Edu berdiri tegap di tepian pantai Pulau Asu. Saat ini dia bertugas untuk menjaga logistik yang sangat penting bagi kelangsungan hidup mereka selama berada di Pulau indah ini. “Pagi yang sungguh cerah!” serunya sambil menghembuskan napas dalam-dalam mulai merasakan keindahan alam yang ada di hadapannya saat ini.Pria itu melihat ke arah laut lepas, menikmati hembusan angin laut yang membawa aroma asin yang alami. Udara pagi itu sungguh cerah yang mampu menambah semangatnya. Baru saja teman-temannya yang lain masuk ke dalam hutan untuk mengumpulkan bahan-bahan membuat dapur umum bagi mereka.“Semangat Edu! Hari ini adalah hari yang sibuk untukmu! Kamu pasti bisa melewatinya dengan baik!” gumamnya sendiri, menyemangati dirinya.Namun, hari ini bukan hanya tentang menjaga logistik saja. Edu mempunyai maksud lain. Sebuah rencana besar yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Dia sedang merancang satu momen yang akan menjadi kenangan abadi dalam hidupnya. Momen saat matahari terben
Setelah selesai makan siang, Hezki dan Ronald tampak sibuk memasang perangkap yang telah mereka siapkan sebelumnya. "Hezki, kamu yakin ayam hutan suka dengan umpan ini?" tanya Ronald sambil memegang sepotong buah yang akan mereka gunakan sebagai umpan."Hei, percayalah padaku, Ronald. Ayam hutan pasti suka buah ini," balas Hezki sambil tertawa. Mereka berdua tampak serius, tapi juga menikmati pekerjaan itu. Meski singkong tumbuk cukup mengenyangkan perut. Akan tetapi rasa rindu pada daging mulai muncul. Mereka berharap perangkap yang mereka pasang bisa menangkap ayam hutan.Keduanya menginginkan jika nanti malam mereka bisa menikmati daging ayam bakar yang sangat lezat. Sementara itu, di area dekat sungai, Lia, Sera, dan Mira tampak sibuk membersihkan area di sekitar sungai. "Lia, apakah kamu yakin kita bisa membuat pondok di sini?" tanya Sera sambil menunjuk ke area yang mereka bersihkan.Lia menatap area tersebut sejenak sebelum menjawab, "Ya, Sera. Area ini cukup luas dan dek
Di tepian pantai Pulau Asu,Hari semakin sore, Edu memulai rencananya dengan mengumpulkan bunga-bunga liar yang tumbuh di sekitar pantai. Dia memilih bunga-bunga dengan warna-warna cerah, bunga yang bisa mencerminkan perasaan cintanya yang mendalam kepada Lia. Namun kali ini Edu memilih bunga terompet berwarna ungu yang tumbuh liar di sekitar pantai. Dengan hati-hati, dia membentuk kata 'I Love You' dari bunga-bunga tersebut di atas pasir putih pantai.Setelah itu, Edu mulai membuat api unggun. Dia mengumpulkan kayu-kayu kering dan menumpuknya dengan rapi. Dia menyalakan api dengan hati-hati, memastikan api unggun tersebut cukup besar untuk memberikan cahaya dan kehangatan, tapi tidak terlalu besar hingga membahayakan.“Semoga rencanaku ini berhasil!” serunya dari dalam hatinya.Sambil menunggu teman-temannya pulang dari hutan, Edu, sang koki handal, berencana untuk membuat kolak dari pisang dan singkong. Dia memandang sekeliling dan melihat buah kelapa yang berlimpah ruah di sekitar
Setelah berenang di sungai yang jernih dan sejuk, Sera, Lia, dan Mira membasuh tubuh mereka dengan air sungai, lalu mengeringkan diri di bawah sinar matahari yang hangat. Mereka memandangi sungai itu dengan hati yang puas, menikmati kejernihan dan keindahannya yang memanjakan mata.“Air sungainya sungguh segar, Guys!” tutur Mira kepada kedua sahabatnya.“Yes benar banget Mira, aku juga ngerasanya begitu,” balas Lia.“Guys … kita seperti putri duyung yang sedang berjemur di bawah sinar matahari sore di sebuah pulau yang tak berpenghuni. He-he-he!” seru Sera sambil tersenyum jenaka.“Bisa aja Lo, Sera!” timpal Mira.“Yaiyalah, Guys. Kita kan para bidadari di pulau impian ini!” ujar Sera lagi.“Bidadari kesasar, yang terdampar di pulau, kali ….” tukas Lia.“Ha-ha-ha!” Ketiganya pun tertawa bersama.Ketiga gadis itu pun kemudian berjalan menuju pondok kecil yang terletak di tepi sungai. Tubuh mereka masih basah dan rambut mereka masih menggantung lembab. Para gadis berjalan dengan langkah
Di tengah pulau terpencil yang dipenuhi dengan pepohonan rindang dan kesunyian alami. Hezki dan Ronald telah menyiapkan perangkap ayam hutan sejak tadi pagi. Kini, saat matahari mulai tenggelam dan semilir angin sore mulai berhembus, keduanya mengecek perangkap ayam hutan tersebut.Kedua pria tampan itu menatap dengan penuh kegembiraan perangkap ayam hutan yang mereka pasang. Yang akhirnya berhasil menangkap dua ekor ayam jago. Senyum merekah terukir di wajah keduanya, terpancar dari keberhasilan mereka memasang perangkap dengan cerdik.Ronald dan Hezki kemudian berlari menuju perangkap, wajah mereka berseri-seri. Kedua pemuda tersebut kemudian membuka perangkap itu dengan hati-hati. Dua ekor ayam jago berwarna merah dan hitam tampak berusaha melawan, namun sia-sia."Wow, Bro Hezki, lihat itu! Kita berhasil, dua ekor ayam!" ujar Ronald, matanya berbinar penuh antusiasme.Hezki tersenyum lebar, "Yes, Bro Ronald! Akhirnya kita punya makan malam yang lezat. Mari kita cepat ambil ayam-aya
Setelah Ronald berhasil menyembelih ayam hitam, sekarang giliran Hezki untuk mencoba. Dia mengambil ayam merah dan melakukan proses yang sama seperti yang telah diajarkan Lia. "Bro Hezki, Bro Ronald, kalian berdua sudah melakukannya dengan baik.” "Terima kasih, Lia. Kami sangat berterima kasih atas bantuanmu." "Ya, Lia. Kamu benar-benar membantu kami. Terima kasih banyak." ucap kedua pemuda itu secara bergantian kepadanya.Sementara Mira dan Sera masih tetap berada di pondok. Kedua gadis itu merasa ketakutan melihat ayam yang sedang disembelih. Selanjutnya, Ronald dan Hezki terlihat menguliti bulu-bulu ayam tadi. Lagi-lagi sesuai instruksi dari Lia. Setelahnya kedua pria itu membersihkan dua ekor ayam tadi di dalam aliran sungai. Lia, Mira, Sera, Ronald, dan Hezki kembali dari hutan dengan penuh kegembiraan. Mereka membawa berbagai barang bawaan yang melimpah, menunjukkan keberhasilan mereka dalam menjelajahi hutan Pulau Asu.
“Edu, puisimu sangat indah. Sungguh aku sangat menyukainya,” ucap Lia dari kesungguhan hatinya.“Benarkah Lia?” tanya Edu tak percaya.“Iya, Edu ….”“Jadi … jawaban kamu, bagaimana Lia?” tanya sang pria masih dengan hati yang berdebar-debar.“Sebenarnya aku juga mulai mengagumimu sejak kebersamaan kita dimulai dari atas kapal, sampai kita terdampar di pulau ini. Menurutku kamu adalah seorang pria tangguh dan berani serta berjiwa tanggung jawab besar. Siapa sih perempuan yang tidak terpesona dengan semua kharismamu itu, termasuk aku ….” “Jadi … Lia?” ulang Edu.“A … aku juga mencintaimu, Edu.” ucap Lia sambil tersenyum malu-malu menatap pria yang tepat berada di depannya.“Lia …. Ternyata kamu menyimpan perasaan yang sama denganku?” tanya Edu masih tak percaya.Gadis itu menganggukkan kepalanya pertanda jika apa yang dirinya katakan barusan, adalah benar adanya.Secara spontan Edu memeluk Lia erat-erat.
“Lia, bagaimana jika kita kembali kepada teman-teman?” tutur Edu kepada kekasih hatinya.“Boleh, Du. Siapa tahu mereka butuh bantuanmu untuk memasak ayam bakar,” sahut Lia.“Baiklah kalau begitu, ayo kita ke sana!” seru Edu sambil meraih tangan Lia dan menggenggamnya dengan erat.Edu dan Lia berjalan berdampingan menuju ke tepian pantai yang terletak di sisi lain pulau, setelah mereka berdua menikmati kolak buatan Edu. Matahari yang telah terbenam, memberikan sentuhan keemasan pada langit senja yang indah yang telah berubah menjadi langit malam bertaburan bintang-bintang. Angin pantai yang sejuk menyapu lembut rambut keduanya saat mereka melangkah menuju ke arah teman-temannya. Saat Edu dan Lia mendekati tepian pantai, keduanyz dapat melihat empat teman mereka, Mira, Sera, Ronald, dan Hezki, sedang duduk di sekitar api unggun. Mereka sedang memanggang daging ayam hutan yang telah masuk perangkap dan ditangkap oleh Hezki dan Ronald sore tadi.