Tetapi ironisnya, rakyat Ming tidak menyadari negeri mereka telah berada di ambang kehancuran. Mereka masih tertawa bahagia, para anak muda bahkan menenggelamkan diri ke dalam pesta-pesta yang memabukkan. Di Paviliun Miao Yuan, pesta diadakan siang dan malam. Siang untuk anak-anak muda yang belum bekerja ataupun pengangguran, malam untuk para tua-tua keladi yang masih haus akan hiburan.
Salah satu pelanggan setia Paviliun Miao Yuan adalah seorang pemuda awal dua puluhan bernama Sun He Xian. Ia datang boleh dibilang setiap hari. Sun He Xian adalah seorang pemuda yang periang, bebas dan selalu seenaknya sendiri. Ia pandai menikmati waktunya untuk bersenang-senang. Biasanya yang ia kerjakan di Miao Yuan adalah bernyanyi, menari, bersyair, pula membicarakan banyak tema yang suka diangkat orang dalam obrolan. Banyak orang salut akan wawasan dan cara berpikirnya yang dianggap dalam namun menginspirasi. Yang terakhir ini sangat aneh. Seharusnya orang-orang yang memiliki pola pikiran macam itu lebih suka mendedikasikan dirinya untuk bekerja dan merealisasikan kemampuannya, dan bukannya malah lebih banyak menghabiskan waktu dalam kesenangan duniawi semata. Itulah yang membuat ayah Sun He Xian yang merupakan salah satu saudagar terkaya di ibukota Ming - merasa kesal dengan anaknya.
"Anak itu sebetulnya sangat pintar, tapi malasnya minta ampun!" Sang ayah membentak marah saat menemukan anaknya lagi-lagi kabur ketika disuruh mengerjakan salah satu transaksi dagang.
Ibu He Xian ikut menimpali, "Ia begitu karena selama ini terlalu dimanja dan tidak pernah memiliki tanggung jawab. Kalau kita memberinya sebuah tanggung jawab yang cukup besar, mungkin dia akan berubah."
"Mau diberi tanggung jawab besar? Tanggung jawab kecil saja tidak mau ia kerjakan!"
"Aku punya usul bagaimana kalau kita menjadikannya pejabat pemerintah?"
"Dengan sifatnya yang seperti itu?!" Tuan Sun tampak ngeri. "Dia bisa membuat keributan di istana! Malah makin merepotkan kita!"
"Aku telah membicarakan ini dengan kakak sepupuku." Kakak sepupu Nyonya Sun adalah salah satu pejabat teras di pemerintahan. "Dan kakak bilang, Perdana Menteri Zhan tertarik menjadikan He Xian sebagai muridnya sekaligus asisten pribadinya."
Senyum merekah di bibir Tuan Sun. "Oh. Bagus sekali! Perdana Menteri Zhan kan terkenal sebagai Perdana Menteri paling bijak dalam seluruh generasi pemerintahan Ming. Ia mau mendidik He Xian merupakan suatu anugerah yang luar biasa. Siapa tahu ia mampu mengubah anak itu menjadi lebih baik."
"Kakakku juga telah mengatur pertemuan mereka berdua. Perdana Menteri sepakat menemui He Xian pada pukul tujuh malam esok hari."
"Mau jam berapa juga boleh. Toh anak itu tidak punya kerjaan, selain main-main di Miao Yuan."
He Xian sendiri amat tidak senang dengan pengaturan itu.
"Bekerja di pemerintahan? Yang benar saja! Aku tak mau bekerja untuk orang-orang munafik itu!" He Xian berkata seenaknya, lalu melemparkan diri ke sofa yang langsung melesak dalam.
"Kau ini!... Mengurus dagangan tidak mau, menjadi pejabat juga tidak mau, masakan kau mau hidup hanya dengan bermalas-malasan saja?!?" Tuan Sun berteriak murka.
"Bukan itu, Ayah. Orang-orang pemerintahan itu semuanya sama, rakus dan hanya mementingkan diri sendiri. Mereka itu cuma omong besar bilang demi negara padahal..." He Xian menjulurkan lidahnya. "Kalau aku kerja di sana, otomatis aku kerja jadi budak mereka. Mana aku rela! Mending juga bersenang-senang, ketahuan jelas itu demi diriku sendiri."
Tuan Sun menghela nafas, sangat keras dan panjang. "Tapi setidaknya kau harus datang besok!... Ibumu sudah membuat perjanjian dengan Perdana Menteri, kalau kau membatalkannya apa kau tidak sayang dengan ibumu? Ibumu yang akan menanggung resikonya bahkan bisa saja ia kehilangan nyawanya!"
Diancam seperti itu, mau tak mau He Xian datang menemui Perdana Menteri Zhan keesokan harinya.
***
Tuan dan Nyonya Sun meninggalkan puteranya di kediaman Perdana Menteri pada pukul setengah tujuh malam. Sang Perdana Menteri masih belum pulang, jadi He Xian terpaksa harus menunggu di ruang tamu. Sampai pukul delapan malam, yang ditungg masih belum datang juga. He Xian sudah amat gelisah. Masalahnya, tidak ada yang menemaninya berbicara. Ia yang sudah biasa dalam hingar bingar pesta kini merasa amat kesepian dan tertekan. Ia mulai berjalan mondar-mandir, melemparkan pandangan tidak sabar ke segala arah serta melantunkan syair-syair panjang bertemakan kesepian dan penantian.
"Sungguh syair yang indah sekali. Akan lebih baik lagi bila itu didentangkan di bawah bulan purnama, ditambah iringan kecapi melengkapi kesenduan."
He Xian tertegun. Ia menoleh ke asal suara itu. Seorang pria sudah sangat tua mungkin ada tujuh puluhan dengan rambut dan janggut panjang dan memutih seluruhnya. Saat memandang bola matanya, He Xian entah mengapa diselimuti perasaan damai dan menenteramkan. Pemuda itu segera tanggap, sang kakek tua pastilah Perdana Menteri Zhan.
"Maafkan aku membuatmu menunggu lama, Nak. Negeri kita tengah dalam krisis yang amat membahayakan. Bila tidak segera diatasi, negeri kita akan hancur." Nada suara sang Perdana Menteri terdengar lambat-lambat, seakan mengisyaratkan keletihan yang amat sangat. Mendadak, He Xian merasa amat kasihan padanya.
Sang Perdana Menteri melangkah menuju salah satu lemari besar dan membukanya, lalu mengambil sebuah kecapi. "Kau keberatan bila kau kembali mengulangi syair tadi? Sekarang, aku akan mengiringinya dengan kecapi."
"Ehm.. yah, boleh-boleh saja..."
Dengan acuh tak acuh, He Xian mengulangi sekali lagi syairnya. Betapa terkejutnya ia mendapati ketikan kecapi menambahkan nuansa yang amat jauh berbeda. Syairnya menjadi begitu indah, mempesona... dan hidup. Gila, kakek ini pasti bukan orang biasa! Dia bisa membuat syair asal-asalanku menjadi begitu menakjubkan!...
"Kau salah Nak. Syairmu ini memang indah, aku hanya menambahkannya sedikit. Pula, pada dasarnya syair adalah pancaran hati. Apa yang terpatri dalam pikiran si penyair itulah yang akan syairnya pancarkan." Perdana Menteri Zhan menatap lurus tepat ke bola mata He Xian. "Syairmu mengatakan, kau adalah seorang yang amat kesepian. Kau memang hidup dalam kemewahan dan selalu bersenang-senang, namun hatimu hampa dan senantiasa merindukan kasih sayang tulus. Maafkan aku bila pertanyaanku kurang sopan, namun apakah orangtuamu tidak memberimu perhatian yang cukup?"
He Xian membelalak, tak percaya pada apa yang barusan didengarnya. "Kakek... Eh maksudku, Tuan Perdana Menteri..."
"Panggil saja aku kakek, aku lebih menyukai panggilan yang akrab."
"Ya... Maksudku, bagaimana Anda bisa tahu?... Anda dulu pernah mempelajari teknik meramal?"
"Tidak perlu menjadi peramal untuk bisa mengetahui apa yang seseorang rasakan. Yang diperlukan hanya kepedulian."
He Xian menunduk. "Kakek benar... Walaupun aku kaya dan kehidupanku selalu berlebih, namun orangtuaku selalu sibuk menambah kekayaan dan mempertahankan nama besar. Mereka memandangku hanya sebagai penambah prestise mereka. Kalau aku berprestasi, mereka membanggakanku ke seluruh sanak saudara. Kalau aku sedikit saja jatuh, mereka mencecarkan serentetan makian dan pembandingan dengan saudaraku yang lain. Seakan aku hidup hanya untuk membuat mereka bangga, itu saja." Ia menggigit bibir, menimbang sebentar perlukah ia mengucap kata-kata berikutnya, namun pandangan Perdana Menteri Zhan yang menenangkan membuatnya meneruskan, "Pastilah kakek tahu dengan jelas mengapa mereka membawaku kemari. Mereka tidak suka melihatku merusak nama mereka setiap hari. Mereka ingin aku menjadi pejabat dan membuat mereka bangga."
He Xian terdiam. Suasana menjadi sunyi senyap.
"Nak, tanyakanlah pada dirimu sendiri; Apa sebenarnya hal yang paling ingin kaulakukan di dunia ini?"
Karena tidak ada yang pernah menanyakan hal ini sebelumnya, He Xian membutuhkan waktu yang sangat lama untuk berpikir.
"Aku belum pernah mempertimbangkan hal ini sebelumnya, jadi aku tak mengetahui apa jawabannya." He Xian menjawab jujur. "Tetapi... Bila itu bisa membuatku mendapatkan kasih sayang tulus, aku rela melakukan apapun."
"Hanya dari orangtuamu?"
He Xian mengangkat bahu. "Yah..."
"Bagaimana bila dari orang lain? Lebih banyak orang lain?"
"Maksud kakek?"
"Bila kau menjadi sepertiku, kau akan mendedikasikan hidupmu bagi orang banyak. Bila kau bisa mengerjakannya dengan baik, dan membuat negerimu jaya dan makmur, membuat rakyat berbahagia, pada nantinya mereka akan menyayangimu, secara tulus. Karena sekarang ini sudah sangat sedikit pejabat yang benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat. Kalau mereka benar pejabat sejati, mereka tidak akan hidup terlalu mewah karena hartanya mereka bagikan untuk yang membutuhkan."
Kata-kata sang Perdana Menteri menjawab pertanyaan He Xian mengapa kediaman orangtua itu malah jauh lebih sederhana dari rumahnya padahal ia seorang Perdana Menteri. Pemuda itu merenung. Memang, bersenang-senang dan berpesta setiap hari tidak membuat kesepiannya hilang. Seperti orang meminum candu, kenikmatannya hanya sesaat, begitu candunya habis iapun kembali ke dunia nyata yang ingin dihindarinya.
Ya, benar juga kata-kata orangtua ini. Toh ia tidak berniat sama dengan pejabat lainnya, ia bukan menjadi pejabat untuk menumpuk kekayaan. Ia akan melakukannya untuk mendedikasikan dirinya semata. Untuk kebahagiaan orang lain.
Bila ia terlebih dahulu memberi kebahagiaan pada orang lain, maka mereka otomatis akan memberinya kebahagiaan.
Mengapa tidak terpikirkan olehnya hal ini sejak dulu?
"Kakek. He Xian berujar mantap. Aku rela bekerja di bawah bimbingan Anda. Aku bersedia mengabdikan diri demi negara."
Perdana Menteri Zhan tersenyum, sangat lebar. "Kalau begitu, mulai besok ikutlah denganku ke istana. Aku akan memperkenalkanmu dengan Kaisar."
Walaupun He Xian seorang yang bebas dan seenaknya, keder juga dia begitu mendengar akan dipertemukan dengan Kaisar. "A... a... aku akan bertemu dengan... Kaisar???"
"Tak perlu gugup begitu. Sang Kaisar adalah seorang remaja yang baik juga sangat ramah. Ia bahkan lebih muda darimu." Perdana Menteri Zhan menaruh kembali kecapinya ke dalam lemarinya. "Hari sudah malam, sebaiknya kita beristirahat. Kau menginaplah di sini... Melihat raut wajah He Xian, ia menambahkan. Aku sudah meminta izin pada orangtuamu, jadi tenanglah. Pula kita harus berangkat pagi-pagi sekali besok. Mari, aku antar kau ke kamarmu."
He Xian memang teramat sering melewati dan memandang Istana Chang Le, namun sama sekali tidak pernah terbayang olehnya ia akan mendapat kesempatan memasukinya. Ia memang selalu penasaran dengan bagian dalamnya. Betapa tercegangnya ia saat menyaksikan kemegahan istana bagian dalam masih melebihi luarnya. Dan sebentar lagi, ia akan menemui sang pemilik istana megah ini. Sang Kaisar Negara Ming. Seorang kasim datang menghampiri. "Tuan-tuan, silakan. Hamba akan mengantar ke Aula Utama." Perdana Menteri menepuk pundak He Xian. "Tenang sajalah, jangan gugup begitu." "Aku tidak gugup kok!" He Xian cepat-cepat menukas. Padahal hatinya berkata sebaliknya. Mereka mengikuti si kasim penunjuk jalan membawa ke aula di mana para pembesar lainnya telah berada. Tiba di sana, He Xian lebih keder lagi. Bukan karena ia mendapatkan para pembesar kerajaan - yang padahal selama ini
Mereka telah sampai ke taman Istana Belakang yang sangat luas. Jenderal Wei membacakan titah Kaisar Han yang menentukan akan dibawa ke mana mereka, dan nasib apa yang akan menimpa mereka selanjutnya. Begitu dekrit dibacakan sampai Puteri Yan Xu, Ibu Suri kontan menjerit. "Puteri Ming Yan Xu, akan diangkat menjadi selir Perdana Menteri Kang." "TIDAK!!!" Ibu Suri meraung histeris, ia kini sibuk menyembah-nyembah. "Ampunilah Puteriku, dia baru lima belas tahun! Kalian boleh membunuhku, tapi jangan ambil puteriku!..." Jenderal Wei tidak mempedulikannya, "Mengenai Perdana Menteri Zhan..." Ibu Suri kini merangkak sampai tepat di bawah lutut Jenderal Wei, "Tuan Kami mohon kemurahan hati kalian, kami mohon..." "Diam kau, nenek tua! Bukan kau yang berkuasa lagi di sini!" Jenderal Wei menendang Ibu Suri, menyebabkan ia
"Apa katamu?! Bisa-bisanya kalian malah membunuhnya!" Ming Shi tampak amat murka, Jenderal Wei yang ketakutan cepat-cepat berlutut meminta pengampunan, "Beribu maaf saya haturkan atas kesalahan saya, Yang Mulia, namun ini bukanlah hal yang kami sengajai. Semua ini terjadi karena kekacauan yang ditimbulkan seorang pemuda..." "Lantas, apa hanya karena seorang pemuda kalian jadi boleh melanggar perintahku seenaknya?! Kau tahu, bagitu inginnya aku bertemu dengan Perdana Menteri Zhan. Ia adalah Perdana Menteri legendaris, dengan adanya dia di sini akan sangat membantu kemajuan negeri kita!" "Saya sangat menyesal..." "Menyesal saja tidak cukup untuk menebus kesalahanmu. Satu-satunya yang bisa menebusnya hanyalah dengan nyawamu!" "Saya..." Tapi belum sempat Jenderal Wei melanjutkan kalimatnya, Sekretaris Li tiba-tiba maju dan berlut
"Yang Mulia, kami telah membawa Sun He Xian kemari." He Xian kini telah sampai ke ruang pribadi di mana Kaisar Han berada. Dengan pandang penuh kebencian ia mengarahkan tatapannya ke sang Kaisar. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan sang Kaisar sangat bertolak belakang dengan bayangannya tentang kaisar kejam dan mengerikan yang sangar; pemuda ini sangat tampan rupawan, mimik wajahnya pula amat ramah, dan saat ia membuka mulut berbicara, suaranya terdengar sangat lembut. "Selamat datang di istana kami, Tuan Sun, dan mohon maafkan kami bila Anda diperlakukan sangat buruk. Terjadi kesalahpahaman karena Anda dulunya adalah pejabat negeri Ming. Namun Anda boleh yakin kami tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." He Xian menangkap sekilas kilatan aneh dalam bola mata sang Kaisar. "Kaisar Han, saya adalah pejabat musuh. Membiarkan saya hidup hanya akan me
Setelah berpikir semalaman, He Xian siap melaporkan keputusannya pada Ming Shi. “Saya berterima kasih atas penghargaan Yang Mulia terhadap saya. Saya bersedia menjabat Menteri Teras Kiri... ” Pemuda itu berhenti sejenak. “... namun dengan satu syarat.” Aula langsung gaduh. Beberapa pejabat memprotes keras He Xian yang mereka anggap sudah kelewatan. Ming Shi mengangkat tangan, membuat mereka terdiam. “Silakan Tuan Sun katakan apa syarat Anda. Aku akan mempertimbangkan.” “Saya minta Yang Mulia tidak menghukum mati mantan junjungan saya, Kaisar Ming, serta kolega-kolega pejabat Ming.” Aula kembali gaduh, lebih dari pada sebelumnya. Ming Shi terdiam sejenak. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Toh, pada dasarnya aku memang tidak berniat menghukum mati mereka. Sekarang juga aku akan menyuruh pengadilan
Yan Cheng dan He Xian datang tepat pada waktunya. “Apa yang kaulakukan, orang gila keparat?! Lepaskan adikku, atau kubunuh kau!” Yan Cheng berteriak marah. Perdana Menteri Kang tampak beringas, “Hah! Kaukira siapa kau berani memerintahku! Kau hanyalah kaisar yang telah kehilangan kekuasaan! Kalian orang-orang Ming hanyalah para pecundang yang sudah kalah, yang hidup matinya tergantung dari belas kasihanku, dan karenanya harus tunduk padaku!” “Perdana Menteri Kang, hentikan! Atau aku akan melaporkan pada Baginda!” He Xian ikut berseru. “Hah, silakan saja! Aku tak takut! Kaisarpun tidak berani seenaknya terhadapku!” “Betulkah demikian, Kang Qin Song?” Suara itu membuat jantung Perdana Menteri Kang berdegup kencang. Ia mengangkat kepalanya, dan tampaklah Ming Shi berdiri tepat di hadapannya.
Sementara para tentara bersantai dan mengistirahatkan tenaga mereka, He Xian membentangkan peta Chang, mempelajarinya. Ia tidak tahu banyak tentang Chang. Yang diketahuinya hanyalah, negara itu mempunyai budaya dan kesenian yang sangat indah. Seni tari dan seni musik mereka, terutama yang berhubungan erat dengan mistik dan religi, keindahannya tak dapat diungkap dengan kata-kata. Dan rakyat Chang telah berhasil mempertahankan budaya itu selama ribuan tahun. Keindahan seni budaya itulah yang banyak menarik turis dari negeri lain untuk datang ke Chang. He Xian sendiri bahkan berniat untuk menyaksikan tarian Chang yang termashyur itu, tentu saja ketika ia berhasil menyelesaikan tugas! Namun selain keindahan seni budayanya, He Xian tidak tahu apa-apa lagi tentang negara itu. Karena itulah sekarang ia tengah mencari daerah-daerah strategis di Chang yang bisa ia jadikan basis penyerangan. Dari peta, ia berhasil mendapatkan beberapa, namun me
Kemudian, ia tersenyum. “Karena kita punya nasib yang sama, sama-sama sebagai kaum terjajah, bagaimana jika kalian membantu kami?” tanyanya santai. “Tentu, jika Anda ingin turut bergabung melawan Han, kami akan dengan senang hati siap membantu Anda.” “Oh, bukan untuk itu. Aku tetap setia pada Han.” Seluruh pemberontak menggerung keras. He Xian tersenyum semakin lebar. “Jika kalian tidak bersedia, aku juga tidak akan memaksa. Karena itu, izinkan aku tetap menjalankan kewajibanku sebagai wakil Han.” He Xian berpaling ke arah Sersan Zhen, “Kira-kira, apakah mereka sudah selesai?” “Kurang lebih, Tuan.” “Bagus,” Ia kembali menoleh ke arah Tuan Li dan lainnya. “Silakan kalian pergi keluar dan lihat, apa yang sedang terjadi.” Para pemberontak kelihat
“Run... Xiang...” Ming Shi bergumam lemah. “Juga... Yan Xu... kurasa aku tak akan bisa bertahan di dunia ini lebih lama...” “Kakanda! Jangan berkata seperti itu! Tabib akan dapat menyembuhkan luka Anda!...” Yan Xu menjerit histeris, sementara He Xian dan Sekretaris Li memandang Ming Shi dengan lesu. Luka di tubuhnya sudah terlalu parah untuk dapat disembuhkan. Nyawanya tak mungkin diselamatkan. “Percuma saja Yan Xu...”M ing Shi menatap Yan Xu lekat-lekat. “Aku hanya menyesalkan satu hal, mengapa aku tidak diperbolehkan berada di dunia ini lebih lama. Aku masih belum sempat membahagiakan permaisuri yang aku cintai...” Yan Xu tergugu. Selama ini tidak pernah ia mendengar Ming Shi mengatakan bahwa pria itu mencintainya. Jangankan itu, pria itu bahkan tidak pernah memujinya cantik seperti yang lumrah dilakukan seorang pria terhadap kekasihnya. Mendadak, ia merasa limbung luar bi
Putri Chang menyentak sinar setar, begitu keras dan mengejutkan hingga membangkitkan suatu sengatan yang secepat kilat menstimulasi otak He Xian. Senyum sang putri mengembang. Ia telah berhasil memengaruhi He Xian sepenuhnya, dan pemuda itu akan mengangkat pedangnya untuk selanjutnya menyerang Ming Shi. “Kalian salah. Hatiku tidak lagi menyimpan kebencian dan dendam terhadap Kaisar Han. Dan itu jauh lebih baik. Dendam bagaikan kumpulan api yang panas membakar, belum tentu kalian berhasil meluapkannya, namun kobaran api tersebut sudah pasti melukai diri kalian sendiri. Dengan membuang kobaran api tersebut, aku menghentikan melukai diriku sendiri.” He Xian berkata bijaksana. “Aku tahu Tuhan menciptakan aku ke dunia ini bukan untuk mewujudkan misi negatif. Melainkan untuk mewujudkan sebuah misi positif dengan mengalahkan rintangan berupa hasrat negatif. Begitu juga dengan kalian. Singkirkanlah semua kebencian kalian, dan
Mangkuk tersebut kini berada dekat sekali dengan tangan Ming Shi. Si wanita menyentak halus, dan Ming Shi mulai mengangkat mangkuk itu, siap meminumnya. TSRATTT! Lontaran panah secepat kilat menjatuhkan mangkuk beracun tersebut. Si wanita berbalik, siap membuat perhitungan pada orang yang berani mengacaukan pekerjaannya yang nyaris rampung itu. “Siapa kau?!” Ia berseru marah. Di saat bersamaan Ming Shi juga tersadar sepenuhnya dari hipnotis si wanita. “Sun He Xian dan Run Xiang?!” serunya. “Juga... Yan Xu! Bagaimana kalian bisa ada di sini?!” He Xian dan Sekretaris Li menghaturkan hormat, “Berkat Yang Mulia Permaisuri, Yang Mulia, beliaulah yang mendapatkan firasat Anda tengah mengalami bahaya. Dan syukurlah, rupanya kami datang tepat pada waktunya. Anda nyaris saja membunuh diri Anda sendiri!” &
Mereka telah merencanakan akan mengadakan di bawah pohon willow raksasa ini. Dua orang telah berdiri di sana, menunggu dengan tak sabar orang ketiga yang tak kunjung datang. “Mengapa ia lama sekali datang?” si wanita berseru tak sabar. “Apa dia lupa kalau hari ini kita akan mengadakan pertemuan di sini?” Si pria menenangkan. “Tidak mungkin, Putri. Dia pastilah sedang sibuk, bagaimanapun dia adalah kepala kasim di istana ini.” “Huh, dia baru seorang kasim, sedangkan kau Menantu Raja!” “Aku bukanlah Menantu Raja dengan gelar resmi, Putri... Pernikahan kita hanya beratapkan sinar rembulan di dalam hutan...” “Bagaimanapun juga kau menikah denganku yang merupakan seorang putri!” ujar si wanita berapi-api. “Kau tidak seharusnya merendahkan diri seperti itu, ap
Mulanya Yan Xu bingung melihat jumlah pengawal Istana Barat bertambah dua kali lipat, pula mendapati He Xian dan San Jin kini ganti mengiringinya ke mana-mana. Ming Shi sendiri pun selalu datang menemaninya tepat setelah pria itu menyelesaikan tugasnya di istana. “Apa kalian mau mengatakan si pembunuh kini ganti mengincarku?” tanyanya pada He Xian, yang menjawab, “Kami tidak tahu, Yang Mulia. Tetapi para selir telah mendapatkan pengawalan yang aman, sementara Anda tidak sama sekali, padahal Anda adalah permaisuri.” Yan Xu melengos. “Aku tidak apa-apa, kalian sama sekali tidak perlu mengkhawatirkanku. Apa kau tak tahu Tuan Sun, aku kan pernah membunuh Khan Khanate! Jadi si pelaku tentunya bukan tandinganku!” Ia berseloroh. “Ohya, tentu saja kau tak tahu. Kau kan tengah menuju negeri Qi saat itu.” Walaupun Yan Xu mencoba bergu
Secara tak terduga Min-Hwa melintas di hadapan mereka. He Xian terpana. Min-Hwa kini nampak sangat feminim dan gemulai, dan jauh lebih cantik, dengan sorot matanya yang sendu dan sayu. Gadis itu sendiri juga melihat He Xian. Mulutnya pun membuka, “He Xian!...” Min-Hwa tak sempat melanjutkan kata-katanya; Ming Shi telah menotok jalur energi pada gadis itu. Ia segera terkulai lemas sementara pria itu segera merengkuhnya, sangat mesra. “Kaulihat, Sun He Xian. Aku sangat mencintai selirku, termasuk dia yang dulu pernah melawanku,” Ia berujar, jari-jari tangannya kini sibuk membelai-belai wajah Min-Hwa. “Bukankah dia merupakan rekan sejawatmu yang terbaik? Dia selalu membantumu dan menyertaimu, benar kan? Sekarang, ia bersedia menyerahkan dirinya menjadi milikku. Tidakkah kau membencinya? Tidakkah kau membenciku, yang telah merenggut orang yang kausayangi darimu?” Ming Shi menata
Mau tak mau He Xian merasa heran juga. Sama sekali tidak melintas gejolak kemarahan dalam benaknya saat bertatap muka dengan Ming Shi tadi. Seakan semua dendam dan kemarahannya telah menguap habis tanpa sisa sedikitpun. Bagaimanapun, cerita Li Sha mengenai masa lalu Ming Shi memang telah mengubah total pandangannya akan sang kaisar, pula kehidupannya di Qi selama dua tahun ditambah pengalamannya membantu sesama semakin menguatkan tekadnya. Bahwa apa yang mampu membuatnya bahagia bukanlah menang atas musuhnya dan membalaskan dendamnya, atau mewujudkan keinginannya yang berdasar nafsu duniawi semata. Bahwa jika kita dapat melakukan panggilan terpendam hati kita, serta membuat orang di sekitar kita merasa bahagia, itu semualah yang akan memberikan kita kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena landasan pikiran itulah mungkin, maka He Xian sama sekali tidak merasa marah ataupun dendam saat berhadapan dengan Ming Shi. Malah, raut kegelisahan san
He Xian sangat terkejut saat mendapati para utusan Han mendatangi pemondokan tempat ia tengah berceramah. Walaupun ia telah menyiapkan batin dari jauh hari sebelumnya, ternyata tetap saja ia masih menyimpan trauma dan ketakutan saat menghadapi mereka. Bahkan kakinya nyaris berderap melarikan diri ketika batinnya mencelos, Bukankah misi utamaku adalah mengubah pola pikir Kaisar Han? Sekarang pihak istana mencariku, ini menandakan aku punya kesempatan untuk mewujudkan misiku. Maka iapun tetap berdiri di tempatnya, dengan tenang menyambut mereka semua. “Selamat datang Tuan-Tuan sekalian, ada yang bisa saya lakukan untuk Anda?” Di pihak lain, Sekretaris Li tidak kalah terkejut. Ternyata Sang Guru Besar adalah Sun He Xian. Sang sekretaris negara merutuk dalam hati. Kalau begini, keadaannya bisa menyulitkan. Dan ia apatis Ming Shi mau menerima si pemuda jangan-jangan malah sang kaisar aka
Diawali dengan kematian salah seorang selir di harem paling terkucil. Para pelayan menemukan mayat gadis itu mengapung di atas kolam teratai taman istana pada pagi hari. Menurut pemeriksaan, selir tersebut mati atas dasar kemauannya sendiri - ia menggores pembuluh nadi besar di pergelangan tangannya sebelum menjatuhkan dirinya ke dalam kolam. Pisau pembunuh ditemukan di tepi kolam. Dan segalanya terjadi begitu cepat. Dalam seminggu tiba-tiba saja telah ada tiga selir lain yang bunuh diri, dan jumlah kematian para selir itu meningkat di minggu berikutnya. Kini, telah ada lebih dari selusin selir yang mati bunuh diri sementara alasan di balik tindakan mereka masih belum tersingkap. “Yang mengherankan, jika mereka bunuh diri atas kehendak sendiri, seharusnya gelagat nereka telah terlihat pada hari-hari sebelumnya. Akan tetapi, tidak terlihat sama sekali kesedihan dalam raut wajah mereka. Bahkan menurut para