“Dok, saya sudah berjanji untuk tak menoleh ke belakang lagi. Masih ingat perpisahan kita setahun lalu? Saya berkata bahwa jika Anda tetap menolak, maka saya akan berhenti.” Nada suara Ariana tetap rendah dan lembut.Salman berdiri gamang. Tak menyangka kalau Ariana berkomitmen pada kalimat perpisahan tersebut.“Aku tak bisa menerimanya. Kamu rela menderita bertahun-tahun menerima sikap dinginku. Kamu bahkan jadi relawan medis untuk mengobati hatimu. Ari, izinkan aku—““Nggak perlu merasa bersalah, Dok.” Ariana menggeleng. “Itu adalah pilihan saya di masa lalu. Dan saat ini, juga pilihan saya untuk ... berhenti. Saya tidak ragu, hidup saya bakal sempurna di sisi calon imam sehebat Anda. Tapi saya telah melihat banyak hal di luar sana ....”“Apakah Zakki yang mengubahmu? Aku baca berita, kamu terjebak dengannya di pulau kosong. Siapa tau ....”Paras Ariana memerah. Mata indahnya berkilat gusar. “Serendah itu Anda menilai saya? Oh, I see. Mungkin karena dulu saya tak segan-segan mengej
“Ari, kau tau, kita bangkrut. Rumah terjual. Kita tak punya rumah lagi,” ungkap mama Ariana saat putrinya datang ke ruang ICCU. Saat itu, Danan masih tidur pulas di ruangan observasi ICCU. Ariana dan sang mama duduk di bangku khusus pendamping, tak jauh dari tempat tidur pasien.“Aku akan mencarikan kontrakan yang harganya terjangkau, Ma.”Lidya—sang mama—menggeleng, lesu. “Mama tak sanggup tinggal di rumah biasa. Paling tidak, standarnya sama dengan rumah di pulau terpencil itu.”“Rumah setara itu di kota besar, biaya sewanya bisa jutaan per bulan, Ma.” Bahu Ariana terkulai. Diam-diam ia kecewa terhadap mamanya yang tetap sulit menurunkan gaya hidup walau telah jatuh miskin. “Tabunganku tinggal separoh, Ma. Lima puluh persennya habis buat bayar gaji nahkoda dan anak buah kapal yang membantuku pulang. Sisanya hanya cukup ngontrak rumah sederhana selama satu tahun. Kalau mau rumah mewah, paling-paling cuma buat 1 bulan.”“Sebenarnya Pak Zed menarik papamu kembali memimpin industri fa
Teriknya matahari di langit ibukota metropolis, terasa menyengat di kulit putih Ariana. Peluh membanjiri pelipisnya. Leher dan sebagian baju atasnya pun sudah dibasahi keringat.Ia menanti bus di pinggir jalan raya besar. Sesungguhnya, bisa saja ia memanggil taksi lewat aplikasi online. Namun, Ariana memilih menunggu bus, karena ingin menikmati perjalanan seperti orang kebanyakan, demi melatih kesederhanaan jiwa.Dokter spesialis anak yang cantik dan berkulit halus lembut itu dulu terbiasa naik turun mobil mewah ber-AC. Tak pernah merasakan gerahnya sengatan sinar matahari.Semenjak keluarganya bangkrut, ia terpaksa membiasakan diri menunggu atau berlarian mengejar bus. Menahan ekstremnya hawa daerah konflik. Gersang dan berangin panas di siang hari, dingin membekukan di malam hari. Kulitnya tak terawat seperti dulu. Kini kulitnya kering dan kusam. Tapi Ariana tak peduli. Setelah setahun menjauh dari Salman, Ariana akhirnya sadar ada yang lebih berharga daripada penampilan fisik dan
“Aku membutuhkan saranmu,” ungkap Ariana pada Prisha, setelah menceritakan serunya pengalaman bekerja di medan konflik sebagai relawan medis. pada Prisha. Prisha baru saja menidurkan bayinya dalam ranjang mungil berpagar. Ia memandang Ariana dengan serius.“Pak Dokter bilang, Akak kelihatan galau.”“Kalian udah punya bayi, kamu masih memanggil Gavin pak dokter?” Ariana mengernyit.Prisha mengedikkan bahu. “Udah kebiasaan. Susah ngubahnya.”“Terserahlah.” Ariana mengganjur napas. “Oke, Kak Ariana mau curhat atau minta saran apa?”“Kamu tau, aku awam soal cinta.”Prisha mengangguk. Ia teringat semua curhatan Ariana, saat ia masih dibimbing sepupu Gavin itu di rumah sakit. Ariana semakin terbuka ketika mendampingi Prisha dirawat inap gara-gara percobaan pembunuhan waktu itu.“Dokter Salman akhirnya meminangku.”“Alhamdulillaah ....” Prisha tersenyum lebar. Ia bersiap mengucap selamat dan memberi pelukan hangat, tapi urung tatkala menemukan wajah mendung Ariana.“Tapi kurasa ... aku tak
Tatkala Salman menyampaikan hasil pembicaraannya dengan Ariana, Dokter Farid dan Dokter Adinda terbelalak tak percaya dan nyaris kehilangan kata-kata.“Bukankah papanya sudah merestui? Mengapa Ariana malah menolak?” Dokter Farid tak habis pikir. “Kamu dulu emang sangat keterlaluan. Aku kasian sekali pada Ariana. Ia sampai berusaha hijrah agar jadi calon istri shalihah yang engkau mau. Terlepas dari niatnya yang kurang tepat, gadis itu gigih sekali. Sepertinya sekarang ia sudah lebih matang dan dewasa.” Dokter Adinda mengungkapkan pandangannya. “Sepuluh tahun menyukaiku, apakah waktu satu tahun sudah cukup baginya untuk melupakanku?” Salman tak rela dilupakan begitu saja. Sebelah hatinya masih berharap Ariana berubah pikiran.Saat itu, malam minggu. Mereka bertiga duduk bersama di beranda rumah Dokter Farid sambil menikmati teh panas dan beberapa camilan. Malam itu sejuk, tapi Salman merasa kedinginan. Saat menceritakan isi dialog terakhirnya dengan Ariana, kenangan demi kenangan be
“Nak, Papa tak ingin mendiktemu lagi seperti dulu. Jangan pikirkan perasaan papa atau mama. Pikirkan kebahagiaanmu sendiri.” “Benar.” Lidya menimpali sambil mengiringi langkah putrinya. “Maafkan Mama yang marah-marah gegara kamu nolak dia. Mama hanya kasian padamu. Kamu putri mama tak pernah hidup susah. Selalu dilayani, tak pernah melayani. Cuma tau belajar, baca buku, lalu bersenang-senang. Hidupmu lurus, menjalani profesi dengan bahagia. Tiba-tiba kita bangkrut dan di-bully. Kamu menderita. Tak ada lelaki yang sudi menikahimu. Mama sedih sekali .... Mama cuma pengen kamu kayak dulu. Bahagia dan bersinar.”“Ari bakal kembali seperti dulu. Bahagia dan bersinar dengan cara berbeda.” Senyum Ariana mengembang. “Jangan khawatir, Ma, Pa.”Danan diam. Raut mukanya tak menunjukkan ketenangan meski putrinya telah ceria seperti biasa, setelah sebelumnya muram.“Apakah kamu tetap baik-baik saja jika mendengar kabar Dokter Salman menikahi wanita lain?” Lelaki itu memastikan sambil memandang pu
Zakki memanggil sopir kantor, lalu meminta diantar ke Mutiara Hospital. Begitu tiba di rumah sakit tersebut, ia bergegas menuju ruangan direktur. Ada papan berukirkan nama Dokter Salman di bawah tulisan direktur utama rumah sakit Mutiara. Zakki hendak menerobos masuk, tapi dua orang satpam menghalanginya. “Kalian nggak tau siapa aku?” desis Zakki.“Bikin janji dulu, Pak. Gak boleh seenaknya masuk ruangan direktur!” tegur salah satu satpam.“Aku Zakki Devandra, cucu pemilik Healthy Light yang menjalin kemitraan dengan rumah sakit ini! Kalian cari masalah kalau menghalangiku!” Zakki terpaksa menggunakan nama keluarganya untuk mengancam dua satpam itu.Kedua satpam bersitatap. Ragu-ragu.“Bisa saja kamu ngaku-ngaku! Mana mungkin cucu pemilik Healthy Light nyasar ke sini!” bantah mereka. Tatapan dua satpam tersebut jatuh ke ID card berupa gantungan kartu nama yang terkalung di leher Zakki.“Heh, kamu cuma sekretaris biasa di Healthy Light. Gak punya kapasitas buat ketemu presdir rumah
Sesosok bayi gemuk dengan kulit seputih telur rebus dikupas, terkekeh menampilkan deretan gusi merah saat menyaksikan ayahnya mendekat. Sepasang lengannya terulur, minta digendong.Wajah keruh Gavin berubah cerah begitu melihat anaknya. Ia mengangkat Ezra, lalu menciumi pipi gembilnya. Sepasang mata bulat kehijauan milik Ezra, tampak jernih dan berkilauan, dipenuhi cahaya kegembiraan. Bayi bergelar bakpao itu tertawa-tawa geli ketika lehernya dicium gemas. “Jangan diajak main dulu. Bakpao baru selesai makan. Nanti muntah,” tegur Prisha. “Yaudah, kalo gitu ngajak maen ibunya aja.” Gavin melirik sang istri penuh arti.Prisha tak acuh. Ia bertanya, “Kok, pulang? Ada yang ketinggalan?”“Hari ini jadwal imunisasi, kan? Aku mau ngantar kalian.” Mata Prisha membulat. “Sha dan Bakpao bisa berangkat sendiri. Dianter Mbak Noni.” Prisha menyebutkan nama sopir pribadi wanita yang direkrut Gavin untuk mengantarnya ke mana-mana.“Bayi kita biasanya diimunisasi di rumah. Dokter spesialis anak ya
Tadinya, Ariana kaget sekaligus malu. Namun, begitu mendengar pertanyaan Gavin, ia jadi ilfeel sekaligus merasa lucu. Akhirnya, gadis itu tertawa lirih dengan pipi bersemu. “Belum apa-apa udah di-warning ngasi jawaban yang nggak mengecewakan. Yaudah, aku, sih, terserah Papa dan Mama aja.”Danan dan Lidya saling menatap, lalu mengangguk serempak. Senyum lebar mereka mengembang. Bahagia. Diam-diam, mereka mencuri pandang ke arah Zed dan Diana, penuh rasa terima kasih. Lidya lantas memeluk putrinya, seraya mengungkapkan persetujuannya. Sementara Reno, wajahnya sontak berseri-seri, dipenuhi aura kelegaan dan kebahagiaan. Batinnya berbisik gemuruh. ‘Papa, aku telah memenuhi persyaratan darimu, meminang Ariana untuk Zakki. Aku berjanji akan menjauhkan diri dari Healthy Light dan mendorong Zakki menjadi pria yang lebih baik.’***“Aku baru tau, kalo kamu pemalu.” Ariana berdecak kesal di malam pengantin. Usai akad nikah dan resepsi besar-besaran yang diadakan Zed Devandra di mansion, ia d
“Roni, kamu lebih pantas jadi adikku. Aku menyukaimu sebagai kakak.” Ariana kembali tertawa ringan. Wajahnya secerah musim semi.Harapan Roni yang sudah melambung seperti balon terbang, mendadak kempes dan jatuh.“Ah, sayang sekali.” Diana menatap cucu bungsunya yang kekanak-kanakan itu dengan lembut. “Padahal tadinya Nenek mau menjodohkan Roni dengan Ari. Tapi Ari menganggap adik. Tenanglah. Nenek memiliki beberapa calon yang bisa kaupilih. Atau kau punya calon sendiri? Kalo calonmu baik, kami akan menyetujuinya.”Roni menggeleng. Wajahnya masam. “Cewek-cewek di luar sana, hanya memandang status dan hartaku saja. Aku nggak kenal cewek lain sebaik Prisha atau Kak Ari. Aku pasrah aja ama pilihan Nenek.”Diana bertepuk tangan. “Bagus!”“Gimana denganmu, Zakki?” Pertanyaan Zed beralih ke Zakki.Yang ditanya hanya membisu. Gavin sebal sekali. Ditepuknya bahu Zakki cukup keras. “Apalagi yang kau tunggu?” Reno menarik napas panjang menyaksikan sikap diam putranya. Tentu ia mengerti kenap
“Sepulang dari berhaji, kami ingin lebih fokus beribadah. Usia aku dan nenek kalian semakin senja. Banyak hal yang kami sesali. Kini waktunya untuk memperbaiki segalanya. Kami tak ingin masalah orang tua kalian terulang pada kalian, para cucu.” Zed menyampaikan rangkaian nasihat kepada cucu-cucu lelakinya. Pada intinya, ia tak ingin mereka manja dan membuat masalah seperti dulu. Zed berharap mereka semakin matang dan lebih memperhatikan keluarga. Tak lupa ia menyemangati empat cucu lelakinya agar menyusul hijrah.“Aku bersyukur memiliki cucu menantu sebaik Prisha. Bersamanya, Gavin jadi lebih lunak dan penurut.” Diana menyampaikan isi hatinya setelah Zed menuntaskan wejangannya. Gavin menekan ketidakpuasan di hatinya ketika mendengar kalimat “lebih lunak dan penurut”. Apakah nenek dulu menganggapnya keras dan liar serupa hewan buas? Betapa berlebihan. “Bukan Sha yang mengubah Pak Dokter, Nek. Dia berubah karena keinginannya sendiri,” sahut Prisha, rendah hati. “Seiring kebersamaan
“Kalo baik-baik saja, kenapa Kakak harus susah payah mencegahku? Kakak nggak mau Dokter Salman tersakiti, kan? Kakak masih ingin menjaga perasaannya ....”“Aku tidak peduli perasaannya!” Ariana setengah berteriak. Beberapa kerabat sontak menoleh ke arahnya.Tiba-tiba Sean dan Roni datang dan bergabung ke meja Zakki. “Perasaan siapa, Kak?” tanya Roni, polos. “Kenapa kalian datang ke sini?” bentak Ariana. Mendadak ia dongkol dan uring-uringan tidak jelas. “Aku mau ngobrol serius dengan Zakki!” “Kak Ari, mumpung ada Kak Zakki di sini, aku juga perlu bicara serius denganmu.” Roni memperlihatkan ekspresi seperti awan mendung yang siap menurunkan hujan.“Betul.” Sean mengangguk kuat. “Roni siap jadi lelaki dewasa. Sesuai arahan Kak Zakki. Biar Kak Zakki jadi saksi.”Zakki menatap kedua adik sepupunya itu sambil tersenyum masam.Roni mengepal tinju, menguatkan tekad. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu membusungkan dadanya. “Kak Ariana, izinkan aku meminangmu. Maaf jika terkesan tiba-tiba
Suasana hati Zakki memburuk drastis tatkala menyaksikan Ariana dikelilingi para sepupu lelakinya. Tadinya ia ingin mendekati Ariana untuk menanyakan apa yang ingin dibahas Ariana dalam chat-nya. Namun, gadis itu sepertinya lupa. Ariana malah kelihatan asyik mengobrol dengan empat sepupu gantengnya.Zakki memutuskan melemparkan masalah itu ke belakang kepala. Toh, yang punya kepentingan adalah Ariana, bukan dirinya.Bukannya kesal, Zakki malah sedikit berterima kasih dalam hati ketika Gavin menyuruhnya memperbaiki laporan analisis keuangan dengan kata “segera”. Dalam situasi normal, ia akan tersinggung berat, sebab disuruh mengecek laporan di luar jam kerja. Parahnya lagi, dalam acara keluarga. Gavin sungguh keterlaluan. Namun, Zakki kali ini mengabaikannya agar pikirannya teralihkan dari pemandangan yang tidak menyenangkan.Sayang sekali, meski berusaha keras meneliti laporan, tetap saja ia gagal fokus. Ia tidak ingin mencuri-curi pandang ke arah gadis berkerudung pink yang sedang ter
“Ariana, mundurlah ... Jangan ikut campur,” desis Danu pada putrinya.“Tidak, Papa. Mereka berlebihan. Apakah mereka lupa kalau Om Reno adalah putra Kakek Zed? Dan Zakki adalah cucu langsung beliau? Mereka betul-betul tidak memandang muka Kakek Zed dan Nenek Diana!” Ariana berkata dengan nada mencela.Seluruh kerabat terperangah, sebelum memasang ekspresi marah dan merasa terhina.“Cukup!” Tiba-tiba Kakek Zed berseru, mencegah perdebatan meruncing. “Ariana benar. Aku dan istriku memang pernah marah pada putra-putra kami. Namun, mereka telah mendapatkan hukuman masing-masing. Anak-anakku sudah menyadari kesalahan dan menyesalinya. Kami menerima permohonan maaf mereka. Jadi, sejelek-jeleknya, tolong hentikan semua komentar miring itu. Mereka adalah putra-putraku. Yang tetap mewarisi hartaku, meski tak berhak lagi menjalankan bisnis keluarga.Acara makan malam hari ini, sebenarnya bertujuan untuk bersilaturrahmi dan memulihkan kembali hubungan kekeluargaan yang retak. Danu dan Reno sudah
Meskipun demikian, sifat kejam dan pendendamnya tidak mudah hilang begitu saja. Mantan istri dan kedua putrinya, bukan hanya meninggalkannya di saat terpuruk, tapi juga ikut melempari batu saat ia jatuh ke lubang kesengsaraan. Lebih parah lagi, baru empat bulan bercerai, Rani menikah lagi. Usut punya usut, sang istri sudah lama berselingkuh. Reno paham, dirinya jarang memperhatikan keluarga. Ia bukan orang baik. Tapi setidaknya, Rani, Anjani, dan Anggraini menikmati kemewahan nyaris tanpa batas saat Reno masih jaya-jayanya. Reno tak pernah menelantarkan mereka. Rani dan dua putrinya—kalaupun tak sudi balas budi—paling tidak jangan ikut menginjaknya. Tak dinyana, mereka kejam. Dan saat itu, saat situasi berbalik, dua putrinya ingin memanjat lagi. Melihat ekspresi murka Reno, Zakki khawatir Reno drop lagi. Kondisi fisik sang papa pascatransplantasi hepar belum stabil. Akhirnya ia bangkit, lalu menarik kedua adiknya menjauh.“Enyah!” perintahnya, dingin. Tatapannya tajam.“Kakak—“ Anj
Waktu berlalu dengan cepat. Hari sabtu pun tiba.Mansion Zed Devandra malam itu terlihat lebih ramai dari biasanya. Belasan pelayan hilir mudik mengantarkan hidangan dan menatanya di meja-meja bundar yang tersusun di ruangan luas. Terakhir mansion Zed Devandra meriah adalah saat perayaan akbar akikah cucu buyut pertama Devandra, enam bulan yang lalu. Setelah berbulan-bulan agak sepi, bangunan besar itu kembali semarak. Zed mengundang seluruh keluarga besarnya ke acara makan malam tersebut. Tujuannya dalam rangka syukuran atas sembuhnya Reno. Diam-diam, tetua keluarga itu juga menyiapkan kejutan lain.Keluarga besan juga datang beserta putra-putri masing-masing. Tentu saja mereka tak akan melewatkan kesempatan berhadir di forum eksklusif tersebut. Jarang-jarang Zed Devandra mengadakan acara makan bersama keluarga besar yang melibatkan besan, di luar momen hari besar seperti hari raya. Acara tersebut bakal mereka manfaatkan untuk menjalin hubungan lebih dekat yang berpengaruh pada ke
Terlepas dari perbuatan jeleknya di masa lalu, Gavin agak kasihan pada Zakki. Tapi ia juga tak berdaya mengendalikan kakek neneknya yang pilih kasih. Tekanan keluarga Atmaja pada Zakki juga lebih karena merasa malu melihat Zakki tak bisa dibanggakan di tengah keluarga Devandra.“Adik saya sudah berubah,” kata Gavin, berusaha meredakan kejengkelan Robi. Nada suaranya tenang. “Dia jenius bisnis yang bakal diproyeksikan sebagai pengganti saya.”Kilat keterkejutan yang tajam melintas di mata Zakki. Ia memandang kakak sepupunya dengan sorot tak percaya. Tapi dengan cepat ia berpikir, Gavin pasti hanya ingin menjaga harga dirinya, mengingat mereka kini “bersekutu”. Dua detik berikutnya, tatapannya kembali jatuh ke gelas bening berisi air mineral. Ekspresinya kembali datar.Robi Atmaja tercengang. Lalu, suara tawanya berkumandang. Mengandung ejekan. “Pecundang ini? Jadi pengganti CEO Healthy Light? Apa kalian meremehkan pengkhianatannya? Anak ini sudah mencoreng nama baik dua keluarga!”“Pa