Share

Bab 7

Author: Ana
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Aku mau," ucap Nura tiba-tiba memecah keheningan di antara mereka selama diperjalanan. Suara musik pelan dari radio mobil yang di putar tak menyulitkan Reza mendengar ucapan Nura.

"Mau apa? martabak?" tanya Reza bingung dengan maksud Nura, tiba-tiba bilang mau. Mereka baru saja melewati jalan yang ramai dengan penjual dipinggir jalan ketika malam hari. Salah satunya penjual martabak yang Reza sempat lihat mereka lewati.

"Kok martabak," Nura mendecak kesal. Ia sudah menghilangkan rasa malunya hanya untuk bilang mau terima lamaran itu. Tapi, Reza malah bercanda pikirnya. Pipinya sudah terasa panas menahan malu.

"Soal lamaran," lanjut Nura. Matanya masih lurus menatap jalan di depan yang dipenuhi lampu jalanan dan juga dari kendaraan yang lewat yang berlalu lalang. Mereka sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Nura.

Reza menahan senyum dengan menggigit bibir bawahnya ketika mendengar jawaban Nura. Rasanya ingin berteriak bahagia saat itu juga. Namun, ia berusaha agar terlihat tetap tenang saat ini.

Ia sekilas melirik Nura, yang ternyata kini menatapnya tajam. Ia senang sekali menggoda Nura. "Apa?" tanya Reza dengan kedua alis terangkat. Kali ini ia menggit jari telunjuk, dengam siku bertumpu di sisi mobil, mata lurus ke depan setelah mengucapkan itu. Menahan tawa ketika Nura terlihat kesal karena tidak ada respon darinya.

"Gak ada respon apa-apa gitu?" tanya Nura dengan wajah kesalnya.

"Ya-ya aku ... harus jawab apa?" tanya Reza karena dia pun bingung harus mengatakan apa lagi. Andai saja Nura tahu perasaanya. Ia ingin sekali memeluk perempuan di sampingnya ini.

"Kayak orang gak seneng gitu ... Emm jangan-jangan bener nih kata Aruna dipaksa ...," ucap Nura dengan menujuk Reza yang sedang mengemudi.

"Eh tunggu-tunggu ... tunggu dulu, nih. Aruna ngomong apaan?"

"Aku cerita sama Aruna ... bingung dong Aruna kenapa tiba-tiba. Bukannya kamu di LN terus udah punya pacar juga. Balik-balik ngelamar. Jadi, Aruna mikir kamu dipaksa atau orangtua aku punya utang. Tapi, yang terakhir gak mungkin ...," Nura mendelik lucu ke arah Reza.

Reza mengetuk jarinya ke kemudi mobil ketika mendengarkan Nura bicara. Bagian udah punya pacar sedikit menyentil dirinya yang waktu itu memang mengaku sudah jadian dengan Tita, yang Nura juga mengenalnya karena pernah liburan bersama. Mereka juga dekat seperti dengan yang lainnya.

"Gak lah ... gak ada paksa-paksaan," Nada suara Reza lembut, menyakinkan Nura. "Nih aku bilang. Aku emang suka sama kamu ...," Reza menginjak rem perlahan mengikuti mobil di depannya yang melambat karena ada lampu merah. Ia menoleh ke arah Nura yang juga menatapnya.

Nura terdiam mendengar ucapan Reza. Menatapnya tidak percaya, mulutnya sedikit terbuka. Nafasnya sedikit tercekat, jantungnya berdegub hebat. Bahkan, Nura bisa merasakan debaran jantungnya kali ini ketika matanya bertemu dengan kedua manik indah kecokelatan milik Reza. Mereka berdua tertegun. Terdiam sesaat, tersadarkan kembali dengan suara klakson dari belakang. Lampu merah berubah hijau.

"Jangan bercanda, deh," ucap Nura agar mengalihkan pembicaraan agar tidak merasa canggung. Sebenarnya, tidak tahu harus menjawab apa.

"Siapa juga yang bercanda, Nuraaa ...."

"Sejak kapan?"

"Dari lama."

"Iya, kapan?" tanya Nura penasaran. Ia merubah posisi duduknya menghadap Reza yang sedang mengemudi.

"Udah, yaaa .... pokoknya dari lama," Reza mengusap lembut kepala Nura. "Jadi, kapan mau ngadain acaranya?"

"Acara?" Nur memiringkan sedikit kepalanya. Ia terlihat menggemaskan di mata Reza. Bagi Reza semua tingkah Nura terlihat begitu manis. Memang orang sedang berbunga-bunga apapun terlihat indah.

"Akad ... akad ...."

"Nah itu ... masih ada kontrak satu tahun lebih. Jadi, harus selesaikan dulu," jelas Nura karena memang ia masih terikat kontrak dengan perjanjian sebelum tiga tahun tidak boleh menikah.

"Pindah aja deh ke perusahaan Papa kamu atau tempat aku. Kelamaan ...," ujar Reza dengan nada suara sedikit jengkel namun tetap berusaha terdengar lembut.

Nura menyipitkan mata menatap Reza curiga. Ia menyilangkan kedua tangan.

"Kenapa?" tanya Reza ketika melihat tatapan curiga Nura saat mobil berhenti di depan rumah Nura.

"Gak sabaran banget. Kenapa? udah gak tahan?" matanya melirik bagian bawah Reza. Reza pun mengikuti arah pandang Nura.

Sebuah sentilan pelan sukses menyetuh dahi Nura ketika Reza menyadari apa yang dipikirkan perempuan yang sedang mengusap dahinya setelah disentil.

"Pikirannya itu loh ya," Reza menggelengkan kepalanya. Mengabaikan Nura yang kesal. Ia segera turun dari mobil dan berjalan ke arah pintu mobil Nura berada.

Nura turun setelah pintu dibuka oleh Reza.

"Aku gak mau berhenti dari perusahaan. Inikan perusahaan yang udah lama aku mau kerja dari dulu. Kamu sendiri juga tau, kan?! Nanti kalo emang akunya mau berhenti, bakalan resign kok tapi gak sekarang."

"Apa susahnya si, nunggu sebentar lagi. Kita tunangan aja dulu," usul Nura. Mereka berdiri berhadapan.

"Kita bicarain ini lagi nanti. Kamu udah bilang sama orangtua kamu soal jawaban ini?" Reza membenarkan rambut Nura yang sedikit berantakan.

"Belum, nanti aku pasti kasih tu mereka."

Reza mengangguk, "Besok kerja? mau dijemput?"

"Aku tanya Mama dulu ... besok mau aku temenin atau gak. Katanya Kakak besok juga udah datang."

"Ya, udah kalo gitu aku pulang dulu. Kamu masuk gih sana," pamit Reza.

"Gak masuk dulu?"

"Emmm ...," Reza tampak berpikir. "Boleh sih, Mama sama Papa kamu juga gak ada ..." sahut Reza dengan wajah nakal, kedua tangan dipinggang. Sukses membuat ia mendapat pukulan beruntun di lengan oleh Nura.

"Udah sana pulang aja. Gak usah mampir ... sana ... sana ...," Nura mendorong tubuh Reza ke arah mobil agar ia segera pergi.

"Iyaa ... iyaa haha ...," Reza tertawa karena berhasil menggoda Nura lagi.

Nura terus memperhatikan Reza dari masuk mobil hingga mobil itu sudah menjauh, hampir tak terlihat lagi dari pandangannya.

"Mba Nura ...," panggil penjaga rumah Nura setelah mobil Reza sudah menjauh. Ia membawa sebuah kotak berwarna cokelat agak sedikit tua yang tidak terlalu besar. "Ada paket buat, Mba. Tapi, waktu saya tanya dari siapa. Katanya gak tau. Hanya disuruh nganter ini," tambahnya saat menyerahkan kotak tersebut.

"Oh ya gak papa, Pak. Makasih ya, Pak ...," ucapa Nura setelah menerima kotak tersebut. Ia pun segera masuk ke dalam rumah.

Ia meperhatikan benda ditangannya. Menggoyang-goyangkan di dekat kepala. Ringan dan tidak ada terdengar suara benda. Ia penasaran dengan isinya. Tidak ada petunjuk apa pun selain tulisan, 'To : Nura'.

Setelah sampai di kamarnya. Nura tidak langsung membuka kotak tersebut. Ia memilih untuk membersihkan tubuh setelah seharian beraktivitas. Seluruh badannya terasa lelah. Ia segera melesat ke kamar mandi setelah meletakkan barang bawaanya termasuk otak tersebut.

Wangi bunga dari sabun dan shampoo favoritenya membuat badannya terasa lebih rilex. Pikirannya pun teras lebih tenang. Tidak mau berlama-lama Nura segera menyelesaikan kegiatan mandinya. Ia berniat tidur lebih cepat malam ini.

Setelah menyelesaikan sholat dan serangkaian perawatan untuk dirinya, matanya tertuju pada kotak yang tadi diberikan penjaga rumah. Tidak jadi beranjak ke tempat tidur. Nura beralih mengambil kotak yang berada di atas meja dekat tempat tidurnya.

Ia buka kotak tersebut. Kini ia bisa melihat benda tersebut ternyata sebuah foto. Pantas saja terasa ringan pikirnya. Tapi, foto apa? batinnya. Ia mengambil foto tersebut dari kotak dan memperhatikan dengan seksama. Nura terdiam, saat melihat foto tersebut. Ada sedikit rasa sesak ketika melihat foto seorang laki-laki dan perempuan sedang berada disebuah kafe yang ada di tangannya kini. Nura menatap datar ke foto tersebut. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang.

Related chapters

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 8

    "Biar aku ambil aja," Reza masih menolak karena tidak mau Nura merasa repot karena dirinya. "Biar aku aja yang antar ke kantor. Aku juga mau ke daerah dekat kantor kamu. Hari ini ada kerjaan di luar," Jelas Nura ditelepon kepada Reza ketika ia sedang berjalan menuju kantor dari parkiran. Setelah mendapat jawaban dari Reza, Nura menutup telepon. Sebelumnya, Ibunya menghubunginya. Bilang jika dompet Reza ketinggalan di Rumah Sakit. Awalnya Reza berniat untuk mengambil sendiri. Namun, Nura tetap menolak. "Ya sudah, hati-hati nanti di jalan," ujar Reza akhirnya mengalah sebelum Nura menutup telepon. "Eemm yang lagi seneengg ... udah jadian sama ex crush," goda Aruna setelah Nura selesai. Menyilangkan tangan ke depan membentuk tanda silang sambil tertawa. "Bukan jadian tapi calon tunangan," koreksi Nura menurunkan tangan Aruna. "Gak romantis banget yah, gak ada acara lamaran kaya dinner ... kasih cincin gitu ...." "Ntar gue bilangin sama Rez-" Perkataan Aruna terhenti ketika

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 9

    Sinar matahari menembus kaca kantor Reza sekarang. Matanya terpejam seakan menikmati hangatnya sinar matahari menyentuh kulit wajah. Tidak berniat untuk menurunkan tirai untuk menghalangi tembusnya sinar matahari. Carla yang ingin menyerahkan berkas untuk ditanda tangani masuk begitu saja setelah mengetuk pintu. Sementara Reza tidak bergeming, masih di posisi yang sama. Carla berjalan perlahan, berusaha semaksimal mungkin agar suara dari sepatu berhak tingginya yang beradu dengan lantai tidak mengeluarkan suara yang dapat mengganggu ketenangan Reza. Ia memilih berdiri di samping Reza yang sedang menghadap dinding kaca luar dengan mata terpejam. Carla menatap lekat padanya. Garis wajah yang tegas, begitu sempurna di mata segelintir orang yang melihatnya. Terpaan sinar matahari membuatnya seakan semakin berkilau di mata Carla. Ia berinisiatif menurutkan roller blind agar sinar matahari tidak lagi menggangu Reza. Seulas senyum tipis terpatri di

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 10

    Pagi-pagi buta Nura sudah ribut dengan kegiatannya di kamar. Ia bersiap dengan terburu-buru. Hari ini ia harus berangkat keluar kota karena urusan pekerjaan bersama dengan beberapa temannya di kantor. Sudah tahu harus berangkat pagi, ia malah pergi bersama Sella tadi malam dan pulang larut dan bangun terlambat. Alarm yang sudah diatur malah dimatikan. Setidaknya ia sudah mengemas barang jadi hanya perlu bersiap."Non, Mbak Aruna sudah datang," ucap salah satu pelayan di rumahnya di depan pintu kamar Nura yang masih tertutup rapat."Bilang bentar lagi, Bi," sahut Nura sedikit berteriak yang sedang mematut dirinya di depan cermin. Memasukan skincare dan make up yang tadi begitu saja ke dalam tas bahu berwarna cokelat muda. Sekali lagi Nura mematut dirinya di depan standing mirror, memastikan stelan yang ia pakai sudah pas. Celan kulot berwarna hitam ditambah kemeja warna putih oversize yang mebalut tubuh indahnya. "Beh masih sempet ya tu rambut di kriwil," sindir Aruna ketika melihat

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 11

    "Ini baru sampai penginapan," Nura sedang berbicara dengan Reza melalui telepon. Satu tangannyA mengeluarkan satu persatu bawaan yang ada dikoper selain pakaian yang akan ia kenakan selama kegiatan di kota S. 'Ya, udah nanti kabarin aku lagi kalo udah gak sibuk. Aku tutup ya teleponnya," pamit Reza sebelum menutup telepon. Tepat setelah panggilan terputus, pintu kamar penginapan mereka di ketuk dari luar. Aruna yang berada lebih dekat pintu segera beranjak dari kasur tempat ia mengistirahatkan tubuh dari perjalanan yang lumayan memakan waktu. Nampak seorang pegawai penginapan yang biasanya datang pagi untuk bersih-bersih tersenyum sopan. Menyodorkan sebuah tas kecil."Permisi, maaf menganggu. Ini ada titipan untuk Mba Nura dari Reza katanya," ucap pegawai itu dengan sopan. "Oh, iya makasih," ucap Aruna menyambut benda yang diserahkan karyawan tersebut."Apa isinya, Run. Tadi dia gak bilang apa-apa telpon.""Cek sendiri nih," Aruna menyerahkannya kepada Nura.Ada minuman suplemen d

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 12

    Nura menatap pantulan dirinya di kaca kamar mandi. Wajahnya masih tampak lelah. Tapi setidaknya kondisi tubuhnya sudah lebih baik dari kemari. Yah, walaupun belum sepenuhnya benar-benar baik. Ia berniat membersihkan diri. Kemarin ia langsung tertidur. Sekarang ia akhirnya bangun lebih awal. Sementara Aruna masih berlayar di alam mimpi. Mandi air hangat menjadi pilihan untuk menyegarkan dirinya kembali. Badannya terasa lengket karena keringan yang keluar demam tadi malam."Raa, lo di dalam?" suara Aruna terdengar dari luar dengan iringan ketukan pintu beberapa kali. Saat bangun Aruna tidak melihat Nura di sampingnya. Terdengar suara kecil gemiricik air dari kamar mandi. Karena itu ia ingin memastikan."Iyaa, Run. Ini gue ... aman kok. Gue udah baikan dikit," balas Nura dari dalam kamar mandi yang sedang bersandar di dalam bak mandi cantik berwarna putih bersih. Mendengar jawaban dari sahabatnya Aruna kembali ke tempat tidur. Mengecek beberapa pesan yang masuk di ponsel pintarnya.S

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 13

    "Jadi lo udah punya cowo? kasian banget tuh laki pasti kupingnya panas terus lo cerewetin, Ra" Nino menggelengkan kepala dengan raut wajah dibuat sedih. "Enak aja," Nura memberikan pukulan tepat di punggungnya yang berjalan mendahului mereka bersama dua orang lainnya."Udah cerita sama Dito?" tanya Aruna."Mana ada. Gue keceplosan aja tadi," jelas Nura yang berjalan beberapa langkah dari yang lainnya."Kemarin tuh sebenarnya Dito mau ngejelasin soal hubungan dia sama mantannya itu. Tapi, gue bilang nanti aja. Gue gak tahu aku bersikap atau bereaksi gimana kalo udah tahu.""Ya, udah lo bilang aja sekarang lo udah ada Reza," Saran Aruna."Harus, ya? gue tuh maunya diam-diam terus nanti tiba-tiba sebar undangan," Nura menyatukan kedua tangan berada di depan dada. Mentap langit biru berawan putih disertai senyum menghiasi wajah. Matanya berbinar membayangkan apa yang diinginkamnya itu."Jadi, mau private gitu ceritanya?" "Gue takut, Run. Kalo udah banyak yang tau tiba-tiba malah batal,"

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 14

    Dito yang berjalan dibelakang Nura segera menopang tubuh Nura yang hampir jatuh karena tergelincir akibat bebatuan yang ada di air terjun kecil. Lumut dibebatuan begitu tampak karena jernihnya air tersebut. Untung Dito sigap menolong Nura. Celana yang ia kenakan basah bagian bawah karena percikan air. Pahadal sudah dinaikan hampir selutut. Sementara Nura masih berbegangan di tangan Dito dengan salah satu tangan memegang ponsel."Hati-hati. Kami gak papa?" tanya Dito memastikan. Kini Nura sudah berdiri dengan benar. "Gak papa. Untung ada kamu. Kalau gak. Basah sudah," ucap Nura yang masih berpegangan kepada Dito. Mereka berjalan menuju tepian.Sayup-sayup terdengar suara Nura dan Dito dari telepon. Panggilan Reza yang terjawab membuatnya sedikit kesal sekaligus lega ketika mendengar suara Nura yang baik-baik saja.Ketika panggilan itu kembali, ia langsung bertanya, "Ada apa?" tanyanya."Kegilincir tadi. Untung ada Dito yang pegangin," sahut Nura yang berjalan dibelakang Dito. Mereka

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 1

    "Ada tamu?" tanya Dito pada Nura ketika melihat ada mobil sedan hitam di depan rumah. "Mungkin," sahut Nura yang melepas seatbelt Matanya memperhatikan mobil tersebut. Ia tidak mengenali mobil siapa yang sedang terparkir di depan rumahnya kini."Mau mampir dulu?" tanya Nura pada Dito."Lain kali aja. Gak enak, kayaknya lagi ada tamu di rumah kamu," jawab Dito lembut. Tidak lupa dengan senyum manis membuat siapa pun yang melihat akan setuju dengan pernyataan tersebut."Ya, udah kalo gitu. Makasih udah nganterin. Sampai jumpa besok di kantor," Nura keluar dari mobil. Nura berdiri di depan rumah sebelum Dito benar-benar pergi. Menatap mobil putih di hadapannya yang perlahan kaca mobil terbuka."Aku pulang dulu," pamit Dito. Tidak lupa melambaikan tangan dengan kembali tersenyum. Senyum yang membuat Nura betah memandangnya berlama-lama. Mampu membuat hari-hari Nura terasa indah dan bersemangat pergi ke kantor. Ia akui, hatinya mulai luluh akan lelaki yang sudah mengantarnya pulang ini.

Latest chapter

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 14

    Dito yang berjalan dibelakang Nura segera menopang tubuh Nura yang hampir jatuh karena tergelincir akibat bebatuan yang ada di air terjun kecil. Lumut dibebatuan begitu tampak karena jernihnya air tersebut. Untung Dito sigap menolong Nura. Celana yang ia kenakan basah bagian bawah karena percikan air. Pahadal sudah dinaikan hampir selutut. Sementara Nura masih berbegangan di tangan Dito dengan salah satu tangan memegang ponsel."Hati-hati. Kami gak papa?" tanya Dito memastikan. Kini Nura sudah berdiri dengan benar. "Gak papa. Untung ada kamu. Kalau gak. Basah sudah," ucap Nura yang masih berpegangan kepada Dito. Mereka berjalan menuju tepian.Sayup-sayup terdengar suara Nura dan Dito dari telepon. Panggilan Reza yang terjawab membuatnya sedikit kesal sekaligus lega ketika mendengar suara Nura yang baik-baik saja.Ketika panggilan itu kembali, ia langsung bertanya, "Ada apa?" tanyanya."Kegilincir tadi. Untung ada Dito yang pegangin," sahut Nura yang berjalan dibelakang Dito. Mereka

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 13

    "Jadi lo udah punya cowo? kasian banget tuh laki pasti kupingnya panas terus lo cerewetin, Ra" Nino menggelengkan kepala dengan raut wajah dibuat sedih. "Enak aja," Nura memberikan pukulan tepat di punggungnya yang berjalan mendahului mereka bersama dua orang lainnya."Udah cerita sama Dito?" tanya Aruna."Mana ada. Gue keceplosan aja tadi," jelas Nura yang berjalan beberapa langkah dari yang lainnya."Kemarin tuh sebenarnya Dito mau ngejelasin soal hubungan dia sama mantannya itu. Tapi, gue bilang nanti aja. Gue gak tahu aku bersikap atau bereaksi gimana kalo udah tahu.""Ya, udah lo bilang aja sekarang lo udah ada Reza," Saran Aruna."Harus, ya? gue tuh maunya diam-diam terus nanti tiba-tiba sebar undangan," Nura menyatukan kedua tangan berada di depan dada. Mentap langit biru berawan putih disertai senyum menghiasi wajah. Matanya berbinar membayangkan apa yang diinginkamnya itu."Jadi, mau private gitu ceritanya?" "Gue takut, Run. Kalo udah banyak yang tau tiba-tiba malah batal,"

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 12

    Nura menatap pantulan dirinya di kaca kamar mandi. Wajahnya masih tampak lelah. Tapi setidaknya kondisi tubuhnya sudah lebih baik dari kemari. Yah, walaupun belum sepenuhnya benar-benar baik. Ia berniat membersihkan diri. Kemarin ia langsung tertidur. Sekarang ia akhirnya bangun lebih awal. Sementara Aruna masih berlayar di alam mimpi. Mandi air hangat menjadi pilihan untuk menyegarkan dirinya kembali. Badannya terasa lengket karena keringan yang keluar demam tadi malam."Raa, lo di dalam?" suara Aruna terdengar dari luar dengan iringan ketukan pintu beberapa kali. Saat bangun Aruna tidak melihat Nura di sampingnya. Terdengar suara kecil gemiricik air dari kamar mandi. Karena itu ia ingin memastikan."Iyaa, Run. Ini gue ... aman kok. Gue udah baikan dikit," balas Nura dari dalam kamar mandi yang sedang bersandar di dalam bak mandi cantik berwarna putih bersih. Mendengar jawaban dari sahabatnya Aruna kembali ke tempat tidur. Mengecek beberapa pesan yang masuk di ponsel pintarnya.S

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 11

    "Ini baru sampai penginapan," Nura sedang berbicara dengan Reza melalui telepon. Satu tangannyA mengeluarkan satu persatu bawaan yang ada dikoper selain pakaian yang akan ia kenakan selama kegiatan di kota S. 'Ya, udah nanti kabarin aku lagi kalo udah gak sibuk. Aku tutup ya teleponnya," pamit Reza sebelum menutup telepon. Tepat setelah panggilan terputus, pintu kamar penginapan mereka di ketuk dari luar. Aruna yang berada lebih dekat pintu segera beranjak dari kasur tempat ia mengistirahatkan tubuh dari perjalanan yang lumayan memakan waktu. Nampak seorang pegawai penginapan yang biasanya datang pagi untuk bersih-bersih tersenyum sopan. Menyodorkan sebuah tas kecil."Permisi, maaf menganggu. Ini ada titipan untuk Mba Nura dari Reza katanya," ucap pegawai itu dengan sopan. "Oh, iya makasih," ucap Aruna menyambut benda yang diserahkan karyawan tersebut."Apa isinya, Run. Tadi dia gak bilang apa-apa telpon.""Cek sendiri nih," Aruna menyerahkannya kepada Nura.Ada minuman suplemen d

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 10

    Pagi-pagi buta Nura sudah ribut dengan kegiatannya di kamar. Ia bersiap dengan terburu-buru. Hari ini ia harus berangkat keluar kota karena urusan pekerjaan bersama dengan beberapa temannya di kantor. Sudah tahu harus berangkat pagi, ia malah pergi bersama Sella tadi malam dan pulang larut dan bangun terlambat. Alarm yang sudah diatur malah dimatikan. Setidaknya ia sudah mengemas barang jadi hanya perlu bersiap."Non, Mbak Aruna sudah datang," ucap salah satu pelayan di rumahnya di depan pintu kamar Nura yang masih tertutup rapat."Bilang bentar lagi, Bi," sahut Nura sedikit berteriak yang sedang mematut dirinya di depan cermin. Memasukan skincare dan make up yang tadi begitu saja ke dalam tas bahu berwarna cokelat muda. Sekali lagi Nura mematut dirinya di depan standing mirror, memastikan stelan yang ia pakai sudah pas. Celan kulot berwarna hitam ditambah kemeja warna putih oversize yang mebalut tubuh indahnya. "Beh masih sempet ya tu rambut di kriwil," sindir Aruna ketika melihat

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 9

    Sinar matahari menembus kaca kantor Reza sekarang. Matanya terpejam seakan menikmati hangatnya sinar matahari menyentuh kulit wajah. Tidak berniat untuk menurunkan tirai untuk menghalangi tembusnya sinar matahari. Carla yang ingin menyerahkan berkas untuk ditanda tangani masuk begitu saja setelah mengetuk pintu. Sementara Reza tidak bergeming, masih di posisi yang sama. Carla berjalan perlahan, berusaha semaksimal mungkin agar suara dari sepatu berhak tingginya yang beradu dengan lantai tidak mengeluarkan suara yang dapat mengganggu ketenangan Reza. Ia memilih berdiri di samping Reza yang sedang menghadap dinding kaca luar dengan mata terpejam. Carla menatap lekat padanya. Garis wajah yang tegas, begitu sempurna di mata segelintir orang yang melihatnya. Terpaan sinar matahari membuatnya seakan semakin berkilau di mata Carla. Ia berinisiatif menurutkan roller blind agar sinar matahari tidak lagi menggangu Reza. Seulas senyum tipis terpatri di

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 8

    "Biar aku ambil aja," Reza masih menolak karena tidak mau Nura merasa repot karena dirinya. "Biar aku aja yang antar ke kantor. Aku juga mau ke daerah dekat kantor kamu. Hari ini ada kerjaan di luar," Jelas Nura ditelepon kepada Reza ketika ia sedang berjalan menuju kantor dari parkiran. Setelah mendapat jawaban dari Reza, Nura menutup telepon. Sebelumnya, Ibunya menghubunginya. Bilang jika dompet Reza ketinggalan di Rumah Sakit. Awalnya Reza berniat untuk mengambil sendiri. Namun, Nura tetap menolak. "Ya sudah, hati-hati nanti di jalan," ujar Reza akhirnya mengalah sebelum Nura menutup telepon. "Eemm yang lagi seneengg ... udah jadian sama ex crush," goda Aruna setelah Nura selesai. Menyilangkan tangan ke depan membentuk tanda silang sambil tertawa. "Bukan jadian tapi calon tunangan," koreksi Nura menurunkan tangan Aruna. "Gak romantis banget yah, gak ada acara lamaran kaya dinner ... kasih cincin gitu ...." "Ntar gue bilangin sama Rez-" Perkataan Aruna terhenti ketika

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 7

    "Aku mau," ucap Nura tiba-tiba memecah keheningan di antara mereka selama diperjalanan. Suara musik pelan dari radio mobil yang di putar tak menyulitkan Reza mendengar ucapan Nura. "Mau apa? martabak?" tanya Reza bingung dengan maksud Nura, tiba-tiba bilang mau. Mereka baru saja melewati jalan yang ramai dengan penjual dipinggir jalan ketika malam hari. Salah satunya penjual martabak yang Reza sempat lihat mereka lewati. "Kok martabak," Nura mendecak kesal. Ia sudah menghilangkan rasa malunya hanya untuk bilang mau terima lamaran itu. Tapi, Reza malah bercanda pikirnya. Pipinya sudah terasa panas menahan malu. "Soal lamaran," lanjut Nura. Matanya masih lurus menatap jalan di depan yang dipenuhi lampu jalanan dan juga dari kendaraan yang lewat yang berlalu lalang. Mereka sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Nura. Reza menahan senyum dengan menggigit bibir bawahnya ketika mendengar jawaban Nura. Rasanya ingin berteriak bahagia saat itu juga. Namun, ia berusaha agar terlihat

  • TIBA-TIBA DILAMAR   Bab 6

    Dari kejauhan Reza bisa melihat Nura yang sedang terduduk lesu bersama dengan Ibunya. Ruangan yang bertuliskan IGD masih tertutup rapat. Suasana hening membuat langkah kaki Reza terdengar ketika sepatu itu beradu dengan lantai rumah sakit. Membuat Ibu Nura menyadari kehadirannya. Sementara Nura masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Seakan keheningan itu menjadi teman ternyaman. "Nak, Reza," seru Ibu Nura pelan ketika melihat kehadirannya. Nura tersadar dari lamunannya. Kini ia beralih menatap Reza yang sudah berdiri di dekatnya. Wajah cantik dengan kulit putih itu terlihat pucat. Kedua mata indah yang selalu terlihat bersinar kini tampak sayu. Tak ada ekspresi apapun selain wajah datar yang Reza lihat."Gimana keadaan Om, Tante?" tanya Reza dengan nafas sedikit tersenggal-senggal akibat buru-buru menyusul."Masih belum sadar. Tapi, katanya udah stabil. Bentar lagi dibawa ke ruangan. Lagi disiapkan. Oh ya, kenapa bisa ada di sini?" tanya Ibu Nura karena melihat Reza tiba-tiba berada

DMCA.com Protection Status