Share

Bab.4

Author: Sity Mariah
last update Last Updated: 2022-09-11 22:49:05

TETANGGA BARU (4)

*********

Tiba di meja makan. Aku menyiapkan piring makan dengan segera. Bukan untukku tapi tentu saja untuk Mba Yolan. Kucentong nasi beserta sop buntut yang masih hangat dari dalam pancinya.

"Mba, sini Arsen biar aku tidurkan di dalam kamar tamu. Mba Yolan sarapan dulu aja, ini udah aku siapin!"

"Aduh, Mba. Gak papa, Arsen biar aku gendong aja kayak gini. Dia masih tidur, kok."

Aku menggeleng pelan. "Gak boleh gitu, Mba. Ntar kebiasaan kalo apa-apa digendong. Udah, biar aku tidurin di kamar tamu. Nah Mba makan dulu!" Aku setengah memaksa. Mengulurkan tangan untuk segera menerima bayi mungil di gendongan Mba Yolan.

Sang Ibu nampak ragu. Namun tak ayal, tetap memberikan bayinya ke tanganku. Akhirnya, Arsen berada dalam gendonganku saat ini. Tubuh mungilnya menggeliat pelan. Namun netranya masih rapat terpejam.

"Mba makan dulu, itu udah aku siapkan. Mba jangan sungkan. Anggap aja rumah sendiri ya! Arsen biar aku bawa ke kamar tamu. Aku temenin dia di sana," tukasku.

"Mmm—Mba, aku jadi nggak enak," ucap Mba Yolan seperti salah tingkah.

Aku mendengkus pelan. Satu tanganku meraih pundaknya, lalu menuntunnya hingga terduduk. "Udah ah, cepetan dimakan, Mba. Arsen biar sama aku!" Tanpa menunggu jawaban atau penolakan lagi darinya. Aku bergegas melenggang meninggalkan meja makan. Menuju kamar tamu dengan Arsen di gendonganku.

Bayi mungil dalam gendonganku itu nampak masih terlelap. Sepanjang kakiku melangkah menuju kamar tamu. Tak hentinya aku menciumi pipi gembul Arsen. Serta menghidu dalam-dalam wangi kecut khas bayi yang menguar darinya. Kemungkinan, Mba Yolan belum sempat memandikan Arsen.

Tiba di dalam kamar tamu. Aku segera menidurkan Arsen dengan hati-hati di atas springbed queen size. Setelah berhasil memindahkan Arsen ke atas tempat tidur tanpa membuatnya bangun. Lantas aku pun ikut merebahkan tubuhku di sampingnya. Aku berbaring miring menghadapnya.

Pandanganku tak bisa lepas dari menatap Arsen. Ia begitu lucu dan menggemaskan meski dalam keadaan tertidur seperti sekarang.

Andai aku pun memiliki bayi mungil seperti Arsen. Hidupku pasti akan terasa sangat lengkap bersama Mas Adrian. Satu sisi hatiku merasa teriris. Karena sampai detik ini. Aku masih belum diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk segera memiliki keturunan.

Terdengar derap langkah menuju kamar tamu yang kutempati bersama Arsen. Aku mengangkat kepalaku, dan melihat Mba Yolan tengah berdiri di amabng pintu kamar yang kubiarkan terbuka.

Mba Yolan berjalan masuk dan berdiri di pinggiran kasur. Lekas aku bangkit dari posisiku berbaring.

"Mba, udah makannya?"

"Sudah, Mba. Makasih ya!"

"Sama-sama. Arsen masih tidur. Biar aku jagain aja. Mending Mba mandi dulu gih. Kan tadi katanya, Mba belum mandi sejak kemarin sore."

"A … anu … nggak usah Mba. Arsen biar aku bawa pulang aja sekarang. Biar Arsen tidur di rumah dan aku mandi," tolak Mba Yolan dengan tangan yang terulur hendak mengambil Arsen.

Buru-buru aku menariknya. "Jangan gitu, Mba. Arsen lagi tidur itu. Udah biarin aja di sini sama aku. Mba Yolan mandi aja sana. Atau kalau mau, Mba mandi di rumahku aja!"

"Ah Mba Jihan jangan makin bikin aku nggak enak dong, Mba. Aku ngerasa benar-benar repotin Mba Jihan kalo gini."

"Nggaklah, Mba. Gak ada Mba ngerepotin. Aku malah seneng bisa lama-lama sama Arsen. Udah sekarang Mba Yolan cepetan mandi. Mumpung Arsen masih tidur. Terus nanti Mba Yolan ikut aku, yuk?!"

"Ke mana, Mba?"

"Ke toko cabang. Ngecek ngecek aja. Ikut ya? Biar aku ada temen ngobrol. Kita berangkat jam satu siang nanti."

Mba Yolan nampak berpikir. Mempertimbangkan ajakanku ikut mengecek toko cabang. "Boleh, deh. Aku ikut." Sebelum akhirnya Mba Yolan setuju.

"Nah, gitu. Ya udah Mba sana siap-siap aja dulu. Arsen biar di sini sama aku."

Tanpa penolakan lagi. Mba Yolan pun meninggalkan ku berdua dengan Arsen yang masih tertidur.

****

Aku mengendarai Toyota Yaris merah membelah jalanan siang hari. Bersama Mba Yolan di kursi samping tempatku mengemudi. Arsen begitu anteng dalam pangkuan ibunya.

Siang ini, penampilan Mba Yolan sudah berbeda. Dia cantik dalam balutan blouse marun tanpa lengan. Memperlihatkan leher jenjangnya yang indah. Serta lengannya yang mulus. Dengan bawahan celana jeans yang menambah keindahan lekuk tubuhnya. 

Berbeda saat pagi tadi aku mengajaknya sarapan. Dia nampak kumal dengan daster tidur polosnya.

Dia juga cantik dengan make up tipis di wajahnya. Namun, bibirnya sangat sensual dengan lipstik merah menghiasi. Berbeda denganku yang lebih menyukai lipstick dengan warna yang soft.

Mba Yolan terlihat mengambil ponsel dalam saku celananya. Aku hanya melihatnya dari kaca depan mobilku. Nampak Mba Yolan tersenyum ketika melihat layar ponselnya. Wajahnya juga terlihat begitu cerah. Hingga kemudian, dia memasukkan kembali ponselnya.

"Mba Yolan kenapa? Keliatannya lagi happy?" Iseng aku bertanya.

Mba Yolan tertawa kecil. "Iya, Mba. Aku seneng. Barusan Ayahnya Arsen kirim pesan, nanti malam dia mau pulang," jawabnya.

"Ohya? Mba Yolan bakal melepas rindu nih ceritanya," kekehku menggodanya.

"Emm, yaa gitulah, Mba," sahutnya agak tersipu.

Aku manggut-manggut melihat tingkah Mba Yolan yang seperti malu-malu. Mungkin berbeda rasanya, pada pasangan yang harus LDR ketika akhirnya bertemu. Ada gumpalan rindu yang akhirnya terurai. Aku saja yang ditinggal Mas Adrian hanya lima hari sudah sangat rindu. Apalagi Mba Yolan yang harus LDR selama satu atau dua bulan. Jika itu terjadi padaku, mungkin aku tidak akan sekuat Mba Yolan.

Tidak sampai tiga puluh menit. Mobilku telah memasuki area parkiran toko cabang yang aku kelola. Kemudian memarkirkan mobil dengan benar. Lekas turun dan berjalan memasuki area toko.

"Mba, beneran ini toko cabangnya?" tanya Mba Yolan saat baru menapaki teras.

Aku mengangguk. "Bener, Mba. Emang kenapa?"

"Besar, Mba. Toko cabang sebesar ini, bagaimana toko pusatnya, Mba?" tanya Mba Yolan lagi. Sambil memandangi takjub bangunan toko di depannya.

"Toko pusat bangunannya tiga lantai Mba. Nanti aku ajak Mba ke sana kapan-kapan. Udah yuk, masuk!" ajakku sambil menggamit lengan Mba Yolan. Memasuki bangunan toko cabang yang hanya terdiri dari satu lantai. Akan tetapi begitu luas.

Aku meminta Mba Yolan menunggu. Sementara aku akan menemui staff serta manager. Untuk mengontrol perkembangan dari toko cabang ini.

Mba Yolan setuju. Aku pun meninggalkannya dan melangkah menuju ruangan khusus para staff.

******

Hampir setengah jam aku berdiskusi di ruangan para staff. Hingga akhirnya diskusi selesai dan aku keluar dari ruangan. Lalu mencari keberadaan Mba Yolan di area toko.

Ponsel dalam genggaman tanganku tiba-tiba berbunyi. Menandakan ada pesan masuk. Aku menghentikan langkah sejenak untuk mengecek ponselku. Rupanya Mas Adrian yang mengirim pesan.

tulis Mas Adrian.

Kuhela napas sejenak. Toko memang sedang ramai-ramainya. Jadi pantas Mas Adrian harus lembur untuk menyelesaikan laporan. 

balasku cepat. Lekas kumasukkan ponsel ke dalam tas kecil yang kupakai.

Toko yang aku dan Mas Adrian kelola, berupa toserba yang menjual banyak macam kebutuhan pokok. Toserba pusat merupakan toko besar peninggalan almarhum ayahku. Setelah aku menikah dengan Mas Adrian, toko itu pengelolaannya diserahkan sepenuhnya padaku.

Sementara toko cabang ini, merupakan toko yang berhasil aku dan Mas Adrian bangun serta rintis bersama.

Di toko cabang ini, tidak hanya sembako saja yang tersedia. Perlengkapan sandang pun juga dijual di sini. Tepatnya di bagian depan tepat setelah pintu masuk toko.

Aku kembali mencari-cari keberadaan Mba Yolan. Hingga aku berhasil menangkap sosoknya yang tengah memilih-milih di stand pakaian wanita.

"Mba, sorry lama!" ucapku setelah berhasil menghampirinya.

"Eh, Mba Jihan. Iya gak papa, santai aja," jawabnya menghentikan gerakan tangannya dari kegiatan memilih pakaian.

"Mba cari apa? Biar aku bantu cariin?" tanya serta tawarku.

Tapi Mba Yolan menggeleng. "Ah ngga, Mba. Aku cuma liat-liat aja, kok."

Aku teringat obrolan saat di mobil tadi. Satu ide terbersit di benakku. "Emm, Mba tunggu di sini!" titahku lalu aku meninggalkan Mba Yolan.

Aku mengambil gaun tidur tipis yang tergantung, berwarna pink saleem dan memiliki belahan dada rendah. Membawanya pada Mba Yolan.

"Ini, Mba!" Aku menyerahkan apa yang kubawa padanya.

"Ap—apa—ini, Mba?"

Aku yang berdiri di samping Mba Yolan. Kemudian mendekatkan wajahku ke belakang telinganya. "Buat nyambut ayahnya Arsen, Mba," ujarku berbisik diikuti kekehan pelan.

Sontak Mba Yolan menoleh dan aku mengedipkan mata padanya sambil memberikan cap jempol. "Bungkus, Mba. Aku kasih gratis," ucapku lagi.

"E—eh, jangan, jangan Mba Jihan, ga usah! Aku biar bayar aja di kasir," tolaknya.

Aku menggeleng. "Udah ambil aja, Mba!" sahutku cepat.

"Tapi Mba—"

"Ga ada tapi-tapian. Udah ambil aja!"

Dapat kudengar Mba Yolan masih coba menolak, tapi tidak kuhiraukan. Pandanganku terfokus pada sosok laki-laki di seberang sana. Sosok lelaki dengan kemeja navy yang tengah memilih-milih di stand kaus pria.

"FANO!" Aku berteriak memanggil sosok laki-laki di seberang sana.

"Ikut aku, Mba." Aku menarik tangan Mba Yolan agar mengikutiku.

Laki-laki yang baru saja ku teriakan namanya itu bergeming di tempatnya. Memandangiku dan Mba Yolan yang tengah berjalan ke arahnya.

"Fano? Apa kabar? Ga nyangka bisa ketemu kamu di sini." Aku dan Fano berjabat tangan. 

"A—aku baik, Han. Kamu gimana?" jawab Fano seperti tergagap. Seraya mengurai jabatan tangannya denganku.

"Aku juga baik, Fan. Kamu ke mana aja? Ngilang bagai ditelan bumi tau ga!" sengitku padanya.

Fano tak menjawab. Dia hanya tersenyum lebar menanggapi pertanyaanku. Lalu dia nampak memperhatikan sosok Mba Yolan yang berdiri di sebelahku. Hingga aku menangkap lipatan di kening Fano saat dia tak lepas memperhatikan Mba Yolan.

"Kita ngobrol di kedai siomay depan aja yuk!" ajakku kemudian. Dapat kulihat Fano yang tergeragap mengiyakan ajakanku. 

Akhirnya kami bersamaan keluar dari toko untuk bergegas menuju kedai siomay.

Fano Yudhistira. Teman baikku sejak di bangku SMA. Masuk masa kuliah, aku dan dia tetap berteman. Bahkan bisa dibilang kami bersahabat. 

Fano mengambil jurusan kedokteran. Sedangkan aku mengambil jurusan bisnis ekonomi. Meski saat kuliah kami berbeda jurusan, tapi persahabatanku dengannya tetap terjalin.

Tapi, selepas lulus kuliah. Dia tiba-tiba hilang tanpa jejak. Aku benar-benar kehilangan jejaknya. Dia hilang seperti ditelan bumi.

Hingga aku baru menemuinya lagi sebagai tetanggaku. Setelah menempati rumah baru yang dibeli Mas Adrian enam tahun lalu.

Aku pun baru menemuinya kembali sekarang ini. Setelah satu tahun yang lalu, dia kembali hilang tanpa jejak dan kabar apa pun padaku. Tiba-tiba rumahnya sudah kosong dan dijual ke developer. Tanpa aku tahu ke mana dia pindah saat itu.

Tiba di kedai siomay yang berada dalam deretan Pujasera di area toko cabang milikku ini. Aku segera duduk dan berhadapan dengan Fano. Cepat kami memesan siomay untuk segera dibuatkan.

Sementara Mba Yolan izin ke kamar mandi. Arsen dititipkannya padaku. Tinggalah aku dan Fano di meja kedai. Hingga pesanan siomay tiba, Mba Yolan belum kembali dari kamar mandi.

Fano mendekatkan piring berisi siomay ke arahnya. Tapi belum dia santap karena masih mengepulkan sedikit uap panas.

"Fan, kamu tinggal di mana sekarang?" tanyaku kembali.

"Di Ciumbuleuit, Han. Praktek juga di rumah sakit sana," jawabnya lalu mulai menikmati siomay di piringnya.

"Itu kamu sama siapa, Han?" tanya Fano di sela aktivitas makannya. Aku memang belum mengenalkannya dengan Mba Yolan. Karena Mba Yolan sudah lebih dulu ke kamar mandi.

"Ohh, itu Mba Yolanda, Fan. Dia tetangga baru, yang ngisi rumah kamu dulu."

Byuurrr!

"Uhukkk uhukkk!"

Fano menyemburkan makanan dalam mulutnya. Lalu terbatuk-batuk dengan wajah yang memerah. 

Related chapters

  • TETANGGA BARU   Bab 5

    "Uhukk uhukk uhukk!" Fano belum berhenti terbatuk. Dia memegangi tenggorokannya. Sampai akhirnya dia meneguk segelas air untuk meredakan batuk. Menyisakan wajahnya yang masih memerah karena tersedak barusan."Hati-hati dong, Fan kamu makan. Sampai kesedak kayak gitu!" tukasku mengomel. Dibanding menolongnya, aku malah mengomelinya. Salah sendiri makan sampai tersedak seperti itu.Beberapakali Fano berdehem. Hingga batuknya benar-benar berhenti. Namun, belum menghilangkan kemerahan di wajahnya. Fano hanya manggut-manggut mendengar omelanku."Jadi dia tetangga baru kamu, Han?" tanya Fano lagi."Hu'um."Fano tak bertanya lebih banyak lagi. Dia hanya meneruskan memakan siomay di piringnya.Arsen masih anteng di pangkuanku. Hingga ibunya telah kembali dari kamar mandi. Lekas aku memberikan Arsen padanya. Sebelum menyantap makananku, lebih dulu aku mengenalkan Fano pada Mba Yolan. Barulah setelah mereka berkenalan, kami serempak menikmati pesanan kami masing-masing.Di sela-sela menikmati m

    Last Updated : 2022-09-15
  • TETANGGA BARU   Bab 6

    Sudah jam sebelas malam. Tapi rasa kantuk tak kunjung datang sedikit pun. Bergulang guling sendirian di atas spring bed super king size dalam kamar ini. Karena seperti yang siang tadi suamiku sampaikan. Bahwa dia harus lembur malam ini.Dalam posisi tengkurap. Kuraih ponsel di atas nakas. Lalu menggulir beranda media sosial milikku. Tidak ada yang menarik. Membuatku cepat-cepat menutupnya lagi dan menyimpan kembali benda pipih itu di atas nakas.Drrt Drrt DrrtBaru sedetik aku membalikkan tubuhku menjadi terlentang. Ponselku berbunyi diiringi vibrasi. Tanpa berniat bangkit, tanganku kembali terulur untuk mengambilnya."Fano?" gumamku saat melihat nama kontak yang menghubungiku.Cepat aku bangkit dan terduduk. Lalu menggeser layar ponsel untuk menerima panggilan video dari Fano."Malam Han …." sapa Fano di seberang sana. Setelah kini, kami bersitatap meski hanya lewat layar ponsel."Malam, Fan. Ada apa? Gak salah, kamu video call jam segini?" tanyaku cepat.Nampak Fano memasang senyuma

    Last Updated : 2022-09-15
  • TETANGGA BARU   Bab 7

    Membuka mata perlahan. Merasakan ada tangan yang melingkar di atas perut ini. Cepat aku menoleh. Seketika bibirku menyunggingkan senyum. Melihat suamiku yang masih tertidur di sampingku. Entah jam berapa dia pulang lembur. Aku sampai tidak tahu. Saking nyenyaknya tidur semalam, selepas mengobrol dengan Fano.Aku menggeliat pelan. Lalu menyingkirkan tangan Mas Adrian dari atas perutku. Beringsut turun dari tempat tidur dan segera ke kamar mandi. Membersihkan diri agar lebih segar.Keluar dari kamar mandi. Mas Adrian masih dalam posisinya seperti saat tadi aku meninggalkannya untuk mandi.Cepat aku berpakaian. Lalu keluar dari kamar dan menuju dapur. Berkutat di depan kitchen set dengan bahan masakan. Mengusahakan agar tanganku bergerak cepat. Karena ternyata, aku bangun terlambat dari biasanya.Satu jam berlalu. Masakanku akhirnya siap. Aku sudah menghidangkannya di atas meja makan. Namun, Mas Adrian belum menampakkan diri. Mungkin masih tertidur. Aku tak berniat membangunkannya. Kasih

    Last Updated : 2022-09-16
  • TETANGGA BARU   Bab 8 (POV ADRIAN)

    POV ADRIAN*********Jam sebelas malam. Aku menyelinap melalui portal belakang perumahan. Portal yang membatasi perumahan dengan perkampungan di belakangnya. Setelah melewati portal besi. Aku pun berjalan cepat menuju rumah satu lantai yang baru kembali dihuni.Pintu pagar yang tidak digembok. Memudahkan untuk masuk. Melewati pagar dan menutup pintunya asal. Aku pun melangkah cepat menuju pintu rumah.Dalam satu tarikan hendel. Pintu terbuka seketika. Menandakan pemilik rumah benar-benar menunggu kedatanganku.Tanpa membuang waktu. Aku melesak masuk dan segera mengunci pintu rumah yang telah kututup.Aku masih berdiri di belakang pintu yang telah menutup sempurna. Kulepaskan masker yang menutupi hidung serta mulut. Serta melepas topi di kepala ini. Dengan ujung mata, aku menangkap sosok wanita yang berjalan ke arahku.Aku tak buru-buru menoleh. Melainkan menaruh paperbag yang kubawa. Lalu bergerak cepat melepas jaket kulit yang membungkus tubuh. Melemparkannya ke sembarang arah.Wanit

    Last Updated : 2022-09-16
  • TETANGGA BARU   Bab 9 (POV ADRIAN)

    Selepas membersihkan diri. Aku pun segera berpakaian dengan pakaian dalam paperbag. Pakaian yang sama dengan yang tadi pagi kukenakan dari rumah. Sementara jaket dan pakaian yang kukenakan saat pulang dari kantor. Kubiarkan di rumah ini.Aku harus memastikan. Tidak ada setitik pun jejak yang tertinggal dalam diri ini ketika pulang."Mas, kamu pulang sekarang? Ini baru jam dua malam lho Mas!" tegur wanita yang masih terbalut selimut di atas tempat tidurnya.Sementara aku, langsung membersihkan diri usai pergulatan indah nan panjang dengannya sejak tadi."Pulanglah. Ga mungkin aku lebih lama di sini. Lagian jam segini sepi. Ga akan ada yang liat aku keluar dari sini. Jadi biar aman!" jawabku seraya berbalik. Setelah memakai pakaianku dengan rapi.Wanita itu masih duduk di tepi tempat tidurnya. Jika pakaianku sudah rapi, dan berbeda ketika aku datang ke mari. Itu artinya, dia tidak boleh lagi menyentuhku. Hanya aku yang boleh menyentuhnya sebagai tanda perpisahan.Aku berjalan mendekat p

    Last Updated : 2022-09-16
  • TETANGGA BARU   Bab 10

    POV JIHAN *********Jam sebelas siang. Aku baru keluar dari rumah. Setelah berada di luar rumah, aku kembali merapatkan pintu pagar. Berbarengan dengan Mba Yolan yang juga baru keluar dari rumahnya."Mba Jihan, jadi arisannya?" tanyanya setelah berdiri di hadapanku."Jadi, Mba. Mba Yolan jadi ikut?" tanyaku balik.Mba Yolan terlihat mengangguk. "Boleh, Mba.""Udah izin suami, Mba?" tanyaku memastikan.Mba Yolan tersenyum simpul. "Suamiku udah berangkat lagi, Mba."Alisku terangkat mendengarnya. "Lagi? Cepet banget, Mba.""Iya, gitulah, Mba kalo kerja proyekan. Ga bisa lama-lama di rumah," jelasnya."Owhh, ya udah, kita langsung berangkat kalo gitu Mba," ajakku.Mba Yolan tak banyak protes. Aku serta Mba Yolan bergegas meninggalkan pekarangan rumahku. Berjalan beriringan menuju rumah Mba Aini.Tadinya, aku hendak pergi sendiri tanpa mengajak Mba Yolan. Mengingat di rumahnya pasti ada suaminya. Tapi ternyata, suaminya sudah berangkat lagi katanya. Jadi ya baguslah kalau Mba Yolan tetap

    Last Updated : 2022-09-17
  • TETANGGA BARU   Bab 11

    Kupandangi lekat netra bayi mungil yang terpejam itu. Setelah diberikan krim pereda gatal, Arsen akhirnya tertidur di ranjang pasien.Beruntung dia segera ditangani. Sehingga bintik-bintik merah yang menyebabkan rasa gatal, tak lebih menyebar keseluruh tubuhnya. Hanya di pipi dan leher saja yang terdapat bintik merah.Di seberang ku duduk, Mba Yolan juga duduk sambil terus mencoba menghubungi suaminya. Aku memintanya memberitahukan keadaan Arsen. Syukur syukur Ayahnya Arsen bisa izin lalu pulang untuk melihat kondisi anaknya.Terdengar hembusan nafas berat dari Mba Yolan. Lalu dia menyimpan ponselnya di atas meja samping ranjang pasien."Kenapa Mba? Ga diangkat?" tanyaku pelan dan Mba Yolan mengangguk dengan raut wajah kecewa."Sabar, ya! Mungkin ayahnya Arsen lagi sibuk," ucapku coba menghibur.Mba Yolan tersenyum kecil. "Iya, Mba. Aku ngerti kok," sahutnya."Mba, aku tebus dulu resep di bagian farmasi ya. Titip Arsen sebentar, ga apa apa kan, Mba?" tanya Mba Yolan kemudian."Silahka

    Last Updated : 2022-09-17
  • TETANGGA BARU   Bab 12

    ******TING TONG!Pelan aku membuka mata. Kupegangi kepala yang terasa sedikit berat. Aku terbangun karena suara bel rumah yang kudengar.TING TONG!Lagi. Bel kembali berbunyi. Entah siapa yang datang dan kenapa Mas Adrian tidak membukanya. Mengumpulkan sejenak kesadaran usai bangun dari tidur. Kupindai keadaanku yang tengah berada dalam selimut. Lalu menggeliat pelan. Kuarahkan pandangan pada jam kecil di atas nakas."Astaga!" Aku terlonjak saat melihat sudah jam sembilan. Lalu beringsut turun dari tempat tidur.Kenapa aku bisa bangun sesiang ini? Kenapa juga Mas Adrian tidak membangunkanku? Apa aku ketiduran ya semalam?Aku mengetuk-ngetuk kepalaku sendiri. Karena merasa tidak ingat dengan yang terjadi padaku semalam.TING TONG!Bel rumah kembali terdengar. Aku keluar dari dalam kamar dan menuruni anak tangga. Lalu melangkah menyusuri ruangan demi ruangan untuk segera membuka pintu.Tok Tok Tok!Kali ini, pintu rumah diketuk. Aku semakin melebarkan langkah untuk melihat siapa yang d

    Last Updated : 2022-09-17

Latest chapter

  • TETANGGA BARU   Bab 48 || TAMAT

    TETANGGA BARU_48 || TAMATPov Jihan.***************Aku menatap hampa pada bunga-bunga mawar yang bermekaran sempurna di hadapanku saat ini. Di taman rumah sakit, aku duduk di sebuah kursi roda. Seorang perawat menemaniku dan duduk di kursi beton belakang sana.Setelah tiga hari dinyatakan kritis, pagi tadi aku berhasil tersadar dan melewati masa kritis akibat kecelakaan yang kualami bersama Fano. Sahabatku itu pun sama kritisnya sepertiku, tetapi dia dapat sadar lebih dulu dan lebih dulu dariku. Sehingga Fano telah keluar dari rumah sakit dan tengah kembali ke rumahnya. Setelah kecelakaan yang menimpa kami, membuat Fano harus kehilangan mobilnya.Aku mengusap perutku yang telah rata. Bayiku tidak dapat bertahan. Perutku terkena benturan yang cukup keras. Sehingga aku dinyatakan keguguran. Juga wajahku di pipi sebelah kanan yang terkena hantaman. Menyebabkan sebelah wajahku tak lagi mulus.Namun lebih dari itu, kehilangan bayiku adalah hal paling menyakitkan. Seluruh harta dan aset y

  • TETANGGA BARU   Bab 47

    TETANGGA BARU_47POV ADRIAN******Aku pulang hanya memikul rasa kecewa dan jengkel bukan main. Hakim pengadilan sangat-sangat tidak adil dalam memutuskan perkara ini. Dari sekian banyak harta serta aset yang dimiliki Jihan. Aku tak kebagian sepeser pun. Padahal selama enam tahun menikah, akulah yang mengurusi dua toko besar itu hingga dapat tetap bertahan dan beroperasi, di tengah persaingan banyaknha toko-toko ritel sejenis. Berkat ketekunan dan kerja kerasku, dua toko itu tidak sampai gulung tikar. Tetapi, aku tidak mendapatkan apa-apa dari kerja kerasku. Semua jatuh pada Jihan. Semuanya.Bahkan yang paling membuatku tak habis pikir, ialah saat notaris yang kudatangi dan kupercayai, hadir di persidangan dan membelot. Tiba-tiba saja dia berada di pihak Jihan. Padahal, aku sudah mempercayakan semua surat-surat padanya.Aku benar-benar kecewa.Seharusnya , aku mendapatkan bagianku dari harta dan surat-surat itu. Karena aku, memiliki andil dalam mengelolanya. Andaikan bukan aku yang me

  • TETANGGA BARU   Bab 46

    TETANGGA BARU-46*Hampir tiga bulan lamanya. Aku masih menumpang di rumah milik Fano. Dia melarangku keluar dari rumahnya. Sebab, dia khawatir tidak ada yang menjagaku yang tengah berbadan dua saat ini. Dia juga cemas, jika aku sendirian, membuat Mas Adrian dan Yolan mendatangiku.Sehingga, aku masih tertahan di rumah Fano. Tiga bulan tinggal dengannya, diam-diam aku jadi sering memperhatikannya.Fano memang sosok laki-laki yang baik. Dia tulus dan sangatlah pengertian. Hanya saja, dia terlalu cuek dan datar pada orang baru yang belum dikenalnya. Tapi padaku, dia adalah sosok yang hangat dan terbuka. Persidangan perceraian antara aku dan Mas Adrian telah digelar sejak dua bulan ke belakang. Sidang pertama dan kedua, Mas Adrian tak kunjung menghadiri. Aku yakin, dia pasti ingin mempersulit prosesnya. Namun, aku sudah menyiapkan pengacara mahal dengan jam terbang tinggi. Sehingga meski dia tidak menghadiri sidang pertama dan kedua. Sidang tetap menemui putusan di sidang ketiga hari i

  • TETANGGA BARU   Bab 45

    "Jangan harap. Bukannya kemarin, kamu yang menantang'supaya aku menggugat cerai? Kenapa sekarang kamu balik memohon-mohon? Sudahlah, Mas. Apapun yang kamu katakan, tidak akan pernah mengubah keputusanku. Lagi pun gugatan itu sudah aku daftarkan. Kamu tinggal menunggu surat pemanggilan untuk sidang. Aku pastikan, kamu akan kalah dan kembali miskin!"Mas Adrian meraih tanganku yang menunjuk-nunjuknya. "Dek, mas mohon. Batalkan. Kalau kamu mau, mas akan menceraikan Yolanda, Dek. Mas akan tinggalkan dia dan kita akan hidup bersama lagi. Mas Mohon, Dek."Aku menggeleng cepat, sembari menyentak tanganku darinya. "Gak Sudi! Sekarang kamu pulang. Urus saja istri muda dan anak kamu. Jangan pernah menemuiku, atau coba membujukku lagi. Waktu kamu habis. Aku mau masuk," tegasku lantas berlalu dari hadapan Mas Adrian.Namun, belum sempat aku melangkah. Mas Adrian memeluk kakiku dengan erat. "Dek, apa kamu sudah tidak mencintai mas? Apa kamu sudah terhasut oleh sahabat kamu itu, Dek? Batalkan gugat

  • TETANGGA BARU   Bab 44

    POV Jihan.Malam hari di dalam kamar di rumah Fano. Aku duduk sendirian di atas tempat tidur dengan kaki diluruskan.Siang tadi, aku sudah selesai mendaftarkan gugatan perceraian di pengadilan negeri. Rasanya aku sudah tidak sabar, berpisah dengan laki-laki yang sudah menemaniku selama enam tahun lamanya itu.Ini tidaklah mudah.Sedikitpun, aku tidak pernah membayangkan, jika kedatangan Yolanda dan juga Arsen, akan membawaku pada tabir kenyataan yang begitu pahit.Kuusap perutku yang masih sangat rata.Meski tanpa suami. Aku berjanji, akan menjaga kehamilanku ini dengan sangat baik.Beruntung, ada Fano yang menguatkanku hingga detik ini. Memberiku tumpangan tempat tinggal dan juga dukungan yang tak henti.Segelas susu cokelat khusus ibu hamil, sudah tersedia di atas nakas. Aku meneguknya sampai setengah gelas. Lantas membaringkan badanku terlentang.Tok Tok Tok!"Han! Kamu udah tidur belum, Han?"Tok Tok Tok!"Han, Jihan!"Fano menggedor pintu kamarku cukup keras seraya berteriak-teri

  • TETANGGA BARU   Bab 43

    Aku semakin menangis dan menjerit-jerit, meski mereka tidak akan mendengar dengan jelas karena mulutku yang tertutup lakban.Di depanku kini, Mba Sindy, Mba Aini dan juga Mba Dini tertawa melihat perbuatan Mba Clara padaku. Mereka menertawakan penderitaan yang diberikan Mba Clara ini."Jangan nangis dong, Mba. Kita cuma ingin bermain-main aja sama kamu! Kita gak akan rebut Mas Adrian dari kamu, jadi kamu jangan nangis gitulah!" Mba Dini berucap disertai tawa meledek."Hmmm …." Aku sudah tidak punya tenaga rasanya. Mba Clara sukses membuatku merasakan sakit di wajah yang selalu aku rawat ini.Aku coba menatap Mba Clara dengan tatapan mengiba. Agar dia berhenti menusukkan jari kukunya itu di pipiku. Namun, Mba Clara justru tersenyum kecut.Sampai akhirnya dia menghempas wajahku dengan kasar. Hingga wajahku berpaling sendirinya akibat hempasan tangan Mba Clara. Cengkramannya memang sudah terlepas. Namun juga sukses meninggalkan denyut kesakitan setelahnya."Mba Sin, sekarang!" cetus Mba

  • TETANGGA BARU   Bab 42

    POV YOLANDABibirku terkatup rapat. Seiring dengan kertas yang berhasil sudah kuremas. Kulempar asal kertas di tangan. Kepalaku menggeleng tak percaya dengan apa yang sudah kubaca barusan.Duk Duk Duk!Krak Krak!Pintu rumah yang sudah aku kunci. Tiba-tiba saja hendelnya bergerak-gerak. Diikuti suara dari luarnya.Aku melangkahkan mundur untuk segera mengambil Arsen dan mengurung diri di dalam kamar.BRAKKKK!"Tunggu pelakor!"Aku yang sudah berbalik badan, tak menghiraukan teriakan seorang wanita di belakang sana. Aku memilih melangkah dan hendak berlari untuk secepatnya menuju lantai atas."Aghhhh!""Mau ke mana kau? Mau kabur? Salah jalan! Pintu keluar di sini, Nona!"Baru beberapa langkah kaki ini bergerak. Tanganku telah dicekal lalu diplintir. Hingga tubuhku terseret ke arah belakang. Dan kini sudah berada di teras luar.Rambutku ditarik hingga kepala ini mendongak. Dari suaranya, itu seperti suara Mba Clara. Teman Mba Jihan yang waktu itu ikut arisan juga.Tanganku yang ditarik

  • TETANGGA BARU   Bab 41

    POV YOLANDA********Menjelang malam hari, akhirnya aku dipasangi infus. Aku benar-benar lemas dan hanya bisa terbaring di atas tempat tidur. Mas Adrian memanggilkan seorang dokter untuk datang ke rumah ini. Hingga aku bisa mendapatkan penanganan akibat mulas di perutku yang tak berkesudahan.Ternyata aku mengalami disentri yang akhirnya membuatku dehidrasi dan tubuhku jadi lemas. Sampai aku merasa ingin pingsan saja saking lemasnya.Setelah dipasangi infus seperti sekarang, barulah mulai ada sedikit tenaga. Meski tidak serta merta aku pulih.Mas Adrian mengambil alih menggendong dan mengayun-ayunkan Arsen. Hingga Arsen terlelap dan ditidurkan di sisi yang lain di atas kasur yang sama denganku.Tempat tidur yang dulunya hanya memberikan kehangatan untuk Mba Jihan. Tapi saat dia tidak rumah untuk menghadiri acara reuninya. Itulah saat pertama kali, kehangatan tempat tidur ini telah terbagi denganku. Mba Jihan memang terlalu polos dan bod*h."Aku mau makan dulu! Laper!" cetusnya setelah

  • TETANGGA BARU   Bab 40

    Terpaksa aku meninggalkan Arsen yang sudah polos untuk ke kamar mandi. Ada yang mendesak ingin dikeluarkan.Cepat aku duduk di kloset dan menuntaskannya. Sampai perutku terasa lega.Setelah selesai, aku kembali untuk mengambil Arsen dan memandikannya. Tapi tiba-tiba perutku mulas kembali. Rasanya ada yang ingin keluar dan sudah diujung tanduk.Baru saja aku membungkuk untuk menggendong Arsen. Terpaksa aku menegakkan tubuhku. Setengah berlari masuk ke kamar mandi lagi dan duduk di kloset.Kuhembus napas lega setelah menuntaskan kedua kalinya. Lalu keluar dari kamar mandi dan menghampiri Arsen lagi.Saat badanku sudah membungkuk untuk meraih Arsen, perutku lagi-lagi melilit. Hingga terpaksa aku balik masuk ke kamar mandi dan bersemedi lagi.Perutku rasanya seperti dikuras. Entah kenapa juga aku merasa seperti terkena diare. Setelah ketiga kalinya bersemedi di kamar mandi. Tubuhku duduk terkulai ke lantai tepat di ujung tempat tidur.Kutepuk-tepuk kaki Arsen karena dia terlihat seperti s

DMCA.com Protection Status