Gavin diam, lalu mengusap air mata. "Apakah saya boleh mengetahui kabar yang membuat Anda sedih?" Prisha bertanya dengan hati-hati. "Saya hanya terbawa perasaan." Ekspresi Gavin kembali tenang. "Oh ya, saya lihat, luka di tanganmu udah mengering. Apa masih sakit?""Udah berkurang nyerinya.""Besok kita angkat jahitannya, ya."Prisha mengangguk."Dok, masalah di antara kita udah clear, kan? Apakah Bu Karina melenyapkan bukti?" tebak Prisha, to the point. Ketidaksenangan di hatinya, tercermin dari perubahan sebutan terhadap mertua perempuan, dari "mama" menjadi "bu".Gavin tidak terkejut atau marah. Ia memandang istrinya sejenak. "Mama memecat dokter forensik yang mengautopsi jenazah Nalini. Seluruh perawat dan dokter yang berjaga di ruangan tempat Nalini dirawat inap, dipindahtugaskan ke daerah, rumah sakit tipe B. Semua bukti dihapus, termasuk rekam medis ibumu. Info hasil autopsi ke nenekmu, hanya secara lisan. Kesaksiannya lemah."Prisha seketika menyadari kebenaran ucapan nenekn
Prisha menoleh ke arah suaminya. Paras Gavin terlihat tenang. Bibir lelaki itu seperti menahan senyum. Apakah Dokter Gavin senang menerima kedatangan Dokter Ariana?Prisha ingin membuang segala pikiran negatif. Namun, ucapan nenek tahu-tahu terngiang di benak. Terasa mengganggu. "Untuk apa lagi bertahan? Ibumu sudah meninggal."Rasa malu bercampur sedih membungkus hatinya. Meski mengerti tujuan pernikahan, harga dirinya menjerit. Kenyataan Gavin tidak mendukungnya menuntut Karina, semakin membuatnya kecewa. Kedatangan Ariana, juga membangkitkan kesadaran, betapa impulsif dirinya. Namun, bukan Prisha namanya jika menyerah begitu saja. Ia memutar otak. Senyum tipis terbit di bibirnya saat menemukan jalan.Prisha menggeser tubuh, menjauhi Gavin, tatkala calon menantu baru sang ibu mertua muncul di ruang tamu. Ruangan yang luas dan mewah, jadi terasa sempit dan buruk.Dokter Ariana seorang wanita matang dan dewasa. Pembawaannya tenang dan lembut, tapi matanya berkilat cerdas. Wajahnya
Prisha berkali-kali menguap saat memasuki rumah. Jam dinding klasik di ruang tamu mewah milik Gavin, telah menunjukkan angka sepuluh malam. Biasanya Prisha tahan begadang. Namun, hari itu terlalu melelahkan. Lahir batin. Ia terus melangkah menuju kamar pribadi. Lupa izin ke suami. Langsung menutup pintu dan menguncinya, sesuai kebiasaan. Usai berganti baju dengan babby doll, Prisha merebahkan tubuh sambil melafazkan hamdalah. Begitu mencium bantal, gadis itu langsung pulas.Sementara Gavin masuk ke kamarnya sendiri pula. Seperti biasa, ia mandi air hangat sebelum tidur. Saat merendam tubuh dengan nyaman di bath tube, kenangannya terlempar ke acara mandi siang tadi di rumah Nenek Sarah. Dokter merangkap CEO DIMS Hospital itu tersenyum sendiri. Lantas, ia menoleh ke sekeliling. Tak ada yang berubah di kamar mandinya. Segala sesuatu terletak pada tempatnya. Terasa wajar.Lelaki itu bangkit, berbilas, lalu memakai kimono handuk sebelum keluar kamar mandi. Setengah melamun, ia berganti b
Gavin menyetir mobilnya sendiri. Alif disuruh ke kantor duluan. Ia ingin menikmati momen berdua Prisha, tanpa gangguan pihak lain. Mobil sport bugatti berbelok memasuki halaman sebuah salon kecantikan merangkap butik ternama. Prisha ternganga. Ia cukup update untuk mengenal brand sebuah tempat. Salon Kecantikan Shalinaz sudah bertaraf internasional. Bahkan Shalinaz Beauty Clinic telah menciptakan produk kecantikan sendiri yang mampu bersaing di pasar global. Sementara butiknya tak kalah eksklusif. Butik itu terkenal khusus mendesain busana muslim dan muslimah yang elegan, mewah, dan kontemporer.Butik milik tantenya Keyko hanya seperdelapannya. Dari bangunan Shalinaz Beauty Clinic plus butiknya yang mentereng sudah terlihat gambaran profesionalitas para pegawainya. Tak pernah terlintas dalam mimpi sekalipun, Prisha bakal menginjak tempat tersebut. Nalurinya sebagai wanita yang ingin tampil cantik pun bangkit. Terpancar dari wajahnya, rasa antusias yang berhasil mengusir kabut suram
Usai berdeham, menguasai rasa tergelitik geli, Gavin berkata serius. "Oke, mari kita upayakan kondisi ideal suami istri. Pertama-tama, saya mau komplen. Dua hari lalu, kamu ngundang saya masuk kamar, pura-pura sakit. Tau-tau memanfaatkan saya. Kira-kira itu ideal, nggak?"Prisha terbelalak. "Anda merasa dirugikan?""Sangat. Nggak adil kalo nggak gantian."Bibir mungil Prisha mengerucut lucu. Sepasang alisnya bertaut. "Keterlaluan," desisnya. "Mengapa harus dipertanyakan? Tentu saja itu ideal. Bahkan sudah seharusnya. Jangan bilang rugi. Jelas-jelas saya tau, Anda untung besar. Oh, bilang aja pengen tidur sekamar. Ish, nggak usah muter-muter." Wajah Gavin sontak merah padam. Berhubung sudah tak kuat menahan penderitaan sejak malam tadi, ia memutuskan membuang gengsi."Bagus kalo ngerti. Praktik ideal tahap pertama, pagi ini kamu gantian ke kamar saya. Saya butuh diperiksa coz tiba-tiba saya meriang.""Pak Dok sakit?" Prisha menatap tak percaya.Gavin diam. Cemberut. Prisha tak berani
Beruntung Prisha sejak kecil telah terlatih menghadapi bullying. Jika tidak, mungkin saat ini ia sudah lari sambil menangis. Atau sebaliknya, menggebrak meja sambil berteriak melampiaskan gusar. Prisha memutuskan memberi jawaban yang ia pikir paling elegan tanpa kehilangan harga diri."Salam kenal, Nek. Saya tersanjung, Anda lebih dulu tau nama saya, sedang saya sama sekali belum mengenal Anda." Gadis itu merapatkan sepasang telapak tangan di depan dada ke arah Nenek Clara. Senyumnya manis dan matanya berseri-seri penuh energi hidup. Lantas, ia menoleh pada Gavin. "Mas Gavin mestinya mengenalkan seluruh anggota keluarga Mama Karina kepada saya," ungkapnya, setengah protes.Mendengar sebutan "mas" disertai nada menyalahkan, Gavin berdeham ringan, meredakan desir di dada."Tadinya saya mau ngajak kamu mengunjungi keluarga besar Mama, sekalian ngantar undangan. Siapa sangka, semuanya nggak sabar pengen ketemu kamu," sahutnya, lembut.Karina, Nenek Clara beserta segenap keluarga, serasa t
Keluarga Karina meninggalkan rumah Zed Devandra dengan wajah masam. Maksud terselubung mereka telah tersingkap. Karina menangis kecewa karena gagal mempengaruhi putranya. "Belum satu bulan menikahi anak ular itu, kamu udah tergigit racunnya. Sampai-sampai mengabaikan ibu yang membesarkanmu bertahun-tahun!" raung Karina, begitu mertuanya meninggalkan ruangan tamu untuk beristirahat. "Mama menyuruhmu menikahinya, hanya sebagai pemanis belaka. Bukan untuk jadi istri utama!""Mama sangat serius saat memaksa saya menikahi Prisha. Mengapa berubah pikiran ketika saya betul-betul serius menikahinya?" sahut Gavin, tenang. "Itu karena Mama ditindas," sahut Karina, pilu. "Kakekmu mengancam akan memenjarakan papa dan membuat Mama jatuh miskin. Tau-tau sekarang, papamu menceraikan Mama. Mama tiada daya, kehilangan pegangan. Hanya kamu harapan Mama. Mama nggak mau kamu jadi boneka di tangan keluarga papamu!""Mama rupanya belum sadar. Sikap Mama tiada bedanya dengan kakek nenek. Nganggap saya tak
"Resepsi pernikahan kalian tinggal seminggu lagi. Persiapannya udah beres. Tempatnya fix di ballroom hotel berbintang milik rekan bisnis perusahaan kita," ungkap Nenek Diana, saat makan malam bersama Gavin dan Prisha.Sang nenek bersikeras meminta pasangan itu untuk bertahan sampai makan malam. Demi menyenangkan hati si nenek, Gavin dan Prisha terpaksa menyetujui, meski sangat letih."Waktu untuk fitting baju mepet sekali." Nenek Diana menunjukkan ekspresi cemas. "Desainer busana pengantin, memakai ukuran standar. Bajunya baru selesai malam ini. Besok pagi kalian harus segera ke butik, mencoba baju pengantin. Kalo ada yang nggak cocok, akan langsung diperbaiki penjahit profesional yang kerjanya cepat.""Maaf, Nek. Biar Prisha saja. Saya sudah beberapa hari nggak kerja. Rencananya besok mau rapat evaluasi," tolak Gavin."Kamu kemaren kan izin karena sakit." Nenek Diana meletakkan sendok, menunda suapan berikutnya. "Uruslah cuti nikah!"Gavin menggeleng. "Kerjaan saya banyak.""Kamu tin
Tadinya, Ariana kaget sekaligus malu. Namun, begitu mendengar pertanyaan Gavin, ia jadi ilfeel sekaligus merasa lucu. Akhirnya, gadis itu tertawa lirih dengan pipi bersemu. “Belum apa-apa udah di-warning ngasi jawaban yang nggak mengecewakan. Yaudah, aku, sih, terserah Papa dan Mama aja.”Danan dan Lidya saling menatap, lalu mengangguk serempak. Senyum lebar mereka mengembang. Bahagia. Diam-diam, mereka mencuri pandang ke arah Zed dan Diana, penuh rasa terima kasih. Lidya lantas memeluk putrinya, seraya mengungkapkan persetujuannya. Sementara Reno, wajahnya sontak berseri-seri, dipenuhi aura kelegaan dan kebahagiaan. Batinnya berbisik gemuruh. ‘Papa, aku telah memenuhi persyaratan darimu, meminang Ariana untuk Zakki. Aku berjanji akan menjauhkan diri dari Healthy Light dan mendorong Zakki menjadi pria yang lebih baik.’***“Aku baru tau, kalo kamu pemalu.” Ariana berdecak kesal di malam pengantin. Usai akad nikah dan resepsi besar-besaran yang diadakan Zed Devandra di mansion, ia d
“Roni, kamu lebih pantas jadi adikku. Aku menyukaimu sebagai kakak.” Ariana kembali tertawa ringan. Wajahnya secerah musim semi.Harapan Roni yang sudah melambung seperti balon terbang, mendadak kempes dan jatuh.“Ah, sayang sekali.” Diana menatap cucu bungsunya yang kekanak-kanakan itu dengan lembut. “Padahal tadinya Nenek mau menjodohkan Roni dengan Ari. Tapi Ari menganggap adik. Tenanglah. Nenek memiliki beberapa calon yang bisa kaupilih. Atau kau punya calon sendiri? Kalo calonmu baik, kami akan menyetujuinya.”Roni menggeleng. Wajahnya masam. “Cewek-cewek di luar sana, hanya memandang status dan hartaku saja. Aku nggak kenal cewek lain sebaik Prisha atau Kak Ari. Aku pasrah aja ama pilihan Nenek.”Diana bertepuk tangan. “Bagus!”“Gimana denganmu, Zakki?” Pertanyaan Zed beralih ke Zakki.Yang ditanya hanya membisu. Gavin sebal sekali. Ditepuknya bahu Zakki cukup keras. “Apalagi yang kau tunggu?” Reno menarik napas panjang menyaksikan sikap diam putranya. Tentu ia mengerti kenap
“Sepulang dari berhaji, kami ingin lebih fokus beribadah. Usia aku dan nenek kalian semakin senja. Banyak hal yang kami sesali. Kini waktunya untuk memperbaiki segalanya. Kami tak ingin masalah orang tua kalian terulang pada kalian, para cucu.” Zed menyampaikan rangkaian nasihat kepada cucu-cucu lelakinya. Pada intinya, ia tak ingin mereka manja dan membuat masalah seperti dulu. Zed berharap mereka semakin matang dan lebih memperhatikan keluarga. Tak lupa ia menyemangati empat cucu lelakinya agar menyusul hijrah.“Aku bersyukur memiliki cucu menantu sebaik Prisha. Bersamanya, Gavin jadi lebih lunak dan penurut.” Diana menyampaikan isi hatinya setelah Zed menuntaskan wejangannya. Gavin menekan ketidakpuasan di hatinya ketika mendengar kalimat “lebih lunak dan penurut”. Apakah nenek dulu menganggapnya keras dan liar serupa hewan buas? Betapa berlebihan. “Bukan Sha yang mengubah Pak Dokter, Nek. Dia berubah karena keinginannya sendiri,” sahut Prisha, rendah hati. “Seiring kebersamaan
“Kalo baik-baik saja, kenapa Kakak harus susah payah mencegahku? Kakak nggak mau Dokter Salman tersakiti, kan? Kakak masih ingin menjaga perasaannya ....”“Aku tidak peduli perasaannya!” Ariana setengah berteriak. Beberapa kerabat sontak menoleh ke arahnya.Tiba-tiba Sean dan Roni datang dan bergabung ke meja Zakki. “Perasaan siapa, Kak?” tanya Roni, polos. “Kenapa kalian datang ke sini?” bentak Ariana. Mendadak ia dongkol dan uring-uringan tidak jelas. “Aku mau ngobrol serius dengan Zakki!” “Kak Ari, mumpung ada Kak Zakki di sini, aku juga perlu bicara serius denganmu.” Roni memperlihatkan ekspresi seperti awan mendung yang siap menurunkan hujan.“Betul.” Sean mengangguk kuat. “Roni siap jadi lelaki dewasa. Sesuai arahan Kak Zakki. Biar Kak Zakki jadi saksi.”Zakki menatap kedua adik sepupunya itu sambil tersenyum masam.Roni mengepal tinju, menguatkan tekad. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu membusungkan dadanya. “Kak Ariana, izinkan aku meminangmu. Maaf jika terkesan tiba-tiba
Suasana hati Zakki memburuk drastis tatkala menyaksikan Ariana dikelilingi para sepupu lelakinya. Tadinya ia ingin mendekati Ariana untuk menanyakan apa yang ingin dibahas Ariana dalam chat-nya. Namun, gadis itu sepertinya lupa. Ariana malah kelihatan asyik mengobrol dengan empat sepupu gantengnya.Zakki memutuskan melemparkan masalah itu ke belakang kepala. Toh, yang punya kepentingan adalah Ariana, bukan dirinya.Bukannya kesal, Zakki malah sedikit berterima kasih dalam hati ketika Gavin menyuruhnya memperbaiki laporan analisis keuangan dengan kata “segera”. Dalam situasi normal, ia akan tersinggung berat, sebab disuruh mengecek laporan di luar jam kerja. Parahnya lagi, dalam acara keluarga. Gavin sungguh keterlaluan. Namun, Zakki kali ini mengabaikannya agar pikirannya teralihkan dari pemandangan yang tidak menyenangkan.Sayang sekali, meski berusaha keras meneliti laporan, tetap saja ia gagal fokus. Ia tidak ingin mencuri-curi pandang ke arah gadis berkerudung pink yang sedang ter
“Ariana, mundurlah ... Jangan ikut campur,” desis Danu pada putrinya.“Tidak, Papa. Mereka berlebihan. Apakah mereka lupa kalau Om Reno adalah putra Kakek Zed? Dan Zakki adalah cucu langsung beliau? Mereka betul-betul tidak memandang muka Kakek Zed dan Nenek Diana!” Ariana berkata dengan nada mencela.Seluruh kerabat terperangah, sebelum memasang ekspresi marah dan merasa terhina.“Cukup!” Tiba-tiba Kakek Zed berseru, mencegah perdebatan meruncing. “Ariana benar. Aku dan istriku memang pernah marah pada putra-putra kami. Namun, mereka telah mendapatkan hukuman masing-masing. Anak-anakku sudah menyadari kesalahan dan menyesalinya. Kami menerima permohonan maaf mereka. Jadi, sejelek-jeleknya, tolong hentikan semua komentar miring itu. Mereka adalah putra-putraku. Yang tetap mewarisi hartaku, meski tak berhak lagi menjalankan bisnis keluarga.Acara makan malam hari ini, sebenarnya bertujuan untuk bersilaturrahmi dan memulihkan kembali hubungan kekeluargaan yang retak. Danu dan Reno sudah
Meskipun demikian, sifat kejam dan pendendamnya tidak mudah hilang begitu saja. Mantan istri dan kedua putrinya, bukan hanya meninggalkannya di saat terpuruk, tapi juga ikut melempari batu saat ia jatuh ke lubang kesengsaraan. Lebih parah lagi, baru empat bulan bercerai, Rani menikah lagi. Usut punya usut, sang istri sudah lama berselingkuh. Reno paham, dirinya jarang memperhatikan keluarga. Ia bukan orang baik. Tapi setidaknya, Rani, Anjani, dan Anggraini menikmati kemewahan nyaris tanpa batas saat Reno masih jaya-jayanya. Reno tak pernah menelantarkan mereka. Rani dan dua putrinya—kalaupun tak sudi balas budi—paling tidak jangan ikut menginjaknya. Tak dinyana, mereka kejam. Dan saat itu, saat situasi berbalik, dua putrinya ingin memanjat lagi. Melihat ekspresi murka Reno, Zakki khawatir Reno drop lagi. Kondisi fisik sang papa pascatransplantasi hepar belum stabil. Akhirnya ia bangkit, lalu menarik kedua adiknya menjauh.“Enyah!” perintahnya, dingin. Tatapannya tajam.“Kakak—“ Anj
Waktu berlalu dengan cepat. Hari sabtu pun tiba.Mansion Zed Devandra malam itu terlihat lebih ramai dari biasanya. Belasan pelayan hilir mudik mengantarkan hidangan dan menatanya di meja-meja bundar yang tersusun di ruangan luas. Terakhir mansion Zed Devandra meriah adalah saat perayaan akbar akikah cucu buyut pertama Devandra, enam bulan yang lalu. Setelah berbulan-bulan agak sepi, bangunan besar itu kembali semarak. Zed mengundang seluruh keluarga besarnya ke acara makan malam tersebut. Tujuannya dalam rangka syukuran atas sembuhnya Reno. Diam-diam, tetua keluarga itu juga menyiapkan kejutan lain.Keluarga besan juga datang beserta putra-putri masing-masing. Tentu saja mereka tak akan melewatkan kesempatan berhadir di forum eksklusif tersebut. Jarang-jarang Zed Devandra mengadakan acara makan bersama keluarga besar yang melibatkan besan, di luar momen hari besar seperti hari raya. Acara tersebut bakal mereka manfaatkan untuk menjalin hubungan lebih dekat yang berpengaruh pada ke
Terlepas dari perbuatan jeleknya di masa lalu, Gavin agak kasihan pada Zakki. Tapi ia juga tak berdaya mengendalikan kakek neneknya yang pilih kasih. Tekanan keluarga Atmaja pada Zakki juga lebih karena merasa malu melihat Zakki tak bisa dibanggakan di tengah keluarga Devandra.“Adik saya sudah berubah,” kata Gavin, berusaha meredakan kejengkelan Robi. Nada suaranya tenang. “Dia jenius bisnis yang bakal diproyeksikan sebagai pengganti saya.”Kilat keterkejutan yang tajam melintas di mata Zakki. Ia memandang kakak sepupunya dengan sorot tak percaya. Tapi dengan cepat ia berpikir, Gavin pasti hanya ingin menjaga harga dirinya, mengingat mereka kini “bersekutu”. Dua detik berikutnya, tatapannya kembali jatuh ke gelas bening berisi air mineral. Ekspresinya kembali datar.Robi Atmaja tercengang. Lalu, suara tawanya berkumandang. Mengandung ejekan. “Pecundang ini? Jadi pengganti CEO Healthy Light? Apa kalian meremehkan pengkhianatannya? Anak ini sudah mencoreng nama baik dua keluarga!”“Pa