He Xian memang teramat sering melewati dan memandang Istana Chang Le, namun sama sekali tidak pernah terbayang olehnya ia akan mendapat kesempatan memasukinya. Ia memang selalu penasaran dengan bagian dalamnya. Betapa tercegangnya ia saat menyaksikan kemegahan istana bagian dalam masih melebihi luarnya. Dan sebentar lagi, ia akan menemui sang pemilik istana megah ini. Sang Kaisar Negara Ming.
Seorang kasim datang menghampiri. "Tuan-tuan, silakan. Hamba akan mengantar ke Aula Utama."
Perdana Menteri menepuk pundak He Xian. "Tenang sajalah, jangan gugup begitu."
"Aku tidak gugup kok!" He Xian cepat-cepat menukas. Padahal hatinya berkata sebaliknya.
Mereka mengikuti si kasim penunjuk jalan membawa ke aula di mana para pembesar lainnya telah berada. Tiba di sana, He Xian lebih keder lagi. Bukan karena ia mendapatkan para pembesar kerajaan - yang padahal selama ini selalu ia lecehkan - menatap tajam ke arahnya, namun karena sebentar lagi, untuk pertama kali dalam hidupnya berhadapan langsung dengan sang Kaisar.
"Yang Mulia Kaisar dan Ibu Suri tiba!"
Saat melihat Kaisar, rasa keder He Xian segera lenyap. Memang benar apa yang dikatakan Perdana Menteri, sang Kaisar masih sangat muda. Dan wajahnya itu, terlalu polos dan lugu. Persis anak kecil. Dia sih, ketimbang jadi Kepala Negara, lebih pantas menjadi pangeran kecil, batin He Xian dalam hati.
"Hormat kepada Yang Mulia Kaisar. Hormat kepada Yang Mulia Ibu Suri." Perdana Menteri Zhan menghormat takzim. "Hamba memberanikan diri melaporkan, telah membawa Sun He Xian ke hadapan Anda."
Kaisar menatap He Xian dengan saksama. "Kakak ini kelihatannya sangat menyenangkan." Lalu ia melempar senyum ke arah He Xian. Saking kagetnya He Xian nyaris terjatuh.
"Te...terima kasih atas pujian Yang Mulia..."
"Akan menjabat dalam hal apakah Kak He Xian ini?"
"Dia masih belum mengenal tata cara pemerintahan, karenanya sementara ia akan menjadi asisten saya. Nanti bila dia sudah cukup terlatih, kita baru akan memberinya tugas yang lebih besar."
"Kau harus bersyukur, Tuan Sun. Perdana Menteri Zhan amat jarang memercayai pemula untuk menjadi asisten pribadinya," Ibu Suri ikut menimpali.
"Saya percaya, Tuan Sun memiliki talenta untuk bisa memakmurkan pula memajukan negeri kita ini." Setelah berkata begitu, Perdana Menteri menarik diri - dan juga He Xian - masuk ke deretan pembesar kerajaan.
Seorang pejabat dari teras kiri berganti keluar dari barisan. Dari pakaiannya, dapat ditebak bahwa ia berpangkat militer. "Lapor Yang Mulia, para vassal menyatakan terang-terangan pemberontakan mereka terhadap negeri kita. Saya khawatir, bila keadaan tidak membaik, Han akan punya kesempatan menyerang kita. Sekarang pun kami memperoleh laporan tentara Han telah berada tepat di luar perbatasan kita..."
Tiba-tiba seorang prajurit menerobos masuk. Sekujur tubuhnya berlumuran darah. Dengan tergopoh-gopoh ia berlutut.
"Yang Mulia... Kabar buruk! Pasukan Han... Pasukan Han telah memasuki kota!"
Aula langsung geger. Sedetik kemudian, semua orang sudah berlarian dengan panik. Kaisar dan Ibu Suri tampak sangat panik. Saking paniknya, mereka tidak tahu harus melakukan apa. Jenderal militer yang barusan memberi laporan segera berlari ke arah mereka. "Yang Mulia, ikutlah saya!"
Sambil berlari, He Xian menoleh ke arah Perdana Menteri, "Kakek, kenapa semua jadi panik begini?!..."
"Pasukan Han terkenal dengan serangan kilatnya. Sekarang mereka telah memasuki kota, berarti hanya dalam hitungan menit mereka akan segera tiba ke sini. Jadi kesempatan kita melarikan diri hanya dalam hitungan menit."
"Ba... bagaimana dengan ayah dan ibu saya?!"
"Kau anak yang sangat berbakti. Tenang saja, pasukan Han tidak pernah membuang waktu menyerang rakyat. Itulah sebabnya mereka bisa tiba dengan sangat cepat mengepung istana musuhnya. Yang jauh lebih perlu dikhawatirkan adalah kita para pembesar istana. Han lebih tertarik menyandera kita."
He Xian bisa merasakan bulu romanya kontan berdiri tegang.
Mereka telah berhasil melarikan diri sampai ke pintu gerbang istana. Namun, ternyata pasukan Han telah mengepung seluruh jalan keluar. Tidak ada celah sedikitpun bagi mereka untuk melarikan diri.
Melihat seluruh pembesar bahkan termasuk Kaisar dan Ibu Suri nampak pucat dan ketakutan, dan menyadari bahwa nyawa mereka sekarang berada dalam genggaman pasukan Han yang sekarang menggiring mereka entah kemana, hati He Xian dipenuhi penyesalan yang amat sangat. Bukan begini yang diinginkannya. Ia bersedia menjadi pejabat dan mengabdikan dirinya untuk negara, adalah untuk memberikan kebahagiaan untuk banyak orang. Bukan untuk mati konyol seperti sekarang ini. Kalau ia mati konyol, bagaimana ia bisa mewujudkan impiannya yang baru saja lahir kemarin itu?
"Kau menyesali pilihanmu?"
He Xian tak mampu menjawab langsung pertanyaan sang Perdana Menteri. "Aku... tidak tahu."
"Kau telah memberikan kebahagiaan pada orang lain, Nak. Dengan berada di sini, kau telah turut membela sang Kaisar, memberitahunya ia tidak sendirian melawan semua ini. Dan kau juga telah membuatku bahagia, kau bersedia menuruti permintaanku dan menemaniku di sini."
"Aku... membuat kakek bahagia???"
"Daripada berjalan sendirian, aku merasa jauh lebih bahagia dengan adanya kau menemaniku."
Sesuatu bergetar aneh dalam dada He Xian, baru pertama kalinya ia merasakan itu. Ia buru-buru memalingkan muka, menatap arah lainnya. Dilihatnya Kaisar menggenggam erat tangan seorang gadis perempuan kecil yang usianya He Xian taksir tidak akan lebih dari lima belas tahun.
"Jangan takut, Dik Yan Xu. Ada ibu dan kakak di sampingmu," sang Kaisar menenangkan adiknya.
"Yan Cheng, menurutmu tidak mungkin kan, orang Han melecehkan Yan Xu?..."
Wajah Kaisar tampak muram. "Aku... tak berani memastikan, Ibunda."
"Kudengar mereka selalu berbuat tak senonoh terhadap puteri kerajaan tawanan, menjadikan mereka gundik dari pembesar-pembesar tua Han. Oh bila itu sampai menimpa Yan Xu dia masih lima belas tahun..."
"Ibunda jangan khawatir. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi Adik Yan Xu," hibur Kaisar.
Benar-benar Kaisar yang patut diacungi jempol. Aku saja yang lebih tua darinya malah ketakutan dan sibuk menyesali diri. Ia malah masih bersikap tegar, bahkan berjanji melindungi adiknya.
"Semua diam! Jangan ada yang bicara lagi! Kami akan membacakan titah Kaisar Wen Xing!"
Mereka telah sampai ke taman Istana Belakang yang sangat luas. Jenderal Wei membacakan titah Kaisar Han yang menentukan akan dibawa ke mana mereka, dan nasib apa yang akan menimpa mereka selanjutnya. Begitu dekrit dibacakan sampai Puteri Yan Xu, Ibu Suri kontan menjerit. "Puteri Ming Yan Xu, akan diangkat menjadi selir Perdana Menteri Kang." "TIDAK!!!" Ibu Suri meraung histeris, ia kini sibuk menyembah-nyembah. "Ampunilah Puteriku, dia baru lima belas tahun! Kalian boleh membunuhku, tapi jangan ambil puteriku!..." Jenderal Wei tidak mempedulikannya, "Mengenai Perdana Menteri Zhan..." Ibu Suri kini merangkak sampai tepat di bawah lutut Jenderal Wei, "Tuan Kami mohon kemurahan hati kalian, kami mohon..." "Diam kau, nenek tua! Bukan kau yang berkuasa lagi di sini!" Jenderal Wei menendang Ibu Suri, menyebabkan ia
"Apa katamu?! Bisa-bisanya kalian malah membunuhnya!" Ming Shi tampak amat murka, Jenderal Wei yang ketakutan cepat-cepat berlutut meminta pengampunan, "Beribu maaf saya haturkan atas kesalahan saya, Yang Mulia, namun ini bukanlah hal yang kami sengajai. Semua ini terjadi karena kekacauan yang ditimbulkan seorang pemuda..." "Lantas, apa hanya karena seorang pemuda kalian jadi boleh melanggar perintahku seenaknya?! Kau tahu, bagitu inginnya aku bertemu dengan Perdana Menteri Zhan. Ia adalah Perdana Menteri legendaris, dengan adanya dia di sini akan sangat membantu kemajuan negeri kita!" "Saya sangat menyesal..." "Menyesal saja tidak cukup untuk menebus kesalahanmu. Satu-satunya yang bisa menebusnya hanyalah dengan nyawamu!" "Saya..." Tapi belum sempat Jenderal Wei melanjutkan kalimatnya, Sekretaris Li tiba-tiba maju dan berlut
"Yang Mulia, kami telah membawa Sun He Xian kemari." He Xian kini telah sampai ke ruang pribadi di mana Kaisar Han berada. Dengan pandang penuh kebencian ia mengarahkan tatapannya ke sang Kaisar. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan sang Kaisar sangat bertolak belakang dengan bayangannya tentang kaisar kejam dan mengerikan yang sangar; pemuda ini sangat tampan rupawan, mimik wajahnya pula amat ramah, dan saat ia membuka mulut berbicara, suaranya terdengar sangat lembut. "Selamat datang di istana kami, Tuan Sun, dan mohon maafkan kami bila Anda diperlakukan sangat buruk. Terjadi kesalahpahaman karena Anda dulunya adalah pejabat negeri Ming. Namun Anda boleh yakin kami tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." He Xian menangkap sekilas kilatan aneh dalam bola mata sang Kaisar. "Kaisar Han, saya adalah pejabat musuh. Membiarkan saya hidup hanya akan me
Setelah berpikir semalaman, He Xian siap melaporkan keputusannya pada Ming Shi. “Saya berterima kasih atas penghargaan Yang Mulia terhadap saya. Saya bersedia menjabat Menteri Teras Kiri... ” Pemuda itu berhenti sejenak. “... namun dengan satu syarat.” Aula langsung gaduh. Beberapa pejabat memprotes keras He Xian yang mereka anggap sudah kelewatan. Ming Shi mengangkat tangan, membuat mereka terdiam. “Silakan Tuan Sun katakan apa syarat Anda. Aku akan mempertimbangkan.” “Saya minta Yang Mulia tidak menghukum mati mantan junjungan saya, Kaisar Ming, serta kolega-kolega pejabat Ming.” Aula kembali gaduh, lebih dari pada sebelumnya. Ming Shi terdiam sejenak. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Toh, pada dasarnya aku memang tidak berniat menghukum mati mereka. Sekarang juga aku akan menyuruh pengadilan
Yan Cheng dan He Xian datang tepat pada waktunya. “Apa yang kaulakukan, orang gila keparat?! Lepaskan adikku, atau kubunuh kau!” Yan Cheng berteriak marah. Perdana Menteri Kang tampak beringas, “Hah! Kaukira siapa kau berani memerintahku! Kau hanyalah kaisar yang telah kehilangan kekuasaan! Kalian orang-orang Ming hanyalah para pecundang yang sudah kalah, yang hidup matinya tergantung dari belas kasihanku, dan karenanya harus tunduk padaku!” “Perdana Menteri Kang, hentikan! Atau aku akan melaporkan pada Baginda!” He Xian ikut berseru. “Hah, silakan saja! Aku tak takut! Kaisarpun tidak berani seenaknya terhadapku!” “Betulkah demikian, Kang Qin Song?” Suara itu membuat jantung Perdana Menteri Kang berdegup kencang. Ia mengangkat kepalanya, dan tampaklah Ming Shi berdiri tepat di hadapannya.
Sementara para tentara bersantai dan mengistirahatkan tenaga mereka, He Xian membentangkan peta Chang, mempelajarinya. Ia tidak tahu banyak tentang Chang. Yang diketahuinya hanyalah, negara itu mempunyai budaya dan kesenian yang sangat indah. Seni tari dan seni musik mereka, terutama yang berhubungan erat dengan mistik dan religi, keindahannya tak dapat diungkap dengan kata-kata. Dan rakyat Chang telah berhasil mempertahankan budaya itu selama ribuan tahun. Keindahan seni budaya itulah yang banyak menarik turis dari negeri lain untuk datang ke Chang. He Xian sendiri bahkan berniat untuk menyaksikan tarian Chang yang termashyur itu, tentu saja ketika ia berhasil menyelesaikan tugas! Namun selain keindahan seni budayanya, He Xian tidak tahu apa-apa lagi tentang negara itu. Karena itulah sekarang ia tengah mencari daerah-daerah strategis di Chang yang bisa ia jadikan basis penyerangan. Dari peta, ia berhasil mendapatkan beberapa, namun me
Kemudian, ia tersenyum. “Karena kita punya nasib yang sama, sama-sama sebagai kaum terjajah, bagaimana jika kalian membantu kami?” tanyanya santai. “Tentu, jika Anda ingin turut bergabung melawan Han, kami akan dengan senang hati siap membantu Anda.” “Oh, bukan untuk itu. Aku tetap setia pada Han.” Seluruh pemberontak menggerung keras. He Xian tersenyum semakin lebar. “Jika kalian tidak bersedia, aku juga tidak akan memaksa. Karena itu, izinkan aku tetap menjalankan kewajibanku sebagai wakil Han.” He Xian berpaling ke arah Sersan Zhen, “Kira-kira, apakah mereka sudah selesai?” “Kurang lebih, Tuan.” “Bagus,” Ia kembali menoleh ke arah Tuan Li dan lainnya. “Silakan kalian pergi keluar dan lihat, apa yang sedang terjadi.” Para pemberontak kelihat
Ming Shi menatap pemuda yang baru saja berdebat dengannya itu menghilang di balik pintu, wajahnya berkeriut tidak senang. Bahkan sekarang, anak ingusan itu, yang pula berstatus jauh lebih rendah darinya, pun berani memprotesnya? Padahal ia sudah muak melayani komentar-komentar sok itu. Ia bekerja keras memikirkan yang terbaik buat bangsanya, dan ia sebagai pemimpin tentu saja tahu apa yang terbaik bagi negeri yang dipimpinnya. Tapi, mengapa protes-protes itu tetap saja ada? Bahkan, bukan hanya Chang saja yang melancarkan aksi perlawanan. Banyak negeri-negeri vassal lainnya yang turut memberontak, walaupun masih tidak separah Chang. Mengapa sulit sekali untuk membimbing mereka - orang-orang rendahan itu - untuk bisa mengerti akan jalan yang benar? Iapun teringat akan kata-kata salah seorang leluhurnya, “Bila kau tidak bisa menuntut sesuatu dengan kebaikan, maka gunakanlah kek
“Run... Xiang...” Ming Shi bergumam lemah. “Juga... Yan Xu... kurasa aku tak akan bisa bertahan di dunia ini lebih lama...” “Kakanda! Jangan berkata seperti itu! Tabib akan dapat menyembuhkan luka Anda!...” Yan Xu menjerit histeris, sementara He Xian dan Sekretaris Li memandang Ming Shi dengan lesu. Luka di tubuhnya sudah terlalu parah untuk dapat disembuhkan. Nyawanya tak mungkin diselamatkan. “Percuma saja Yan Xu...”M ing Shi menatap Yan Xu lekat-lekat. “Aku hanya menyesalkan satu hal, mengapa aku tidak diperbolehkan berada di dunia ini lebih lama. Aku masih belum sempat membahagiakan permaisuri yang aku cintai...” Yan Xu tergugu. Selama ini tidak pernah ia mendengar Ming Shi mengatakan bahwa pria itu mencintainya. Jangankan itu, pria itu bahkan tidak pernah memujinya cantik seperti yang lumrah dilakukan seorang pria terhadap kekasihnya. Mendadak, ia merasa limbung luar bi
Putri Chang menyentak sinar setar, begitu keras dan mengejutkan hingga membangkitkan suatu sengatan yang secepat kilat menstimulasi otak He Xian. Senyum sang putri mengembang. Ia telah berhasil memengaruhi He Xian sepenuhnya, dan pemuda itu akan mengangkat pedangnya untuk selanjutnya menyerang Ming Shi. “Kalian salah. Hatiku tidak lagi menyimpan kebencian dan dendam terhadap Kaisar Han. Dan itu jauh lebih baik. Dendam bagaikan kumpulan api yang panas membakar, belum tentu kalian berhasil meluapkannya, namun kobaran api tersebut sudah pasti melukai diri kalian sendiri. Dengan membuang kobaran api tersebut, aku menghentikan melukai diriku sendiri.” He Xian berkata bijaksana. “Aku tahu Tuhan menciptakan aku ke dunia ini bukan untuk mewujudkan misi negatif. Melainkan untuk mewujudkan sebuah misi positif dengan mengalahkan rintangan berupa hasrat negatif. Begitu juga dengan kalian. Singkirkanlah semua kebencian kalian, dan
Mangkuk tersebut kini berada dekat sekali dengan tangan Ming Shi. Si wanita menyentak halus, dan Ming Shi mulai mengangkat mangkuk itu, siap meminumnya. TSRATTT! Lontaran panah secepat kilat menjatuhkan mangkuk beracun tersebut. Si wanita berbalik, siap membuat perhitungan pada orang yang berani mengacaukan pekerjaannya yang nyaris rampung itu. “Siapa kau?!” Ia berseru marah. Di saat bersamaan Ming Shi juga tersadar sepenuhnya dari hipnotis si wanita. “Sun He Xian dan Run Xiang?!” serunya. “Juga... Yan Xu! Bagaimana kalian bisa ada di sini?!” He Xian dan Sekretaris Li menghaturkan hormat, “Berkat Yang Mulia Permaisuri, Yang Mulia, beliaulah yang mendapatkan firasat Anda tengah mengalami bahaya. Dan syukurlah, rupanya kami datang tepat pada waktunya. Anda nyaris saja membunuh diri Anda sendiri!” &
Mereka telah merencanakan akan mengadakan di bawah pohon willow raksasa ini. Dua orang telah berdiri di sana, menunggu dengan tak sabar orang ketiga yang tak kunjung datang. “Mengapa ia lama sekali datang?” si wanita berseru tak sabar. “Apa dia lupa kalau hari ini kita akan mengadakan pertemuan di sini?” Si pria menenangkan. “Tidak mungkin, Putri. Dia pastilah sedang sibuk, bagaimanapun dia adalah kepala kasim di istana ini.” “Huh, dia baru seorang kasim, sedangkan kau Menantu Raja!” “Aku bukanlah Menantu Raja dengan gelar resmi, Putri... Pernikahan kita hanya beratapkan sinar rembulan di dalam hutan...” “Bagaimanapun juga kau menikah denganku yang merupakan seorang putri!” ujar si wanita berapi-api. “Kau tidak seharusnya merendahkan diri seperti itu, ap
Mulanya Yan Xu bingung melihat jumlah pengawal Istana Barat bertambah dua kali lipat, pula mendapati He Xian dan San Jin kini ganti mengiringinya ke mana-mana. Ming Shi sendiri pun selalu datang menemaninya tepat setelah pria itu menyelesaikan tugasnya di istana. “Apa kalian mau mengatakan si pembunuh kini ganti mengincarku?” tanyanya pada He Xian, yang menjawab, “Kami tidak tahu, Yang Mulia. Tetapi para selir telah mendapatkan pengawalan yang aman, sementara Anda tidak sama sekali, padahal Anda adalah permaisuri.” Yan Xu melengos. “Aku tidak apa-apa, kalian sama sekali tidak perlu mengkhawatirkanku. Apa kau tak tahu Tuan Sun, aku kan pernah membunuh Khan Khanate! Jadi si pelaku tentunya bukan tandinganku!” Ia berseloroh. “Ohya, tentu saja kau tak tahu. Kau kan tengah menuju negeri Qi saat itu.” Walaupun Yan Xu mencoba bergu
Secara tak terduga Min-Hwa melintas di hadapan mereka. He Xian terpana. Min-Hwa kini nampak sangat feminim dan gemulai, dan jauh lebih cantik, dengan sorot matanya yang sendu dan sayu. Gadis itu sendiri juga melihat He Xian. Mulutnya pun membuka, “He Xian!...” Min-Hwa tak sempat melanjutkan kata-katanya; Ming Shi telah menotok jalur energi pada gadis itu. Ia segera terkulai lemas sementara pria itu segera merengkuhnya, sangat mesra. “Kaulihat, Sun He Xian. Aku sangat mencintai selirku, termasuk dia yang dulu pernah melawanku,” Ia berujar, jari-jari tangannya kini sibuk membelai-belai wajah Min-Hwa. “Bukankah dia merupakan rekan sejawatmu yang terbaik? Dia selalu membantumu dan menyertaimu, benar kan? Sekarang, ia bersedia menyerahkan dirinya menjadi milikku. Tidakkah kau membencinya? Tidakkah kau membenciku, yang telah merenggut orang yang kausayangi darimu?” Ming Shi menata
Mau tak mau He Xian merasa heran juga. Sama sekali tidak melintas gejolak kemarahan dalam benaknya saat bertatap muka dengan Ming Shi tadi. Seakan semua dendam dan kemarahannya telah menguap habis tanpa sisa sedikitpun. Bagaimanapun, cerita Li Sha mengenai masa lalu Ming Shi memang telah mengubah total pandangannya akan sang kaisar, pula kehidupannya di Qi selama dua tahun ditambah pengalamannya membantu sesama semakin menguatkan tekadnya. Bahwa apa yang mampu membuatnya bahagia bukanlah menang atas musuhnya dan membalaskan dendamnya, atau mewujudkan keinginannya yang berdasar nafsu duniawi semata. Bahwa jika kita dapat melakukan panggilan terpendam hati kita, serta membuat orang di sekitar kita merasa bahagia, itu semualah yang akan memberikan kita kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena landasan pikiran itulah mungkin, maka He Xian sama sekali tidak merasa marah ataupun dendam saat berhadapan dengan Ming Shi. Malah, raut kegelisahan san
He Xian sangat terkejut saat mendapati para utusan Han mendatangi pemondokan tempat ia tengah berceramah. Walaupun ia telah menyiapkan batin dari jauh hari sebelumnya, ternyata tetap saja ia masih menyimpan trauma dan ketakutan saat menghadapi mereka. Bahkan kakinya nyaris berderap melarikan diri ketika batinnya mencelos, Bukankah misi utamaku adalah mengubah pola pikir Kaisar Han? Sekarang pihak istana mencariku, ini menandakan aku punya kesempatan untuk mewujudkan misiku. Maka iapun tetap berdiri di tempatnya, dengan tenang menyambut mereka semua. “Selamat datang Tuan-Tuan sekalian, ada yang bisa saya lakukan untuk Anda?” Di pihak lain, Sekretaris Li tidak kalah terkejut. Ternyata Sang Guru Besar adalah Sun He Xian. Sang sekretaris negara merutuk dalam hati. Kalau begini, keadaannya bisa menyulitkan. Dan ia apatis Ming Shi mau menerima si pemuda jangan-jangan malah sang kaisar aka
Diawali dengan kematian salah seorang selir di harem paling terkucil. Para pelayan menemukan mayat gadis itu mengapung di atas kolam teratai taman istana pada pagi hari. Menurut pemeriksaan, selir tersebut mati atas dasar kemauannya sendiri - ia menggores pembuluh nadi besar di pergelangan tangannya sebelum menjatuhkan dirinya ke dalam kolam. Pisau pembunuh ditemukan di tepi kolam. Dan segalanya terjadi begitu cepat. Dalam seminggu tiba-tiba saja telah ada tiga selir lain yang bunuh diri, dan jumlah kematian para selir itu meningkat di minggu berikutnya. Kini, telah ada lebih dari selusin selir yang mati bunuh diri sementara alasan di balik tindakan mereka masih belum tersingkap. “Yang mengherankan, jika mereka bunuh diri atas kehendak sendiri, seharusnya gelagat nereka telah terlihat pada hari-hari sebelumnya. Akan tetapi, tidak terlihat sama sekali kesedihan dalam raut wajah mereka. Bahkan menurut para