"Tidurlah."
Axelo meraih tubuh Lily ke dalam pelukannya. Memberi pelukan hangat dan lembut yang akan membuat wanitanya merasa aman dan nyaman. Bibir Axelo tak henti-hentinya mengecup kepala Lily. Hingga wanita itu benar-benar merasa aman dan terlelap. Axelo keluar dari dalam kamar nya. Hal pertama yang menjadi target kemarahan nya adalah para penjaga di depan pintu kamar. Buuaakkk! Tubuh itu mundur hingga beberapa langkah oleh pukulan keras dari Axelo. "Apa yang kalian lakukan hingga tak tau ada keributan di dalam sana? Bagaimana bisa kalian membiarkan Russel masuk?" Suara keras Axelo yang beremosi menggema hingga memenuhi langit-langit. Seketika kedua pengawal yang tersungkur dilantai bersujut pada tuannya yang tengah di liputi amarah. "Ma-maaf, tuan. Tuan Russel memberitahu kami jika Raize mencari kami, meminta kami pergi ke bangunan samping. Dan beliau menawarkan diri untuk me"Kurang ajar! Berani kalian memfitah Russel?!" Camelia tak terima. Lalu melihat pada ayahnya, tuan Douglas."Ayah, ini pasti konspirasi untuk menjatuhkan ku!" Axelo tak acuh pada ucapan bibinya, sama sekali tak penting baginya. Lalu menatap tajam pada Russel."Apa tanggapan mu, Russel? Mengakui atau perlu kutunjukan cctv di depan kamarku?" Russel yang sudah gusar itu, hanya bisa menahan kekesalan nya. Tanpa bisa mengelak, dan menunduk dalam. "Kakek..." Kakek Douglas menarik nafas dalam. "Istirahatlah, Axelo. Kamu pasti lelah setelah terbangun dari Vegetatif mu." Meski merasa tak puas, Axelo memilih untuk kembali ke kamarnya dan menemui Lily yang kini terlelap. Axelo bergabung di tempat tidur, tangannya menyentuh dengan lembut wajah istrinya. Kedua mata Axelo tak lepas dari wajah hingga seluruh tubuh istrinya. Apalagi saat ini Lily mengenakan piyama milik Axelo yang ukurannya lebih besar dari tubuh Lil
Di sebuah pulau kecil di laut lepas. Pasir putih membentang dengan rimbunan pohon di sisi terdalam. Hampir seluruh pulau itu hanya terisi oleh pepohonan. Hanya ada satu rumah yang agak besar di bagian tengah pulau. Dan satu bangunan kecil di ujung bukit yang menjorok keluar pulau. Bangunan itu lebih tepat di sebut sebagai bangunan pengawas. Kapal motor menepi di dermaga kecil teluk pulau itu. Russel yang memang tidak terikat karena tangannya masih dalam masa penyembuhan patah tulang. Sengaja di biarkan berjalan sendiri turun dari kapal. Namun, tetap dalam penjagaan yang super ketat. Tentu saja, ia tak akan bisa kabur jika sudah menginjakkan kaki di pulau itu. Para pengawal berpakaian serba hitam itu berjalan di belakang, samping, dan depan Russel. Mereka berjumlah 10 orang. Saat ini Russel hanya bisa menghitung jumlah penjaga dan situasi di pulau. Ia tak mau terjebak di pulau itu selama dua tahun. Russel berencana untuk melarikan diri dan membalas denda
Tangan Axelo mengusap kepala sang istri. Penyesalan itu datang menghinggapi relung hati Axelo. Menyesal karena membiarkan Russel bertindak sejauh itu. "Maafkan aku." Lirihnya, "aku sangat bersalah padamu. Entah bagaimana aku harus menebusnya." Axelo masih mengusap kepala Lily, tangan itu lalu bergerak menyentuh lengan istrinya. "Aku ingin ini cepat berakhir." Kalimat Axelo menggantung, lama dalam diam, pria itu tenggelam dalam syahdunya keheningan malam di sisi istrinya. "Lily, hidupku seperti berjalan diatas roller coaster, setiap hari hanya ada ketegangan dan bahaya. Aku tak ingin menempatkan mu disana. Tapi, selama kamu berada di sisiku, kamu akan terus terlibat. Maafkan aku. Maaf karena sudah membuat mu mengalami Hal sulit selama ini." Axelo tertawa kecil, "kau tau, ini mungkin kalimat terpanjang yang pernah aku ucapkan padamu. Biasanya kamu yang paling banyak bicara. Aku merindukan saat-saat itu Lily. Tapi, s
Axelo tersenyum kecil, "apa dia mengintip?" Gumam nya dalam hati merasa geli."kenapa ia harus berpura-pura tidur jika belum?" "Sepertinya, aku harus menangkap basah dirinya." pikir Axelo. "Baiklah, aku akan masuk ke kamar mandi." Gumam Axelo lagi sembari melangkah ke kamar mandi. Suara pintu kamar mandi terdengar di tutup. Lily merasa lega, akhirnya Axelo pergi juga. Ia tadi sangat terkejut mendengar langkah kaki di depan kamar. Sehingga, Lily terburu-buru masuk ke dalam selimut. "Dia masuk ke kamar mandi, paling tidak akan butuh waktu 20menit untuk membersihkan diri. Sebelum itu, aku harus membereskan kekacauan yang belum sempat aku rapikan." Gumam Lily membalikkan badan. Betapa terkejutnya nya ia, melihat Axelo berdiri di depan pintu kamar mandi yang awal ia punggungi. Pria itu tersenyum penuh kemenangan. Gegas Lily berbalik lagi, lalu pura-pura membetulkan selimutnya. "Astaga, kenapa dia berdiri disana? Bukankah dia suda
Pagi ini Lily memutuskan untuk keluar dari kamar, tentu saja, setelah memastikan Axelo sudah berangkat kerja. Selama beberapa hari hanya mengurung diri, ia merasa sangat bosan. Berlama-lama terpuruk dan meratapi nasibnya tak mengubah apapun. Hanya saja, ia masih belum memiliki kepercayaan diri untuk bertatap muka dengan Axelo. Sebelum sarapan, Lily berjalan mengelilingi mansion milik Axelo. Menyapa beberapa pelayan dan berakhir di taman yang berada tak jauh dari kamarnya dilantai atas. "Waahh, pagi ini indah sekali, banyak bunga bermekaran rupanya." Gumam Lily menghirup udara taman yang asri. Seorang penjaga kebun tersenyum saat melihat Lily lagi. "Nyonya." Sapa sang penjaga kebun."sudah lama sekali tak melihat nyonya." "Aah, iya paman, bagaimana kabarmu?" Ujar Lily ramah. "Sehat, seperti yang nyonya lihat." Lily tersenyum pada paman menjaga kebun yang sedang memangkas beberapa tanaman itu.
"Iya, aku memang suka dengan uangmu, siapa wanita yang tidak suka dengan uang. Terlebih, Lukas memiliki hutang yang sangat besar pada kalian. Lalu kenapa aku tidak setujui saja perjanjian itu? Yang kunikahi juga seorang pria koma yang mungkin sebentar lagi akan mati." Ungkap Lily panjang lebar yang tentu saja langsung membuat Camelia menyungging senyum puas dan menang. Axelo hanya manggut-manggut, lalu melirik sang kakek yang terlihat berwajah datar. "Begitu kamu mati aku akan dapat semua warisan, bukankah itu sebuah rejeki nomplok? Tentu saja, apapun yang bibi minta aku akan lakukan. Aku bahkan berencana menipunya dan membawa kabur semua hartamu. Sayang nya, kamu justru bangun bukannya mati." Oceh Lily meski semua itu bertentangan dengan kata hatinya. Tapi ia harus lakukan untuk menghancurkan hati Axelo. Dan tentu saja membuat Camelia senang. Setidaknya, ia harus membuat dirinya selamat, tanpa Lily berpikir jika Axelo jauh lebih mengerikan dari Camelia
Axelo melihat tingkah Lily dari pantulan di pintu lift. Axelo menggulum bibirnya menahan diri agar tidak tersenyum. Tapi, tingkah Lily sungguh membuatnya gemas. Hingga pintu lift terbuka, Lily merasa lega, akhirnya, tak hanya mereka berdua lagi yang berada di dalam lift. Beberapa karyawan tampak tertegun melihat Lily dan Axelo di dalam lift. Axelo menatap mereka dengan tajam dan mengibaskan tangan mengusir. Tentu saja para karyawan Axelo mengerti isyarat itu. Dan mengurungkan niat untuk masuk kedalam lift yang sama dengan sang bos. Lily yang menunduk itu terperangah melihat pintu menutup lagi padahal tak ada yang masuk kedalam lift. Hanya ada Lily dan Axelo di sana, lagi. Lily menoleh melihat suaminya. "Apa?" Tanya Axelo datar tanpa menoleh pada Lily. "Kenapa tidak ada yang masuk?" Tanya Lily dengan gumaman. "Kamu mau ada yang masuk?" Kali ini, barulah Ax
"Astaga, bagaimana bisa jadi seperti ini? Apa yang sudah kau lakukan hah?" Axelo menggosok tengkuknya, merasa sangat canggung dengan dokter wanita sekaligus sahabatnya itu, mengomel tiada henti saat memeriksa nipple Lily yang terluka. "Sekalipun kamu sangat bersemangat, bagaimana bisa kamu biarkan istrimu sampai seperti ini? Di mana otak mu? Benar-benar bikin kesal!" Omel Gea melempari Axelo dengan bantal karena terlalu kesal. Axelo memiringkan tubuhnya sedikit ke kiri, untuk menghindari lempar bantal Gea. "Tak bisakah kau bereskan itu tanpa mengomel?" "Huuhh, pantas saja kau bersikeras memintaku datang, ternyata untuk menutupi kebusukanmu!" "Aku tak mungkin meminta pada Yuan. Dia laki-laki, aku tak mau dia melihat dada istriku yang menggoda." "Kami sudah di sumpah Axelo, kami profesional." "Aku tidak perduli, dia laki-laki, dan aku tidak
"Keluarga Nyonya Lilyana whites." Axelo segera berlari mendekat, dengan tatapan penuh harap untuk istrinya baik-baik saja. "Saya suaminya." "Pasien tidak mengalami luka dalam, Tuan. Beberapa luka luar pasien juga sudah ditangani. Kami juga melakukan pemeriksaan menyeluruh kepada pasien dan semua organ normal tanpa gangguan," terang dokter. "Syukurlah! Itu artinya, Istriku baik-baik saja, kan, dok?" Dokter mengangguk sembari mengulas senyum. "Benar, Tuan. Dan dari hasil pemeriksaan ... kami menemukan sesuatu," ungkap sang dokter. "M-menemukan apa?" "Ada janin di rahim pasien, Tuan. Pasien tengah mengandung," ujar dokter membuat Axelo terdiam seketika. "A-apa?" "Pasien hamil, Tuan!" axelo diam seribu bahasa. Ia benar-benar tak menyangka akan mendapatkan kabar mengejutkan ini setelah dibuat geger ole
"Apa mau mu, Russell?" Russell menyeringai, "Mau ku? Tembak kepalamu sendiri, Axelo!" Hening, Axelo masih menggeretakkan giginya saling beradu. Ia sangat tau Russell memang membencinya, sejak dulu Russell memang selalu berusaha mengambil apapun yang menjadi haknya. Bahkan, Angelica pun tak luput dari Russell. Sayangnya, Angelica memang wanita jallang yang mudah tergoda. Axelo tidak mempermasalahkan karena memang ia tak segila itu mempertahankan wanita yang dengan suka rela menyerahkan tubuhnya pada pria lain. Tapi, Lily berbeda, wanita yang satu ini berperan besar dalam mengumpulkan bukti kejahatan Camelia dan Elvan. Dia juga menjaga diri dari bujuk rayu Russell sampai mendapatkan pelecehan dari sepupunya. "Ayo! Kenapa ragu? Atau kau lebih suka melihat kepala wanitamu menyentuh aspal dengan keras?" Russell sedikit mengangkat kakinya yang berpijak pada tali yang menggantung tubuh Lily. Karena berat badan Lily, otomatis tubuh Lily yang meng
Lily membuka matanya, ruang remang dan berbau pengap. Kepalanya terasa sangat pusing, Lily terus mencoba mengumpulkan kesadarannya. Melihat lebih jelas meski sulit untuk melihat dalam ruangan yang minim pencahayaan itu. Lily menyadari gerak tubuhnya terbatas, merasakan ikatan yang kuat di tangan dan tubuhnya. Rasa cemas dan gelisah menghinggapi nya seketika, saat ingatan akan pertemuan dengan Russel. Masih lekat dalam ingatannya, tentang pelecehan yang Russell lakukan padanya. Tubuh Lily menggigil seketika, matanya berkeliaran mencari pria yang sudah menculiknya kali ini. Lily takut, tapi, meski berteriak meminta tolong, tak akan ada yang datang karena ia yakin, Russel bukan pria bodoh yang menyekap tawanannya di tengah kota. Saat ini Lily hanya berharap, Axelo akan datang menolongnya. Segaris cahaya terlihat menyinari ruangan yang perlahan melebar sebesar pintu. Pertanda, seseorang memasuki ruang remang itu. Lily menajamkan penglihatan, sosok yang tamp
"Apa kamu bilang? Russell kabur?" Suara kakek Douglas menggema di seluruh ruangan. Ada gelisah yang tersisip amarah. Amarah untuk para penjaga yang teledor hingga Russell sampai lolos dari pulau pengasingan, dan rasa gelisah jika sampai Axelo tau, sudah pasti dia tak akan melepaskan Russell. Mengingat Axelo seorang pendendam. "Russell, jangan sampai kau mendkati Lily lagi. Kakek tak bisa melindungi mu jika kau sampai nekat." Gumam tuan Douglas. Mau semarah apapun tuan Douglas, dan seburuk apapun Russell, tetaplah cucu. Darah daging tuan Douglas juga. Ia tak akan Setega itu jika sampai Russel membuat ulah dan Axelo sampai melewati batasnya. Tuan Douglas memijit pelipisnya, sangat mudah menangani orang lain. Tinggal buang dan hancurkan, tapi Russell keluarga nya. Tak mungkin juga ia akan berlaku sama. "Temukan Russel sebelum Axelo mendengar kabar tentang bocah yang kabur itu." Perintah kakek Douglas tegas dengan sorot mata
Russel mengendap-endap keluar dari kamarnya. Melangkah di tengah malam yang pekat, pria itu memakai pakaian serba hitam, tak lupa memasang topi. Mata Russel menari kesana kemari, memastikan pergerakannya tak di sadari oleh penjaga dan pelayan di rumah itu. Russel terus berjalan dengan langkah berhati-hati tapi cepat. Russel menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan keadaan aman untuknya kabur. Rencana malam ini ia akan kabur dengan bersembunyi di dalam peti yang mengangkut sayur dan bahan makanan. Langkah Russel telah sampai di gudang tempat penyimpanan barang. Russell menyusuri tempat itu dan menunggu kapal yang biasa di gunakan untuk mengangkut bahan makanan. Selama beberapa hari Russell terus memperhatikan kapan kapal itu keluar masuk, siapa saja dan bagaimana. Sampai ia cukup yakin untuk menyelip bersama dan kabur. Russell mengendap mendekati kapal saat ia merasa keadaan cukup aman meski ada beberapa penjaga dan orang yang keluar masuk. Pria itu awal
Tubuh Bella menegang seketika. Amarah yang tadinya menggebu-gebu mendadak menguap begitu mendengar suara Axelo. Apalagi mendapat tatapan tajam mata elang Axelo yang langsung menghujam nyalinya. "Apa anda punya masalah sampai membuat keributan di kediaman ku, Nyonya Bella?" Bella mengatur detak jantungnya yang tak beraturan. Akan sangat memalukan jika dia sudah berniat melabrak Lily dan tiba-tiba menciut di depan Axelo. Setidaknya dia harus mencari pembenaran untuk tindakannya. "A-aku kemari karena putriku, tuan muda Axelo." "Oohh ya? Ada apa dengan putrimu?" "Clarissa dan Lily sedikit berseteru. Dan aku ingin mengkonfirmasi nya dengan Lily." "Benarkah? Aku lihat kau hanya meninggikan suara Sejak tadi. Aku pikir itu bukan konfirmasi, tapi makian." Wajah Bella makin menegang, keringat sebiji jagung turun dari wajahnya. Kalimat Axelo sekali lagi menusuk nyalinya. "I-i
Sepertinya, Lily memang tak bisa menghindari keributan kali ini. Lily tau, Clarissa melakukannya dengan sengaja, tapi ia tak ingin ini mempermalukan suaminya. "Bukankah itu istri Axelo." "Astaga, gaunnya robek parah. Bagaimana ini bisa terjadi?" "Kupikir itu gaun yang mahal, bagaimana mana bisa? Apa yang terjadi?" "Jika aku jadi dia, aku pasti sudah malu sekali," Bisikan-bisikan mulai terdengar, Lily diam dalam ketenangan pikirannya, dan Clarissa merasa sangat menang menyungging senyuman. Keributan itu tentu saja sampai di telinga dan jarak pandang Axelo. Ia tak lantas mengambil tindakan. Axelo justru ingin melihat bagaimana Lily akan menangani hal semacam ini. Lily tau posisinya, dalam keadaan seperti ini, ia harus bisa membalik keadaan dari malu jadi kekaguman. Lily melangkah mendekati meja prasmanan mengambil gunting yang kebetulan teronggok di sana. Lily
"Cantik sekali." Kalimat pujian itu Axelo lontarkan pada Lily. Wanita cantik itu baru saja keluar bersama seorang MUA terbaik. Axelo memang sudah menunggu beberapa jam yang lalu untuk membawa sang istri menghadiri pesta eksklusif sebagai pendampingnya. Axelo juga sengaja mengirim undangan untuk Clarissa agar saudara tiri Lily itu sadar, jika Lilylah yang dia cintai dan inginkan. Selama ini Axelo sudah mengikuti permainan Clarissa, membuat wanita itu melambung untuk ia jatuhkan di pesta nanti. "Aku sangat ingin menciummu saat ini, tapi aku takut akan merusak make up mu." Lily tertawa lebar, "kalau begitu jangan." "Aku akan menahan diri sampai acara ini berakhir." Ucap Axelo memeluk pinggang istrinya."Ayo berangkat." Disisi lain, Clarisa sudah berdandan sangat cantik, memakai gaun terbaik dan terseksi hanya untuk malam ini. Ia pikir, Axelo akan menjadikan nya pendamping di pesta itu.
"Hari ini Lily akan memulai launching, pastikan semua lancar tanpa hambatan." Perintah Axelo pada asisten pribadinya. "Baik." "Satu lagi, jangan sampai dia tau kita ada di belakangnya." "Baik. Akan saya selesaikan dengan bersih dan rapi." Selama beberapa hari ini Lily memang disibukkan dengan pembukaan butiknya. Gadis itu memang pandai dalam hal mendesain. Selama ini ia memang bekerja di bagian desain interior. Namun, kali ini ia ingin mencoba sesuatu yang berbeda, dan masih termasuk dalam hobinya. Axelo melihat seberapa keras Lily sudah berusaha, karena itu ia tak ingin sang istri kecewa jika launching butiknya tidak berjalan lancar. Di sisi lain, Lukas yang makin pusing karena perusahaan nya terancam bangkrut, terus mencoba menembus hutang dan investor. Papa Lily itu memijit pelipisnya setelah usai melobi salah satu investor, namun gagal. Lugas yang saat ini berada di sebuah kafe melihat ke a