Di dalam kamar, Adila hanya tiduran di kasur tanpa ada kegiatan apapun. Sampai suara notif handphone nya mengusir kebosanannya.
Radenbagong.
'La... Datang ke tempat biasanya, sekarang!'
'Mau ngapain?'
'Udah, dateng aja. Aku tunggu di depan'
'Loh, eh Raden! Malah di tinggal off'
"Ck. Kebiasaan, awas aja lo!" Adila meremat handphonenya karena kesal.
Setelah beberapa menit bersiap-siap, Adila sudah duduk manis di motor besarnya. Dia menggunakan celana hitam panjang dengan sepatu booth warna coklat, jaket denim coklat dengan dalaman hitam.
"Lepasin gue!"
Saat melewati
"Sumpah, di pintu dapur rumah banyak cicak geprek. Kalau enggak percaya, besok liat sendiri!" Adila, Afia, dan Aqia sedang berkumpul di ruang tengah bersama para cowok yang bermain game. Mereka mendengarkan Adila yang bercerita tentang cicak geprek di pintu dapur rumahnya. Aqia bergidik mendengarkan cerita Adila, "Pantesan kemarin gue mau nutup pintu susah, taunya banyak cicak geprek" "Instagram lo gimana? Udah bisa pasang foto profil?" tanya Afia mengalihkan pembicaraan. Sejak tadi dia menahan mual mendengar cerita Adila, karena saat berangkat kesini dia makan sampai kekenyangan. "Jangankan pasang poto profil, instagram gue di pencet aja enggak bisa!" "Kok lo ngomong nya jadi lo/gue?" Adila merasa heran dengan saudranya itu. "Hehehe. Biasa, biar lo mau maafin kita. Siapa tau kalau lo lihat si
"Eh, kalian udah denger belum? Katanya ekstra PBB udah di mulai besok. Hari jumat!" Pagi-pagi sekali, sekolah di hebohkan dengan dimulainya ekstra PBB— lebih tepatnya kelas 10. "Yahhhh. Nanti kita di jemur donggg!" teriak salah satu siswi, yang selalu mementingkan penampilan. "Emang Pak Firman udah pulang?" tanya Bagas mewakili pertanyaan semua siswa-siswi. "Udah, barusan gue lihat ada di kantor" "Pak Firman siapa?" tanya Adila yang baru saja masuk kelas. "Itu, guru PBB di sekolah kita" Adila hanya mengangguk sebagai jawabannya. Pagi ini dirinya berangkat bersama ke-dua saudaranya menggunakan mobil yang di kendarai oleh Aqia. Asal kalian tahu, Adila mabuk kendaraan sepert
Adila sedang duduk dengan kepala menunduk di dalam UKS. Di depannya ada Raden, Jovan, dan ke-dua saudaranya yang menatap dirinya dengan tajam. Sedangkan di belakang mereka, ada Revano, marvin, Jenan, Dan Lean yang berdiri menyaksikan apa yang akan terjadi. Sedangkan sang pemeran utama hanya menunduk kan kepala menatap kakinya yang saling bertautan. Raden menegakkan duduk Adila, dan menyamakan tingginya dengan Adila, "Jadi..." tanya Raden menggantung. Adila menggaruk kepalanya, "Jadi...ya gitu" "Berapa kali harus gue bilang, jangan berantem, jangan cari masalah yang bikin kaki lo kambuh" sekarang giliran Jovan yang menceramahi nya. Dengan tatapan memelas, Adila menatap Afia memohon bantuan yang justru di hadiahi pelototan dari Afia.
Hari ini Adila dan ke-dua saudaranya berada di kantin, yang kebanyakan adalah siswa-siswi kelas Adila. Sudah 3 hari yang lalu kejadian di mana Aqia tidak sengaja ketahuan memotret Raden, tetapi sampai saat ini dirinya masih di jadikan bualan oleh yang lain. "Fi, Fi pose dong," ucap Adila dan membentuk tangannya seperti kamera. Ya seperti Adila tadi contohnya, tetapi yang terparah adalah... Flashback. "Kak Raden, Dedek Aqia nya malu-malu tapi mau nih!!!" teriak Adila, belum lagi Afia yang tiba-tiba menyahuti. "Kak Raden. Dedek Aqia nya mau panggil Mas, boleh enggak?" teriak Afia menyahuti. "Mas Raden!!!" bukan Aqia yang memanggil, tetapi Adila yang berteriak tepat di depan kelas Raden—l
Di halte bus, Adila sedang menunggu seseorang yang sudah dia tunggu selama 30 menit yang lalu. Hari ini adalah hari rabu, sekolah sudah di pulangkan sejak tadi. Saat ini pasti siswa-siswi yang lain sedang merasakan nikmatnya kasur di rumah mereka. Hanya Adila yang masih di area sekolah, dan beberapa siswa-siswi yang masih ada jam mapel kejuruan. Saat ini Adila benar-benar menyesali perbuatannya yang menyuruh ke-dua Saudara untuk pulang terlebih dahulu, seharusnya tadi dia meminta mereka untuk menemaninya, jadi dirinya tidak seperti anak hilang.Flashback. "Kalian duluan aja, gue pulangnya nanti" ucap Adila kepada ke-dua saudranya yang sudah menunggu di depan pintu kelasnya. "Mau kemana lo?" tanya Aqia
Afia sedang berada di perjalanan menuju ke supermarket terdekat. Dirinya berniat membeli makanan ringan untuk dia dan ke-dua saudranya. Saat ini dirinya sedang menunggu sang adik yang entah pergi kemana. Dengan perasaan kesal, Afia membeli mie dan menyeduh nya di supermarket. Saat sedang menikmati mie panas dengan rasa pedas yang menggiurkan. Tiba-tiba ada orang yang duduk di depannya, tepat di depan wajahnya. Bahkan jika dia bergerak maju, maka hidung mereka akan bersentuhan. Uhuk uhuk. Afia tersedak kuah mie nya sendiri. Tenggorokan nya terasa perih dan panas, Jovan—orang yang membuat Afia tersedak kuah mie pedas itu. Jovan mengambil air minum di depannya, dan memberikan air itu kepada Afia setelah membuka tutup botolnya. Jovan mengusap kepala Afia dengan gemas, "Makanya, pelan
"Terus? Kalian pisah jalan gitu aja? Gaada adegan-adegan pelukan kayak di drakor gitu?" tanya Aqia heboh. Dirinya terkejut Revano tiba-tiba mengajak saudaranya untuk berangkat bersama. Afia memukul kepala Aqia, "Drakor mulu. Pikirin tuh doi lu yang ga peka-peka" "Dia peka kok, cuman kurang pinter aja" sahut Aqia yang tiba-tiba teringat Raden. "La...terus lukanya Kak Revano?" tanya Afia yang penasaran. "Ya nggak gue obatin lah, dianya aja enggak mau" Penjelasan Adila barusan membuat seseorang menghela napasnya lega.***** Pagi ini, seperti janji Revano kemarin, mereka berangkat bersama. Revano sudah menunggu Adila di depan rumahnya, sedangkan yang di tunggu masih sibuk marah-marah karena berangkat terlalu pagi. "Kak, kalau enggak niat j
Saat ini siswa-siswi sedang menikmati makan siang di kantin sekolah. Begitu pun dengan Adila dan saudara-saudaranya, seperti janji Revano untuk menjemput Adila, dirinya bahkan sudah menunggu Adila 1 menit sebelum bel istirahat. Adila bahkan terkejut melihat Revano yang bersander di pintu kelasnya, dia pikir ucapan Revano pagi tadi hanya bercanda.Flashback. Saat Adila keluar dari kelasnya dirinya terkejut melihat manusia es sudah standby di kelasnya. Bahkan Adila hampir terjungkal kebelakang saking kagetnya. "Loh Kak, ngapain di sini?" tanya Adila bingung. "Jemput lo" Revano berjalan pergi mendahului Adila yang membuat darah tinggi nya naik seketika. Dengan kesal dirinya mengejek Revano yang membu
Setelah pertandingan minggu lalu, Adila tidak masuk sekolah selama hampir satu minggu. Entah apa yang terjadi, saat ini dia seperti di musuhi satu sekolah, bahkan ke-dua sepupunya pun seperti membenci dia. "Bukan gue, La. Gue enggak ada hubungan apa-apa sama kekalahan lo di pertandingan." Adila mengernyitkan dahinya bingung. Tadi dia berencana menuju ke kantin untuk makan siang, tetapi entah datang darimana rubah sialan ini tiba-tiba menabraknya dan berperilaku seolah-olah dia sedang membully nya. "Kalah karena kemampuan sendiri yang buruk, tapi nyalahin orang." "Seketika gue menyesal karena merekomendasikan dia." "Kasihan Gina, padahal dia yang selalu membela Adila di saat yang lain menjelekkan nya." 
Adila terbangun saat mendengar nada dering di ponselnya. Dia ingin menggerakkan tangan dan kakinya tetapi tidak bisa, seperti ada yang memeganginya. Adila membuka matanya dan melihat sekitarnya gelap, dia merasa seperti di sebuah ruangan yang sunyi dan dingin. "Gue enggak mati, 'kan?" gumamnya. Adila berteriak saat mengira jika dia sudah mati dan sedang berada di alam kubur. Di sisi lain Revano yang belum bisa tidur pun segera menghampiri kamar sebelah menggunakan senter handphone nya. Sekaramg jam tiga dini hari, dan sedang ada pemadaman listrik.Revano. Sudah satu jam gue hanya memandangi langit-langit ruangan yang gelap. Tepat pukul 03.00 listrik di sini mati. Gelap, sunyi dan dingin. Awalnya gue berniat membangunkan Raden, tetapi suara teriakan seseorang yang gue k
Saat ini Adila dan yang lainya sedang berada di pasar, mereka berencana membuat nasi kuning. Sedangkan Erchan dan para laki-laki sedang mencari gudeg, sejak kemarin Erchan merengek meminta gudeg. "Barangnya udah semua, 'kan?" Aqia bertanya untuk memastikan tidak ada yang kurang, sehingga nanti mereka tidak susah-susah untuk kembali. Adila membaca catatan di kertas yang dia pegang, sedangkan Lisa dan Afia mengecek keranjang belanjaan yang mereka letakkan di bawah. Merasa sudah lengkap, mereka kembali berjalan menuju parkiran, sampai sebuah suara membuat mereka yang tadinya bercanda terdiam seketik— terutama Aqia. "Qia?" Aqia yang melihat laki-laki di depanya pun seketika terdiam, dia menunduk dan berjalan mendahului yang lain. Andre, laki-laki
"Adila masih belum mau makan apa apa, Nek?" tanya Afia yang baru saja melihat Nenek nya keluar dari kamar yang di tempati Adila. "Belum. Anak itu kalau sakit ndak mau makan opo opo, Nenek sendiri 'akhire sek' pusing," jawab Nenek Indah. Karena belum berhasil membujuk Adila untuk makan, bahkan minum pun Adila enggan. "Gue bawain kue putu, nih." Lisa dan Erchan yang baru saja masuk langsung menyahuti yang membuat mereka semua menoleh. "Yang sopan dong Lis., ada Nenek ini, salim dulu napa." Erchan berucap sambil menoyor kepala Lisa. "Eh? Nek, saya Lisa. Temanya Adila," ucap Lisa, dan mengalami Nenek Indah. "Saya Erchan, Nek." "Kalau saya Bagas, bukan bagi ganas tapi Nek." Bagas tertawa saat nenek mengusap rambutnya gemas. "Temanya Adila b
Setelah perjalanan cukup lama dan melelahkan, akhirnya mereka sampai di rumah nenek Adila dan ke-dua saudaranya. Rumah yang terbuat dari kayu tingkat dua, dengan sungai jernih di belakang rumah sebagai sumber air. Rumah Nenek Indah (Nenek Adila, Afia, San Aqia) termasuk di desa plosok, desa yang masih terjaga alam nya. Bertani dan berdagang adalah mata pencaharian utama mereka, Nenek Indah adalah seorang petani, umurnya 78 tahun. Meski pun sudah tua, beliau tidak bisa jika di suruh diam di rumah, Suaminya sudah meninggal saat umurnya 60 tahun. Saat melihat rumahnya di datangi 3 mobil sekaligus membuat tetangganya heran, mereka menebak-nebak siapa tamu Nenek Indah. Karena memang Nenek indah tidak pernah bercerita tentang anak cucunya di kota. "Nenek!" teriak Afia dan Aqia saat sudah keluar dari mobil. "Cucu Nenek sudah besar ternyata,
Tepat jam tiga pagi Adila sedang bersiap-siap di kamarnya. Setelah menempuh ujian yang melelahkan, akhirnya hari ini dia bisa mengunjungi Nenek nya di Jogja. Dia sangat merindukan masakan buatan Neneknya, tidak hanya dia tetapi juga ke-dua saudaranya akan ikut bersama nya. "Gue tahu kalian di luar, masuk aja!" teriak Adila saat menyadari ke-dua saudaranya berbisik-bisik di depan pintu kamarnya. Setelah Adila berteriak Afia dan Aqia memasuki kmara nya dengan canggung. Adila tahu apa yang ingin mereka bicara'kan. "Kita minta maaf..." lirih Aqia. "Buat?" "Sikap kita sama lo. Selama ini kita enggak ada niatan buat jauhin lo, ini semua rencana Gina..." "Gue tahu." Adila berucap dengan mantap. "Aqia kemarin udah bilang sama gue" &nb
"Gue capek ngikutin kemauan lo!" "Tapi sayang nya lo harus ngikutin," ucap gadis di depan nya sinis. "Lo licik! Di sini kita yang lo buat rugi!" ***** Seperti nya The sibling's benar-benar bubar, mereka berhenti di sini tanpa ada penjelasan. Adila yang memang malas mencari tahu hanya diam sampai semua nya terungkap sendiri. Dia juga malas melihat Gina yang selalu memanasi diri nya dengan menempel kepada Revano. Adila saat ini berada di toilet, dia membasuh mukanya yang memerah karena menahan amarah. "Wah, gimana? Pertunjukan gue seru, 'kan?" tanya Gina yang berdiri di samping Adila. Adila hanya melirik nya sekilas tanpa mau merespon. Entah kenapa tiba-tiba Gina mendorong Adila sampai hampir terjatuh jika dia tidak berpegangan dengan wastafel. &nb
"Udah ganjen sama gebetan orang, mau celakain orang lain lagi!" "Gue ngimpi apa dulu sampek punya sudara kayak dia!" Setelah pulang sekolah, Adila di sindir habis-habisan oleh ke-dua saudaranya. Sedangkan Gina, dia sedang beristirahat di dalam kamar. "Kalian kalau punya masalah sama gue bilang! Punya mulut buat ngomong langsung, bukan nyindir!" desis Adila tepat di depan mereka. Aqia memutar bola matanya malas, "Lo kesindir?" "Enggak," ucap Adila sambil tersenyum sinis, "gue enggak kesindir. Tapi mata kalian bilang kalau itu gue, kalau kalian mendeskripsikan diri sendiri, gue enggak masalah!" ucap Adila dan berlalu pergi meninggalkan mereka dengan perasaan sebal. "Lo harusnya tahu, kalau gue suka sama Revano! Tapi kenapa lo malah jadian sama dia!" Adila
"Gue berangkat sendiri!" "Enggak!" Sudah satu bulan setelah dia keluar dari rumah sakit, dan setelah itu juga hidupnya benar-benar sangat sulit karena ulah Raden dan Revano. Mereka selalu berebut siapa yang berangkat dengan Adila, siapa yang duduk di samping Adila, siapa yang membeli kan makanan Adila, dan siapa yang akan di terima Adila. "Mending kalian berangkat berdua, terus gue sama Kak Nana. Gampang'kan?" ucapnya sambil tersenyum manis. Dia tidak tahu apa alasan mereka melakukan itu, yang jelas itu sangat menganggu. Tentang ke-dua saudara nya, mereka sudah berangkat terlebih dahulu sejak jam enam pagi. Entah kenapa akhir-akhir ini hubungan mereka merenggang, Adila tidak mau ambil pusing. Lagi pula saudara nya itu memang selalu bersikap aneh. &n