"Nana cukup! Kakak kamu sendiri yang memulainya, wanita mana yang terima jika dianiaya dan akan dilecehkan seperti itu. Orangtua mana yang terima jika putrinya menjadi korban kekerasan, bahkan tak sekali dia menampar bahkan memukul aku didepan kedua orangtuaku. Bahkan bapakku saja ia berani memukulnya, wajar jika aku menjebloskannya kedalam penjara. Ini tentang keselamatan yang untukku juga. Coba kau berada diposisi ku, apa yang akan kamu lakukan?"
"Halah omong kosong. Kamu hanya memutar balikan fakta, jika kamu memberikan apa yang Mas Bagas mau maka kamu tak akan mendapatkan serangan seperti itu. Ingat hidupmu gak akan tenang." ancam Nana dan kemudian ia berlalu meninggalkan Anisa.Tangan Satria mengepal dan hendak bangkit mengejar Nana, dengan cepat Anisa menahan Satria. Ia tak mau masalah hari ini akan berakibat pada pernikahannya nanti."Dia harus diberi pelajaran, Nisa. Mulutnya tajam sekali.""Sat, cukup. Ini bukan waktu yang tepat? KitaMengembalikan Warisan Anisa meminta Satria untuk parkir didekat Mushola saja, Satria paham akan arah pandangan Anisa, walau ia sedikit lupa, namun tetap menuruti permintaan Anisa. Ia juga sudah menawarkan untuk berpindah tempat, namun lagi dan lagi "isa menolaknya dan memilih tetap di resto ini. Jantungnya terus berdetak tak menentu, namun sebisa mungkin Anisa menyingkirkan rasa ketakutannya. Sembari menunggu Satria memesan makanan di dalam restauran, Anisa bermain ponsel untuk menghilangkan kegelisahannya. Ya pada akhirnya Satria menawarkan untuk take away makanan saja dan dimakan didalam mobil untuk mengurasi rasa tak nyaman Anisa. "Maaf antriannya lama, makanlah." Satria masuk kedalam mobil dengan membawa bungkusan makanan dan menyerahkan pada Anisa. "Loh kok jalan lagi? Kita mau kemana lagi?" tanya Anisa yang heram ketika Satria menjalankan mobilnya kembali. Padahal ia tak mengapa jika makan didalam mobil ditempat parkir ini. Ada
Sumpah serapah dilontarkan Linda dan Nana untuk Anisa. Ia tetap tak terima bahwa warisan jatahnya di wakaf_kan begitu saja. Bahkan Anisa juga sudah menandatangani surat penyerahan harta pada Pak Karyo. Perkara nantinya anak diberikan pada keluarga Bagas itu bukan lagi hak Anisa. Ia sudah lepas tangan masalah harta yang sellau membuatnya cemas dan tak tenang. Apalagi setelah mendengar kenyataan bahwa anak Linda telah tiada membuatnya seakan bersalah. "Kamu harus tandatangan ini dan kota sidang. Harta itu tak boleh di wakaf_kan seperti yang kamu bilang, Nisa? Samapi kapanpun aku tak ikhlas, itu adalah jatah keluarga kami!" seru Linda yang sudah mengebu ingin mendapatkan semua warisan keluarga Bagas."Kamu itu hanya menantu Linda, mengapa kamu ngotot ingin harta itu? Lagipula sudah dijelaskan oleh Pak Karyo, mengapa kamu tak mengerti juga? Dalam tabungan itu cukup banyak uangnya karena aku tak pernah memakai sepeserpun, tabungan itu aman tak ada transaksi keluarnya,
Urusan telah usaiPagi ini Anisa dan Satria sudah berada di kantor Pak Karyo, keduanya menunggu kedatangan Linda dan juga Nana. "Kalian hari ini tampil serasa sekali. Bapak do'akan pernikahan kalian berjalan lancar dan langgeng sampai maut memisahkan." "Aamiin. Terimakasih Pak Karyo. Saya harap Bapak bisa datang nanti di pernikahan saya." "InsyaAllah, Nis. Semoga saja tak ada pekerjaan." jawab Pak Karyo."Sepertinya mereka sudah datang," ujar Satria yang menunjuk pada mobil berwarna merah yang barusan terparkir tak jauh dari mobilnya. "Ah nambah rumit ini, Sat. Bu Mutia juga ikut datang bersama mereka, semoga hari ini selesai urusanku." lirih Anisa disekat Satria. Pak Karyo menyambut kedatangan ketiga tamunya dengan ramah. Anisa hanya terdiam tanpa ikut campur pembicaraan mereka. "Ada upik abu berubah jadi putri. Dasar perempuan benalu dan mur*han." cibir Bu Mutia yang menatap sinis pada Anisa.
Hari-hari pun terus berlalu, berbagai kesiapan acara pernikahan Anisa dan Satria telah selesai. Sejak semalam dikediaman Anisa sudah diadakan pengajian, dan pagi ini Anisa sudah di make up untuk acara sakral pada pukul 8 pagi. Acara pernikahan ini diajukan dari sebelumnya. Sebelumnya akan diadakan ijab pada jam 10, namun sesuai keinginan Bu Tari dan kedua belah pihak akhirnya mereka setuju untuk memajukan acara ijab dan disaksikan oleh keluarga ini. Anisa menggunakan kebaya pengantin adat sunda berwarna putih terang, gaun Anisa dirancang dengan panjang ekor yang menjuntai. Tak ketinggalan Anisa juga menggunakan siregar sebagai pelengkap penampilannya. Anisa begitu tampil cantik dan menawan. Sedangkan untuk Satria ia menggunakan baskap putih serasi dengan warna kebaya milik Anisa. "MasyaAllah cantik banget adek aku ini. Hmmm yakin deh Satria akan terpana," ujar Lala yang kini berada didalam ruangan make up. Ruangan kerja Anisa di resto diubah menjadi tempat m
Pov AnisaBahagia.... Ya tentu aku bahagia bersama saat ini, aku bahagia karena semua masalahku telah usai. Aku bahagia karena mendapatkan suami yang begitu tulus menyayangiku dan mencintaiku. "Nis, maaf ya, mobilnya belum aku bawa kemari, kita terpaksa jalan kerumah Ibu," "Iya, Mas, gak pa-pa." jawabku singkat."Apa? Tadi kamu panggil aku apa? Coba ulangi lagi, takut telingaku salah dengar atau kemasukan air," "Mas... Mas Satria." Jawabku lirih, aku yakin pipiku ini sudah memerah bak tomat. Seketika Satria memelukku dan berkali-kali mencium keningku. Tak ketinggalan aku juga memeluknya erat. "Terimakasih, Nis." bisik-nya yang mana aku masih dalam dekapannya."Karena Mas sudah menjadi suamiku, aku harus menghormatimu, Mas. Semoga kita sellau bahagia seperti ini," "Aamiin." Mas Satria melepaskan pelukannya, ia menatap ku begitu dalam. Tampak terlihat cinta yang begitu besar di k
Lima bulan telah berlalu kehidupan Anisa dan Satria semakin hari semakin harmonis. Keromantisan Satria hingga saat ini tak pernah pudar, bahkan semakin hari semakin romantis, bahkan bekerja pun Satria sellau mengantar Anisa, bahkan ketika Anisa melakukan live pun dengan tenang Satria menjadi juru kameranya. Ya, rumah yabg kini ditempati Anisa terdapat satu ruangan khusus untuknya bekerja memasarkan produk kecantikan. Belum lagi produk-produk lainnya yang Anisa terima. Walau hingga kini ia belum dikarunia anak, bukan berarti Satria tak mencintainya, sebisa mungkin selama mereka belum memiliki kesempatan berdua ini akan di manfaatkan bersama. "Yank, ini uang hasil dari angkot hari ini. Tadi Budi mengantarkan kemari," "Alhamdulillah ya, Mas." "Iya, Alhamdulillah. Semoga lancar terus usaha suamimu ini. Oh iya bagaiman tawaran Mas kemarin untuk membuka cabang resto dan membuka toko kosmetik di kota, Yank. Apa sudah kamu pikirkan," tanya Satria yang mana kini
Satria memindai wajah cantik istrinya. Malam ini terlihat sang istri begitu gelisah dan tak tenang. Bahkan disaat dirinya tertidur pun juga tak tenang. Memang tadi istrinya itu telah menceritakan semua padanya, tentang pertemuan yang tak sengaja, tentang ancaman yang membuat hati sang istri gelisah. Satria mengusap lembut pipi sang istri. Ia mendekap memberikan kenyataannya di tidurnya. "Selama aku masih ada di samping mu, aku janji tak akan pernah ada yang bisa mengusik hari-harimu, Nis. Tak akan ada yang mengusik kebahagiaan kita." gumam Satria didekat sang istri. Tak terasa pagi pun telah tiba. Anisa bangun lebih dahulu, ia memutuskan mandi setelah itu membangunkan sang suami yang masih tidur nyenyak. Usai mandi dan menanak nasi, barulah ia kembali ke kamar dan membangunkan suaminya. "Lah, sudah mandi, Mas. Baru aja aku mau bangunkan kamu." "Aku sebenarnya sudah bangun dari tadi hanya malas membuka mata saja." Kilah Satria yang langsung men
"Jangan kaget dong Pak Andi. Dahulu kita besanan loh. Ya, walaupun sekarang kita sudah tak besanan lagi, jangan sok pura-pura tak mengenal." "Astagfirullah Bu Mutia. Bu, kami tidak lupa, kami hanya kaget saja." kilah Bu Utari. Sejujurnya ia sendiri sudah tak menginginkan bertemu lagi dengan keluarga Bagas, mantan menantunya."Owh ibu ini, ibunya Bagas ya. Salam kenal, Bu Mutia. Saya Tari mertuanya Anisa." Bu Tari berusaha beramah tamah pada mantan mertuanya Anisa dahulu. Bukan ia tak tahu tabiat buruk apa mantan mertua menantunya itu, tapi demi formalitas dan menunjukan bahwa kini Anisa sudah menjadi bagian dari keluarganya bahkan sudah menjadi anak perempuannya. "Ohh... Ibu yakin menjadikan itik itu menjadi menantu Ibu. Dia itu MANDUL, tak bisa punya anak." Bu Mutia sengaja menekan kata-kata itu lagi. Ia sangat ingin menjatuhkan Anisa di keluarga barunya. "Bu,,, saya peringatkan ya. Saya mantan adik iparnya tahu betul bagaimana tabiat Anisa it