Rin mengukir batang pohon yang ia lewati menggunakan salah satu anak panah yang dibawa olehnya, gadis itu sedang membuat goresan dengan bentuk yang indah, tetapi mengandung makna yang sangat ia senangi.
Gadis itu tampak begitu serius dengan pekerjaannya yang menjadikan batang pohon menjadi tempat menuangkan kreativitas. Sang gadis Akibara terlihat seperti seorang seniman dengan alat pahatnya di tangan, tetapi sepertinya gadis itu tidak mengetahui benar apa yang sedang ia lakukan saat ini.
Mungkin baginya, mengukir pohon hanyalah suatu bentuk pengungkapan diri.
Semuanya tergambar jelas dari sang gadis yang begitu teliti saat mengukir namanya di permukaan batang pohon yang tidak terlalu kasar, dan agak berlumut itu. Senyum bahagianya langsung merekah begitu lebar saat namanya telah selesai terukir di sana.
Mengukir karakter kanji-nya sendiri di sebuah kayu dan berbekal anak panah memang cukup sulit, tetapi ternyata setelah selesai, hasilnya lebih bagus daripada ekspektasinya.
"Wah, hasilnya ternyata bagus juga!" komentar gadis berwajah oval itu seraya menatap hasil ukiran karya tangannya sendiri. Akibara Rin, nama yang terukir di sana membuat gadis berbulu mata lentik itu terkikik geli.
Mengisi kegiatannya dengan melakukan hal sederhana, tetapi membuatnya senang.
"Terima kasih banyak, Pohon Besar, karena sudah berbaik hati mau meminjamkan bagian tubuhmu yang sangat kokoh dan bagus ini kepadaku," ucap Rin seraya mendongakkan kepalanya ke atas, menatap dahan pohon yang memiliki daun yang lebat. Gadis yang memiliki senyum manis itu lalu mengusap pelan hasil ukirannya sendiri.
"Maaf telah menyakitimu, tetapi aku senang melihat batangmu yang indah."
Rin kemudian kembali meneruskan perjalanannya yang sempat tertunda selama beberapa saat, karena ia sibuk mengukir namanya di sebuah pohon besar yang menarik perhatiannya sedari tadi.
Gadis itu lalu bersenandung pelan, seraya mengedarkan pandangannya ke sekitar, berharap menemukan sesuatu yang menarik atau pohon berbuah yang bisa ia makan untuk mengisi perutnya yang lapar.
Suasana alam di pagi hari begitu menyenangkan, suara kicauan burung-burung liar bersahut-sahutan dari atas dahan pohon yang Rin lewati.
Semilir angin yang tidak terlalu kencang, tetapi terasa sangat sejuk menerpa pelan anak-anak rambut Rin. Menyebabkan beberapa helai rambut sang anak manusia berjenis kelamin perempuan itu beterbangan dengan lembut.
Rin melangkahkan kakinya dengan lambat, berusaha menikmati keindahan yang disajikan oleh alam sekitar kepadanya. Betapa bersyukurnya ia masih diberikan kesempatan untuk bisa menghirup udara segar di pagi hari. Rin sangat bersyukur masih diberi kehidupan.
Meski, ia tak mengerti mengapa setelah dibuang ke dunia asing itu, mendadak semuanya terasa baik-baik saja, tetapi Rin tetap bersyukur atas apa yang didapat olehnya.
Gadis itu lalu menelusuri pepohonan di hutan lebat itu seraya mencari satu atau dua buah pohon yang mungkin saja sedang berbuah, agar gadis itu bisa mengisi perutnya di hari ini. Walau hanya sedikit, setidaknya ia dapat mengganjal perutnya yang sudah beberapa hari ini tidak makan dengan teratur.
Jujur saja, ia lapar, tetapi gadis itu masih memiliki cukup tenaga untuk bertahan diri selama seharian ini hingga ia menemukan makanan.
Anak panah yang tadi Rin gunakan untuk mengukir batang pohon, ia pegangi dengan erat. Walaupun terlihat tenang dan biasa saja ketika menelusuri hutan yang cukup lebat, tetapi sebenarnya Rin saat ini sedang memasang sikap siaga.
Ia waspada, takut jika di saat dirinya sedang santai dan lengah seperti sekarang, akan ada hewan buas atau siluman pemangsa yang akan menyerang dirinya secara tiba-tiba.
Rin tidak mau hal itu terjadi kepadanya. Sudah cukup berbagai kejadian aneh dan mengancam jiwa yang gadis itu alami sejak satu minggu yang lalu. Rin hanya ingin menikmati kesempatan kedua yang dewa berikan kepadanya.
Memang sulit menerima kenyataan bahwa ia terjebak di sana selama waktu yang tidak diketahui kapankah berakhirnya. Akan tetapi, Rin sudah bisa menguasai diri selama beberapa hari terakhir ini dengan kekuatannya sendiri.
Mengapa gadis itu bisa tahu seberapa lama waktu telah berlalu di sekitarnya? Padahal jelas-jelas, ia tak membawa petunjuk waktu satu pun di tangannya? Seperti jam, ataupun kompas.
Mudah saja, gadis itu tinggal menghitung malam yang ia lewati selama berada di dunia asing tersebut. Berdasarkan pengalaman sang gadis Akibara, ia sudah berada di hutan tersebut selama tiga hari. Itu tidak termasuk hari di mana ia yang pingsan tak sadarkan diri setelah terjatuh dari jurang.
Mengingat kejadian waktu itu, Rin mendadak merasakan nyeri kembali menghujami seluruh permukaan tubuhnya. Sama sekali tak ada rasa takut ketika meloncat dari jurang, hanya ada ketakutan dimakan oleh makhluk-makhluk mengerikan yang terus saja mengejar dirinya.
Gadis bersurai hitam lebat itu benar-benar berusaha memulihkan kondisinya setelah siuman dengan berbagai cara yang bisa ia upayakan. Ia harus bisa bertahan hidup di sana apa pun yang terjadi.
Sebab di dunia asing itu, Rin hanya sendiri. Tak ada seorang pun bersamanya, apalagi bertemu seseorang yang ia kenal.
Gadis malang itu telah dibuang oleh keluarganya sendiri, karena mereka semua takut dengan kutukan iblis yang telah mengutuk keluarga mereka—Akibara. Terpaksa mereka mendewakan sang iblis, bahkan mengorbankan orang-orang terkasih.
Hanya demi menuruti keinginan iblis yang mengerikan, mereka membuang anak mereka sendiri. Mereka semua takut dengan risiko yang ada di balik kutukan, apabila mereka nekat membangkang dari sang iblis.
Menyedihkan memang, tetapi harus bagaimana lagi?
Rin sejak awal memang tidak tahu tentang kutukan tersebut. Seandainya ia tahu sekalipun ... apakah ia benar-benar bisa menghindar darinya?
Rin pikir ... semua itu akan sulit. Apakah dia akan menerima begitu saja takdirnya ataukah menolaknya?
"Ah! Ada kelinci!" seru sang gadis bermata bulat. Gadis berparas jelita dengan senyum manis tampak kegirangan begitu melihat seekor kelinci berwarna cokelat, lewat di depannya dan langsung masuk ke dalam semak-semak. "Sampai jumpa lagi, kelinci kecil!"
Padahal gadis itu bisa saja mengeluarkan anak panah dan mengarahkannya ke kelinci cokelat yang lewat di depannya tadi, hanya untuk dijadikan makan siangnya hari ini. Akan tetapi, oleh sebab sang gadis Akibara memiliki hati yang begitu lembut, ia jadi tak bisa melakukannya terhadap kelinci kecil bermata cokelat itu.
Rin tidak mungkin menyakiti hewan mungil dan lucu seperti mereka. Gadis itu merasa tak tega melakukannya.
Mungkin itulah alasan mengapa ... Rin tidak bisa menghindar dari permintaan keluarganya sendiri untuk menjadi tumbal dalam persembahan mereka kepada iblis yang mereka semua dewakan, sekalipun ia sudah mengetahui kebenarannya.
Semua karena gadis itu yang memiliki sifat yang terlalu baik kepada seseorang, baik yang dikenal ataupun tidak. Tidak mudah bagi gadis Akibara menolak permintaan dari orang lain. Ia selalu menerimanya jika ia merasa mampu melakukannya.
Itulah sebabnya, sang gadis harus ... menerima semua takdirnya, sejak awal, tanpa banyak mengeluh, apalagi melayangkan protes.
Butuh waktu yang tidak sebentar untuk sekadar memulihkan kondisi fisiknya yang terluka cukup parah setelah jatuh dari atas tebing. Beruntung, saat itu Rin sempat berguling-guling di dinding jurang, sehingga ketika tiba di dasar ia tidak langsung mati karenanya.
Akan tetapi, tetap saja rasanya sangat menyakitkan.
"Wah! Ada pohon rasberi!" Rin terpekik ketika menemukan sesuatu, wajahnya tampak bahagia. Gadis itu lalu berlari menghampiri pohon jenis buah ceri dengan buah berwarna merah. Senyumnya mengembang ceria. "Senangnya ... akhirnya aku bisa makan banyak hari ini."
"Terima kasih banyak, Kami-sama!" puji sang gadis mengucap syukur.
Di tengah kegiatan sang gadis Akibara yang sedang memetik dan mengunyah buah beri, tiba-tiba sesuatu yang basah dan lengket jatuh di atas kepalanya. Gadis itu buru-buru menyentuhkan tangannya di sana dan seketika ekspresinya berubah.
"Uh ... apa ini?" gumamnya seraya mengernyit jijik. Cairan itu tidak berwarna alias bening, dan tidak berbau, tetapi tetap saja mengerikan. Rin lantas melangkah mundur, mencoba mencerna apa yang terjadi sekarang. Kemudian mendongakkan kepalanya ke atas.
Matanya sontak terbelalak lebar saat menemukan seekor laba-laba raksasa tengah menatapnya dengan bola matanya yang besar. Gigi-gigi taringnya mencuat keluar dengan tak wajar. Enam bola mata berwarna merah menyala memantulkan refleksi gadis Akibara di retina matanya, membuat Rin bergidik ngeri.
Rin dengan konyolnya malah menunjuk ke atas. Seharusnya ia sama sekali tidak boleh melakukan hal yang dapat menarik perhatian sang laba-laba raksasa. "Si-siluman!" Sang gadis berteriak dengan kencang.
Telunjuk sang gadis Akibara gemetaran ketika terarah tepat di hadapan mulut sang laba-laba raksasa. Cairan yang terjatuh di atas kepalanya tadi, rupanya adalah saliva dari laba-laba besar tersebut. Kontan saja hal itu membuat Rin bergidik ketakutan.
Bodohnya ia baru menyadari hal itu.
Belum sempat Rin menarik busur dan anak panahnya keluar, siluman laba-laba berukuran besar itu sudah meloncat ke arahnya secara tiba-tiba. Rin dilanda kepanikan yang hebat. Akan tetapi, gadis itu dengan sigap langsung menghindar dengan cara berlari menjauh darinya, sembari menatap sang siluman laba-laba dengan perasaan takut.
Rin berhenti berlari, dan berbalik ketika didapatinya sang laba-laba sudah berada di hadapannya. Ia mundur beberapa langkah, hingga kemudian terjatuh ke belakang karena kecerobohannya sendiri.
Siluman laba-laba di depan gadis miko itu mulai membuka mulutnya, hendak memakan sang gadis Akibara jika sebuah pukulan telak tidak menghempaskan tubuh besar dari siluman besar tersebut. Rin terbelalak.
Di depan gadis itu kini berdiri seorang pemuda dengan yukata putih yang serupa dengan pakaian yang sekarang tengah dikenakan olehnya. Si-siapa dia? batin Rin bertanya.
Pemuda dengan gaya rambut sedikit berantakan, poninya panjang tak beraturan dan berwarna cokelat muda, tetapi wajahnya cukup manis. Pemuda tersebut berpesan kepada Rin untuk tidak pergi ke mana pun sementara ia mulai melancarkan serangan balasan berupa pukulan dan tendangan kuat yang mengenai tubuh sang siluman laba-laba besar.
Rin hanya bisa membisu di tempatnya berada, matanya tak bisa dialihkan sama sekali dari sang pemuda.
"Aku adalah lawanmu, Monster!" Sang pemuda berucap dengan serius, tetapi seringai lebar tampak di wajah tampannya.
Tak lama kemudian, setelah pertarungan di antara keduanya, siluman laba-laba hitam tersebut telah berubah menjadi asap putih yang membubung tinggi, lalu lenyap sama sekali, tak meninggalkan bekas dari pandangan mereka. Rin berdecak kagum dalam diamnya.
"Hei, kau baik-baik saja?" tanya sang pemuda dengan nada khawatir. Pemuda itu kini telah berlutut di depan Rin seraya memberikan sebuah senyuman lebar dan membuat Rin merasa aman atas kehadirannya. Pemuda baik hati yang tiba-tiba saja muncul entah dari mana dan menyelamatkan sang gadis dari siluman jahat.
Bagaikan cerita di dunia dongeng yang selalu Rin baca saat kecil. Lebih tepatnya, cerita dongeng yang selalu sang ayah bacakan kepadanya.
Sang gadis Akibara lantas menerima uluran tangan dari sang pemuda tanpa nama yang lalu membantunya berdiri tegak. Agak terhuyung awalnya, tetapi akhirnya sang gadis bisa berdiri dengan kedua kakinya sendiri.
"Terima kasih banyak," ucap Rin sambil tersenyum manis. Ia lalu berkata dengan nada malu-malu, "Kau sudah menyelamatkan nyawaku, dan aku sangat menghargainya.
"Sama-sama." Pemuda yang belum diketahui namanya itu balas tersenyum kepada Rin.
"Kau baru pertama kali ke tempat ini? Mau ke kedai?" tanyanya menawarkan. Rin yang terkejut mengetahui ada tempat seperti itu di sana, pun segera mengangguk cepat. Mereka berdua pun pergi menuju tempat yang dimaksud oleh sang pemuda.
Rin benar-benar terpana dengan apa yang kini ia lihat. Pemuda itu tidak bohong, ini sungguh sebuah kedai. Ketika akhirnya mereka berdua masuk ke dalam sana, Rin ingin segera angkat kaki secepatnya ketika menemukan berbagai macam makhluk duduk di kursi kedai. Bukan hanya yang berperawakan manusia saja, tetapi juga hewan dan siluman yang memiliki anatomi tidak jelas.
"Tenang saja." Sang pemuda berucap menenangkan. "Mereka tidak jahat, jadi jangan takut," bisik pemuda itu lagi seraya kembali menunjukkan senyum manisnya.
Rin masih tidak percaya. Gadis itu nyaris menganggap bahwa dirinya sudah gila jika saja sang pemuda tidak spontan berubah sikap, dan secara berapi-api menampar wajah sang gadis Akibara agar Rin menyadari bahwa ia tidak gila. Sikap pemuda itu menyebalkan sekali, pikir sang gadis seraya mengelus-ngelus pipinya yang memerah.
Beruntung rasanya tidak terlalu sakit, tetapi Rin harus mengakui bahwa dia sangat terkejut atas perbuatan sang pemuda berlesung pipi.
Dari perkenalan singkat tadi, Rin jadi mengetahui nama sang pemuda, yakni Izazura Shin dan semasa hidup ia tinggal di Tokyo.
Pemuda dengan sikap yang berubah-ubah itu menjelaskan panjang lebar di mana mereka berada kini. Dunia Bawah. Dunia tempat berkumpulnya orang yang telah mati, siluman, dan manusia-manusia baik yang hidup berdampingan.
Mendengar penuturan Zura, bahwa ia kini berada di Dunia Bawah tidak lantas membuat Rin merasa heran atau keliru. Ia memang telah ditakdirkan untuk pergi ke tempat itu, dibuang oleh keluarganya sendiri agar dapat menghapus kutukan yang menimpa mereka sejak dulu kala.
Selama beberapa saat, terjadi hening di antara mereka berdua. Zura sibuk menatap makhluk-makhluk bertubuh kekar yang tengah bercengkerama tak jauh dari tempat duduk mereka, sedangkan Rin sibuk memandangi sang pemuda, tanpa berkedip sama sekali.Rin memangku wajahnya dengan kedua tangan yang bertumpu di atas meja, masih sembari menatap wajah manis pemuda yang ada di hadapannya.Gadis itu bertanya-tanya dalam hati. Terjebak di dunia apakah ia kini? Zura memang mengatakan bahwa sang gadis Akibara tengah berada di Dunia Bawah, dunia tempat berkumpulnya makhluk-makhluk yang hidup berdampingan satu sama lain. Seperti manusia, siluman, iblis dan lain-lain.Akan tetapi, tetap saja gadis itu merasa kebingungan walau sudah diberitahu seperti itu. Sebab, ini adalah pertama kalinya bagi sang gadis Akibara berteleportasi—lebih tepatnya diasingkan—ke dunia asing yang sama sekali bukan tempatnya berasal.Ada banyak yang patut dipertanyakan selama berada di sana. Ditambah lagi, hal-hal ganjil yang sul
Sesosok rubah siluman berekor sembilan tiba-tiba saja melintas di depan Rin dan Zura yang sedang melakukan pencarian buah Sensa. Beruntung, Zura terlebih dahulu menarik sang gadis Akibara untuk bersembunyi di antara semak-semak sehingga siluman berbulu warna putih tersebut tidak menyadari keberadaan mereka."Kita harus ekstra berhati-hati di sini, Rin. Rubah yang kita lihat tadi itu adalah jenis siluman jahat yang sangat kuat. Jenis roh seperti itu harus kita hindari sebisa mungkin. Demi keselamatan kita bersama. Paham?" Zura menerangkan kepada teman seperjalanannya, Rin.Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya saat mendengarkan penjelasan singkat dan padat dari pemuda bermanik mata cokelat. Tak ingin banyak bicara dan cukup mengikuti Zura saja. Maka, dia akan aman, pikir Rin di dalam kepalanya.Keduanya lalu meneruskan perjalanan, hingga lagi-lagi bertemu dengan makhluk-makhluk pencari masalah. Rin dan Zura saling pandang. Saatnya beraksi!Usai mengalahkan beberapa roh dan siluman jah
"Ah!" Angin berembus dengan sangat kuat, disusul cahaya putih meta yang langsung membuat Rin menghalangi cahaya yang masuk ke retina matanya menggunakan lengan baju sebelah kanan.Helaian rambut hitam Rin beterbangan, berkibar dengan sangat kencang ke belakang. Dapat gadis itu rasakan partikel-partikel debu dan kerikil-kerikil kecil mengenai wajahnga dan ada pula yang sebagian menempel di bajunya, tetapi sama sekali tak gadis itu hiraukan.Angin yang menyerupai angin puyuh, tetapi tidak sekuat badai itu tak hanya menerbangkan bebatuan kecil di sekitar Rin saja.Puluhan lembar dedaunan kering maupun segar dari pohon di dekat sang gadis Akibara turut menjadi korban keganasan yang muncul dari Zura yang mengeluarkan setitik kecil kekuatannya.Pemuda itu tersenyum. Sepertinya sudah selesai proses perpindahannya, dan ia akan segera pergi. "Sampai jumpa lagi, Rin!" Zura berkata dengan riang, tetapi hatinya berkata lain.Ia sama sekali tidak ingin pergi dari sisi Rin. Zura ingin terus bersama
Rin tidak tahu seberapa lama waktu telah berlalu di sekitarnya, ia juga tak menghitung hari yang sudah ia lewati. Gadis itu hanya tahu bahwa ia terus berlatih untuk menjadi seseorang yang hebat. Berkat pelatihan intens yang diberikan oleh seorang lelaki tua yang kini menjadi gurunya yang bernama Isamu, membuat gadis Akibara itu bertambah kuat di setiap harinya.Rin berencana mematahkan kutukan yang telah membuat keluarganya menderita dan bertekad untuk menjadi sangat kuat ketika sudah kembali pulang ke rumahnya sana.Gadis itu sungguh sangat merindukan keluarganya. Rin rindu dengan ayah, ibu dan sang nenek. Meski, sebenarnya ia tahu jika keluarganya mengorbankan dirinya karena rasa takut berlebihan terhadap sang iblis, tetapi Rin dapat memaklumi itu semua. Keluarganya sebenarnya tak ingin kehilangan dirinya, dan itulah yang ingin gadis itu percayai sampai saat ini.Rin tahu jika kepercayaannya itu akan membuatnya sakit apabila sudah mengetahui kebenarannya, tetapi untuk sekarang, biarl
Rin lalu duduk dengan tenang mendengarkan kisah yang akan disampaikan oleh teman barunya—Tatarimokke. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk menjalin pertemanan dengan siluman anak kecil yang tampak begitu kesepian.Lagipula menurutnya, Mokke bukanlah makhluk yang dapat mengancam jiwanya, jadi bagi Rin tak masalah jika berteman akrab atau menceritakan sedikit kisah hidupnya kepada sang roh siluman pengantar jiwa.Meski sekarang, Tatarimokke lah yang akan menceritakan kisah nenek moyang Rin yang tak gadis itu ketahui dengan baik sejak dulu."Tahukah kau?" Mokke memulai ceritanya. Suasana di antara mereka seketika hening, Rin fokus mendengarka sementara Tatarimokke mengingat-ingat apa yang ia ketahui tentang kehidupan keluarga Akibara."Dahulu, sekitar 500 tahun yang telah lewat, seorang gadis bermarga Akibara mendapat kutukan dari penguasa Dunia Kematian—Yamasuke," ucap Mokke yang memiliki poni yang tebal. "Gadis itu bernama Akibara Kimiko, dan dialah nenek moyang keluargamu, Rin."Gadis y
Rin telah memutuskan untuk tinggal di desa yang diberitahukan oleh Tatarimokke selama beberapa hari ke depan, sebab ia tidak bisa kembali dan mendatangi sang guru—Isamu ke tempat asalnya.Padahal sang guru sudah memberikan Rin tempat tinggal, melatih dan memberi Rin makan layaknya anak kandungnya sendiri, tetapi Rin malah kabur ke tempat lain dan membuat pria tua itu sendirian di pondok kecilnya.Maafkan aku, Isamu-sama, batin Rin lirih.Lagipula menurutnya, desa yang ia tempati itu begitu nyaman dengan suasananya yang menenangkan. Orang-orang yang tinggal di sana selalu bersikap ramah terhadapnya dan hal itu membuat Rin senang tinggal di desa kecil itu. Ia merasa seperti ... benar-benar dibutuhkan oleh orang-orang desa.Jadi, tak ada salahnya Rin tinggal di sana sampai ia punya cara untuk kembali menemui Isamu. Entah kapan, tetapi Rin akan tetap menunggu saja.Hari itu adalah pagi yang cukup terik. Tidak terlalu panas, tetapi langit pun tak menunjukkan akan hujan. Angkasa tetap cerah
"Kaede! Tenangkan dirimu!" Asano berteriak kepada putri keduanya. Tanpa mengetahui bahwa seorang gadis muda tengah menatap ke arahnya dengan tatapan bingung.Rin tampak bertanya-tanya. Apa yang terjadi di sini?"Tidak, Ibu! Aku tidak mau berhenti!""Cukup, Kaede!"Kali ini, neneknya lah yang angkat bicara, wanita tua itu membentak anak perempuannya yang mana merupakan ibunya Rin. Rin tidak tahu apa yang membuat sang nenek yang biasanya selalu tenang dalam kondisi apa pun, menjadi sedikit emosional pada hari itu. Neneknya yang ia ketahui tak pernah meninggikan suaranya, mendadak berteriak dengan ekspresi geram.Itu adalah kali pertama di mana Rin melihat kemurkaan di wajah sang nenek.Gadis itu lalu lalu memutar kepalanya sedikit, dan mendapati sang ayah sedang memijat pelipisnya dengan gelisah. Seolah sedang panik memik
"Aku rindu Zura," bisik gadis Akibara suatu hari. "Sedang apa ya dia sekarang?"Sang gadis lantas merebahkan dirinya di atas rerumputan hijau. Mengabaikan rambut panjangnya yang terkena noda cokelat dari tanah basah. Aroma setelah hujan mengguyur bumi adalah kesukaannya, Rin tak mungkin melewatkan kesempatan berharga seperti ini.Ditatapinya awan gelap yang berarak-arakan, tanda hujan akan kembali turun membasahi bumi. Zura dulu berkata, mendungnya cuaca tidak menandakan hujan akan langsung turun di daerah itu. Rin kemudian memiringkan tubuhnya, tangannya ia dekap di dada.Sudah berapa hari yang telah ia lewati? Apakah sudah 100 hari? Akankah nasibnya kelak berakhir buruk sama seperti sebelumnya? Rin tak ingin menebak-nebak.Sang gadis menghela napas berat. Ironis. Rin kini merindukan rumah dan keluarga yang telah mencampakkannya."Anakku, sed
Bertemu karena takdir dan berpisah pula karena takdir yang pilu.Tak ada seorang pun yang tahu jika cinta yang datang ke hati akan memberikan kebahagiaan ataukah luka. Pun dengan apa yang dirasakan oleh seorang gadis bernama Akibara Rin, gadis manusia yang dikutuk oleh iblis jahat dan harus menjalani kehidupannya di dunia lain, demi mencari kekuatan untuk mengalahkan sang iblis yang telah mengutuk keluarganya sejak beberapa generasi selama 500 tahun lamanya.Rin yang mencari kekuatan pun dipertemukan dengan Kyeo, iblis kelelawar yang disegel kekuatannya di dalam kuil keluarga Akibara. Rin membebaskan Kyeo dengan syarat sang iblis akan membantunya mengalahkan Yamasuke, iblis pengutuk sekaligus pimpinan di kerajaan iblis. Kyeo yang merupakan seorang pangeran iblis yang telah lama disegel pun menerima tawaran tersebut dan mereka berdua pun membubuhkan tanda tangan mereka di atas kertas magis menggunakan darah mereka sendiri.Mereka meninggalkan sedikit kekuatan mer
Kesulitan manusia adalah menentukan sendiri akhir dari cerita kehidupannya.🍃🍃🍃Suasana kerajaan iblis tampak lengang semenjak matinya Yamasuke, pemimpin para pangeran iblis Dunia Kematian yang zalim.Penghuni di kerajaan iblis itu sekarang hanya Akashita-iblis berlidah merah, Bake Neko-iblis kucing berwajah datar, dan Nekomata-iblis peniru dan pengendali yang sedang pergi berkelana ke dunia lain. Akashita mendengkus berulang kali, tak henti-hentinya merasa kesal. Semenjak matinya Yamasuke dan Kyeo, tak ada kegiatan yang bisa ia lakukan di Dunia Kematian.Biasanya ia akan bermain-main dengan para roh wanita. Namun, kerajaan yang semula ramai oleh para roh Akibara itu kini senyap.Iblis bermata besar, menjilat bibirnya girang ketika melihat kedatangan salah satu pangeran Dunia Kematian lainnya. Ia buru-buru menghampiri, "Bake Neko! Ke mana saja kau ini?!"Siluman kucing berwarna putih memasang wajah datar. Namun, sesaat kemudian ia menyeri
"Aku tak menyangka akan menikah denganmu, Kyeo." Rin memilin rambut sehalus sutra miliknya. Ia kembali menerawang ke ingatannya selama kurang dari 100 hari ini.Kyeo mendengkus mendengar penuturan wanita dalam dekapannya, seperti ada kesan wanita itu tidak senang dinikahi olehnya. "Kenapa? Kau akhirnya menyesal juga? Cih, pergi sana!" sungut Kyeo mencebik.Rin tertawa terbahak-bahak, lucu melihat suaminya terpancing. Padahal ia mengatakan itu justru karena bersyukur bisa hidup bersama dengan orang yang ia cintai."Kau ini memang kelinci ya, Kyeo." Rin mengecup singkat pipi suaminya.Sepasang suami-istri itu tampak berbahagia setelah pernikahan mereka yang baru seumur jagung. Semua beban terlupakan begitu saja, termasuk perjanjian darah yang pernah mereka lakukan sebelumnya.Mereka melupakan inti dari perjanjian darah tersebut, meski melupakannya sekalipun, perjanjian akan tetap berjalan, berikut dengan konsekuensi di dalamnya.Syarat perjanj
Rin berada dalam situasi di mana ia harus menyembuhkan Kyeo yang tak sadarkan diri. Tetapi, tidak seperti sebelumnya, kali ini ia mampu menyembuhkan Kyeo dan mengobati luka pemuda itu hingga benar-benar pulih.Semua berkat bantuan Kimiko—roh orang yang tidak disangka akan membantunya. Nenek moyang Akibara yang dengan baik hati menolong mereka di saat keadaan sudah sangat genting.Rin tidak bisa membayangkan jika saat itu roh Kimiko tidak muncul untuk membantu mereka, entah akan seperti apa nasib mereka nantinya.***"Kyeo!" Rin langsung memeluk Kyeo erat begitu iblis itu bangun. Yuuto hanya tersenyum menyaksikan kedekatan keduanya."Yamasuke berhasil dikalahkan, Kyeo."Laki-laki itu terperanjat, sepasang mata dengan iris kuningnya membola, semudah itukah Yamasuke tiada?"Benarkah?"Rin mengangguk mantap sebagai jawaban. "Aku ditolong oleh roh generasi Akibara sebelumnya, bahkan Kimiko-sama langsung turun menangani sang ib
"Jigoku no honō!"Gadis itu menyemburkan jurus api andalannya ke arah sang iblis monyet yang dengan mudahnya menerima dan memadamkan api tersebut dengan tangan, hingga Rin tercengang."Ha! Jadi, kau berusaha melalapku dengan api yang telah menciptakan tubuh bajaku? Menggelikan!" Yamasuke tertawa mengejek, membuat Kyeo dan Rin sama-sama menggeram dengan hati yang dongkol.Kyeo merasa bersalah. Kekuatan gadis itu telah kembali seperti sedia kala saat dia belum memberikan kekuatannya. Tidak ada lagi kekuatan iblis di tubuh sang gadis, api hitam yang melegenda itu pun sudah tiada. Kyeo mendecih.Rin terlihat waspada, cemas jika Yamasuke tiba-tiba saja menyerangnya di saat ia tengah memikirkan strategi.Perasaan gamang mulai menyelimutinya. Padahal, ketika melihat sosok sang iblis monyet tadi, gadis itu tidak merasa takut sama sekali. Tetapi, setelah melihat serangannya dipatahkan begitu saja, membuat Rin kalut.Jika iblis itu tidak bisa diserang
Rin memandangi Kyeo dengan mata sembap. Sepanjang cerita, gadis itu menangis tak kenal henti, membuat siapa pun yang melihat akan lebih iba dengannya. Kyeo yang telah menyelesaikan kisahnya hanya tersenyum simpul melihat Rin menangis sesenggukan.Dia melewatkan bagian perjanjian dari ceritanya yang cukup singkat. Dia tak ingin Rin mengetahui perihal perjanjian yang akan membunuhnya cepat atau lambat.Kyeo juga tidak ingin mendengar komentar apa pun dari sang gadis tentang ajal yang akan menjemputnya. Apakah gadis itu akan menangisi kepergiannya seperti ketika dia menangis mendengar kisah hidup seorang Kyeosuke?Iblis itu ragu."Kakak yang jahat." Kyeo menatap kedua mata Rin yang basah. Kata-kata yang terlontar dari bibir mungilnya membuat Kyeo mengiyakan dalam hati."Dia sering menuduh, dan membuat semua buktinya mengarah padaku. Daichi itu sangat licik. Untungnya, hari itu aku mendapatinya sedang bermesraan dengan seorang gadis," Kyeo berucap deng
"Seharusnya tidak usah dikembalikan, kau jadi lemah tanpa kekuatan itu."Rin memutar bola mata gemas, Kyeo sudah membahas hal ini beberapa kali. "Aku tidak masalah kehilangan kekuatan, asal tidak kehilangan seseorang yang berarti," Rin menjawab jujur.Kyeo menepuk kepala Rin pelan, "Baiklah, kau cukup pintar sekarang."Keduanya memutuskan untuk pulang ke desa. Namun, lagi-lagi Kyeo terlihat sedang memikirkan sesuatu sehingga mengabaikan gadis yang sedang bersamanya. Rin menghela napas gusar."Rin," panggil Kyeo tiba-tiba. Rin mendongak, mendapati wajah sedih laki-laki itu, "Ada apa?""Kau tahu, Rin? Kau adalah satu-satunya manusia yang mencoba untuk melindungiku. Sementara manusia lain selalu berdiri di belakangku." Ada nada getir yang terucap dari bibirnya. Namun, tetap diucapkannya pada Rin."Bahkan, dulu ketika aku masih menjadi manusia sekalipun, sama sekali tak ada yang pernah menolongku."Rin terperanjat, mundur seketika. "Manus
Butuh beberapa orang untuk membuatmu menderita, tetapi kamu cukup membutuhkan satu orang agar membuatmu bahagia.🥀🥀🥀Rin mendekap Kyeo erat, air matanya mengalir dengan deras. Ia menangis sesenggukan saat merasakan tubuh dalam pelukannya dingin bak es. Isak tangisnya pecah. "Bangun, Kyeo. Kumohon, buka matamu," pintanya lirih.Gadis itu tidak bisa menunggu lebih lama lagi hingga mata terpejam itu terbuka lebar. Akan sangat menyakitkan baginya jika terlambat membawa Kyeo. Rin mengusap wajahnya kasar. Dia harus mencari pertolongan!Dalam hal ini, pikirannya hanya tertuju pada penyihir tua yang ada di dasar gunung Yaburi. Gurunya yang telah mengajari Rin sihir dan membagikan kekuatan gelapnya. Enzu!Guru penyihirnya itu pasti bisa membantunya menyelesaikan masalah ini. Rin tidak tega melihat raut wajah kesakitan pria dalam pelukannya, ia tak ingin kehilangan Kyeo yang teramat berharga baginya.Rin memejamkan matanya yang sembap, berkonsentra
Pagi ternyata datang lebih cepat. Rin telah mengganti pakaiannya dengan yukata merah tua dan hakama biru, gadis itu tampak berseri-seri sebelum keberangkatan mereka.Terbukti dari tak henti-hentinya dia bersenandung tatkala sedang merapikan perlengkapan sebelum pulang ke desa Anohagaku. Desa yang diberitahukan oleh roh pengantar jiwa bernama Tatarimokke.Berbicara tentang makhluk berwujud anak kecil berambut mangkuk, sudah lama sekali sejak terakhir kali Rin bertemu dengannya. Terakhir dia bersama Mokke adalah sebelum dia membebaskan sang iblis kelelawar.Sejak saat itu, keberadaan Mokke menjadi lenyap. Tak ada yang tahu di mana makhluk itu berada.Padahal Rin sudah mencarinya di ladang bunga tempat mereka pertama kali bertemu. Gadis itu juga telah bertanya pada seluruh penduduk desa. Tetapi, mereka hanya mengatakan bahwa Tatarimokke sedang pergi ke dunia kematian.Tak ada seorang pun yang tahu apa yang roh siluman itu lakukan di sana. Namun, jika