Setelah makan malam selesai, suasana di rumah Oma Ainur menjadi tenang. Lampu kecil di ruang tamu masih menyala lembut, memberikan kilauan hangat di sekitar ruangan yang dipenuhi dengan aroma masakan yang menggugah selera. Dokter Diki, seorang pria muda dengan senyum hangat dan mata yang penuh perhatian, duduk di samping Oma Ainur, meminum segelas teh hangat setelah makan malam yang lezat."Terima kasih banyak, Dokter Diki, sudah meluangkan waktu untuk makan malam bersama kami," ucap Oma Ainur sambil tersenyum ramah. Dokter Diki tersenyum ke arah Jane, perempuan yang membuatnya jatuh hati sambil membalas ucapan Oma Ainur, "Tidak perlu berterima kasih, Oma Ainur. Saya senang bisa menghabiskan waktu bersama Anda dan Jane. Merawat kesehatan Anda adalah prioritas saya."Jane, cucu Oma Ainur, duduk di seberang meja dengan senyum tipis di wajahnya. Dia diam-diam menyaksikan interaksi antara neneknya dan Dokter Diki. Meskipun dia tahu bahwa Oma Ainur sangat menghormati Dokter Diki karena
Jane terkejut saat Arjuna menerima panggilan telepon darinya. Suara pria itu terdengar di seberang sana penuh nada marah dan kekesalan. Jane semakin kaget saat Arjuna mengatakan bahwa dia telah berada di depan rumah Jane sejak tadi. Hatinya berdegup kencang, tidak percaya bahwa Arjuna benar-benar ada di sana.“Duh … kok aku gak tahu jika Bos Juna ada di sana tadi.” Hati Jane mulai gelisah. Gadis itu dapat merasakan kemarahan Arjuna dari suaranya yang menggelegar bagaikan suara petir yang besar saat menjawab panggilan telepon dari Jane.“Jangan-jangan, Bos Juna tahu tentang kepulangan dokter Diki tadi,” takutnya dalam hati.Dengan hati yang masih berdebar, Jane mencoba untuk tidak membuat suara apapun saat dia mulai mengendap-endap keluar dari kamarnya. Dia ingin keluar rumah tanpa membangunkan Oma Ainur, sang nenek yang sedang tertidur di kamar sebelah. “Semoga Oma Ainur tidak bangun,” harapnya dalam hati.Dalam kegelapan malam, Jane mulai membuka pintu rumah secara perlahan, berusa
“Mas Juna. Dengar dulu penjelasanku. Aku tidak mungkin menerima lamaran dokter Diki. Kita kan sudah menikah,” seru Jane menjelaskan. Ada sedikit kelegaan di hati Arjuna mendengar penjelasan dari Jane.Ternyata gadis itu tidak menerima lamaran dokter Diki.“Terus, apa Oma Ainur sudah menolak lamaran dokter itu?” Selidik Arjuna lagi.“Aku sudah jujur kepada Oma Ainur jika aku telah memiliki seseorang yang spesia .di hatiku yaitu kamu, Mas Juna,” ucap Jane mencoba bersikap biasa saja.“Oh, yah?” tanya Arjuna senang mendengar ucapan Jane barusan.“Iya, Mas Juna. Makanya Oma meminta untuk bertemu denganmu. Tapi kamu bilang kapan-kapan saja bertemu Oma,” sindir Jane.“Ya karena aku nggak tahu duduk persoalan sebenarnya. Kalau tahu begini sudah sejak awal aku akan memperkenalkan diriku kepada Oma Ainur,” tukas Arjuna.Lalu pria itu berkata lagi,“Apakah kamu sudah mengatakan kepada Oma Ainur jika kita berdua telah menikah?”“Belum, Mas. Ada baiknya jika kita mengatakannya secara bersama-sam
Saat Jane dan Arjuna tiba di sebuah toko bunga, mereka langsung terpesona oleh keindahan dan aroma bunga-bunga yang memenuhi ruangan. Mereka berdua memiliki tujuan yang sama, yaitu memilih bunga yang indah untuk diletakkan di makam orang tua Arjuna nantinya.“Mas Juna, bagaimana dengan bunga mawar putih ini?” tanya Jane kepada suaminya.“Okay, Jane. Ambillah beberapa. Pilih warna lain juga,” tukas Arjuna.“Siap, Mas!” sahut Jane yang sangat terpesona dengan banyaknya kembang-kembang warna warni yang begitu menawan hatinya.Namun, kejutan tak terduga menanti mereka di toko dalam bunga tersebut. Ketika Arjuna sedang memilih-milih bunga, tiba-tiba dia melihat sosok yang sangat mengagetkannya. Cindy, partner ranjang Arjuna, ternyata juga berada di toko itu. Arjuna merasa campur aduk antara kaget, cemas, dan bingung.Pandangan Arjuna dan Cindy bertemu, menciptakan suasana yang tegang di antara mereka. Jane yang menyadari ketegangan itu, mencoba menjaga suasana agar tetap nyaman. Namun, ke
Mobil yang dikendarai Arjuna melaju tenang meninggalkan toko bunga, melewati jalanan kota yang mulai lengang seiring dengan meredupnya sinar matahari. Di dalam mobil, suasana sunyi yang hanya diiringi suara mesin yang berdengung halus serta musik lembut yang mengalun dari radio. Jane dan Arjuna sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing, meresapi momen-momen keheningan itu tanpa kata.Jane ingin menanyakan tentang perihal wanita di dalam toko bunga tadi yang begitu akrab dengan Arjuna. Entah kenapa kehadiran wanita itu mulai mengusik pikiran Jane tentang siapakah sebenarnya wanita itu.“Sebenarnya dia siapa? Kenapa terlihat begitu sangat akrab dengan Mas Juna?” tutur Jane dalam hati.Ingin rasanya dirinya bertanya tentang wanita itu. Namun Jane juga berpikir bisa saja hal itu akan menimbulkan kemarahan dari Arjuna. Dengan berat hati, Jane mencoba berbesar hati dengan tidak menanyakan apapun kepada suami pura-puranya itu.Sementara Arjuna melirik sekilas ke arah Jane yang duduk d
“Pernikahan itu bukan sekedar bahan lelucon atau permainan semata, akan tetapi sesuatu yang sangat sakral! Kalian berdua telah sama-sama dewasa, pasti paham apa yang Opa katakan saat ini! Terutama untukmu, Juna! Saat ini kamu bukan hanya sebagai seorang pemimpin perusahaan besar! Akan tetapi juga sebagai suami dan kepala keluarga! Kamu jangan pernah main-main dengan peran barumu itu!” seru sang kakek lantang.“I … ya, Opa.” sahut Arjuna mulai merasa bersalah.“Ayo kalian berdua berjanji untuk saling mencintai dan tidak akan pernah meninggalkan satu sama lain! sampai maut yang memisahkan!” perintah Opa Robi.Mau tidak mau, Arjuna dan Jane saling berjanji untuk tidak meninggalkan satu sama lain, sesuai permintaan dari Oma Rini dan Opa Robi.Setelah beberapa saat, Opa Robi berbicara dengan suara pelan namun tegas. Beliau berkata lagi, "Mari kita berdoa bersama, untuk mengenang para orang tua.”Mereka pun membentuk lingkaran, bergandengan tangan, dan mulai berdoa. Doa yang dipanjatkan p
"Oh, Yes! Teruskan! Akh! Permainanmu sungguh lihai, Dona! I like it so much!" seru Arjuna tidak tahan dengan sesuatu yang dilakukan oleh seorang wanita bayaran di alat tempur miliknya."Arghhhh!" erang Arjuna merasakan sensasi yang tak tertandingi nikmatnya.Wanita bayaran itu tersenyum puas saat mendengarkan erangan nikmat dari mulut Arjuna Levin, pria yang diam-diam telah lama dirinya cintai.Apapun yang diminta oleh sang pria, selagi Dona dapat melakukannya, dia pasti akan memuaskan Arjuna dengan full service.Namun sayangnya, Arjuna tidak pernah memandangnya sebagai seorang wanita. Lelaki tampan itu hanya melihat Dona sebagai suatu objek pemuas hasratnya saja.Tidak ada rasa cinta lagi di raga dan jiwa Arjuna. Pria itu telah mati rasa.Seakan tahu keinginan Arjuna, Dona segera melepaskan bajunya helai demi helai. Sehingga Arjuna dapat melihat lekuk tubuhnya yang begitu indah.Namun sayangnya, Arjuna hanya menatap dingin ke arah Dona. Tidak ada sedikit pun rasa ketertarikan kepada
Arjuna baru saja selesai mandi, pemuda itu segera mengganti baju kerjanya dengan pakaian yang baru.Dia tidak pernah memakai lagibpakaian yang pernah dirinya pakai saat bermain dengan para wanita bayarannya.Arjuna merasa jijik sendiri, dan itu telah menjadi kebiasaannya sejak dulu.Pintu ruang kerjanya diketuk dari luar, dari balik pintu Boris, sang asisten muncul dengan membawa satu kotak makan siang untuk Arjuna."Selamat siang, Bos. Waktunya Anda untuk makan siang," ujar Boris lalu meletakkan beberapa kotak makan siang tersebut di atas meja."Baiklah, Boris. Anda tahu selera, saya." jawab Arjuna lalu duduk sambil memainkan ponselnya."Siap, Bos. Tunggu sebentar, saya akan mempersiapkan makan siang untuk Anda," tuturnya.Boris memastikan jika meja telah bersih dan rapi. Dia pun siap memulai tugasnya untuk mempersiapkan makan siang spesial untuk Bos Arjuna.Arjuna, sebagai seorang pemimpin perusahaan yang disegani, memiliki selera makan yang unik, dan Boris tahu betul bagaimana meme