"Eemmm..." Dengan sekuat tenaga. Leona berusaha memberontak. Tubuhnya yang lebih kecil tentu saja kalah dibandingkan dengan sosok di belakangnya.
"Sayang, tenang Leona, ini aku. bisikan lembut tepat di belakang telinga Leona membuat tubuhnya terkesiap, bola mata wanita itu membulat sempurna ketika menyadari bahwa Denis-lah yang tengah menyeretnya menaiki anak tangga."Jangan terus memberontak, sayang, nanti kita bisa jatuh ke bawah," ucap Denis seraya semakin erat membekap mulut Leona. kedua tangan gadis itu ia tahan di belakang tubuhnya. Meskipun sulit, namun Denis tetap tidak menyerah dan membawa Leona naik menuju lantai empat.Tak lama. Leona mulai melemas, ia kesulitan menghirup oksigen akibat bekapan tangan Denis. Barulah di lantai empat Denis melepaskannya. Leona terjatuh ke lantai dengan tubuh yang lemas dan hati yang berdebar kencang.Memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Leona menghirup udara dengan nafas terpanjang yang bisa ia ambil,"Bughhh..." Sebuah benda tumpul menghantam kepala Denis dengan kuat."Akkhhh..." erang Denis sambil memegangi kepalanya yang berdenyut, pisau yang tergenggam erat terlepas dari tangannya. Tubuhnya terkulai tak berdaya di lantai, matanya menatap Leona dengan pandangan sayu."Leona. kamu nggak apa-apa kan?" tanya Angga khawatir. segera memeriksa tubuh Leona dengan lembut.Leona menggeleng, isakan pilu mengguncang tubuhnya.Seolah mengerti penderitaan wanita itu. Angga pun memeluknya erat, mencoba menenangkan hatinya yang terguncang."Jadi dia yang membuat kamu berubah, Leona?" bisik Denis dengan suara parau di tengah kabut kesadarannya yang perlahan menghilang.Tak lama kemudian. Ferdy menyusul datang bersama pihak kepolisian yang segera mengamankan Denis. Darah terus mengucur deras dari kepalanya akibat hantaman benda tumpul yang diberikan Angga tadi."Tenang. Leona... Dia sudah diamankan polisi." ucap Angga dengan suara
"Sekali saja kamu melangkah pergi dari rumah Ibu, jangan harap kamu bisa kembali! Ibu akan mengurung anak-anakmu!" Dewi mengancam dengan suara penuh amarah, kesal melihat keuletan putrinya itu.Langkah kaki Saras terhenti seketika, wanita itu berbalik menatap ibunya. "Ibu tega melakukannya pada cucu-cucu Ibu sendiri?!""Ini demi kebaikan kamu. Saras! Coba pikirkan, bagaimana jika kamu ikut terseret dalam masalah besar ini? Bagaimana jika kamu juga menjadi tersangka? Pertimbangkan anak-anakmu, bukan malah memikirkan Denis yang telah berani menikah lagi itu!" Dewi meluapkan kekesalan hatinya, berharap Saras memahami maksudnya.Bruak!Koper yang dibawa Saras terhempas. Kata-kata Ibunya memang benar. jika ikut pergi ke Jakarta, ia bisa jadi akan mendekam di balik jeruji besi karena terlibat dalam kebohongan itu. Apalagi sekarang teman-temannya pasti mencari keberadaannya. terutama setelah tahu Denis tertangkap. Pada akhirnya. Saras memutuskan untuk ke
"Leon, makan dulu nih, kamu belum makan loh, ini sudah malam." Dengan penuh perhatian. Tari menyiapkan beberapa hidangan untuk sahabatnya yang tampak begitu terpuruk.Leona hanya bisa terdiam, menatap kosong ke arah makanan di hadapannya. "Kenapa kamu harus repot-repot gini sih. Tar? Aku bisa cari makan sendiri kalau lapar." ucap Leona dengan suara yang lirih.Tari tersenyum lembut. "Aku tahu. Leona. Tapi aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."Leona menghela napas, lalu menatap Tari dengan penyesalan. "Rendy mana? Apa dia nggak kemari? Aku mau minta maaf karena sudah berbuat keributan di kafe kalian," ujarnya penuh penyesalan.Mendengar itu Tari menghela napas panjang. "Aku sudah bilang. jangan terlalu memikirkan hal seperti itu. Leona. Suamiku mengerti kok. lagian dia juga lagi pergi ke Bogor untuk mengontrol kafe kita yang di sana. Tadinya memang dia mau balik pas denger berita ini, tapi nggak aku izinkan." ungkapnya dengan nada serius
Matahari mulai menampakan diri, menyilaukan mata Denis yang baru saja terjaga. Kepalanya berdenyut nyeri, akibat pukulan benda tumpul yang ia terima. Pikirannya dipenuhi oleh wajah ketakutan Leona yang terus menghantuinya. Setiap ucapannya seperti mengiris hatinya, membuatnya merasa terluka."Selamat pagi. Pak. Bagaimana kondisinya?" tanya dokter yang datang berkunjung.Denis hanya mengangguk, enggan menjawab. Apa yang bisa dia katakan? Kondisinya jelas tidak baik-baik saja. Belum lagi proses hukum yang menanti di depan mata, membebani pikirannya.Dokter itu mengecek tekanan darah dan beberapa hal lainnya, tak lama kemudian petugas kepolisian menghampiri mereka."Bagaimana, Dok? Apakah sudah aman?" tanya petugas itu.Dokter mengangguk. "Sudah. Pak. Kondisinya sudah lebih baik dan bisa dibawa." jelasnya.Dalam hati. Denis hanya bisa tertawa pahit. la tak pernah menyangka hidupnya akan berakhir tragis seperti ini. Sebegitu banyak k
"Assalamualaikum Pah, Mah.."Leona berjalan menuju pemakaman umum di mana kedua orang tuanya telah terbaring, terasa sangat lama semenjak terakhir kali dia mengunjungi mereka. Hatinya merasa berat saat ia bersimpuh di samping makam, menaruh bunga segar dan air. Tangannya dengan lembut mengusap nisan Papanya. "Maaf. Leona sudah lama nggak kesini, Pah." gumamnya dengan nada lirih dan pilu.Wanita itu kemudian berpindah mendekati makam Mamanya. Mah, bagaimana kabarnya? Leona sangat merindukan kalian. Sungguh. rasa rindu ini sangat menyakitkan, hidup sebatang kara tanpa orang tua bukanlah hal yang mudah Mah."Leona merasa tak lagi ada tempat untuk berbagi keluh kesah. dimana dia bisa mencurahkan isi hatinya yang rapuh ini. Sosok laki-laki yang selama ini Leona cintai dan ia harapkan bisa menjadi sandaran di saat hatinya gundah, ternyata hanyalah manusia serakah yang tak layak untuk dicintai.Kesedihan Leona menjadi semakin mendalam, bulir-bulir air ma
Kegelisahan merajai hati kakak beradik yang terpenjara dalam ruangan pengap. Dini dan Denis menanti dengan cemas kabar tentang ibu mereka, sebab hingga kini pihak kepolisian belum memberikan informasi apapun tentang keadaan Laras. Napas mereka tersengal, dan jantung mereka seakan berdegup kencang menunggu kabar tersebut."Mas, bagaimana ya, kira-kira keadaan Mama?" tanya Dini lesu. sudah empat hari ia terkurung di sana, tak ada nafsu makan yang tersisa dalam dirinya. Hatinya merindukan arya, namun lebih dari itu. ia merindukan sosok ibunya yang kini berada dirumah sakit. Dan entah seperti apa kondisinya.Denis menghela napas panjang, berusaha menjawab pertanyaan adiknya dengan suara pelan. "Aku nggak tahu, Din. Lagipula, kalian waktu itu untuk apa sih datang ke kantor?" Suaranya lirih, hampir tak terdengar, untung saja petugas jaga sedang sibuk dan tak memperhatikan percakapan mereka.Dini menatap nanar ke arah sang kakak, segala kata yang ingin ia ungkapk
Leona memutuskan untuk menyaksikan sendiri kondisi mantan ibu mertuanya. la masih belum bisa mempercayai kenyataan, namun begitu melihat dengan mata kepala sendiri, perasaannya tercampur antara kaget dan ketakutan. Wajah Laras berubah begitu aneh. membuat Leona merinding."Pak Dokter. apa yang terjadi pada beliau?" tanya Leona dengan khawatir pada dokter dan polisi di ruang rawat."Entahlah. Bu. Kami sudah melakukan tes lab. rontgen, dan CT scan, tapi tidak ada masalah serius yang ditemukan pada tubuh Bu Laras. Kondisinya sungguh membingungkan, seperti yang Ibu lihat. dia sulit diajak berkomunikasi." jelas Dokter sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.Leona sekali lagi menatap mantan ibu mertuanya, wanita paruh baya itu pun tgah mengamati Leona dengan tajam, namun tak ada sepatah kata pun yang terucap. Mulut Laras seolah-olah terkunci rapat, tak ada suara yang bisa keluar."Bagaimana dengan putrinya. Pak Polisi?" tanya Leona. berusaha mengalihkan
"Loh Pak, saya mau di bawa kemana?" tanya Dini pada petugas yang membuka pintu selnya."Pihak korban ingin bicara." ucap Polisi.Denis yang sedari tadi hanya diam ikut bangkit. "Pak, apa istri saya Leona ada di depan?"Polisi hanya menoleh sebentar. ia tampak bingung mendengar pertanyaan Denis. Dan memilih untuk tidak menjawab.Dini menggigit bibirnya, melirik kakaknya sekilas sebelum berlalu dari sana. Perasaan gugup. takut, dan malu menyeruak ketika akan bertemu dengan Leona, meski rasa kesal pun masih menyelimuti hatinya.Dini menapakkan langkah ringan, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Sosok pertama yang ia lihat tentu bukanlah mantan kakak iparnya itu, melainkan laki-laki yang pernah mengusirnya dari kantor dengan tatapan menghina. Di mata Dini. wajah pria itu terlihat menawan, namun sayang, tatapan matanya begitu tajam, dan menakutkan."Silahkan. Pak." ujar polisi itu, mempersilahkan Ferdy bicara dengan Dini.
Di sinilah Ferdy berada di ruang UGD. Pria tampan itu tengah di periksa dokter di dalam, dan setelah beberapa saat menunggu akhirnya sang dokter keluar juga.Leona menghampiri dokter itu lebih dulu dan bertanya pada sang dokter bagaimana keadaan suaminya. Tari dan Rendy mengikuti Leona dari belakang."Dok gimana keadaan suami saya" tanya Leona dengan wajah cemasnya.Dokter itu tersenyum dan menjawab pertanyaan Leona."Ibu tenang saja suami ibu tidak apa-apa hanya saja dia kekurangan asupan makanan dan membuat tubuhnya menjadi tak bertenaga. Apa sebelumnya suami ibu sering muntah" tanya sang dokter di akhir kalimat."Iya dok sejak saya hamil dia sering muntah di pagi hari dan suami saya juga gak nafsu makan dok" jawab Leona."Nah di situ kendalanya buk, suami ibu ini tengah mengalami yang namanya morning sikcnees setiap pagi atau nama lainnya sindrom couvade pada calon ayahnya, ini memang biasa terjadi buk di setiap pasangan yang
Dua bulan kemudianPagi-pagi sekali suara muntahan pria tampan memenuhi kamar mandi, ia tengah memuntahkan isi perutnya yang sama sekali tak mengeluarkan apa-apa yang keluar hanyalah cairan bening dan kental. Siapa lagi kalau bukan Ferdy ya Ferdy tengah mengalami morning sickness atau bisa di sebut sindrom couvade, morning sickness seharusnya Leona yang mengalami kini berbanding balik Ferdy lah yang mengalaminya, dua Minggu sudah Ferdy tak masuk kerja di karnakan tubuhnya yang tak bertenaga dan nafsu makan pun berkurang.Ya Leona tengah hamil anak pertamanya, dan morning sickness itu Ferdy yang mengalami bukan Leona, awalnya memang baik-baik saja tetapi saat kandungan Leona memasuki 2 Minggu mual muntah selalu menghampiri Ferdy tiap pagi. Leona terkadang merasa khawatir akan kondisi Ferdy yang semakin lama semakin lemas tak bertenaga Leona pernah menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit agar di berikan beberapa vitamin atau semacam obat agar Ferdy bisa bertenaga lagi
Ferdy mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang sembari tangannya mengelus puncak kepala sang istri, senyuman Ferdy tak pernah luntur sejak tadi pria tampan benar-benar sangat bahagia setelah dirinya menikahi wanita yang amat ia cintai, sebelum pulang. Leona meminta Ferdy mengantarkan dirinya ke makam sang ayah dan ibunya, wanita cantik itu merindukan orang tuanya, Ferdy dengan cepat mengiyakan ucapan sang istri.Sesampainya di pemakam, Ferdy dan Leona sama-sama turun dari mobil. Ferdy menggandeng tangan Leona menuju makam ayahnya yang bersebelahan dengan makam ibunya."Assalamualaikum Pah Mah "ucap Leona dan Ferdy yang saat ini sudah berada di tengah makam orang tuanya."Pah Mah, lihatlah Leona sekarang gak sendiri lagi. Leona udah ada yang jagain" ucap Leona pertama kali."Sekarang Papa sama Mama jangan sedih lagi liat Leona dari atas sana, Leona sekarang udah bahagia seperti yang pernah ayah bilang" ucap Leona dengan suara serak, Leona berusah
Tangan lebar nan kasar itu kini berada di bukit kembar Leona, Ferdy merasakan bukit Leona yang masih terasa padat dan berisi, dan perlahan tapi pasti Ferdy meremas bukit kembar Leona dengan lembut hingga membuat Leona sedikit melenguh di sela-sela lumatan bibir mereka. Setelah di rasa Leona kehabisan patokan oksigen, barulah Ferdy melepaskan tautan bibirnya dari bibir Leona. Leona menghirup udara sebanyak-banyaknya seakan udara di kamar mandi tidak cukup untuk dirinya.Ferdy belum menghentikan aksinya, kini kepalanya berada di ceruk leher sang istri dan kembali membuat tanda kepemilikan di sana, padahal tanda semalam belum hilang dan sekarang Ferdy memberikannya lagi.Leona menutup matanya merasakan Ferdy yang menghisap lehernya sedikit kuat dan itu membuat Leona meleguh karnanya apa lagi di tambah sensasi yang di berikan Ferdy yaitu meremas salah satu bukit kembar Leona."Ah Mas hentikan sudah cukup gumam Leona sambil menahan sesuatu yang bergej
Leona melebarkan matanya melihat pusaka Ferdy yang besar dan sedikit panjang.Leona meringis sendiri dalam hatinya. Apakah muat punya Ferdy masuk ke goa kenikmatannya, ah rasanya pasti menyakitkan tapi enak batin Leona.Perlahan Ferdy memposisikan tubuhnya di tengah-tengah paha Leona, "Kamu siap sayang?" tanya Ferdy.Leona mengangguk sebagai jawaban.Melihat anggukan sang istri. Pria tampan itu mulai meluruskan posisinya, dan perlahan tapi pasti pusaka yang sudah berdiri tegak itu mulai memasuki goa surganya."Gak usah di tutup matanya, ga usah malu. Teriak aja sayang, mendesah aja yah gak bakalan ada yang dengar kamar ini kedap suara kamu bisa teriak sekerasnya" ucap Ferdy.Sebelum melakukannya lagi Ferdy melumat bibir Leona, ia juga mulai memasukkan Pusakanya di goa kenikmatan istrinya kali ini Ferdy tidak pelan-pelan lagi, melainkan sekaligus sebab dirinya sudah penuhi oleh nafsu yang tertahan."Aahhh Mas enak banget"ucap
Ragu-ragu Leona mengangguk kecil, melihat anggukan sang istri. Ferdy mendekati Leona dan menyuruh istrinya itu membalikkan tubuh.Leona berbalik dengan wajahnya menghadap cermin wastafel sembari memandang Ferdy yang mulai membuka perlahan resleting gaun nya.Jantung Leona saat ini tidak sedang baik-baik saja, ia merasakan detak jantung yang begitu cepat serta keringat dingin di telapak tangannya, Leona benar-benar sangat gugup, apa lagi saat melihat Ferdy yang sudah melepaskan resleting gaun dan menatap punggungnya yang putih bersih tanpa noda."Putih banget kulit kamu sayang" ucap Ferdy pelan.Leona tersenyum malu mendengar perkataan sang suami.Ferdy mulai membuka gaun yang tak berlengan itu. Cara Ferdy membukanya yaitu dengan menurunkan gaun tersebut ke bawah tetapi sebelum melakukannya Leona menahan tangan Ferdy agar tak meneruskan membuka gaun tersebut."Kenapa sayang?" tanya Ferdy yang bingung."Kamu mau ngapain" tanya
Setelah ijab qobul disebutkan oleh Ferdy para tamu pun memberikan selamat pada kedua mempelai, kini Ferdy dan Leona berdiri di pelaminan, beberapa tamu masih ada yang belum memberikan selamat dan mereka juga menyempatkan diri menyalami Ferdy dan Leona lalu mengucapkan kata samawa pada kedua mempelai.Dan sebagian tamu juga ada yang sudah pulang dan ada yang masih betah di acara tersebut.Pak Anwar pun mendekati pengantin baru itu, " Selamat yah nak atas pernikahan kalian, bapak berharap kalian bahagia hingga maut memisahkan, Pak Ferdy saya titipkan nak Leona yah, sayangi dia" Ucap Pak Anwar sembari menepuk pundak Ferdy kemudian menyalami mereka berdua.Tari dan Rendy juga tak lupa memberikan selamat untuk Ferdy dan Leona, mereka berdua pun segera menghampiri sahabatnya itu."Selamat yah Leona sekarang kamu udah jadi istri Ferdy. Semoga pernikahan kalian samawa sampai kakek nenek" Ucap Tari pada Leona, tangan mereka saling bertautan di udara.
Satu bulan kemudian.......Dan satu minggu penuh Ferdy dan Leona habiskan untuk persiapan acara pernikahannya, dari fitting baju pengantin sampai dekorasi ballroom hotel yang mereka sewa satu minggu yang lalu.Dan hari itu pun tiba. Ferdy yang ingin menikahi Leona setelah perjuangan panjang yang ia lewati. Semua kesalah pahaman yang pernah singgah di sela-sela hubungannya, dan drama lainnya semua ia lewati. Dan akhirnya semua telah selesai.Semenjak kembalinya Leona di sisi Ferdy, lelaki tampan itu selalu tersenyum dan tampak sekali kebahagiaan di wajahnya sebab Leona yang selalu membuat Fedry tersenyum di saat-saat suka dukanya.Dan disinilah Leona sekarang tengah memandang baju pengantin dan di temani Tari ,sedari tadi ia menatap wajahnya di cermin, di saat hari bahagianya kedua orang tuanya sudah tidak ada jujur Leona begitu sangat merindukan kedua orang tuanya. Andai mereka masih hidup pasti ibu dan ayah Leona sangat bahagia anaknya menikah de
Setelah meninggalkan bandara, Ferdy berjalan dengan langkah berat menuju rumahnya. Langit senja mulai meredup, menambah suasana kelam yang menyelimuti hatinya. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi oleh kenangan bersama Leona, setiap tawa, tangis, dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi.Sesampainya di rumah, Ferdy merasa hampa. Ia duduk di tepi tempat tidur, memegang foto Leona yang selalu ada di meja kecil di samping tempat tidur. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya tumpah, membasahi pipinya."Saat kamu pergi, Leona, aku merasa seperti kehilangan sebagian dari diriku. Tapi aku tahu, kamu memilih jalan ini untuk kebaikan kita berdua. Aku hanya bisa berharap bahwa suatu hari, takdir akan mempertemukan kita kembali," gumam Ferdy dengan suara bergetar.Beberapa hari berlalu, dan Ferdy mencoba menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun, hatinya tetap terasa kosong. Ia terus merindukan Leona, meskipun berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya di dep