TIDAK ADA NAMAKU
(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Mbok, ada apa? Kenapa Simbok menangis?" tanyaku khawatir ketika melihat simbok duduk di tepi tempat tidur dengan air mata bercucuran. Entah apa yang terjadi karena aku dan Zizah baru saja pulang. "Apa ada yang sakit, Mbok? Siti antar ke dokter, ya," tanyaku lagi.Simbok menggelengkan kepala. "Sit, tadi Rini …." Beliau menghentikan ucapan.Rini? Bikin ulah apa lagi dia? Kenapa Simbok sampai menangis?"Rini kenapa, Mbok?""Tadi dia ke sini bersama beberapa warga RT 01. Dia menunjukkan foto pada Simbok.""Foto? Foto apa, Mbok?""F-foto kamu bersama seorang bapak. Rini bilang sama Simbok, kalau kamu sudah mencoreng warga RT 01. Si-Simbok percaya sama kamu, Sit. Tidak mungkin kamu melakukan perbuatan seperti yang dikatakan Rini.""Memangnya Siti melakukan perbuatan apa?" "Katanya kamu menj*al d*ri." Tangis simbok semakin tergugu. "Rini bilang seperti itu, Mbok? Simbok percaya 'kan sama Siti? Siti tidak mungkin melakukan hal tersebut."Simbok mengangguk berulang kali. "Zizah, kamu sama Mbah dulu, ya. Emak mau keluar sebentar.""Kamu mau ke mana, Sit? Jangan. Jangan ke sana." Sepertinya simbok tahu kalau aku mau menemui Rini lagi. "Tidak bisa, Mbok. Siti harus tetap ke sana. Rini sudah berkali-kali menyakiti Siti. Simbok jangan takut. Kita mesti lawan orang-orang yang dzolim pada keluarga kita." Aku segera pergi menuju rumah Rini. Sepertinya pelajaran yang aku kasih kemarin belum membuatnya jera. Justru semakin ngelunjak. Belum sampai di rumahnya, aku sudah berpapasan di jalan. Dia sedang bersama beberapa ibu-ibu. "Kebetulan kamu di sini, Rin.""Eh … perempuan p*nggil*n. Dapat uang berapa dari Bapak itu? Lima juta? Ups … terlalu kemahalan. Paling dua ratus ribu, ya, sekali main." Aku tak mampu menahan emosi setelah mendengar ucapan Rini. Seketika tangan ini melayangkan sebuah tamparan berulang kali. "Ibu-ibu. Berarti benar 'kan yang saya katakan. Nyatanya dia sangat marah." "Siti, perempuan tidak tahu malu. Sudah ketahuan busuknya, masih saja sok-sok'an tidak terima. Mending kita ker*y*k rame-rame saja dia. Bikin malu RT 01," sambung seseibu yang termakan fitnah Rini.Saat ibu-ibu tersebut hendak menger*y*kku, terdengar teriakan histeris yang membuat mereka tidak jadi maju. "Jangan pernah sakiti Siti. Dia anak baik. Tidak mungkin anak Simbok berbuat seperti yang kalian tuduhkan. Simbok berani jamin." Simbok yang masih terlihat pucat sembari menggandeng Zizah, jalan tergopoh-gopoh mendekatiku. "Mbok, kenapa ke sini? Simbok pulang, ya. Siti bisa menyelesaikan masalah ini sendiri." Aku berusaha bersikap tenang dihadapan beliau. Meski hati ini begitu sakit."Simbok tidak akan membiarkan kamu disakiti oleh mereka, Sit. Warga yang tidak punya hati. Selama ini Simbok selalu menyuruhmu untuk sabar. Tapi kali ini Simbok sendiri yang ingkar, Sit. Simbok tidak rela mereka memfitnah kamu.""Emakk …." Zizah memelukku, dia mendongakkan wajah. Menatapku. "Zizah, anak Emak. Ajak Mbah pulang, ya. Emak sedang ada latihan drama dengan ibu-ibu. Buat acara tahun baru nanti." "Emak, Emak ngga apa-apa?" tanya'nya dengan raut wajah ketakutan. "Emak tidak apa-apa, Zizah." Aku berjongkok, menatap dan mengelus rambutnya. "Mbok, Siti mohon. Simbok pulang saja. Ya, Mbok." Berusaha membujuk Simbok. Akhirnya beliau pun mau pulang, meski terlihat jelas langkah kaki beliau berat. Berkali-kali menoleh ke arahku. Pun dengan Zizah. "Kalian masih mau menger*y*k saya? Silahkan! Tapi saya tidak akan tinggal diam. Apa yang dikatakan Rini jelas sebuah fitnah amat keji.""Apanya yang fitnah, jelas-jelas aku punya buktinya. Nih lihat. Buka mata kamu!"Rini menunjukkan foto. Difoto tersebut ada aku dan Pak Baskoro. Aku tersenyum kecut. "Heh, jadi karena foto ini, lantas kamu seenak jidat memfitnahku yang tidak-tidak, Rin.""Pasti dia salah satu pria yang b*king kamu 'kan.""Namanya pelakor, pikirannya selalu kotor. Kasihan sekali kamu, Rin. Punya hati sangat bus*k."Tidak berapa lama, di tengah-tengah perdebatan kami. Pak RT dan Bu RT datang. Entah siapa yang memberitahu mereka. "Assalamu'alaikum," ucap Pak RT."Wa'alaikumsalam," jawabku dibarengi ibu-ibu lainnya."Ada apa ini? Tadi salah satu warga lapor. Katanya ada keributan. Bisa tolong jelaskan. Kalau ada masalah itu diselesaikan baik-baik.""Bu RT." Rini menarik tangan Bu RT, lalu berbisik. Kemudian mereka saling menatap satu sama lain. "Ibu," bentak Pak RT. "Ada apa, sih, Pak?" "Tidak perlu bicara bisik-bisik!"Bu RT melirik sinis suaminya tersebut. "Ada yang bisa jelaskan? Siapa dulu yang mau bicara." Saat hendak bicara, Rini sudah mendahului. Menyambar seperti petir.Dia nyerocos tanpa henti. Masih dengan tema yang sama, Menuduhku yang tidak-tidak di depan Pak RT dan Bu RT. "Apa Mbak Rini berani mempertanggung jawabkan ucapan barusan?" "Berani, dong, Pak RT. Lha wong saya punya bukti kuat."Rini menunjukkan fotoku bersama Pak Baskoro. "Ini 'kan hanya foto biasa. Kenapa Mbak Rini bisa bilang begitu. Apa Mbak Rini punya bukti lain?""Pak. Mbak Rini itu justru mau menyelamatkan nama baik RT 01 dari perbuatan memalukan yang dilakukan salah satu warga kita. Kenapa Bapak malah memojokkan Mbak Rini seperti itu.""Ibu, diam. Di sini Bapak RT-nya. Bapak yang bertanggung jawab dengan warga RT 01.""Tapi Ibu juga Bu RT.""Sepertinya Pak RT memang selalu membela Siti, Bu RT." Masalah satu belum selesai, Rini sudah mencari masalah baru. Sebenarnya ada dendam apa dia padaku?"Pak." Bu RT melotot. "Bapak diam saja. Ini masalah ibu-ibu. Mbak Siti. Seharusnya Mbak Siti itu menjaga nama baik RT 01, bukan malah mempermalukan. Bagaimana kalau berita ini sampai terdengar oleh warga RT lainnya. Malu, Mbak. Malu."Astaga, Bu RT dan Rini memang seperti pinang dibelah dua. Tidak ada bedanya."Kenapa Bu RT seolah-olah membernarkan ucapan Rini? Padahal semua itu tidak benar.""Apanya yang tidak benar, jelas ada buktinya." Bu RT ikut memojokkan."Apa saya harus memberi contoh agar Bu RT paham? Begini, Bu. Seandainya ada seorang bapak sedang bicara pada Bu RT, terus difoto, lantas foto tersebut diberitakan kalau Bu RT punya hubungan spesial dengan bapak tersebut. Apa yang akan Ibu lakukan? Diam saja'kah? Membiarkan fitnahan tersebut'kah? Saat ini posisi saya seperti itu. Rini telah memfitnah saya.""Astaghfirullah, benar itu, Mba Rini?" Pak RT membelaku."Bapakkk. Diam!" Di depan kami semua Bu RT membentak Pak RT"Ya, begitu, Bu. Kalau suami sudah kena pelet janda gat*l." Rini terus-terusan memperkeruh suasana. "Yang pasti ucapan saya itu 100 persen benar. Karena saya punya bukti. Sedangkan Siti, dia hanya bisa mengelak. Betul tidak ibu-ibu?"Semua ibu-ibu, bahkan Bu RT pun menjawab dengan jawaban yang sama "betul.""Saya berani angkat kaki dari RT 01 kalau sampai melakukan perbuatan kotor seperti yang dituduhkan Rini. Tapi sebaliknya, kalau saya bisa membuktikan hal tersebut. Kalian harus mencium kaki saya, kecuali Pak RT."Semua melotot mendengar ucapanku. BersambungTIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Pak Baskoro, beliau yang bisa membantuku untuk menyelesaikan masalah ini. Tapi … aku tidak tahu rumah beliau di mana. Hanya bisa berharap, semoga besok bertemu lagi saat jualan.—-----------Sudah tiga hari keliling jualan cilok, tapi tidak bertemu dengan Pak Baskoro. Padahal beliau adalah kunci untuk membuktikan bahwa semua tuduhan Rini salah besar. "Mak, ciloknya sudah habis. Kok kita ngga pulang-pulang?" tanya Zizah. Biasanya setelah dagangan habis, aku langsung mengajak Zizah pulang. Kasihan. "Sepuluh menit lagi, ya, Zah." Sebenarnya aku menunggu Pak Baskoro, siapa tahu hari ini bertemu. Menatap jam yang melingkar di tangan. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan lebih sepuluh menit. Menoleh ke arah Zizah, dia beberapa kali menutup mulut karena menguap. Semalam Zizah memang tidur agak larut."Kita pulang sekarang, yuk, Zah. Kamu sudah ngantuk 'kan? Zizah hanya mengangguk. Sepanjang perjalanan pikiranku tak lepas dari m
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Mbok, Antok tidak setuju Siti pergi sama dia. Simbok tahu 'kan berita Siti di luar seperti apa." Mas Antok yang sedari tadi diam, sekarang bersuara. "Aduh, Mas. Mana mungkin Simbok melarang. Simbok juga senang lah kalau Siti dikasih uang banyak. Makanya Simbok mendukung perbuatan Siti yang kotor itu." Mbak Tiwi sebelas duabelas sama Rini."Sit, berangkatlah! Zizah biar sama Simbok.""Iya, Mbok." Aku segera berpamitan pada Simbok dan Mas Antok serta Mbak Tiwi. Meski mereka tidak menggubris sama sekali. "Assalamu'alaikum," ucap Aarav sebelum akhirnya keluar.Rini dan ibu-ibu yang sedari tadi menguping. Mereka langsung menyebar ketika kami sudah sampai di ambang pintu. Aku menghentikan langkah menatap Rini dan ibu-ibu semua. "Astaga, sekarang sudah berani terang-terangan dia. Bahkan simboknya mendukung," ucap Rini pelan, tapi jelas di telingaku.Silahkan kalian mau bicara apa saja tentangku. Karena sebentar lagi, kebenaran ak
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Berdiri di depan jendela kamar yang sengaja kubuka. Menatap gelap malam, merasakan dinginnya hembusan angin. "Sit, boleh Simbok masuk?" Aku mengalihkan pandangan ke arah pintu. "Masuk saja, Mbok." "Ada apa, Sit? Dari pulang kerja, kamu langsung masuk kamar. Apa karena Rini dan ibu-ibu tadi?" "Siti sudah tidak kaget dengan mereka, Mbok.""Lantas, apa yang membuatmu sedih?"Menghembuskan napas panjang. Tidak tahu harus mulai dari mana cerita sama simbok. "Tadi bagaimana? Kamu sudah bicara sama Pak Baskoro? Dia mau membantu meluruskan permasalahan yang sedang kamu hadapi 'kan?"Aku hanya menggelengkan kepala. "Maksudnya, Pak Baskoro tidak mau membantu? Kenapa?""Bukan tidak mau membantu, Mbok. Tapi Siti belum cerita sama beliau.""Kamu tidak cerita?""Mbok, kalau besok Siti harus angkat kaki dari RT 01, Simbok jangan sedih, ya. Simbok harus tetap bertahan di sini. Biar ditemani Zizah.""Kok kamu bicara seperti itu, Sit? Mema
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Saya tidak akan mengajukan pertanyaan mau atau tidak atas keinginan saya tersebut pada kamu, Siti. Tapi saya mohon, beri kesempatan untuk Aarav mengenal kamu lebih.""Maaf, Pak. Saya belum ada keinginan membuka hati untuk pria manapun. Saat ini mau fokus kerja, membahagiakan anak dan juga orang tua.""Baiklah. Saya tidak mungkin memaksa. Kalau kamu memang tidak bisa." Meski tersenyum, tapi sangat jelas guratan kesedihan di raut wajah Pak Baskoro. Terdengar ribut-ribut di depan rumah yang membuat kami diam sejenak. Aku dan simbok beranjak dari tempat duduk untuk melihat ke depan."Orangnya di dalam Pak RT, Bu RT."Asataga … mereka lagi. Rasanya habis sudah kesabaranku menghadapi mereka. "Ada apa? Benar-benar tidak punya kerjaan, ya, kalian ini. Saya juga punya batas kesabaran.""Kenapa? Kamu mau marah? Kami 'kan hanya ingin RT 01 bersih dari perbuatan kotor seperti yang kamu lakukan. Nanti bisa bawa sial." Rini mulai menjadi
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)POV Rini"Mas … Mas Agus," teriakku ketika sudah sampai di rumah.Amarahku semakin memuncak ketika melihat Mas Agus enak-enakan masih mendengkur. Orang ini. Lama-lama bikin mu*k saja. Kerjaannya cuma makan dan tidur. Aku menuju kamar mandi mengambil air satu gayung. "Banguuuun." Menyiram kepala Mas Agus."Riniiii. Apa-apaan kamu. Kur*ng aj*r sama suami." Mas Agus bangun sembari mengusap wajahnya yang basah."Kamu itu yang kur*ng aj*r. Gara-gara foto tidak jelas itu. Aku kena masalah besar."Masalah besar apa?" tanya'nya santai."Aku dipermalukan di depan Pak RT, Bu RT dan juga ibu-ibu lain oleh mantan kamu itu.""Masa' kamu kalah lagi sama dia. Balas, dong. Gantian h*j*r. Begini," Mas Agus berlagak bak pendekar memberi contoh gerakan mirip orang kesurupan."Balas-balas. Kamu tahu, siapa pria yang ada di foto itu.""Ya mana aku tahu. Yang pasti pelanggannya Ning.""Dia pemilik perusahaan Wijaya Angkasa."Mas Agus langsung melo
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Bukan mau suudzon, tapi kenapa aku merasa kedatangan Rini dan Mas Agus ada sesuatu yang tidak baik. Mengamati kantong plastik berisi baso yang diberikan Rini."Kenapa, Sit?""Siti merasa aneh dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba nengokin Zizah, Mbok. Padahal setelah bercerai, Mas Agus tidak pernah peduli pada anaknya 'kan.""Mungkin karena masalah kemarin, Rini jadi sadar, Sit. Terus dia mau membuka lembaran baru pada keluarga kita.""Semoga saja memang begitu, Mbok."Aku langsung membuka baso tersebut ketika sudah berada di dalam. Kalau dingin nanti kurang enak."Bapak beliin kita baso, ya, Mak?""Iya, Zah. Ayo dimakan!" Menyodorkan mangkok berisi baso dengan mie campur. "Ini punya Simbok. Zizah makan dulu sama Mbah. Emak mau ganti baju." Pulang jualan cilok, aku lebih sering mandi di rumah Bu Anggit. Sekalian mengembalikan gerobak. Sampai rumah tinggal ganti baju.Selesai ganti baju, aku keluar kamar untuk makan bersama s
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)POV Aarav"Apa, Yah? Ayah mau melamar Siti untuk Aarav? Tidak mungkin.""Kenapa tidak mungkin, Rav? Ayah hanya ingin kamu mendapat pendamping yang tepat.""Bukannya Ayah yang suka sama Siti, karena wajahnya mirip Mama."Kalau tahu Ayah mau membicarakan hal konyol seperti ini. Mendingan tadi tidak usah pulang. Ada-ada saja. Tidak ada angin, tidak ada hujan, bilang mau melamar perempuan untukku yang bertemu saja baru sekali. Itupun sekedar tahu nama. Sudah."Ayah memang suka sama Siti, tapi bukan suka seperti yang kamu pikir. Ayah sudah tahu siapa dia. Makanya Ayah yakin, Siti adalah pendamping yang tepat untuk kamu."Aku hanya bisa tertawa menanggapi ucapan ayah tersebut. "Memangnya jaman Siti Nurbaya." Aku beranjak pergi."Aarav. Mau ke mana kamu?""Cari hiburan, Yah," jawabku tanpa menoleh.Sampai kapanpun, perempuan yang ada di hatiku hanya Mama seorang. Tidak akan pernah terbagi untuk perempuan lain.—-------------"Mas Aara
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)POV RINI"Mas Agussssss," teriakku persis di telinganya."Astaga, ada apa lagi, Sayang. Kupingku sakitt, tahu." Mas Agus mengusap telinganya. "Si Siti tidak apa-apa. Dia sehat-sehat saja. Tadi aku ketemu di jalan saat dia mau ke pasar.""Kalah lagi, ya. Sudahlah, Sayang. Biarin saja. Masih mending kamu dimaafkan dan tidak jadi mencium kakinya."Kedua tanganku mengepal. "Apa kamu bilang, Mas? Coba ulangi lagi!" "Ti-tidak ngomong apa-apa." Mas Agus menutup bibir sembari menggelengkan kepala. Aku tidak akan berhenti sebelum melihat Siti menderita.—--------------TingNotif pesan masuk dari Bu RT.[Mbak Rini, kita diundang oleh Pak Baskoro di acara ulang tahun putranya. Warga RT 01 semua diundang. Sudah disediakan mobil juga untuk datang ke sana. Mbak Rini ikut 'kan?] Isi pesan yang di atasnya ada sebuah gambar undangan. Aarav Rais Wijaya? Aarav … Aarav. Aku seperti pernah dengar nama ini, tapi di mana? Mencoba mengingat-ingat
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Kurang lebih tiga puluh menit perjalanan, kami pun sampai di sebuah masjid yang tak jauh dari tempat resepsi akan digelar. Kami disambut hangat oleh keluarga Pak Baskoro yang ada di luar masjid. Memang aku belum mengenal semua keluarga beliau. Hanya beberapa saja yang aku tahu. Karena Aarav pernah mengajakku. Pak Baskoro dan Aarav sendiri sudah menunggu di dalam beserta penghulu dan beberapa saksi. Pak RT, Bu RT, serta rombongan yang datang tidak lama setelah kami langsung menghampiri. Pun dengan Mbak Dira. Sedangkan perias langsung menuju tempat resepsi. Kami semua sama-sama masuk ke dalam masjid karena ijab qobul sebentar lagi dimulai. Doa serta salam tidak lupa kami ucapkan. Serentak semua orang yang ada di dalam masjid pun menjawab salam dari kami. Aku merasa semua tatapan mengarah padaku yang membuat jantung ini berdegup semakin cepat.Kini aku telah duduk di samping Aarav. Sedikitpun tidak berani menatapnya. Pandangan
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Kok bisa, ya. Pria seperti Aarav suka sama kamu, Sit. Mana janda pula. Memangnya dia tidak bisa cari perempuan yang sepadan apa." Sepanjang perjalanan pulang dari butik, Mbak Tiwi bicara tanpa henti. Aku sampai merasa tidak enak hati dengan sopir keluarga Pak Baskoro yang mengantar kami. "Jodoh tidak ada yang tahu. Semua rahasia Allah. Harusnya kamu ikut bahagia karena adik iparmu mendapat calon suami yang baik seperti Nak Aarav," jawab simbok."Tapi Tiwi masih tidak habis pikir. Sampai sekarang rasanya tidak percaya kalau Siti mau menikah sama anak orang kaya.""Memangnya kenapa, Mbak? Ada yang salah?" sahutku yang dari tadi sudah berusaha diam. "Aku yang anak juragan beras malah cuma dapet suami ngga punya apa-apa," celetuk Mbak Tiwi membuat Mas Agus yang duduk di depan langsung menoleh ke arah belakang. "Maksud kamu apa bicara seperti itu, Dek?"Mbak Tiwi melengos memalingkan wajah ke arah jalan. Dia tidak menggubris uc
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Berusaha memupus rasa takut, bimbang dan kekhawatiran yang selama ini kurasakan. Dengan mengucap Basmallah, aku pun memberi sebuah jawaban.Setelah memohon petunjuk pada Allah. Akhirnya aku memantapkan hati untuk melanjutkan hubungan bersama Aarav ke jenjang yang serius yaitu pernikahan. "Alhamdulillah." terucap rasa syukur dari simbok, Pak Baskoro dan Aarav. Senyum mengembang membingkai bibir mereka."Soal pernikahan ini, Ibu dan kamu tidak perlu khawatir. Saya akan mengurus semuanya," terang Pak Baskoro pada kami.—------------Aku dan simbok datang ke rumah Mas Antok dan Mbak Tiwi untuk memberi kabar. Karena nantinya Mas Antok juga akan menjadi wali'ku–pengganti bapak."Apa, Mbok. Siti mau menikah?""Sudah kuduga, pasti mau menikah siri dengan Agus 'kan," sahut Mbak Tiwi sebelum simbok menjawab."Astaghfirullah, Wi. Jaga ucapan kamu. Adikmu mau menikah dengan anaknya Pak Baskoro–Aarav.""Pak Baskoro? Baskoro … Aarav …," Mas
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Cuiihh …." Rini mencibirkan bibir ketika bertemu denganku saat berangkat kerja. Hari ini hari pertama aku kembali kerja di tempat Bu Anggit setelah tiga bulan digantikan Rini. Tadi malam beliau menelepon. "Nyosor terus sama suami orang," ucapnya sambil berjalan"Biarin saja, Sit, penyakit hatinya ngga sembuh-sembuh tuh orang."Alhamdulillah, sekarang warga RT 01 beserta Bu RT bersikap sangat baik padaku. Hanya Rini saja yang tidak berubah. Entah apa maunya.Baru juga menarik napas panjang atas sikap Rini. Mas Agus tiba-tiba nongol dan mengikuti langkahku. "Mana mungkin seorang pengusaha kaya membiarkan calon mantunya jalan kaki dan kerja keras menjadi buruh cuci serta jualan cilok. Ini sudah menunjukkan kalau dia hanya omong kosong. Sudahlah, Sit. Mendingan kita memperbaiki hubungan yang pernah hancur. Kita mulai dari awal, membuka lembaran baru dan hidup bahagia bersama Zizah," ucapnya panjang lebar. Sekalipun aku tidak m
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Tambah apa lagi, Mas? Biar ngga bolak-balik belinya," tanyaku pada Mas Agus yang sehari ini sudah tiga kali datang membeli pecel. Sebenarnya aku merasa kurang nyaman, tapi namanya pembeli harus dilayani sebaik mungkin."Cantik," celetuknya."Apa, Mas?""Kamu sekarang kok semakin cantik, Sit. Berubah drastis. Penampilan kamu juga.""Maaf, ya, Mas. Kalau sudah tidak ada yang dipesan, mending Mas Agus segera pulang.""Kenapa? Sekarang kita 'kan sama-sama single.""Maksud Mas Agus bicara seperti itu apa?""Aku tahu, kamu khawatir 'kan kalau sampai Rini tahu aku di sini.""Bukan khawatir, lebih tepatnya aku malas terseret dalam masalah kalian. Lagipula kamu belum resmi bercerai secara hukum, Mas.""Kalau sudah resmi bercerai secara hukum, apa boleh mendekati kamu lagi?"Semakin ditanggapi, Mas Agus semakin ngelantur bicaranya. "Siti sudah punya calon suami. Jadi jangan ganggu anak Simbok." Lagi-lagi simbok memberitahu hal tersebu
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Apa benar, Sit, kamu penyebab perceraian Rini dengan Agus?" ucap Mbak Tiwi yang datang dan langsung menuduhku."Maksud kamu apa, Wi? Kenapa bilang begitu.""Rini sudah cerita semua sama Tiwi, Mbok. Katanya dia diceraikan Agus gara-gara Siti.""Gara-gara aku kenapa, Mbak? Mereka cerai tidak ada sangkut pautnya dengan Siti, Mbak.""Halah, Rini itu sampai nangis-nangis lho cerita sama aku.""Wi … Wi. Dari dulu sampai sekarang, selalu saja berpikiran tidak baik sama keluarga sendiri." Simbok mengusap dada. "Bilang sama Rini, jangan pernah menuduh Siti seperti itu. Karena Siti sudah memiliki calon suami," terang simbok.Mbak Tiwi tertawa. Entah perkataan simbok mana yang menurutnya lucu. "Mbok, Mbok. Sudah tua jangan suka bohong. Calon suami dari mana."Aku memang belum cerita pada Mas Antok dan Mbak Tiwi soal Pak Baskoro yang melamarku. Menggelengkan kepala ke arah simbok agar tidak meneruskan pembicaraan tersebut. "Biar, Sit.
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Sit, ini sayurannya." Simbok membawa keluar beberapa macam sayuran yang sudah direbus untuk jualan pecel. "Terima kasih, ya, Mbok." Saat aku dan simbok menata jualan, terlihat Mas Agus jalan lewat depan rumah sambil membawa tas besar. Dia mengucap salam pada kami dan mampir."Kamu mau ke mana, Gus?" tanya simbok."Agus mau balik lagi ke rumah lama, Mbok." "Kamu ninggalin Rini?""Agus 'kan sudah menjatuhkan talak. Tinggal ngurus perceraian secara resmi.""Agus, Agus. Harusnya semarah apapun kamu, jangan sampai mengucap talak.""Agus sudah capek ngadepin Rini, Mbok. Sekarang Agus menyesal sudah ninggalin Siti dan Zizah.""Masalah kita sudah menjadi masa lalu. Tidak perlu kamu bicarakan lagi, Mas. Aku tidak mau kalau sampai ada yang dengar, terus sampai ke telinga Rini." "Ma-maaf, Sit."Baru juga dibicarakan, Rini sudah datang dengan mengendarai motor."Ternyata benar dugaanku, kamu menceraikan aku karena ingin balikan dengan
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Tadi Nak Aarav penampilannya beda, ya. Seperti kerja kantoran," ucap simbok.Aarav memang berpakaian rapi. Benar kata simbok, seperti kerja kantoran. Baguslah kalau memang itu benar."Mungkin dia sudah mau membantu ayahnya, Mbok.""Syukurlah. Nak Aarav kelihatan pria yang baik. Meski sebelum ini dia datang dengan penampilan sedikit nyleneh menurut Simbok, tapi dia sangat santun."—--------------"Siti bawa Zizah ke puskesmas dulu, ya, Mbok. Panasnya tidak turun-turun. Siti khawatir.""Iya, Sit. Mendingan naik ojek saja biar cepat."Aku segera mengambil kain jarik untuk menggendong Zizah."Hati-hati, Sit."Saat baru saja keluar dari pagar halaman. Mas Agus lewat di depan rumah. "Sit, Zizah kenapa? Sakit?" tanya'nya berhenti persis di depanku."Iya, Mas. Dia demam. Aku permisi dulu mau ke puskesmas." Kalau Rini sampai tahu kami ngobrol. Bakal jadi masalah besar. Dan aku tidak mau itu terjadi."Sit, aku antar kalian." Mas Agus m
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)POV Aarav"Meski Ayah tahu apa yang kamu lakukan tadi semata-mata ingin menolong Siti, tapi Ayah sangat bahagia, Rav. Ayah berharap, kamu mau membuka hati untuknya.""Jas ini sangat gerah sekali, Aarav tidak cocok berpakaian seperti ini," ucapku mengalihkan pembicaraan."Ayah tidak ingin kamu kesepian disaat Ayah sudah tiada nanti." Ucapan Ayah seketika membuatku tertegun. "Apa Ayah juga akan meninggalkan Aarav seperti Mama?" "Kamu harus bisa menerima itu." Ayah menepuk pundakku, lalu pergi."Kenapa harus Siti?" tanyaku menghentikan langkah ayah. "Apa karena dia mirip dengan Mama? Itukah alasannya?" sambungku lagi."Pertama kali melihat dia, Ayah memang penasaran karena wajahnya sangat mirip Mama kamu. Tapi bukan itu alasannya," jawab ayah tanpa menoleh ke arahku."Lantas?""Berapa kali ayah bilang. Dia perempuan baik.""Yakin sekali. Bagaimana kalau dia hanya mengincar harta kita? Maksudnya, harta ayah." Kini ayah balik bad