"Sudah, biarkan saja, jangan kamu pedulikan!" tuturnya lembut seraya mengelus kepalaku.Aku terisak dalam pelukannya, meski aku sadar perbuatanku dosa karena berpelukan dengan lelaki yang bukan muhrimku. Apalagi di sini ada suamiku sendiri, tapi apa boleh dikata. Aku butuh sandaran untuk melepas beban yang menyesakkan dada."Sudah, ayok, pulang sekarang, nanti Papi nungguin!" Tangan kekar suamiku tiba-tiba menarik lenganku, sontak membuatku langsung menoleh dan dengan segera aku beranjak bangun.Dia tak peduli pada Amel dan juga teman-temannya yang sedari tadi melihat aksinya yang secara tiba-tiba menarikku dengan paksa.Dia berjalan menuju parkiran mobil, aku berusaha mensejajarkan langkahku dengannya agar tidak terkesan sedang diseret paksa. Tak kuduga ternyata Mas Very mengikuti kami di belakang."Febi! Jangan kasar sama Ratna!" teriak lelaki yang kini mengikuti kami di belakang. "Loe ngapain ngikut ke sini? Jangan bilang mau jadi pahlawannya Ratna!" Mas Febi menatap sengit ke
"Nak Very, tumben malam-malam ke sini, ada urusan kerja?" tanya Papi dengan wajah yang bersahabat."Eh, Om, enggak kok, Om. Aku ke sini mau ada perlu sama Om," sahutnya dengan ekspresi yang kaku."Loh, kok, sama Om. Ada apa ya? Om jadi penasaran nih? Ya, udah, ayok kita ke ruang tamu!" Aku dan Mami hanya diam, kami saling bertukar pandang. Menyelami pikiran masing-masing dengan gurat penuh tanya. Sedangkan suamiku sedari tadi berdiri tak jauh dari Mas Very, dia hanya diam. Namun, dari ekspresinya terlihat rona bahagia.Mungkin kedatangan Mas Very ke sini mau membahas soal ajakan suamiku tempo hari yang katanya mau meminangku. Karena cinta suamiku yang terlalu besar pada kekasihnya hingga ia ingin segera melepasku pada lelaki lain.Kuikuti takdir-Mu Ya Robby, kupasrahkan semuanya hanya kepada-Mu. Hanya Engkau yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk para hamba-Mu."Ratna, ada apa ya Nak Very ke sini? Apa Febi cerita sesuatu sebelumnya sama kamu?" tanya Mami dengan penasaran."Enggak tah
"Mas Fe_bi? Ngapain Mas Febi ke sini?" pekikku seraya mengucek-ngucek mataku yang masih sepet karena barusan sempat tertidur. Aku tak percaya dia datang menjemputku." Aku disuruh Papi jemput kamu di sini. Kamu ngapain di sini lama-lama? Sudah, ayook pulang! Bentar lagi Magrib," tegurnya kemudian dengan tatapan serius ke arahku. Pandangannya menyisir ke arah sekitaran makam."Aku kangen sama Ibu, Mas, aku masih pengen di sini nemenin Ibu. Mas Febi mendingan pulang sana!" jawabku dengan nada malas, kedua tanganku masih memeluk erat nisan ibuku. Rasanya enggan untuk beranjak."Nanti aku yang dimarahi Papi kalau kamu gak ikut pulang," paksanya dengan menarik lenganku."Iya memang hanya Papi yang peduli dan perhatian sama aku," ketusku yang masih kekeh duduk di tanah makam Ibu."Maksud kamu, aku enggak peduli gitu, sama kamu? Aku juga mau jemput kamu ke sini karena peduli, kalau aku gak peduli mah mana mau aku ke sini! Sudah, ayok pulang, hari sudah mulai gelap. Kamu gak takut apa lama-l
"Ratna, sudah ditungguin Very di bawah." Lelaki yang semalam sudah melepaskan ikatan suci pernikahan kini berdiri di ambang pintu kamar. Wajahnya begitu ceria dan berbinar, seakan begitu bahagia dengan melepasku."Iya, Mas tunggu sebentar!" Kuarahkan wajahku ke sembarang arah, rasanya aku sudah malas menatap wajahnya."Kamu gak usah hawatir, Very itu orang baik. Dia pasti mau menjagamu, kalau dia macam-macam gak usah sungkan telefon aku!""Kamu gak usah pedulikan aku dan gak perlu repot-repot, kini kita sudah tak ada hubungan lagi." Aku bergegas melangkah melewatinya setelah tadi berpamitan dengan mencium tangannya untuk terakhir kalinya.Langkahku cepat seraya menenteng ransel dan tas kecil dengan menuruni anak tangga menuju ruang tamu di mana Mas Very menungguku. Mas Very sudah menungguku di ruang tamu bersama Papi dan Mami."Kamu sudah siap? Apa mau jalan sekarang?" tanya lelaki yang sudah begitu baik dan peduli sama aku."Iya, Mas, kita jalan sekarang aja," sahutku lirih.Aku b
Malam kian larut, tapi mataku sulit untuk terpejam. Padahal sudah ngantuk banget. Pikiranku teringat ucapannya pas pulang kerja kalau dia punya kunci cadangan. Aku takut kalau dia tiba-tiba menyusup masuk, apalagi pintu kamar ini tak ada selotannya.Tenggorokan ini terasa kering, tadi aku lupa membawa masuk air minum. Dengan perasaan khawatir aku melangkah keluar untuk ke dapur mengambil air minum. Perlahan aku buka pintu kamar agar tak bersuara, jalan pun mengendap seperti maling.Untung dia dah pulas, kalau tidak apa jadinya, gumamku lirih." Eheem. Mau ngapain?" "Eh, Mas Very. Mas Very belum tidur? Ini aku mau ambil air minum, tenggorokanku kering," desisiku berbasa-basi dengan wajah pucat pasi.Dia berjalan mendekat, semakin dekat hingga badanku gemeteran. Kutelisik wajahnya, rasa takut menggelayutiku. Ia baru keluar dari kamarnya."Kamu kenapa, ngeliat aku kayak liat setan?" "Oh, enggak, Mas aku ...," jawabku lagi dengan tergagap."Aku tahu kamu takut kalau aku tidur di sini.
"Ratna kamu jalan duluan ya ke sana! Pilih apa saja yang kamu mau, nanti aku nyusul! Sekarang aku mau ngobrol dulu sebentar sama Rahel." "Iya, Mas. Baik." Aku berlalu pergi menuju Supermarket untuk membeli kebutuhan sehari-hari.Aku menurunkan semua belanjaan di meja kasir, "Totalnya 1,5 juta, Mba, mau bayar cas atau kartu?" tanya pegawai itu ramah."Pake kartu aja, Mba, aku gak punya uang cas," sahutku menimpali. Dan saat aku hendak menyerahkan kartu ATM itu, tiba-tiba seseorang menyodorkan kartu ATM ke arah pegawai supermarket itu."Pakai ini saja, simpan lagi ATM mu!" pungkasnya.Sontak aku langsung menoleh ke arahnya"Mas Very, gak papa, Mas pake ATM aku saja. Kan, semua belanjaan ini buat kebutuhanku," cicitku."Buat kebutuhan kita, kan nanti aku bakal sering mampir untuk nyobain masakan kamu," sahutnya lagi. Dan aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya. "Pengantin baru ya, Mba?" tanya pegawai itu lagi yang tertulis namanya Rara di tanda pengenalnya.Kami saling melempar pan
"Mulai, deh lebainya," gerutuku seraya menyuapkan makanan ke mulut."Hahahah ... lah, emang kenapa? Kalau bisa, why not?" sahutnya dengan terkekeh.Isshh ... semenjak kenal dan dekat dengannya, aku jadi sering tertawa. Padahal aku sudah lama gak tertawa lepas kek gini, bahkan sampai lupa rasanya tertawa itu gimana. Apalagi semenjak aku menikah dengan mantan suamiku, aku tak pernah bisa tertawa. Yang ada hanya kelukaan yang melanda."Mas, aku tiap hari bosan di dalam rumah terus tanpa aktivitas. Aku pengen bekerja biar ada kegiatan, bisa gak Mas Very carikan aku pekerjaan?" tuturku menjelaskan."Oh, soal itu. Kamu maunya kerja apa? Biar nanti aku bantu." Tangannya tak berhenti menyuapkan makanan ke mulut. Sesekali ia menatapku dengan tatapan penuh arti."Kerja apa saja aku mau, yang penting aku bisa kerja." Seketika aku menghentikan aktivitas makanku"Gimana kalau kerja jadi asisten pribadiku di rumah? Kamu hanya perlu melayaniku, menyiapkan kebutuhanku dan tak perlu melakukan yang la
"Iya, gue belum apa-apain dia, habisnya gue gak ada gairah buat ni_dvrin dia. Dia bukan cewek idaman gue, liatnya aja udah malas, gimana mau menyentuhnya!" ucap Febi akhirnya."Loe kenapa senyum-senyum gitu, loe masih waras kan? Kalau loe dah gi_l4 biar gue ambil alih aja posisi loe di kantor!""Apaan sih, gak lucu tau!" kelit Very."Lagian ... ngelamun mulu. Loe kenapa nanya begitu, sih? Gelagatnya mencurigakan, jangan bilang kalau loe mau nid_vrin dia?" "Si_4lan loe, loe pikir gue cowok apaan? Emangnya loe, maen nid_vrin anak orang aja tanpa menghalalkan dulu!""Ya, kalau dianya mau, emang kenapa? Orang gue juga gak maksa-maksa banget, kok. Tanpa meminta juga dia sudah ngasih duluan, ya, kaya kv_cing aja kalau disodorin ikan juga pasti langsung nubruk. Kalau gak ditubruk mubazir, tau!""Oh, jadi loe sama ma kucing garong? Pantas!" "Ku_r4n9 ajar loe, ngatain gue kucing garong! Makanya buruan loe cari cewek yang bisa diajak ke kamar, kalau dah tahu rasanya pasti loe bakal k3_t4gihan
"Ver, gimana kalau lo sewa jasa Detektif?" pesan dari Febi sudah kubaca."Boleh, lo yang cari y?" pintaku berbalas."Siyap, Bos." ***Itu dua orang kenapa ya dari tadi ngikutin aku terus? Emangnya aku orang kaya apa yang kalau diculik dapat tebusan?Kalian salah kalau mengira aku anak orang kaya. Tapi, apa mungkin mereka orang suruhan Mas Very yang disewa untuk mencariku? Secara dia kan, orang berduit, yang gak mau capek dan karena kesibukan yang menyita waktunya. Ah, apa iya dia masih menginginkanku untuk jadi pendamping hidupnya? Sementara di rumahnya sudah ada calon yang disiapkan orang tuanya.Gak usah ngarep, Ratna. Dia orang berduit, gampang kok kalau mau mencari 1000 Ratna, gumamku.Dengan langkah cepat, setengah berlari aku terus menghindari dua orang yang sedari tadi ngikutin aku terus. Padahal aku pengen buru-buru sampai kontrakan biar bisa merebahkan tubuhku ke kasur. Rasanya punggung ini pegel banget seharian mondar-mandir mulu.Sekarang mending aku lewat jalan pintas aja
"Iya, aku karyawan baru." Netraku menyisir ke arahnya yang kini berdiri tepat di hadapanku. Seorang lelaki berkulit hitam manis dengan rambut lurus tersenyum ke arahku."Perkenalkan aku Reno, karyawan di sini." Ia menyodorkan tangan ke arahku hendak mengajakku kenalan. "Aku Ratna." Aku menerima uluran tangannya Kami berdiri mematung, saling diam dalam kekakuan karena baru kenal. Lantas aku menarik diri mencoba menghilangkan rasa gugupku dengan menata barang dagangan di rak agar tersusun rapi. Dan dia pun sama mengerjakan tugasnya seperti biasa."Reno, nanti kamu kasih tahu Ratna ya tugas-tugasnya apa saja. Misal kamu mau istirahat jangan ditinggal tokonya, kamu gantian saja!" titah Pak Haji pada lelaki yang berdiri tak jauh dariku."Iya, Pak Haji," sahutnya cepat tanda mengerti."Ratna, kalau kamu butuh sesuatu jangan sungkan ngomong sama Reno ya! Bapak tinggal dulu," selorohnya dengan ramah."Iya, Pak Haji," sahutku sambil menganggukkan kepala.Kemudian pemilik toko itu berlalu per
"Kenapa loe? Suntuk amat kayaknya?" tegur sahabat sekaligus partner kerja Febi saat di kantor."Gue lagi pusing," sahut Very tak bersemangat, ia mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya. Kemudian menyalakannya dan langsung menghisapnya."Pusing kenapa? Loe lagi berantem sama Ratna?" desak Febi ingin tahu, ia pun ikut mengambil rokok yang ada di atas meja dan menyalakannya."Bukan berantem, tapi Ratna diusir dari rumah sama Nyokap gue," tukas sang CEO di kantor Febi sendu sambil mengusap wajahnya dengan kasar."Kok, bisa? Memangnya kenapa? Terus Ratna pergi kemana sekarang?" cecarnya dengan mata yang terbelalak karena kaget."Nyokap gak suka sama Ratna karena takut dia menggagalkan rencana perjodohanku dengan Sean. Sampai sekarang gue belum tahu keberadaannya, kemarin sudah nyari tapi lom ketemu." Tatapan kekasih Ratna itu menatap ke sembarang arah, hatinya limbung, pikirannya pun kacau."Kalau Bokap gue denger, loe pasti dimaki abis, soalnya Bokap gue itu sayang banget sama dia."
Ya Allah aku mesti kemana ini? Nyari kontrakan kan gak gampang, mana ini bukan daerah sendiri lagi!! Kaki ini terus melangkah menyusuri komplek perumahan elit menuju jalan raya. Dan lima belas menit kemudian aku sampai di halte, terdiam sendiri sambil duduk di halte menunggu kendaraan umum yang lewat.Nyonya bilang aku harus pergi jauh agar tak bertemu dengan Mas Very lagi, huuuufftt. Ingin rasanya menangis meratapi nasib ini, aku sendiri, tak ada saudara atau kerabat di sini. Keluarga besar Ibu dan Bapak jauh di luar pulau, dah gitu kami lost contack semenjak aku pindah ke kota."Neng, mau naik?" tanya Pak kenek saat melihatku."Iya, Bang, ke terminal ya?" tanyaku memastikan."Iya, Neng. Ayok, naik!" ajaknya, ia turun lalu mempersilakan aku duduk di jok yang kosong. Kemudian mobil melaju hingga beberapa menit baru sampai terminal."Neng, sudah sampai terminal," tutur Pak Kenek memberitahu. Dan aku langsung turun setelah memberi ongkos.Kemudian aku naik bis ingin ke makam Ibu dulu, t
"Ver, gue mau dong disuapin sama Ratna, kayaknya enak deh." Dia menatapku penuh arti dan seolah ada maksud tersembunyi, entahlah aku juga gak yakin.Ddeegg!! Apa? Dia mau aku suapin, gak salah? Selama nikah aja dia gak pernah memintaku seperti ini, kenapa sekarang ...? Why??Sekilas aku melirik ke arah kekasihku, ternyata mimik mukanya menunjukkan kalau dia ...iya dia sepertinya tak suka tapi berusaha tersenyum meski sangat terlihat terpaksa."Ayo, dong, aku mau nyobain spagetinya. Kamu bikin sendiri?" Mas Febi sepertinya tak sabar ingin nyobain makanan yang aku buat. Lantas aku segera mengarahkan garpu yang sudah dikaitkan dengan spageti ke mulutnya, dan dia sudah siap menerima suapan dariku.Sesaat dia terpejam menikmati setiap sentuhan rasa yang menempel di lidahnya."Enak banget, sumpah. Baru kali ini aku makan spageti seenak ini, restoran bintang lima aja kalah. Gila ... ini enak buanget." Mas Febi terus nyerocos mendeskripsikan semua rasa yang ia nikmati."Ya enaklah orang tin
"Ya, udah besok kita nikah yuuk, biar bisa mandi bareng," cakapnya membuatku terkejut setengah mati. Emang segampang itu nikah? Restu aja lom dapet. Huuuftt!!!"Jangan becanda deh?" protesku sambil bersungut, sebenarnya itu ungkapan yang ingin aku dengar secepatnya. Tapi, mengingat orang tuanya yang tak merestui hubungan kami, itu menjadi suatu yang sulit untuk mewujudkannya."Aku serius, sayang, malahan seratus rius loh." Ia begitu gigih meyakinkanku atas perasaan dan niat seriusnya. Tapi aku sendiri menjadi dilema??"Tapi gimana dengan Tuan dan Nyonya besar? Mereka gak ...." Belum selesai ngomong dia sudah duluan memotong ucapanku."Huusstt!! Kamu gak usah khawatir soal itu. Aku lelaki bisa tetap nikah tanpa wali, aku tak peduli bagaimana keputusan orang tuaku nantinya." Ia seakan begitu semangat untuk terus melanjutkan hubungan ke jenjang serius. Aku mencintai dan menyayanginya sepenuh hati, rasa ini pertama dalam hidupku. Bahkan, meski aku kemarin sempat menikah selama 6bulan kur
"Sean, kamu itu cantik, pintar, punya segalanya. Pasti banyak cowok yang tertarik sama kamu." Tatapan mataku menyisir pandangan ke arahnya yang duduk tepat di hadapanku."Lantas?" Sean menyipitkan matanya seolah sedang menerka maksud ucapanku."Kamu bisa cari cowok lain selain aku, karena aku sudah mencintai wanita lain." Hatiku begitu mantap mengungkapkan apa yang kurasa, meski nanti pasti akan dapat penolakan dari orang tuaku dan orang tuanya.Kuhisap rokok yang ada di tanganku dan menghembuskan asapnya ke samping. Aku gak mau dia menghisap asap rokokku."Apa kamu bilang?" Wajahnya ia dekatkan ke arahku dengan pandangan melebar seolah ingin mendengar lebih jelas lagi."Aku tidak bisa mencintaimu karena ada nama wanita lain di hatiku," ucapku memperjelas dengan keyakinan yang mantap."Si_siapa dia? Wanita mana yang bisa mengalahkan pesonaku? Selama hidupku aku tak pernah mendapat penolakan dari seorang lelaki. Bahkan, tinggal tunjuk aja, lelaki itu takhluk di hadapanku!" sarkasnya d
"Mamah ... kapan pulang?" Lelaki yang kini sudah menjadi kekasihku melangkah masuk melalui pintu utama dan langsung menghampiri mamahnya."Tadi sore jam 3 an, kamu baru pulang kerja?" Nyonya besar langsung memeluk putranya erat.Aku dan Bibi sedari tadi sibuk menyiapkan makan malam besar karena katanya malam ini keluarga Sean_cewek yang dijodohkan dengan Mas Very mau datang dan makan malam di sini. "Iya, soalnya di kantor lagi banyak kerjaan. Uuh, capek banget, aku ke kamar dulu ya, Mah mau mandi," tukasnya sambil meregangkan otot-ototnya dengan menaikkan kedua tangannya ke atas. Lalu beranjak pergi."Oh, iya, Very, nanti jam 7 malam keluarga Sean mau ke sini. Kita makan malam bersama," cetusnya dengan lantang. Tiba-tiba ia berjalan menghampiriku yang masih sibuk menata hidangan di meja."Sayang, kamu masak apa? Banyak banget makanannya," bisiknya di telingaku."Memangnya barusan gak dengar apa, kalau calon istrimu mau datang ke sini," ketusku dengan memasang wajah cemberut."Masa?
"Mas ... jaga ucapanmu, tak selayaknya kamu meminta begituan saat kita belum halal! Kalau kamu sayang sama aku, tolong jaga nama baikku." Mataku seketika memanas mendengar ucapannya yang konyol itu."Aku kecewa sama kamu, Mas, ternyata kamu sama saja seperti pria di luaran sana yang tak bisa menahan napsu." Kini tatapanku berubah sangar dengan mengeratkan gigi."Sayang, maaf ya, aku gak bermaksud begitu, aku cuma mau mengetes kamu aja. Aku pikir kamu wanita ....""Gampangan yang bisa menyerahkan mahkotanya pada lelaki sebelum akad? Tidak, Mas, aku tidak sehina itu meskipun aku orang miskin tapi aku tahu batasannya.""Sayang, tolong maafin aku." Tangannya langsung meraih tanganku tapi dengan segera aku hempaskan.Aku keluar menuju pintu utama, berjalan ke arah taman depan meninggalkan Mas Very di dapur dengan perasaan kacau dan emosi."Eheemm ...." Suara bariton tiba-tiba mengagetkanku, seketika aku langsung menoleh ke arah sumber suara."Mas Fe_bi," lirihku sambil menatap wajahnya se