“Kandidat harus ditanyakan kesediaannya,” lanjut Prisha, tenang. “Cucuku pasti bersedia.” Kakek Zed menekankan kata “cucuku”, demi mengintimidasi semua orang. Artinya, tak seorang pun boleh mengajukan kandidat lain untuk berkompetisi dengan cucu dari founder sekaligus pemilik saham dominan. “Bukan begitu, Vin?”Gavin tak bereaksi. Ia mempertahankan sikap sepanjang rapat, yaitu diam tanpa ekspresi. Prisha memandang suaminya sambil tersenyum manis. “Hubby, jangan paksa Sha membuat keputusan yang bakal melukai harga dirimu.”Gavin merasakan tengkuknya menjadi dingin bagai dikompres es. Ada ancaman tersirat di balik senyum dan suara lemah lembut istrinya. Kakek Zed yang menyaksikan gelagat tersebut, segera berkata dengan tatapan mencemooh. “Seorang pria sejati tak akan pernah membiarkan dirinya dikendalikan istri. Istri yang baik, tak semestinya mengatur-atur suami.”“O, benarkah?” sahut Nenek Diana. Wanita tua berkerudung merah marun itu mencebik. “Begitu dari ceramah yang kudengar k
Seorang pramusaji menunjukkan meja VIP Prisha begitu ia masuk ke ruang makan eksklusif, yang dikhususkan bagi peserta rapat umum pemegang saham. Suasana ruang makan didesain mirip restoran mewah. Setiap tamu bebas memesan makanan apa saja yang ada di daftar menu. Begitu duduk bersama Gavin di tempat yang disediakan, dengan cepat, Prisha menjadi sorotan. Ia menjadi risih karena sadar dirinya dihujani tatapan. Bisik-bisik dan celetukan sindiran, lamat-lamat sampai ke telinganya."Kabarnya dia putri pe es ka. Mana mungkin ayahnya adalah putra sahabat Pak Zed? Jangan-jangan hanya ngaku-ngaku aja.""Boleh jadi. Sengaja pula menjerat Pak Gavin.""Gadis baik-baik pasti malu mengakui perasaan di tengah forum resmi. Dia sangat vulgar.""Turunan ibunya. Baidewe, kalian pernah baca berita affair Pak Tibra dengan ibunya? Psst ... sst .... tapi beritanya dibantah oleh humas keluarga Devandra.""Jangan-jangan dia sendiri ngincar posisi CEO.""Cih, nyesel dukung pemakzulan Pak Gavin."Walaupun kupi
Setelah terdiam sejenak, akhirnya Gavin berkata, "Kamu sungguh naif. Ada hal-hal yang tidak sesederhana yang terlihat.""Sha memang tak terlalu memahami keluarga Pal Dok," sahut sang istri, serius.Gavin mengganjur napas, kasar. Raut wajahnya setengah putus asa. "Karena terlalu peduli pada keluarga, Kakek membiarkan perusahaan didominasi anggota keluarga. Cita-cita awal leluhur Devandra ketika membangun usaha adalah demi kesejahteraan keluarga."Dokter spesialis bedah yang telah meraih gelar doktor itu melanjutkan kalimat dengan serius. "Kakek nenekku selalu teguh menjaga image 'keluarga'. Citra itulah yang membuat industri kesehatan kami menarik bagi investor dan konsumen. Kakek memastikan pimpinan perusahaan haruslah berdarah Devandra, tapi tidak asal pilih juga.""Dalam bisnis kapitalis, transaksi atau akad kerja sama saja bisa dipermainkan. Apalagi struktur manajemen perusahaan. Nggak peduli apakah CEO keturunan pemilik perusahaan atau bukan. Siapa pun CEO-nya, yang penting mamp
Gavin hendak membaringkan Prisha di sofa malas dalam ruang kerjanya. Namun, saat ia membungkuk, sang istri sudah meronta turun.Prisha berdiri sesaat dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Semenjak menikah dengan Gavin, baru pertama kali itu ia memasuki ruangan CEO Healthy Light.Ruang kerja CEO Healthy Light yang berukuran luas, mewah, dan elegan, membuat Prisha berdecak kagum. Ia pun merasa hangat oleh dominasi warna putih, cokelat muda, dan abu-abu. Serta siraman lembut cahaya matahari lewat dinding kaca yang sangat tebal. Pemandangan ibukota metropolis bagai miniatur artistik, terpampang dari dinding tersebut. Ada pintu tersedia di samping, menuju lobi berpagar tinggi.Di ruang kerja itu, selain meja kerja yang didesain apik, tersedia satu set sofa tamu, sofa malas, kulkas, pantry, dan dapur mini. Lantainya dilapisi beludru lembut. Udara sejuk mengalir dari AC, beserta wewangian segar dan memberi kesan mewah. Dalam sekejap, Prisha merasa nyaman berada di ruangan te
"Kamu kasihan melihat Joanna? Ayahnya hanya sedang menghukumnya. Sikapnya sangat tidak sopan terhadapmu. Itu setimpal," sahut Gavin. Ia berusaha menguatkan hati Prisha yang mudah kasihan. "Kasihan?" Prisha tersenyum sinis. "Masih untung Sha nggak laporin dia ke polisi. Dia bisa terciduk pasal pencemaran nama baik dan melanggar undang-undang anti perundungan."Gavin mengangkat sepasang alisnya. Dugaannya ternyata salah. Istrinya tidak sedang kasihan. "Ayahnya pasti tak ingin kelakuan anaknya tersebar ke publik dan berpengaruh pada posisinya di Healthy Light," tebak Prisha, yakin. "Kalian selalu menjaga prestise sebagai keluarga besar yang bersih tanpa cemar. Inilah yang Sha maksud. Betapa lelah hidup dalam keluarga seperti itu."Dada Gavin seketika sesak bagai ditindih batu besar. Namun, ia tak berdaya melepaskan beban itu. Kakek nenek menjadikan dirinya sebagai tumpuan harapan satu-satunya. Hanya mereka yang betul-betul dianggapnya sebagai keluarga. Gavin tak tega mengecewakan sepas
“Istrimu?”Tiba-tiba terdengar celetukan bernada sinis dari seorang wanita separuh baya. Rambutnya disanggul rapi dan ia mengenakan blazer berbahan mahal. “Bukankah dia hanya pengantin pengganti yang ditempatkan ibumu demi menutupi hubungan gelapmu dengan ibunya yang PSK?”Seruan kaget terdengar di sana-sini. Semua orang terbelalak tak percaya. Ketegangan seketika mengental di udara. Prisha langsung diserang oleh tatapan berpuluh-puluh pasang mata yang sarat tuduhan dan cemoohan.“Benarkah? Benarkah Prisha bukan pengantin asli? Hanya pengganti?” “Berarti perkawinannya palsu!”“Ini pembohongan publik! Pencitraan!”“Kita tidak bisa menerima ini!”“Jangan-jangan bukan putri Profesor Egon. Kalo dipikir-pikir, memang mustahil Profesor Egon punya anak dari wanita panggilan. Kami mendukung tes ulang DNA!”Si wanita tua yang kalimatnya berhasil memantik kericuhan, menampilkan senyum jahat yang sarat kepuasan.“Kalau tak percaya, kalian bisa tanyakan sendiri pada Karina, ibu dari Gavin! Aku b
"Gavin, Prisha, berhenti!" perintah Kakek Zed. "Rapat belum selesai!"Gavin dan Prisha telah mencapai pintu. Keduanya menahan langkah. Dengan malas-malasan, Gavin memutar tubuh."Kakek, saya pikir rapatnya sudah selesai, karena sudah berubah jadi ajang hujatan dan fitnah," katanya dengan nada datar. Prisha yang sempat terbawa emosi, seketika sadar kalau tindakan dirinya dan Gavin--yang keluar forum tanpa permisi--sama sekali tidak sopan. Semarah atau sesedih apa pun dirinya, harusnya tetap menghargai orang-orang yang hadir dengan menjaga etika."Maafkan kami. Forum sudah tak kondusif lagi. Saya tak perlu menanggapi tuduhan dan perundungan terbuka tadi. Tapi saya telah merekamnya. Ruangan ini juga punya CCTV. Bagi pihak yang mem-bully saya, mari kita bertemu di pengadilan." Suara Prisha mengalir jernih merdu. Nadanya tenang dan lembut, tapi berisi ancaman. Clara terkesiap. Orang-orang yang memihaknya pun menjadi pucat dan gentar. Mereka telah meremehkan Prisha, mengira si gadis kam
Tatkala semua orang mengangkat tangannya, akhirnya Prisha mengerti bahwa hanya dirinya yang berjuang di sini. Ia sendirian. Tak seorang pun di antara keluarga Devandra dan tokoh-tokoh elit yang memihak dirinya. Dilihatnya Gavin yang bungkam seribu bahasa. Tidak memperlihatkan tanda-tanda penolakan sedikit pun. Prisha berusaha menjaga wajahnya agar tetap datar hingga terasa tebal dan kaku. Ia tak ingin kekecewaannya, terutama terhadap Gavin.Gavin sudah berbohong padanya. Sebelum resepsi perkawinan mereka yang mewah, ia dan Gavin jelas-jelas sudah mendiskusikan persoalan itu. Gavin telah setuju membujuk kakek neneknya agar tidak menunjuknya sebagai CEO perusahaan induk. Pada saat kematian Nenek Sarah, Gavin juga berjanji untuk mengupayakan agar mereka tidak lagi terlibat dengan berbagai hal yang terkait dengan perusahaan Healthy Light. Tidak terlibat perusahaan, bukan berarti Prisha ingin memutuskan hubungan kekeluargaan dengan Keluarga Devandra atau membuat Gavin jauh dari keluarga