Xuan Li tidak segera menjawab. Matanya tertutup, aliran energi spiritual masih berputar di sekujur tubuhnya. Beberapa saat kemudian, ia menarik satu pil dari dalam cincin penyimpan. Pil itu mengeluarkan aroma pahit dan dingin yang menyebar dengan cepat.Dengan satu gerakan cepat, ia menelan pil itu.Gelombang energi mengalir seperti ombak ke dalam meridian tubuhnya, mengisi retakan yang terbentuk setelah pertarungan mental di dalam formasi bayangan. Urat-urat spiritualnya yang sempat bergetar kembali stabil. Aura dingin di sekitarnya perlahan-lahan mereda.“Jangan panik. Aku masih hidup,” ucap Xuan Li akhirnya. Suaranya datar, tetapi tidak selemah sebelumnya.Qing Peng menghela napas lega. Ia menjatuhkan diri duduk di sampingnya. “Formasi itu... sangat menakutkan. Aku merasa hawa kematian masih tertinggal di tanah.”Xuan Li membuka matanya, dan sejenak pupilnya masih memantulkan bayangan dunia kelam tempat sebelumnya ia masuk. “Itu memang bukan formasi biasa. Itu bagian dari jaring
Xuan Li terus menyerap setiap potongan informasi yang tersebar di udara Kota Bambu Utara. Obrolan pedagang, bisik-bisik para pengelana, dan percakapan di kedai teh menjadi jalinan benang-benang kecil yang menyingkap gambaran besar yang selama ini tersembunyi. Ia duduk tenang, namun kesadarannya tajam seperti bilah pedang yang tidak pernah berkarat.Semua kabar yang penting sudah terekam jelas dalam ingatannya. Ia memilah dengan cepat: rumor hilangnya para tetua sekte, gerakan ganjil di perbatasan, serta kabar tentang formasi-formasi bayangan yang semakin sering ditemukan. Setiap informasi ia simpan, bukan hanya dalam ingatan, tetapi juga dalam intuisi tajamnya.Qing Peng muncul dari balik kerumunan, matanya menyapu sekeliling sebelum berhenti tepat di wajah Xuan Li. Ia mengangguk pelan, memberi isyarat bahwa penginapan sudah siap."Mari, Tuan. Aku sudah menemukan tempat yang tak mencolok, cukup tinggi untuk mengawasi jalan utama dan... cukup sunyi untuk berbicara jika dibutuhkan."X
Alunan seruling itu terdengar lembut, bahkan hampir biasa bagi telinga orang awam. Namun di telinga Xuan Li, tiap nada bagaikan garis tipis yang menembus kesadaran, membawa gelombang energi pemanggil yang samar namun dalam.Ia duduk diam di balik jendela kamar penginapan."Ini bukan suara seruling biasa," pikirnya. Suaranya tidak terdengar, tetapi pikirannya penuh dengan kewaspadaan.Bagi sebagian binatang roh atau makhluk dari garis darah murni, alunan ini mungkin hanya akan memancing rasa tidak nyaman. Namun bagi makhluk dengan darah warisan, seperti klan ular, efeknya bisa jauh lebih dalam, seolah-olah suara itu membangkitkan sesuatu yang tersembunyi, sesuatu yang tertidur dalam darah mereka sendiri.Qing Peng yang sedari tadi duduk bersila di sudut ruangan, tampak mulai gelisah. Matanya menyipit, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Tangan kirinya bergetar, menekan pelipis seakan sedang menahan sesuatu yang ingin keluar dari dalam dirinya.Xuan Li segera berdiri dan menghampir
Tanpa membuang waktu, Xuan Li segera bergerak. Kedua matanya menyipit, menatap Qing Peng yang sedang berjuang menahan gejolak dari dalam tubuhnya.Aura darah yang bangkit dari teknik pemanggilan sebelumnya belum sepenuhnya mereda. Sebaliknya, ia justru semakin liar, menggeliat, mencoba membakar sisa-sisa kesadaran Qing Peng. Sisik-sisik gelap mulai merambat dari bawah kulit lehernya, dan matanya berkedip memantulkan cahaya kemilau kehijauan yang tidak manusiawi.“Kalau dibiarkan, dia akan kehilangan kendali di tempat ini,” pikir Xuan Li.Tanpa bicara, ia menghampiri Qing Peng dan menekan jari-jarinya ke beberapa titik akupuntur di tubuh pemuda itu. Gerakannya cepat dan tepat. Setiap tekanan menyalurkan energi tenang dari jari-jari Xuan Li ke jalur meridian Qing Peng, menghambat aliran darah naga yang meledak dari dalam.Qing Peng menggertakkan gigi. Tubuhnya bergetar, tetapi tekanan Xuan Li membuat transformasi itu tertunda. Sisik yang sempat muncul perlahan mereda, meski tidak sepen
Xuan Li menekuk jarinya, memantapkan pola formasi ilusi dan peredam suara di sekeliling Qing Peng. Cahaya formasi berpendar halus, nyaris tak terlihat di balik kabut. Ia memperkuat setiap simpul energi dengan presisi, memastikan bahwa medan perlindungan tidak bisa ditembus, baik oleh mata biasa maupun teknik penglihatan spiritual.Namun, sosok bayangan di atas pohon pinus tidak memberi waktu. Suara tawa dingin kembali terdengar, bagai bisikan angin yang membawa hawa kematian.“Hahaha… Kau benar-benar melindunginya. Atau, jangan-jangan, kau hanya menunggu kesempatan untuk merebut kekuatannya?”Xuan Li melompat ke udara, mendarat di atas dahan sejajar dengan lawannya. Tanpa ragu, ia berdiri tegak, tubuhnya menghadap langsung pria berjubah kelabu yang masih memegang seruling giok dengan rumbai merah menyala.Tatapan mereka bertemu. Mata Xuan Li tampak tenang, tapi ada kilatan dingin tersembunyi di baliknya.“Aku tidak menghalangi siapa pun,” ujarnya pelan, namun tajam. “Tapi itu tidak be
Kabut racun yang pekat masih menggantung di udara, merayap perlahan seperti roh jahat yang baru bangkit dari tidur panjang. Namun, alih-alih melukai, racun itu diserap seluruhnya oleh tubuh Qing Peng yang tengah bertransformasi.Sisik-sisik hitam keperakan mulai menutupi tubuhnya. Suara tulang berderak menggema, satu demi satu persendian bergerak sendiri membentuk wujud yang bukan lagi manusia. Taringnya memanjang, matanya berubah menjadi emas menyala, pupilnya vertikal seperti ular purba. Tubuhnya memanjang, berevolusi menjadi sosok naga ular penuh dengan aura leluhur.Gelombang energi spiritual yang terpancar dari tubuhnya meledak ke segala arah. Formasi perlindungan yang dibuat Xuan Li runtuh dalam sekejap, serpihan cahaya spiritual menghilang terbakar oleh tekanan kekuatan darah kuno yang terbangun.Pria pembawa seruling menyeringai lebar. Matanya memancarkan rasa puas sekaligus kegembiraan yang tak disembunyikan.“Akhirnya… warisan darahmu terbangun juga,” gumamnya. “Qing Peng, p
Pertarungan antara Qing Peng dan Wu Han belum juga berakhir.Meskipun Wu Han adalah Penyihir Agung, kekuatan dan sihir leluhurnya tak mampu mengimbangi pertumbuhan Qing Peng yang semakin liar. Setiap serangan yang dilancarkan Wu Han, entah berupa gelombang suara atau pola sihir, ditebas oleh raungan dan cakar naga ular yang terus berkembang. Sisik hitam keperakan Qing Peng mulai meretakkan udara di sekelilingnya, dan kekuatan yang terpancar darinya seolah menyerap aura alam itu sendiri.Wu Han mundur beberapa langkah. Napasnya berat, sorot matanya tidak lagi tenang."Dia... menyatu terlalu cepat. Ini bukan darah biasa," gumamnya, menggenggam erat serulingnya yang retak di ujungnya.Sementara itu, gerakan Qing Peng tiba-tiba melambat. Tubuh besarnya menggigil, lalu mulai menyusut. Sisik-sisik menghilang ke dalam kulit, taring memendek, dan matanya kembali menjadi manusia. Ia kembali ke bentuk semula, manusia muda dengan rambut panjang dan mata tajam.Namun di belakang punggungnya, tu
Qing Peng menarik napas panjang. Aura naga yang mengelilinginya perlahan surut, kekuatan yang tadi menggetarkan tanah mulai mengendap dalam aliran darahnya. Ia menahan diri.Ia bukan pembunuh gila. Tidak semua pantas mati.Namun ketika kekuatannya tinggal separuh, serangan tiba dari arah belakang, tanpa suara, tanpa aura. Kilatan cahaya perak melesat ke arah punggungnya. Sedikit saja terlambat, jantung Qing Peng akan tertusuk habis.Tapi ia selamat.Gelombang energi gelap menyapu dari samping dan membungkus tubuh penyerang dalam pusaran hitam pekat. Pria itu terangkat ke udara, tubuhnya melilit seakan dicekik oleh bayangan hidup. Energi spiritual yang ia keluarkan justru diserap paksa, membuatnya mengerang seperti binatang yang terjerat.Xuan Li berdiri diam di sisi Qing Peng, mata hitamnya berkilat. Ia tidak perlu berkata-kata. Senyum tipis menyeringai di bibirnya.“Terima kasih, Tuan Wu Yu,” ujar Qing Peng dengan suara rendah.Xuan Li mengayunkan lengan dan melempar tubuh pria itu
Xuan Li berdiri diam, namun matanya menajam. Ia mencium aroma samar dari tubuh Gu Ziyan, lembut, manis, namun bukan wangi bunga biasa. Aromanya menenangkan, seolah membawa ketenangan yang mengikis riak kegelisahan dalam hatinya. Sejenak, pikirannya yang tajam dan penuh perhitungan itu terhenti. Hatinya diam-diam terusik.Gu Ziyan menyadari Xuan Li tak bergerak, tak juga menjauh. Itu cukup baginya sebagai isyarat.Ia mendekat tanpa ragu. Langkahnya ringan namun penuh maksud. Tubuhnya menyentuh dada Xuan Li, dan ia menatap langsung ke matanya tanpa malu-malu."Aku tahu kamu bukan orang biasa," bisik Gu Ziyan dengan senyum kecil di sudut bibirnya. "Tapi entah kenapa... aku ingin membuatmu terusik."Xuan Li menatap balik. Matanya gelap, namun tak ada kemarahan di sana. Hanya kehati-hatian.Tangannya bergerak, menahan pinggang Gu Ziyan. Ia menarik tubuh gadis itu ke pelukannya, bukan dengan kasar, tetapi tegas."Aku bukan pria yang bisa kau jadikan mainan," ucap Xuan Li datar. Suaranya da
Gu Ziyan melangkah cepat keluar dari ruang kerja ayahnya. Raut wajahnya cemberut. Ia menahan kekesalan yang membakar di dadanya.“Ayah benar-benar berubah... hanya karena satu orang asing,” gumamnya pelan, hampir seperti dengusan.Langkahnya membawa dia ke taman bagian timur Istana Bunga, tempat sebuah kolam teratai terhampar tenang. Ia duduk di atas sebongkah batu, menyilangkan kaki dan memungut kerikil kecil. Dengan gerakan cepat, dilemparkannya kerikil itu ke tengah kolam. Riak air melingkar pelan, namun tak mampu meredakan amarah dalam hatinya.Beberapa saat kemudian, langkah ringan terdengar mendekat.“Putri Ziyan,” suara lembut seorang pelayan perempuan memanggil. Ia membungkuk dalam, lalu berdiri di sisi sang putri.“Aku tidak butuh hiburan, Alin. Jangan coba-coba menghiburku dengan kata-kata kosong,” kata Gu Ziyan tanpa menoleh.Alin, pelayan pribadinya sejak kecil, mengenal betul perubahan suasana hati tuannya. Ia tak berkata apa-apa lagi, hanya berdiri menemani dari belakan
Chu Niu Niu menatap Xuan Li yang berdiri diam di lorong panjang Istana Bunga. Wajah pemuda itu tetap datar, tapi sorot matanya menggelap, seperti menyimpan banyak hal yang tak bisa ia ucapkan begitu saja.Chu Niu Niu ingin bertanya, namun ragu. Ia tahu saat seperti ini bukan waktu yang tepat untuk menyentuh sesuatu yang mungkin akan memicu ledakan di dalam hati Xuan Li.Setelah mengantar mereka ke kamar tamu yang telah disiapkan, Chu Niu Niu berpamitan."Aku harus kembali bertugas. Istana ini tak bisa ditinggal terlalu lama," katanya singkat.Xuan Li hanya mengangguk tanpa banyak bicara. Ia tahu, Chu Niu Niu bukan tipe yang suka mengeluh, apalagi dalam keadaan genting seperti sekarang. Sebagai panglima penjaga istana, tugasnya tidak ringan. Setiap hari ia harus mengelilingi istana, memastikan keamanan tetap terjaga, terutama sejak ancaman dari makhluk-makhluk spiritual kian sering muncul belakangan ini.Begitu Chu Niu Niu menghilang di balik lorong, Xuan Li masuk ke dalam kamar dan d
Xuan Li berhenti melangkah. Hawa aneh menyusup perlahan di balik udara, samar tapi terasa nyata. Seperti napas makhluk yang bersembunyi di kegelapan, menahan diri untuk tak terendus.Tanpa berkata, ia menarik seutas jarum perak dari lengan bajunya. Satu aliran energi spiritual mengalir tajam ke ujung jarum. Ia melemparkan jarum itu ke salah satu sudut lorong yang terlihat kosong.Zreet!Terdengar suara mencicit seperti logam yang menggores daging, lalu teriakan melengking menggema di dinding batu.Bayangan hitam yang sebelumnya tak tampak kini perlahan muncul dari udara tipis. Bentuknya kabur, namun mata merahnya menyorot ke arah mereka dengan penuh kebencian. Gigi-giginya panjang dan rapat, kulitnya berdenyut seperti daging busuk.Chu Niu Niu tertegun. “Apa itu...?”Xuan Li menjawab datar. “Iblis Hati.”Makhluk itu mendesis. “Heh... jadi kau bisa menciumku, manusia... atau... bukan?”Xuan Li tidak menanggapi. Jarinya bergerak cepat, membentuk segel.Makhluk itu bergetar, lalu tertawa
"Chu Niu Niu!"Di ujung lorong, seorang gadis bergaun merah menyala melangkah santai. Di matanya yang sipit, tampak binar nakal. Bibirnya tersenyum, namun auranya membawa tekanan samar yang menusuk kulit.Gu Ziyan.Putri tunggal Gu Nangrong.Orang yang paling tidak ingin ditemui Chu Niu Niu saat ini.Chu Niu Niu segera membungkuk hormat, suaranya kaku. "Salam hormat, Putri."Gu Ziyan hanya mengangkat alis, tidak terlalu peduli. Matanya langsung mengarah pada Xuan Li.Tatapannya terang-terangan, seolah menguliti pemuda itu dari kepala hingga kaki."Ini yang katanya tamu baru itu?" gumamnya, suaranya ringan, tapi penuh rasa ingin tahu.Xuan Li menatapnya sekilas.Dalam sekejap, dia merasakan ada sesuatu yang salah. Aura Gu Ziyan dipenuhi energi iblis, tapi bukan berasal dari darahnya. Itu seperti racun spiritual yang meresap diam-diam ke dalam tubuh.Matanya menyipit.Gangguan dari luar?Berbahaya kalau dibiarkan.Gu Ziyan melangkah lebih dekat, jaraknya hanya beberapa langkah dari Xuan
Langkah kaki Xuan Li bergema pelan di lorong batu, diapit oleh Chu Niu Niu di satu sisi dan Mo Xiang di sisi lain. Tubuh Mo Xiang masih lemah, tetapi auranya perlahan stabil.Chu Niu Niu memimpin mereka tanpa banyak bicara. Tujuannya jelas: membawa mereka ke hadapan Raja Gu Nangrong, pemimpin Istana Bunga.Udara di sepanjang jalan terasa berat, seolah ada banyak tatapan tersembunyi mengawasi. Setiap mereka melangkah, bayangan-bayangan di balik pilar dan koridor bergerak. Para penghuni istana bunga bermunculan, memperhatikan mereka dengan berbagai ekspresi.Sebagian hanya mengangguk sopan kepada Chu Niu Niu, memberi hormat singkat. Namun lebih banyak lagi yang melirik dengan tatapan mencibir, seolah keberadaan Xuan Li dan Mo Xiang adalah noda dalam kemuliaan istana ini.Xuan Li menatap mereka sekilas. Mata hitamnya tetap tenang, tidak memperlihatkan sedikit pun reaksi. Dalam hatinya, ia sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini.‘Kuat, maka dihormati. Lemah, maka diinjak.’Aturan d
Tubuh Xuan Li perlahan membangkitkan napas baru.Tubuh giok miliknya bukan tubuh biasa. Ia lahir untuk menyerap energi spiritual dalam jumlah besar, lebih banyak daripada tubuh kultivator biasa mana pun.Saat ia bermeditasi di tepi kolam spiritual, air berkilau di hadapannya bergetar, lalu surut drastis. Energi murni di dalam kolam itu seperti sungai yang kehilangan hulunya, mengalir deras ke dalam tubuh Xuan Li.Tak butuh waktu lama, permukaan air di kolam mulai surut, warnanya memucat.Xuan Li membuka matanya sedikit."Aku sudah menyerap seluruh kolam ini..." pikirnya dalam hati.Namun rasa lapar pada tubuh gioknya belum sepenuhnya terpuaskan.Tanpa banyak pertimbangan, ia melangkah ke kolam kecil lain di sebelahnya. Aura kolam itu serupa, murni, kaya, dan berbahaya bagi siapa pun yang tidak siap.Ia duduk bersila lagi.Tubuhnya secara alami mulai menarik energi spiritual, seperti pusaran air di tengah badai. Kali ini, lebih rakus daripada sebelumnya.Di sudut lain lembah, di tempat
"Bantu aku memperbaiki segel," ucap wanita itu dengan nada datar. "Sebagai gantinya, aku memberimu tempat berlindung... dan perlindungan."Xuan Li menatap lurus ke matanya.Yang ia lihat bukan kehangatan, bukan ketulusan, melainkan ketenangan liar, seperti binatang buas yang sudah lama berdamai dengan bau kematian.Ia tahu tawaran ini berbahaya.Namun di belakangnya, makhluk pengisap jiwa masih mengelilingi. Menunda berarti mengantar diri ke kematian dan Mo Xiang tidak akan bertahan."Baik," jawab Xuan Li pendek.Wanita itu mengangguk ringan, lalu berbalik."Ikuti aku."Riak formasi di depannya mengembang, membuka jalan seperti air yang terbelah.Xuan Li menyesuaikan beban Mo Xiang di punggungnya, lalu melangkah masuk.Begitu melewati batas formasi, hawa berat dan tekanan jiwa dari luar lenyap seperti kabut yang tersapu angin.Pemandangan berubah drastis.Tanah tandus berganti dengan padang luas berselimut kabut tipis. Pohon-pohon asing tumbuh di mana-mana, akarnya menancap kuat pada
Xuan Li belum jauh meninggalkan platform batu ketika suara jeritan maut menghantam telinganya.Ia menoleh sekilas.Salah satu anggota Alam Bayangan yang sebelumnya masih hidup kini menggeliat dalam cengkeraman makhluk hitam raksasa. Tubuh makhluk itu berbentuk kabut pekat, menggumpal seperti asap, dengan kilatan merah samar di dalamnya.Dalam sekejap, tubuh anggota Alam Bayangan itu mengering. Energi hidup dan seluruh kultivasinya diserap bersih, meninggalkan kulit keriput yang hancur menjadi debu.Makhluk itu tidak berhenti.Ia membungkuk, menyapu tubuh satunya yang sudah mati. Sisa energi spiritual yang belum sepenuhnya lepas ikut tersedot habis. Tidak ada yang tersisa. Hanya darah dan debu yang perlahan menghilang terbawa angin.Xuan Li mengeraskan ekspresi.Ia mempercepat langkah, tubuhnya berubah menjadi bayangan kabur. Setiap langkahnya ringan, seperti menginjak udara.Namun...Makhluk itu mengangkat kepalanya. Dua titik merah pekat, seperti mata tanpa bentuk, berkedip di dalam