Beranda / Historical / TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA / Bab 2: Terperangkap dalam Kegelapan

Share

Bab 2: Terperangkap dalam Kegelapan

Penulis: Soeganx
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-30 15:38:08

Setelah kepergian mobil tentara, beberapa warga mulai mendekat, mencoba mencari tahu. Ada yang memberikan pertolongan kepada teman-teman Awan. Namun banyak juga yang mencibir, menganggap bahwa Awan mencari mati menentang pemerintah.

Trenggono, yang tetap teguh pada prinsipnya, berdiri di depan warga-warga yang mencibir. Dia berbicara dengan tegas, “Kami tidak akan tinggal dim melihat kezaliman! Awan tidak bersalah, dan kami akan membuktikannya. Jangan hanya berbicara tanpa tahu fakta.”

Warga-warga itu terkejut dengan keberanian Trenggono. Mereka saling pandang, tidak tahu harus berkata apa.

Trenggono melanjutkan, “Jika kalian tidak percaya, mari kita adu jotos! Aku akan membuktikan bahwa Awan tidak bersalah!”

Warga-warga itu hanya bisa diam, tidak berani menanggapi tantangan Trenggono. Mereka sadar bahwa Trenggono adalah pemuda yang tangguh dan tidak mudah ditakuti. Tiba-tiba, suasana tegang di antara warga terasa memuncak. Beberapa dari mereka yang mencibir Awan menjadi terdiam, menyadari ketegasan Trenggono.

“Saya akan hajar orang yang menyinyir Awan sekarang juga. Kalian semua, pikirkan baik-baik sebelum berbicara,” ujar Trenggono dengan mata yang memancarkan determinasi.

Namun, Okto yang bijak segera menarik Trenggono, “Trenggono, tidak perlu terlibat dalam pertengkaran. Kita harus tenang dan mencari cara untuk membantu Awan.”

Endi, meskipun masih terguncang oleh kejadian tersebut, mengangguk setuju, “Okto benar. Mari kita cari tahu apa yang sebenarnya terjadi. “

Trio Terax itu kemudian pergi meninggalkan warga yang masih ramai membicarakan insiden itu. Dalam perjalanan, mereka merenungkan langkah selanjutnya. Basecamp Terax mungkin berada dalam bahaya, an Awan berada di tangan tentara. Tapi tekad mereka tetap kuat untuk membuktikan kebenaran dan melindungi wilayah mereka.

Mereka harus mencari cara untuk menyelamatkan Awan dan memulihkan kehormatan Terax. Sambil melangkah menjauh dari keramaian, mereka merencanakan langkah-langkah untuk menyelamatkan Awan.

Dalam perjalanan Awan terus meronta, berusaha melepaskan tangannya dari borgol yang membelengunya. Melihat itu Komandan tertawa sambil berkata menghina kepada Awan, “Kamu gila ya, nak? Memang kamu Superman yang bisa memutuskan borgol dengan tangan kosong, timpalnya.” 

Tiba-tiba, salah satu anak buah komandan tersebut menampar wajah Awan. Membenturkan kepala Awan terbentur ke pintu belang mobil. Awan hanya bisa merintih kesakitan, namun ia tetap berusaha untuk bertahan.

“Saya tidak akan menyerah selama saya benar.” Awan tertawa mencoba menyiasati. 

Komandan mengeluarkan pistol mengokangnya di depan kepala Awan. Anak buahnya menunjukkan senjata tajam, ancaman mencekam.

Komandan itu melanjutkan, “Berani kamu melawan senjata ini? Jika bukan karena kamu anak kecil, kalian pasti sudah aku habisi sejak tadi di gedung tua itu. Aku masih memberimu kesempatan hidup, lebih baik kamu patuhi perintah kami jangan melawan.”

Seorang anak buah komandan, dengan kasar, menyela, “Iya, kamu jangan banyak omong! ” Sambil menjambak rambut Awan, menciptakan momen yang penuh tekanan.

Tak terasa mobil tersebut telah memasuki markas militer dengan penjagaan yang sangat ketat. 

Penjaga bersiaga penuh, sementara patroli mobil dan anjing-anjing penjaga menambah keangkeran markas tersebut. Mobil yang membawa Awan melintasi beberapa pos pemeriksaan. Dan melaju menuju bangunan bawah tanah yang lebih terasa seperti penjara militer.

Beberapa penjaga segera menghentikan mobil tersebut saat tiba di gerbang markas. Terlihat komandan regu turun dari mobil, menghampiri penjaga tersebut, dan menandatangani selembar surat. Kemudian penjaga tersebut mempersilahkan mobil tersebut masuk. Menuju bawah tanah yang terlihat remang-remang, menciptakan suasana yang suram serta seram. 

“Kamu menjalani ajalmu di sini,” the ucap salah satu tentara yang menangkap Awan. 

“Tugas kami hanya mengantarkan kamu sampai di sini. Selanjutnya adalah tugas para penjaga yang ada di gedung ini. Ingat, jangan banyak omong dan melawan jika kamu sudah bosan dengan nyawamu.” 

“Terserah padamu,” timpal tentara lainnya, “kamu mengaku saja jika kamu salah. Jangan menyela pembicaraan, dan jangan pernah menolak perintah. Itu saja pesanku jika kamu masih ingin hidup. Banyak orang yang ada di sini tidak bisa pulang, serta gila atau cacat tubuhnya,” imbuh tentara itu.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi.” Tambahnya.

Awan mendengar ancaman tersebut, hatinya berdegup kencang. Ia merasa takut, namun tekadnya untuk bertahan dan membuktikan kebenarannya tetap teguh. Marno, tentara yang memberikan peringatan, terus memandangi Awan dengan ekspresi tanpa belas kasihan.

Mobil tersebut melaju masuk ke dalam kompleks bawah tanah yang semakin terasa mencekam. 

“Tak usah banyak omong, tahanan!” seru seorang penjaga sambil membuka pintu mobil. Dengan kasar, mereka menarik Awan keluar dari mobil dan membawanya menuju sel tahanan. Awan terus meronta, namun kekuatan fisiknya tak sebanding dengan kebrutalan penjaga. 

Mereka tiba di sebuah lorong gelap yang dihiasi pintu-pintu self. Setiap langkah membawa mereka lebih dalam ke dalam kompleks yang misterius ini. Awan bisa merasakan mata-mata setajam pisau melayang di udara, membuatnya semakin tak nyaman. 

Suasana di sel terasa gelap dan pengap, seakan berada dalam gua yang suram. Dinding sel terbuat dari beton yang dingin dan kokoh. Dan lantainya terbuat dari semen yang kotor. Menyebabkan Udara di dalam sel terasa pengap dan panas, seperti berada di dalam oven.

Suara jeritan serta tangisan para tahanan sesekali terdengar, membuat suasana menjadi semakin mencekam. Menjadikan dunia baru bagi Awan. Dinding-dinding kusam dan kotor seolah menyimpan berbagai cerita kegelapan. Awan meronta, tetapi penjaga yang brutal terus mendorong dan menendangnya dengan keras. Dengan kasar, penjaga mengunci pintu besi sel, membiarkan Awan terperangkap dalam bayang kegelapan.

Awan duduk di sudut sel, terborgol, merasakan dingin yang menusuk tulang. Suasana hening diiringi desiran angin kecil yang masuk melalui celah-celah pintu besi. Ia merenung, mencoba memahami bagaimana segalanya bisa berubah begitu cepat. Takdirnya, yang seolah-olah telah tertulis, kini terpampang di hadapannya.

Di luar sel, terdengar langkah kaki penjaga yang menjauh. Awan memandang ke langit-langit sel, berusaha mencari sinyal harapan di tengah kegelapan. Ia tahu, perjuangannya belum berakhir.

Dalam keheningan sel, Awan tersentak oleh bayangan-bayangan yang mendekat ke arahnya. Meskipun tangannya terborgol, naluri bertahan sebagai pemimpin geng membawa Awan bersiap menghadapi ancaman. Ia memasang kuda-kuda, siap melawan.

Bab terkait

  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 3: Pemberontakan di Dalam Sel

    Namun, kejutan menyelimuti Awan ketika beberapa sosok laki-laki muncul di depannya. Mereka menyapa Awan dengan ramah, menciptakan kelegaan di tengah ketegangan. Pemimpin kelompok tersebut, dengan wajah serius, bertanya. “Selamat malam, nak. Kenapa anak sebelia kamu bisa masuk di sini?” Awan menjawab dengan jujur, “Saya tidak tahu.” Merasa heran dan bingung. Pemimpin kelompok menghela nafas, “Mereka berulah lagi, rupanya.” Gumamnya, mencerminkan kekecewaan terhadap situasi yang mungkin sudah sering mereka alami. “Siapa namamu, nak?” tanya pemimpin kelompok dengan wajah serius. Awan menjawab, “Namaku Awan.” Pemimpin kelompok menatapnya sejenak sebelum mengangguk. “Namaku Purwo,” kata seorang pria yang berdiri di samping pemimpin kelompok. Purwo memberi sapaan sambil tersenyum ramah. “Ermono,” katanya sambil memperkenalkan diri. Awan merasa sedikit lega mengetahui nama-nama mereka. “Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Kenapa saya dibawa ke tempat seperti ini?” tanya Awan, mencoba

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 6: Persimpangan Antara Kebenaran dan Kepalsuan

    Dalam pantauan ketat itu, Darto muncul. Dengan sikap tenang, ia mendekat. “Kenapa kalian berdiri di depan pintu?” tanyanya, suaranya seperti angin sejuk yang menusuk ketidakpastian. Kami hanya mencari angin, Pak," jawab Ermono. Darto menatap Ermono, seakan mencoba membaca setiap ekspresi yang terpantul di wajahnya. “Kalian hanya mencari angin?” ulang Darto, suaranya mengejek. “Saya di sini sudah puluhan tahun, jangan pikir kalian bisa menyembunyikan sesuatu dariku.” Ermono dan Purwo saling berpandangan, menyadari bahwa Darto tidak mudah dikelabui. Meskipun suasana tegang memenuhi sel, Darto tidak kehilangan sikap tegasnya. Ia mendekati Ermono, memandanginya dengan penuh pengetahuan tentang tingkah laku para tahanan. “Bocah itu tidak seperti yang lain, ya?” goda Darto, mencoba menggali informasi lebih lanjut. “Saya tahu ketika ada yang mencoba menyembunyikan sesuatu. Jadi, apa yang sedang terjadi?” Ermono terdiam, mencoba merumuskan jawaban yang tidak akan membocorkan terla

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA    Bab 7: Keterlibatan Awan Dalam Intrik Politik

    Komandan merenung sejenak, mencoba menyusun potongan informasi yang ada di hadapannya. “Apakah ada alasan khusus yang membuat kamu terlibat dalam situasi ini? Ada tekanan dari pihak lain, atau mungkin ada motif tertentu?”Awan tetap tenang. “Tidak ada alasan atau tekanan, Pak. Saya tidak tahu apa yang menyebabkan saya berada di sini. Dan saya tidak melakukan apa pun yang dapat merugikan siapa pun.”Keheranan di wajah Komandan semakin mendalam. Masih ada misteri yang perlu dipecahkan sebelum mereka dapat menemukan akar masalah ini. Komandan mengerutkan kening, wajahnya mencerminkan kebingungan.“Bukankah menurut berkas ini, keluarga Anda memiliki latar belakang penting di masa lalu?” tanya Komandan dengan suara yang penuh keraguan.Awan tersenyum pahit. “Maafkan saya, Pak, tapi itu tidak benar. Saya hanya seorang anak jalanan, tidak memiliki hubungan dengan keluarga yang mulia.”Komandan menatap Awan dengan intensitas, mencoba memahami kebenaran di balik kata-kata tersebut. Dia kembali

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 4: Dalam Pelukan Kegelapan, Berkobarlah Semangat Pemberontakan

    Melihat Awan, beberapa tahanan mulai terprovokasi dan menghajar penjaga tersebut. Awan duduk santai, memperhatikan keributan yang terjadi di sel. Sementara itu, Purwo dan Ermono berusaha menghentikan kebrutalan para tahanan. “Berhenti, kalian!” teriak Purwo lantang, mencoba menghentikan kekerasan yang terjadi. “Jangan sampai penjaga ini tewas, atau nasib kalian akan berakhir tragis.” Namun, beberapa tahanan tidak menghiraukan peringatan Purwo dan terus menyerang. Situasi semakin kacau, penjaga lain yang mendengar segera datang untuk menyelamatkan rekan mereka. Awan yang awalnya santai langsung disergap oleh beberapa penjaga. Meskipun berusaha melawan, akhirnya ia dilumpuhkan. Awan yang telah berhasil dikendalikan oleh penjaga, kemudian dibawa ke sel bawah tanah. Di sana, Awan mengalami serangkaian penyiksaan yang sadis dan kejam. Tubuhnya yang telah lelah dan terluka membuatnya semakin rentan terhadap siksaan tersebut. Meskipun demikian, semangat perlawanan Awan tidak pernah padam

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 5: Bayangan Kemanusiaan di Penjara

    Darto, penjaga berkulit gelap dan bertubuh tambun, sosok yang menonjolkan kehumanisan. Meskipun pekerjaannya memerlukan ketegasan, Darto tetap mendekati para tahanan dengan sikap empatik. Usianya yang sudah mencapai lima puluhan tahun memberinya pengalaman dan kebijaksanaan. Pada pandangan pertama, orang mungkin menilai Darto dari penampilannya. Namun, di balik eksterior tersebut, Darto memiliki hati yang lembut. Ia sering memahami beban yang diemban oleh para tahanan dan berusaha memberikan dukungan. Sikap humanis Darto tercermin dalam tindakannya membawa makanan dan kepeduliannya terhadap para tahanan. Ia melihat Awan yang tidak mau makan, tahu bahwa anak ini dalam tekanan yang besar. Darto berusaha memberikan sedikit kemanusiaan dalam situasi yang sulit. Darto juga memiliki kebijaksanaan untuk memahami nuansa di antara para tahanan. Meskipun menjalankan tugasnya dengan tegas. Dirinya tidak segan untuk menunjukkan kepeduliannya dan mendengarkan mereka. Darto melihat Awan yang te

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 8 : Sel Bawah Tanah

    Kepala penjaga memberikan hormat dan bergerak cepat untuk mengurus Awan. Ruangan itu kembali ditinggalkan dalam keheningan, tetapi ketegangan tetap menggelayuti udara. Semuanya menunggu hasil dari interogasi cepat yang akan menentukan jalannya peristiwa mendatang.Kepala penjaga, setelah berbicara dengan Komandan, mendekati Awan dengan sikap yang lebih tenang. “Nak, kamu sebaiknya segera bekerja sama dengan kami. Dengan usia kamu yang masih sangat muda, kamu bisa mendapatkan keringanan hukuman. Jangan biarkan dirimu berakhir tragis karena melawan.”Awan, meskipun masih merasa marah dan tidak bersalah, merenung sejenak. Dia tahu bahwa situasinya sulit. Kata-kata kepala penjaga menyiratkan kemungkinan konsekuensi yang lebih buruk jika dia terus melawan.“Saya tidak melakukan apa-apa, Pak. Saya tidak mau mengakui kesalahan yang tidak saya perbuat,” jawab Awan dengan tegas.Kepala penjaga menggeleng. “Kamu mungkin tidak tahu seberapa besar tekanan yang sedang terjadi di sini, nak. Kami in

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 9: Melacak Harapan di Tengah Badai

    Sersan Jamal dan dua kopralnya berjalan ke arah Awan. Mereka mengepung Awan dan menatapnya dengan tatapan tajam. “Hai, bocah,” kata Sersan Jamal. “Kamu takut?” Awan menatap Sersan Jamal dengan tatapan berani. “Aku tidak takut,” katanya. Sersan Jamal tersenyum sinis. “Oh, ya?” katanya. “Lalu mengapa kamu terlihat seperti pengecut?” Kopral Joko dan Kopral Bayu tertawa. Mereka kemudian menarik kaki Awan dan memaksanya duduk di kursi. “Ayo, mengaku saja,” kata Sersan Jamal. “Kamu tidak akan bisa lolos.” Awan menggelengkan kepala. “Aku tidak bersalah,” katanya. Sersan Jamal meninju perut Awan dengan keras. Awan meringis kesakitan, tetapi dia tidak menyerah. “Ayo, mengaku saja,” kata Sersan Jamal lagi. “Atau kamu akan merasakan sakit yang lebih parah lagi.” Kopral Joko menampar pipi Awan. Awan kembali meringis kesakitan, tetapi dia tetap diam. Sersan Jamal menarik kursinya dan duduk di atasnya. Dia meletakkan kakinya di atas jempol kaki Awan dan menekannya dengan keras. Awan berte

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-01
  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 10: Misi Beresiko

    Suasana di dalam kantor terasa tegang ketika Jenderal Budi memasuki ruangan tersebut. Kapten Haris langsung memberi hormat kepada Jenderal yang berpengaruh besar tersebut. "Kapten, aku titipkan anak ini padamu."ucap Jenderal Budi dengan suara serius. Kapten Haris mengangguk tegas sebagai tanda penerimaan tugas baru ini. "Baik, Jenderal. Saya akan mengawasinya dengan ketat," jawab Kapten Haris, menyatakan kesiapannya. Jenderal Budi, yang tampak serius, memberikan instruksi lebih lanjut kepada Kapten Haris. Kapten, Awan masih terlalu muda. Jangan terlalu keras padanya, kata Jenderal Budi. Kapten Haris mengangkat alis, menunjukkan rasa penasaran dan ketidaksetujuan pada saat yang bersamaan. “Perlakuan apa yang dimaksud, Jenderal?” tanya Kapten Haris. Jenderal Budi, dengan ketenangan yang meyakinkan, menjelaskan lebih lanjut. "Dia sedang menghadapi masa-masa sulit. Saya tidak ingin perlakuan yang berlebihan terhadapnya. Biarkan dia berpikir dan memahami keadaannya," papar Jende

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-01

Bab terbaru

  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 19 : Becak Harapan

    Trio Terax mendatangi rumah Awan, dan ketika sampai di depan, mereka terlihat ragu untuk masuk. Wajah mereka mencerminkan kekhawatiran dan ketidakteguhan, terutama Okto yang merupakan tetangga Awan. Meskipun ragu, Okto mengambil inisiatif untuk mengetuk pintu."Selamat siang, Bu Asri. Assalamualaikum," sapa Okto."Waalaikum salam. Siapa ya?" tanya Bu Asri."Saya Okto, Bu," jawab Okto."Oh, Okto. Silahkan masuk, Nak," sahut Bu Asri sambil membuka pintu.Ketika pintu terbuka, terlihat seorang wanita paruh baya dengan penampilan sederhana. Namun memancarkan keanggunan dan kecantikan khas perempuan Jawa. Bu Asri bertanya apa yang mereka butuhkan, sambil mengundang mereka untuk duduk.Trenggono memberikan oleh-oleh dari teman-teman Awan, "Maaf, Bu. Kami ada sedikit rezeki untuk Ibu."Ibu Asri bertanya, "Kenapa kalian repot-repot?"Trenggono menjawab, "Tidak apa-apa, Bu. Ini titipan dari teman-teman Awan."Endi bertanya lebih lanjut, "Maaf, Bu. Kami ingin mengetahui keadaan Ibu dan Bapak. A

  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 18: Harapan dan Bantuan

    Siang itu, mentari bersinar terang, namun suasana di basecamp Terax masih diliputi ketegangan dan kesedihan. Trenggono terlihat sedang membaca koran. Okto sedang memperbaiki bangku yang rusak."Trenggono, apakah kamu membaca koran hari ini? Wah, kamu mengejek aku ya, Okto?" tanya Trenggono dengan ekspresi tersinggung.Trenggono terkekeh dengan riang, "Buku pelajaran sekolah saja aku tidak pernah baca. Apalagi koran, jelas tidak mungkin lah!"Sementara itu, Okto sibuk membuka koran dan membaca dengan serius. Melihat ekspresi Trenggono yang tersenyum, Okto menyadari perbedaan minat mereka."Maaf Trenggono, aku bukan bermaksud mengejek kamu," kata Okto, mencoba meredakan kemungkinan tersinggung."Memang ada berita apa, Okto?" tanya Trenggono, mencoba menarik perhatian temannya dari koran yang dibaca."Ini loh, Trenggono," jawab Okto. Menunjuk artikel tentang seniman jalanan bernama Bagaskara yang hilang. "Berita mengenai seniman ini benar-benar menarik perhatianku. Sampai sekarang, belum

  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 17 : Kebenaran dan Keselamatan

    Keesokan paginya, Kapten Haris memanggil seluruh timnya untuk rapat darurat. "Kita memiliki dua tugas. Menemukan siapa yang bertanggung jawab atas kematian Bagas. Dan menyelidiki konspirasi yang mungkin terjadi di dalam penjara ini. Saya tidak ingin ada yang melanggar perintah untuk merahasiakan kasus ini," ucap Kapten Haris serius.Tim penyelidik mulai bergerak, memeriksa setiap sudut penjara dengan cermat. Mereka menggali informasi dari tahanan dan petugas, mencoba menyusun puzzle yang semakin kompleks.Sementara itu, Kapten Bagyo dari polisi militer kembali untuk memeriksa kemajuan penyelidikan."Waktu terus berjalan, Kapten Haris. Saya harap ada perkembangan positif," kata Kapten Bagyo tanpa basa-basi.Kapten Haris menatap Kapten Bagyo dengan tekad, "Kami sedang bekerja keras, Kapten Bagyo. Tapi ini bukan tugas yang mudah."Kapten Bagyo mengangguk dan pergi, meninggalkan Kapten Haris dengan beban yang semakin berat. Ia merasa tekanan dari dua arah. Tekanan untuk menjaga rahasia p

  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 16: Pertaruhan Gelap

    "Dia tampaknya terkejut saat saya bertanya mengenai tahanan lain yang mengetahui kasus ini," kata Kapten Bagyo.Ketika Kapten Bagyo berbicara secara tegas kepada Sersan Darto, terlihat pertemuan rahasia yang dilakukannya dengan salah seorang tahanan menjadi sorotan."Sersan Darto, saya butuh klarifikasi dari Anda. Pertemuan rahasia dengan narapidana bukan hal yang seharusnya terjadi," kata Kapten Bagyo.Sersan Darto terlihat semakin gelisah. "Ini hanya pembicaraan sepele, Kapten. Saya tidak tahu apa-apa," kata Sersan Darto. Namun, Kapten Bagyo memutuskan untuk menginvestigasi lebih lanjut mengenai pertemuan tersebut.Selama penggalian kuburan Bagas dan otopsi, beberapa petunjuk muncul. Namun, sebagian dari petunjuk tersebut tampaknya sengaja dipalsukan atau diatur untuk mengalihkan perhatian.Saat Kapten Bagyo bersiap untuk pergi, ia memberikan ancaman terbuka kepada Kapten Haris dan para petugas penjara."Saya akan kembali, Kapten Haris. Jangan sampai ada yang berusaha menghalangi pe

  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 15 : Misteri Penjara

    Kapten Haris dengan wajah serius mengumpulkan seluruh personel membahas kasus misterius kematian Bagas. Ketegangan mewarnai udara, dan seluruh anggota tim tampak cemas. Dengan tegas, Kapten Haris melontarkan pertanyaan keras, "Siapa yang melakukan ini?" Suaranya memecah keheningan ruangan, namun tidak ada yang berani menjawab, menunduk dalam ketakutan. Pertanyaan berikutnya diarahkan kepada Letnan Teguh, perwira yang bertugas sebagai komandan piket malam. Kapten Haris ingin tahu mengapa Letnan Teguh berjaga di blok C tempat Bagas ditahan, sedangkan seharusnya ia bertanggung jawab di semua blok. "Letnan Teguh, saya ingin bertanya. Mengapa Anda berjaga di blok C malam itu? Bukankah Anda seharusnya bertanggung jawab di semua blok?" "Maaf, Kapten. Saya bertanggung jawab di semua blok. Namun, malam itu Sersan Jamal yang seharusnya berjaga sakit, jadi saya yang menggantikannya." "Apakah Sersan Jamal sudah memberikan surat izin dari dokter?" Kapten Haris tampak heran dan langsung memer

  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 14: Kematian Misterius

    Matahari semakin menunjukkan taringnya dengan panas terik yang menyengat. Sel di dalam penjara terasa semakin pengap. Membuat Awan dan kedua seniornya, Purwo dan Ermono, merasa tidak nyaman. Mereka mondar-mandir di sel karena kepanasan."Aduh, pengap banget ya. Apa akan turun hujan?" tanya Awan."Tidak, cuaca memang panas akhir-akhir ini," jawab Ermono.Waktu makan siang sudah lewat, namun jatah makanan dari penjaga belum kunjung datang. Purwo bertanya, "Kenapa penjaga belum mengirimkan jatah makan?"Awan mencoba mengintip dari pintu sel. Berharap bisa melihat apakah Pak Darto, penjaga yang biasanya mengantar makanan, sudah datang. Saat kepala Awan menempel di pintu sel, tiba-tiba ia terkejut dan berteriak kaget."Hai, ngapain kamu ngintip kaya gitu, Awan?" tanya Darto sambil tertawa."Maaf Pak Darto, saya mengintip karena mencari Bapak. Tumben sudah siang Bapak belum datang," jawab Awan."Wah, baru kali ini kamu merindukanku Awan?" canda Darto."Iya, Pak, saya sudah kelaparan," jawab

  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 13: Sahabat Yang Raib

    Di sudut sel yang redup, Awan dan Bagas duduk bersama. Tiba-tiba, Awan merasa bosan dan berkeinginan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. "Ayo, Mas Bagas, mari kita bernyanyi sambil main gitar," ajak Awan. "Darimana kita bisa dapat gitarnya, Awan?" tanya Bagas. "Pak Purwo punya gitar tua," jawab Awan. "Oh, benarkah?" Bagas kaget mendengarnya. "Iya, ayo, aku akan meminjamkan gitar Pak Purwo," kata Awan. Awan mendekati Purwo dan menyampaikan maksudnya. "Pak Purwo, boleh kita pinjam gitar Anda? Izinkan Mas Bagas bermain gitar dan menyanyi bersama kita," pinta Awan. "Tentu, Awan. Saya bahkan senang jika Bagas bersedia. Sudah lama saya tidak mendapatkan hiburan," jawab Purwo sambil memberikan gitarnya ke Awan. Awan menerima gitarnya dengan senyuman dan segera memanggil Bagas. "Mas, mari kita bernyanyi bersama di sini," ajak Awan. Bagas mendekat, memainkan beberapa lagu dengan cakap. Tiba-tiba, Bagas diam, membuat yang lain kaget. "Awan, aku ingin membuatkanmu sebuah puisi. Apa

  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 12: Bertemu Seorang Sahabat

    Awan sudah sembuh dan kembali ke sel utama bersama Purwo dan Ermono. Dia tidak lagi mengalami penyiksaan, tetapi Sersan Jamal masih saja mengintimidasinya. Suatu hari, Sersan Jamal berjalan melewati sel Awan. Dia berhenti dan menatap Awan dengan penuh kebencian. "Kau pikir kau bisa lolos begitu saja?" kata Sersan Jamal. "Aku akan selalu mengawasimu." Awan menatap balik Sersan Jamal dengan berani. "Aku tidak takut padamu," katanya. "Aku akan terus berjuang untuk apa yang kuyakini." Sersan Jamal menggeram marah. Dia kemudian meninggalkan sel Awan dengan langkah yang berat. Purwo dan Ermono menghampiri Awan. Mereka bangga dengan keberanian Awan. "Kau adalah seorang pejuang sejati, Awan," kata Purwo. "Ya," kata Ermono. "Kau akan selalu menjadi inspirasi bagi kami." Awan tersenyum. Dia tahu bahwa dia tidak sendirian dalam perjuangannya. Dia memiliki teman-teman yang akan selalu mendukungnya. Awan dan Purwo sedang duduk di sel mereka. Mereka sedang berbincang-bincang tentang perjua

  • TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA   Bab 11: Darah Persahabatan

    Purwo bersama Ermono sedang membersihkan ruang makan. Mereka berdua cukup disegani oleh tahanan lain. Mereka pemimpin tahanan politik terkemuka di Kota Bengawan. Saat keduanya sedang asyik membersihkan sambil bernyanyi dangdut, tampak Sersan Jamal berjalan mendekat. Purwo berbisik ke Ermono, "Tak biasanya iblis ini datang kemari." "Iya, Pak," jawab Ermono singkat. "Kedatangannya pasti membawa masalah. Kita harus bersiap," tambah Purwo. "Saya juga khawatir ada hubungannya dengan Awan," sahut Ermono. "Iya, Ermono. Mudah-mudahan anak itu selamat," jawab Purwo dengan keprihatinan. Namun, ketegangan terasa di udara seiring kedatangan Sersan Jamal. Mereka berdua tahu bahwa kedatangan penjaga sadis ini mungkin membawa masalah. "Pak, ada yang bisa kami bantu?" tanya Purwo dengan ramah saat Sersan Jamal semakin mendekat. Sersan Jamal terlihat serius. "Purwo, Ermono, kita butuh bantuan kalian terkait Awan." Ermono saling pandang dengan Purwo, menyadari bahwa pasti masalah sedang mener

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status