besi. Tubuh makhluk itu dilapisi lapisan spiritual hitam pekat, seolah merupakan perpanjangan dari kabut itu sendiri.Ini bukan mayat hidup biasa. Boneka ini memiliki kesadaran.Dan kekuatannya... setara dengan kultivator Formasi Kekosongan puncak.Xuan Li menarik napas pelan, menahan laju amarah dan naluri bertarungnya. Ini bukan pertarungan yang bisa dimenangkan dengan serangan membabi buta.“Makhluk ini... bukan sekadar boneka,” pikirnya. “Ia bisa berpikir. Bisa menyesuaikan taktik. Bahkan mungkin sedang mengukur kekuatanku.”Dari awal, gerakannya tidak sembarangan. Ia menunggu, memancing. Dan sekarang, ia mulai menyerang balik dengan teknik-teknik yang terstruktur.Sebuah pukulan berat meluncur dari arah kiri, menghant