"Apa yang kamu lakukan di sini?"Kami berlomba menuju pintu untuk menarik tangan wanita itu.Aku ingin tahu apa yang dilakukannya di sini."Kenapa kau panik melihat kami?" cecarku."Maaf ini lingkungan kantor bukan tempat bertengkar, aku ada urusan dan tidak perlu harus memberi tahumu apa yang sedang kulakukan," ujarnya."Apa kau sengaja melakukan sesuatu?"selidikku."Emangnya apa yang akan kulakukan? Dasar aneh pabrik ini adalah pabrik pamanku, jadi aku bebas datang kapan pun yang aku mau," jawabnya ketus."Lalu kenapa kau panik melihat kami?!" "Bukannya panik tapi aku benci padamu," jawabnya."Kenapa?" Aku masih dalam posisi menarik tangannya."Pernah kau selalu membayangi Rumah tanggaku, suamiku selalu memikirkan tentangmu yang tidak berguna itu.""Jaga mulutmu Rossa," desisku melotot.Mas Vicky yang menyadari bahwa jika dibiarkan maka aku akan bertengkar dengan istri Mas Raffiq segera menengahi."Sudahlah, ayo Jannah, kita selesaikan urusan kita," ajaknya."Jika ketahuan ka
Tidak tahu entah mengapa tiba-tiba terbesit pikiran untuk melakukan sesuatu Aku ingin memberikan sebuah peringatan terakhir yang akan diingat oleh mantan suamiku.Kuparkirkan mobil dan kulangkahkan kaki memasuki toko yang menyediakan spare part mobil dan aksesorisnya. Dia yang saat itu sedang duduk di meja kasir dan menghitung langsung kaget melihat bahwa aku telah ada di dalam tokonya."Hmm, kamu?"Aku langsung datang dan menghampirinya."Dengar, tak peduli benar atau salah tentang dugaanku, Aku ingin kau segera menjauhkan istrimu dari kehidupanku, aku tahu bahwa kerugian yang baru saja ku derita adalah perbuatannya.""Hah, apa maksudmu? aku tidak mengerti apa yang kau katakan?" Pria itu melengos dan menjauh dariku, dia kembali meneruskan pekerjaan memeriksa barang di toko etalase."Aku yakin bahwa Bella yang sudah meminta pamannya untuk memperlambat pesanan barang! Imbasnya, aku merugi puluhan juta,". balasku murka."Apa kamu punya bukti ketika melemparkan tuduhan itu? Atau jangan-j
Ketika aku sedang merawat tanaman mawar, tiba tiba Mas Vicky datang dan menyapa."Assalamualaikum, selamat pagi, Bun, kamu gak ke butik?""Capek, Mas, karena yang kemarin masih kepikiran," ucapku pelan.Dia lantas menarik tanganku dan mengajakku duduk di bangku teras belakang."Hei, dengar, Jangan jadikan halangan apapun untuk menghentikan kamu dari kegiatanmu dan usaha yang sudah kamu tekuni sejak lama," ucapnya sambil menggenggam tanganku.Senyumnya selalu begitu menakjubkan membuat hati ini merasa tentram."Iya, juga, tapi aku sedang lelah, Mas.""Kata Rita, barang yang terlambat datang pun sudah dikirim, jadi seharusnya kamu jangan terlalu bersedih, uang yang hilang masih bisa dicari, jadikan ini sebagai hikmah dan pembelajaran agar lebih berhati-hati dan teliti."Ia menepuk bahuku lembut."Terima kasih ya," ucapku lirih."Sama-sama, Sayang. Oh, ya, Aku ingin beritahu sesuatu," ucapnya sambil mengulum senyum."Iya, ada apa, Mas?""Ayahku meluaskan bisnis menjadi sebagai orang yan
Ketika hendak bertemu denganku neneknya menarik lengan Rayan, putraku nampak bingung namun tentu saja dia tidak mau mengecewakan keluarganya. Akhirnya dia menyerah dan ikut pada mereka."Sini Rayan, Nenek kangen sama Rayan," ajaknya pada anakku."Iya, Nek," balas anakku dnegan senyum terpaksa."Kami bawakan bekal dan lauk kering, juga bawakan baju dan sejadah baru," ucap mantan ibu mertua sambil menyodorkan tas besar padanya."Makasih Oma atas bawaannya, Rayan senang," balasnya."Oh, ya, lihat adikmu ganteng kan?" ucap ibu mertua menunjukkan anak Mas Rafiq."Iya, ganteng," balas anakku sambil menciumi adik tirinya. Melihat keakraban mereka mantan ibu mertua terlihat menaikkan alisnya penuh kemenangan padaku.Wanita itu seakan akan mengulur waktu dan tidak membiarkan putraku mendekat padaku."Gimana pelajaran kamu, Rayan," ucap ayahnya."Baik, Yah," ucapnya."Musim liburan nanti kita akan pergi ke Bali, kamu mau?""Mau, Yah, tapi harus atas izin Bunda" balasnya."Tapi kok, kayaknya ka
Kini setelah sepuluh tahun berlalu.Aku masih seorang Jannah, wanita yang selalu mendedikasikan hidupnya untuk kebahagiaan dan kenyamanan keluarga. Aku masih pebisnis yang tidak memasang harga tinggi demi daya beli konsumen yang kebanyakan menengah ke bawah.Aku, ibu dari tiga anak yang kini sudah beranjak besar, Raisa yang telah menjadi seorang Bidan, Rayan yang baru saja tamat kuliah dan sedang mengembangkan bisnis di bidang digital, juga seorang putra, buah hatiku dengan Mas Vicky yang kami beri nama Ridwan, umurnya sudah sembilan tahun dan kini telah duduk di bangku kelas tiga SD.Hidupku berangsur membaik dan makin bahagia meski tak lagi muda. Sekarang, hanya tinggal satu tugas lagi, yaitu mengantarkan mereka ke pintu sukses dan menapaki gerbang pernikahan bahagia bersama pasangan yang mereka pilih. Aku tak berharap bahwa Raisa akan terburu-buru menikah, namun jika ada seorang pemuda baik yang menunjukkan niat baiknya, maka aku tak akan menolaknya, sekalipun dia berasal da
"Mungkin dia ingin bertemu Raisa Bu."Mungkinkah dia ingin menjalin kembali silaturahmi?""Boleh saja, tapi setiap kali dia hadir dalam hidupku selalu saja dia menimbulkan kerusuhan dan banyak sekali masalah. Sudah berulang kali ku beri Dia kesempatan Tapi tetap saja Mas Rofik tidak pernah memanfaatkannya dengan baik," keluhku pelan."Ah, terlihat sekali di matanya ketika dia menyalami dan menyapa Ibu bahwa pria itu sangat merindukan kalian semua. Dia menyapa ibu dengan lembut, kaku tatapannya selalu menunduk.""Apa Mas Rafiq juga berbincang-bincang dengan ayah?""Tidak.""Oh, baiklah.""Bagaimana keadaan Vicky?" tanya ibu mengacu pada menantunya. "Baik.""Kadang ibu kasihan pada Vicky karena sampai hari ini dia tidak memiliki anak denganmu, tapi ibu sakit pada pengertian dan kasih sayangnya pada kalian. Kedua anakmu dianggapnya anak sendiri, ibu sangat terharu.""Alhamdulillah, Bu.""Raisa sudah jadi bidan, Pun Rayan yang sebentar lagi akan lulus SMA. Ibu sungguh bangga pada kehidup
PoV Raisa Aku tak tau mengapa tiba tiba bunda mendatangi ke kamar, menanyaiku seputar kehidupan pribadi dan mengejutkan ... Ia bertanya tentang siapa kekasih atau orang yang kini memikat hatiku. Jujur aku belum terlibat hubungan dengan siapapun karena pandainya diri ini mengatur jarak dan menempatkan posisi. Aku tidak mudah terbawa perasaan dan selalu menganggap semua orang seperti teman. Aku kompetitif dalam pekerjaan dan selalu punya standar sendiri dalam hal pelayanan. Mungkin hal itulah yang membuat mayoritas pria yang ingin mendekati jadi urung, mundur teratur dan menjauh. Entah segan atau apa, yang jelas mereka juga nampak sungkan dan menghargaiku sebagai wanita yang punya martabat.*Hal yang cukup menyenangkan ketika jadi petugas kesehatan adalah piket, mungkin bagi orang lain, hal itu adalah hal menyebalkan dan melelahkan. Beda denganku, aku menyukainya karena aku bisa habiskan lebih banyak waktu untuk pengabdian dan pelayanan pasien. Ada kebahagiaan dan kepuasan tersendiri
"Om ada kenalan dan sudah lama jadi rekan bisnis, dia punya anak yang cukup baik untuk jadi calon menantu kita Bund," ucap Om Vicky ketika kami makan malam bersama.Aku, Rayan dan Ridwan saling lirik lalu saling menyunggingkan senyum."Iya, Bund, kurasa kakak pantas untuk segera menikah," timpal Rayan."Oh ya, sungguhkah, apa kau setuju dengan gagasan itu Raisa?" tanya Bunda sambil tertawa kecil."Gak tahu, Bund, belum ada niat," jawabku sambil mengangkat bahu. Kunikmati beef teriyaki buatan bunda dengan taburan wijen di atasnya, selera makanku makin meningkat ditambah capcay pedas dan ayam panggang cabai."Kurasa om Vicky benar, kamu sudah harus diperkenalkan dengan seseorang agar kau mendewasa jadi wanita sesungguhnya?""Lho, apa aku terlihat seperti wanita palsu?" tanyaku terbelalak, "aku sudah feminim dengan gamis dan hijab, sepatu elegan dan attitude wanita, apa lagi?""Kau harus jadi seorang istri dan ibu, Wahai Gadis cantik," jawab Om Vicky sambil menatapku dengan penuh kasih