Hari telah sore, langit cerah dan matahari masih bersinar terang. Sesudah sesi foto pernikahan mereka yang penuh dengan kegembiraan dan cinta, Arjuna dan Jane memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah supermarket.Masih disopiri oleh Asisten Boris, mereka tiba di supermarket dan melangkah keluar dari mobil. Jane merasa sedikit aneh berjalan-jalan di supermarket bersama seorang pria. Sebelumnya dia tidak pernah melakukan ini. Akan tetapi Jane juga merasa senang. Hari ini adalah hari pertama dirinya dan Arjuna sebagai pasangan suami istri, walaupun semua hanyalah sandiwara. Tapi Jane tidak berdaya untuk melawan selain telah terikat kontrak dengan Arjuna. Keberadaan Asisten Boris yang menjadi mata-mata dari Opa Robi, juga sungguh sangat meresahkan.“Sayangku, Jane. Ayo kita masuk ke dalam. Kita perlu belanja beberapa bahan makanan. Isi kulkas benar-benar kosong sekarang,” ucap Arjuna kepada istri pura-puranya.“I … iya, Mas Juna.” jawab Jane singkat.Arjuna lalu menggandeng tangan Jan
Jane dan Arjuna kembali ke apartemen pria itu setelah selesai berbelanja dengan Asisten Boris. Mereka membawa banyak belanjaan dan Jane langsung mulai menyusun isi kulkas dengan penuh semangat. Sementara Arjuna memutuskan untuk mandi terlebih dahulu dan meninggalkan Jane dan Boris di dapur.Jane menata barang-barang itu di atas meja. Seraya berkata,”Wah, belanjaan kita banyak sekali, Asisten Boris. Terima kasih sudah membantuku.Boris sambil tersenyum, lalu menjawab,“Tidak perlu berterima kasih, Nona Jane. Saya senang bisa membantu. Ini adalah salah satu tugas saya sebagai asisten, Bos Arjuna.”Jane mengangguk. Kemudian berkata lagi,“Ya, Asisten Boris. Tapi aku lihat Anda bukan hanya sekadar asisten bagi Mas Juna. Anda seperti teman yang selalu ada untuknya,” ucap Jane dari ketulusan hatinya.Asisten Boris semakin tersenyum hangat, lalu menjawab, “Terima kasih, Nona Jane. Saya senang bisa menjadi teman dan mendukung Anda dan Bos Arjuna.”Jane dan Boris terlihat bekerja sama denga
Jane pulang ke rumahnya dengan naik taksi online pada sore hari ini, dia baru saja selesai mengajarkan les piano bagi para murid-muridnya. Setelah perjalanan yang singkat, taksi pun berhenti di depan rumah Jane. Dia lalu membayar sopir taksi dan melangkah keluar dari mobil. Saat Jane membuka pintu rumahnya, dia terkejut melihat dokter Diki sedang duduk di ruang tamu, berbincang-bincang bersama sang nenek. Jane dengan cepat menyapa mereka berdua. "Selamat sore, Dokter Diki! Apa kabar? Anda ke sini lagi?" sapa Jane dengan ramah. Dokter Diki tersenyum lembut. "Selamat sore juga, Jane. Kabar Saya baik. Saya hanya ingin menjenguk Oma Ainur. Kebetulan saya jadi ingat tentang kondisi kesehatan Oma Ainur dan memutuskan untuk mampir sebentar," jelas sang dokter. Dokter Diki terlihat gugup melihat Jane yang sangat cantik sore ini. Hatinya menjadi berdebar-debar tak sabar untuk segera menjadikan Jane, sebagai istrinya. Jane mengangguk mengerti. "Oh, begitu. Terima kasih, Dokter Diki. Anda sa
Asisten Boris menjadi bingung sendiri melihat tingkah sang atasan yang dari tadi sangat gelisah sambil menatap layar ponselnya.Boris yang telah ditugaskan oleh Opa Robi menjadi mata-mata untuk Arjuna dan Jane menjadi semakin bingung saat mengetahui jika istri sang bos tidak tinggal di apartemen. Asisten Boris pun segera memberitahukan hal ini kepada Opa Robi melalui pesan singkat.Asisten Boris : “Maaf Tuan Besar, jika saya mengganggu. Tapi saya ingin menyampaikan kepada Tuan. Jika Nona Jane tidak tinggal di apartemen bersama Tuan Muda Arjuna.Demikian pesan singkat dari Asisten Boris yang membuat Opa Robi yang hendak tidur malam itu menjadi naik pitam seketika. Oma Rini pun menjadi bingung sendiri melihat tingkah suaminya. Dia pun segera bertanya,“Opa, kamu kenapa sih? Kok wajahmu berubah begitu? Seperti orang yang sedang marah,” cecar sang istri.“Ini semua karena Arjuna, Oma!” Lalu Opa Robi pun menunjukkan pesan singkat dari Asisten Boris.“Ya ampun, Juna! Jadi anak itu memboh
Setelah makan malam selesai, suasana di rumah Oma Ainur menjadi tenang. Lampu kecil di ruang tamu masih menyala lembut, memberikan kilauan hangat di sekitar ruangan yang dipenuhi dengan aroma masakan yang menggugah selera. Dokter Diki, seorang pria muda dengan senyum hangat dan mata yang penuh perhatian, duduk di samping Oma Ainur, meminum segelas teh hangat setelah makan malam yang lezat."Terima kasih banyak, Dokter Diki, sudah meluangkan waktu untuk makan malam bersama kami," ucap Oma Ainur sambil tersenyum ramah. Dokter Diki tersenyum ke arah Jane, perempuan yang membuatnya jatuh hati sambil membalas ucapan Oma Ainur, "Tidak perlu berterima kasih, Oma Ainur. Saya senang bisa menghabiskan waktu bersama Anda dan Jane. Merawat kesehatan Anda adalah prioritas saya."Jane, cucu Oma Ainur, duduk di seberang meja dengan senyum tipis di wajahnya. Dia diam-diam menyaksikan interaksi antara neneknya dan Dokter Diki. Meskipun dia tahu bahwa Oma Ainur sangat menghormati Dokter Diki karena
Jane terkejut saat Arjuna menerima panggilan telepon darinya. Suara pria itu terdengar di seberang sana penuh nada marah dan kekesalan. Jane semakin kaget saat Arjuna mengatakan bahwa dia telah berada di depan rumah Jane sejak tadi. Hatinya berdegup kencang, tidak percaya bahwa Arjuna benar-benar ada di sana.“Duh … kok aku gak tahu jika Bos Juna ada di sana tadi.” Hati Jane mulai gelisah. Gadis itu dapat merasakan kemarahan Arjuna dari suaranya yang menggelegar bagaikan suara petir yang besar saat menjawab panggilan telepon dari Jane.“Jangan-jangan, Bos Juna tahu tentang kepulangan dokter Diki tadi,” takutnya dalam hati.Dengan hati yang masih berdebar, Jane mencoba untuk tidak membuat suara apapun saat dia mulai mengendap-endap keluar dari kamarnya. Dia ingin keluar rumah tanpa membangunkan Oma Ainur, sang nenek yang sedang tertidur di kamar sebelah. “Semoga Oma Ainur tidak bangun,” harapnya dalam hati.Dalam kegelapan malam, Jane mulai membuka pintu rumah secara perlahan, berusa
“Mas Juna. Dengar dulu penjelasanku. Aku tidak mungkin menerima lamaran dokter Diki. Kita kan sudah menikah,” seru Jane menjelaskan. Ada sedikit kelegaan di hati Arjuna mendengar penjelasan dari Jane.Ternyata gadis itu tidak menerima lamaran dokter Diki.“Terus, apa Oma Ainur sudah menolak lamaran dokter itu?” Selidik Arjuna lagi.“Aku sudah jujur kepada Oma Ainur jika aku telah memiliki seseorang yang spesia .di hatiku yaitu kamu, Mas Juna,” ucap Jane mencoba bersikap biasa saja.“Oh, yah?” tanya Arjuna senang mendengar ucapan Jane barusan.“Iya, Mas Juna. Makanya Oma meminta untuk bertemu denganmu. Tapi kamu bilang kapan-kapan saja bertemu Oma,” sindir Jane.“Ya karena aku nggak tahu duduk persoalan sebenarnya. Kalau tahu begini sudah sejak awal aku akan memperkenalkan diriku kepada Oma Ainur,” tukas Arjuna.Lalu pria itu berkata lagi,“Apakah kamu sudah mengatakan kepada Oma Ainur jika kita berdua telah menikah?”“Belum, Mas. Ada baiknya jika kita mengatakannya secara bersama-sam
Saat Jane dan Arjuna tiba di sebuah toko bunga, mereka langsung terpesona oleh keindahan dan aroma bunga-bunga yang memenuhi ruangan. Mereka berdua memiliki tujuan yang sama, yaitu memilih bunga yang indah untuk diletakkan di makam orang tua Arjuna nantinya.“Mas Juna, bagaimana dengan bunga mawar putih ini?” tanya Jane kepada suaminya.“Okay, Jane. Ambillah beberapa. Pilih warna lain juga,” tukas Arjuna.“Siap, Mas!” sahut Jane yang sangat terpesona dengan banyaknya kembang-kembang warna warni yang begitu menawan hatinya.Namun, kejutan tak terduga menanti mereka di toko dalam bunga tersebut. Ketika Arjuna sedang memilih-milih bunga, tiba-tiba dia melihat sosok yang sangat mengagetkannya. Cindy, partner ranjang Arjuna, ternyata juga berada di toko itu. Arjuna merasa campur aduk antara kaget, cemas, dan bingung.Pandangan Arjuna dan Cindy bertemu, menciptakan suasana yang tegang di antara mereka. Jane yang menyadari ketegangan itu, mencoba menjaga suasana agar tetap nyaman. Namun, ke
Musim semi di Negara Jepang adalah waktu yang sangat dinanti. Pohon sakura yang mekar menciptakan bentangan alam yang menakjubkan dengan warna merah muda yang menghiasi setiap sudut kota. Di sinilah, Arjuna memutuskan untuk mengajak istrinya tercinta, Jane, dan putra mereka yang baru berusia satu tahun, Elrod, untuk menikmati liburan keluarga yang tak akan terlupakan.Keluarga Arjuna tiba di Tokyo pada suatu pagi yang cerah. Setelah penerbangan yang cukup lama dari Jakarta, Indonesia, mereka langsung menuju hotel untuk beristirahat sejenak. Arjuna, seorang pria tampan yang juga merupakan pengusaha sukses dengan kaca mata hitamnya, terlihat sangat bersemangat. Jane, dengan senyum lembutnya, memeluk Elrod yang tampak mengantuk di pelukannya."Aku tidak sabar untuk melihat bunga sakura, Mas." ujar Jane dengan mata berbinar saat mereka memasuki lobi hotel."Ya, ini akan menjadi pengalaman pertama Elrod melihat keindahan seperti ini, Sayang." balas Arjuna sambil merapikan rambut putranya
Pada hari yang cerah itu, Tamani Kids Kafe di daerah Kemang, Jakarta Selatan, dipenuhi dengan suasana riang gembira. Jane dan Arjuna, pasangan muda yang penuh cinta dan kebahagiaan, merayakan ulang tahun pertama putra mereka, Elrod Levin. Hari itu sangat istimewa bagi mereka, dan mereka memastikan semuanya sempurna untuk hari besar Elrod.Dekorasi kafe dihiasi dengan tema Kapten Amerika, lengkap dengan balon-balon berwarna merah, biru, dan putih, serta poster-poster superhero yang menghiasi dinding. Di sudut ruangan, terdapat meja penuh dengan makanan lezat, mulai dari kue ulang tahun berbentuk perisai Kapten Amerika, hingga berbagai camilan yang disukai anak-anak.Para tamu mulai berdatangan satu per satu, dan suasana menjadi semakin ramai. Tuan William dan istrinya, Nyonya Amelia, datang bersama ketiga anak mereka, Isaac, Jacob, dan Josie. Mereka disambut dengan hangat oleh Jane dan Arjuna."Selamat ulang tahun, Elrod!" ujar Tuan William sambil menggendong Elrod. "Semoga panjang u
Pagi itu, Jane terbangun dengan rasa mulas di perutnya. Awalnya dia mengira itu hanya ketidaknyamanan biasa yang sering dia rasakan akhir-akhir ini, akan tetapi rasa mulasnya semakin kuat dan intens. Jane mencoba bangun dari tempat tidur dengan hati-hati, tapi rasa sakit itu membuatnya terhenti sejenak."Mas Arjuna …" panggil Jane dengan suara gemetar."Aku merasa ada yang tidak beres di perutku."Arjuna, yang baru saja selesai mandi, segera menghampiri Jane dengan wajah cemas. "Ada apa, Sayang? Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanyanya dengan khawatir."Perutku mulas sekali, Mas. Sepertinya ini lebih dari sekedar kontraksi biasa," jawab Jane sambil memegang perutnya.Arjuna tahu bahwa waktunya telah tiba. Tanpa ragu, dia segera mengambil kunci mobil dan membantu Jane menuju pintu depan. "Sayang, sepertinya kita harus segera ke rumah sakit. Jangan khawatir, aku akan mengemudi dengan cepat dan hati-hati," ucapnya sambil membantu Jane masuk ke dalam mobil.“Iya, Mas. Ada baiknya kita
Di kediaman utama Levin yang megah dan elegan, suasana hari itu dipenuhi dengan kebahagiaan dan kehangatan. Pagi yang cerah seakan menyambut acara tujuh bulanan kandungan Jane dengan penuh suka cita. Rumah Keluarga Levin yang selalu bersinar dengan kemewahan, hari ini terlihat lebih bersinar lagi karena persiapan yang telah dirancang dengan matang oleh Arjuna untuk istrinya tercinta, Jane.Arjuna, seorang pria dengan karakter kuat dan perhatian yang mendalam, memastikan setiap detail acara ini sempurna. Jane, dengan senyum yang tak pernah pudar dari wajahnya, tampak anggun dengan balutan kebaya modern berwarna biru pastel. Kandungannya yang sudah memasuki tujuh bulan tampak jelas, dan itu menjadi pusat perhatian dan kebahagiaan semua orang yang hadir."Mas Arjuna, terima kasih sudah mengatur semua ini," ucap Jane sambil tersenyum manis kepada suaminya. "Tentu saja, Sayang. Ini semua untuk kamu dan Baby Elrod," jawab Arjuna dengan tatapan penuh kasih.Di taman belakang rumah, berbaga
Setelah sebulan penuh menikmati bulan madu mereka di Pulau Bora-Bora, Arjuna dan Jane akhirnya kembali ke Jakarta dengan kenangan indah yang tak terlupakan. Mereka menjalani hari-hari dengan penuh kebahagiaan dan cinta. Namun, kebahagiaan mereka tak berhenti di situ. Tak lama setelah kepulangan keduanya, Jane mulai merasakan mual dan muntah, terutama di pagi hari."Mas Juna, aku merasa mual setiap pagi," ucap Jane suatu pagi sambil memegang perutnya. Arjuna yang sedang siap-siap berangkat ke kantor segera menghampiri istrinya. "Apakah kamu baik-baik saja, Sayang?" tanya Arjuna dengan wajah khawatir."Aku tidak tahu, Mas. Mungkin saja aku hanya kecapekan," jawab Jane dengan lemah.Namun, gejala mual dan muntah yang dialami Jane tidak kunjung hilang. Arjuna pun memutuskan untuk membawa Jane ke sebuah rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya. Di rumah sakit, setelah serangkaian pemeriksaan, dokter akhirnya memberikan kabar yang sangat mengejutkan dan menggembirakan."Selamat, Nona J
Pulau Bora-Bora selalu memancarkan pesonanya, namun malam ini terasa lebih istimewa. Senja mulai turun, langit memerah keemasan, dan angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa aroma laut yang segar. Di salah satu kafe tepi pantai yang romantis, persiapan sedang dilakukan dengan hati-hati. Arjuna, dengan bantuan Farah dan Peter, telah menyewa kafe tersebut untuk mengatur momen penting dalam hidupnya, yaitu ingin menyampaikan permohonan maaf kepada Jane, istrinya.Dekorasi kafe malam itu sangat indah. Bunga mawar putih menghiasi setiap sudutnya, melambangkan kesucian dan permintaan maaf yang tulus dari Arjuna. Meja-meja dihiasi lilin-lilin kecil yang akan menerangi malam dengan cahaya lembut. Di tengah kafe, sebuah panggung kecil disiapkan, lengkap dengan alat musik sederhana untuk menyemarakkan suasana.Arjuna berdiri di depan cermin, merapikan pakaiannya dan menarik napas dalam-dalam. Dia merasa gugup, tapi juga bersemangat. Malam ini, sang pria akan mengungkapkan isi hatinya yang t
Peter mengangguk paham. "Baiklah. Jane, kamu bisa tinggal di sini selama yang kamu butuhkan. Kami akan mendukungmu."Jane tersenyum tipis. "Terima kasih, Kak Peter. Aku sangat menghargai kebaikan kalian."Peter merangkul bahu Farah. "Aku akan tidur bersama anak-anak malam ini. Kamu bisa tidur bersama Jane. Aku tahu dia butuh dukunganmu."Farah mengangguk dan tersenyum kepada suaminya. "Terima kasih, Sayang."Setelah makan malam sederhana, mereka semua bersiap-siap untuk tidur. Farah dan Jane masuk ke kamar yang nyaman dengan pemandangan laut yang luas. Jane merasa sedikit lebih tenang berada di dekat sahabatnya. Mereka duduk di atas tempat tidur, berbicara dalam kegelapan yang lembut."Farah, aku takut," bisik Jane, suaranya hampir tidak terdengar. "Aku takut jika aku kembali, semuanya akan berubah. Aku nggak tahu apakah aku bisa memaafkan Mas Arjuna."Farah menggenggam tangan Jane dengan erat. "Aku ngerti, Jane. Perasaanmu pasti sangat terluka sekarang. Tapi kamu harus ingat, seti
Pekatnya malam semakin merayap di tepian pantai di Pulau Bora-Bora, menutupi resort yang megah dengan gelapnya malam. Angin lembut menerpa wajah Arjuna yang duduk di kursi rotan di beranda bungalow mereka. Suara debur ombak terdengar merdu, seolah-olah bernyanyi dalam harmoni dengan suara serangga malam yang riuh rendah. Cahaya rembulan yang hampir penuh memantulkan bayangannya di permukaan laut yang tenang, menciptakan kilauan perak yang mempesona.Namun, keindahan malam itu tak dapat menenangkan hati Arjuna yang sedang gundah. Sejak pagi tadi, Jane, istrinya, hilang tanpa jejak. Arjuna tahu betul alasan kepergian Jane. Sebelum mereka menikah, Arjuna terkenal dengan gaya hidupnya yang suka bergonta-ganti perempuan. Jane baru mengetahui semuanya tadi pagi, dan sejak saat itu, hubungan mereka menjadi berubah tegang.Pagi tadi, saat Arjuna selesai mandi, Jane sudah tak ada di sampingnya. Awalnya, dia berpikir mungkin istrinya sedang berjalan-jalan di pantai untuk menenangkan diri. Nam
"Farah, aku merasa sangat bodoh. Aku berpikir bahwa Mas Arjuna adalah pria yang sempurna. Ternyata dia memiliki masa lalu yang begitu kelam, dan dia tidak pernah memberitahuku," ujar Jane, matanya berkaca-kaca."Kamu tidak bodoh, Jane. Kamu hanya mencintai dan mempercayai suamimu. Tidak ada yang salah dengan itu. Tapi, kamu juga berhak untuk mengetahui kebenaran. Jika Arjuna benar-benar mencintaimu, dia seharusnya jujur sejak awal," tutur Farah mencoba menenangkan."Aku tahu. Tapi sekarang aku merasa semuanya berantakan. Apa yang harus kulakukan, Farah?" tanya Jane, putus asa."Yang pertama, kamu harus menenangkan diri. Jangan membuat keputusan saat kamu sedang emosi. Setelah kamu merasa lebih tenang, kamu bisa bicara dengan Arjuna dan meminta penjelasan darinya. Kamu berhak untuk mendapatkan jawaban," jawab Farah dengan bijak.Jane mengangguk, menyadari kebenaran kata-kata sahabatnya. "Kamu benar, Farah. Aku akan berusaha menenangkan diri dulu. Terima kasih telah membantuku."Farah