Sidang pertama akhirnya berlangsung sesuai harapan Leona. Setelah sempat diliputi kekhawatiran dan ketakutan, perasaannya sedikit lega ketika hakim mengetuk palu tanda resmi berakhirnya pernikahannya dengan Denis.
Air mata Leona tak terbendung, lega karena akhirnya benang kusut yang mengikat dia dan Denis terputus juga. Sesekali Leona melirik Denis yang terus menerawang seakan memohon ampun padanya. Namun, tak ada satu pun respon yang ia berikan hatinya terluka parah oleh segala kebohongan yang pernah diperbuat oleh mantan suaminya itu.Perlahan, pihak berwajib mulai menuntun Denis meninggalkan ruang sidang setelah majelis hakim beranjak. Matanya tak lepas dari Leona, namun nampak sudah tak ada harapan yang tersisa: Leona benar-benar membencinya. "Apa saya tidak boleh bicara sebentar saja dengan mantan istri saya. Pak?" pinta Denis dengan nada penuh harapan. "Tidak bisa, Pak. Beliau juga tidak akan mau." jawab polisi, mengetahui betapa dalam perasaan sakit hati yanKabar duka baru saja menerpa Leona, wanita itu terhenyak ketika mengetahui mantan ibu mertuanya telah meninggal. Sudah lama tak berjumpa, setelah melepaskan Laras dan Dini dari dalam sel, Leona kira mereka kini baik-baik saja. Namun takdir berkata lain, Laras telah menghembuskan napas terakhirnya."Sekali lagi aku minta maaf. Mbak. Maafkan semua kesalahan Mama dan aku." Air mata Dini menetes deras membasahi pipi. perasaan terpukul menyelimuti hatinya. Janda beranak satu itu tak dapat membendung kesedihan mendalam yang menghantui jiwanya. Leona menarik napas dalam, tatapan penuh iba terpancar dari matanya."Aku sudah memaafkanmu dan Mama Din. Semoga Mama tenang di alam sana," ucap Leona perlahan."Terima kasih, Mbak. Terima kasih banyak. Sebenarnya, sebelum meninggal, Mama sangat ingin bertemu dengan Mbak dan meminta maaf secara langsung. Tapi keadaan tidak mengizinkan. apalagi kami tinggal di Bogor." Dini menjelaskan dengan suara bergetar.Dini me
"Loh, Leona, kamu ikut juga?"Leona terkejut menyadari keberadaan Angga di bandara sore itu. "Ehh.. lya, Ga, Tari memaksa aku ikut." jawabnya dengan kikuk. Kamu juga ikut?" tanya Leona semakin penasaran.Pria tampan itu mengangguk, terlihat bersalah. "lya, Rendy juga maksa aku, Leona." sahutnya sambil tertawa canggung.Pasangan yang menjadi sumber topik perbincangan tersebut hanya tersenyum simpul, seakan tak merasa bersalah telah membuat Leona dan Angga terkejut."Ini kejutan, biar semakin seru dan rame!" ucap Rendy seraya mengedipkan matanya.Angga menggelengkan kepala, dia sungguh tak tahu jika Rendy dan Tari akan mengajak serta Leona juga. Sejujurnya. Angga merasa cemas dan tak enak hati, khawatir Leona berpikiran buruk atau mengira dirinya sengaja merencanakan hal ini."Kalian benar.benar, deh, kenapa nggak kasih tahu dulu?" keluh Angga sambil memandang Leona dengan tatapan khawatir."Namanya juga kejutan, Ga. Kalau
"Ya ampun, lama banget nggak liburan." Leona menikmati pemandangan sekitar dengan wajah berseri, rasanya sudah lama sekali ia tak menginjakan kaki di Bali, tempat yang begitu spesial baginya. Sejak menikah dengan Denis, ia lebih sering menghabiskan waktu di rumah menunggu laki-laki itu. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa orang yang ditunggunya ternyata menghabiskan waktu liburan bersama keluarganya sendiri. Bertahun-tahun dikecewakan, dan Leona tak pernah menyadari hal itu."Liburan itu penting. Leona, supaya kita nggak terlalu stres mikirin kerjaan," sahut Angga ikut menimpali.Mereka tengah dalam perjalanan menuju vila yang akan di tempati, nampaknya kali ini Angga benar-benar tak menggunakan aksesnya, pria itu hanya mengikuti Tari dan Rendy, padahal bisa saja dia menggunakan nama besarnya, hotel pun keluarga Danuarta punya disana. Dia bisa menikmati semua fasilitas dengan mudah, tapi pria itu tak melakukannyaLeona mengangguk setuju, kali ini
"Kenapa Leona? Ada masalah serius?" tanya Tari ketika Leona berjalan mendekat kearahnya.Namun wanita itu tak langsung menjawab, ia kembali duduk di tempat semula dengan wajah suram. "Aku ada janji sama Ferdy, tapi lupa." jawabnya.Kali ini, Angga tak menoleh, ia tetap fokus pada gawainya. mesiki di dalam benda pipi itu tak ada yang menarik perhatiannya. Walau demikian, dia mencoba mendengarkan dengan teliti setiap kata yang dilontarkan Leona."Hah... Janji apa itu?" tanya Tari dengan wajah penasaran."Itu loh, kemaren aku maksa dia buat nganter aku makan di tempat waktu itu, tapi aku lupa," jelas Leona dengan lirih dan penuh penyesalan.Tari menggelengkan kepala. "Kirain janji yang penting. Leona. Toh masih bisa kan lain waktu, gak usah terlalu di fikiran.""lya sih, tapi aku yang maksa, malah aku yang lupa, kan nggak enak jadinya," sesal Leona.Angga merasa iri. Sudah berusaha mendekatkan diri, sudah berusaha selalu ad
"Saya ingin bertemu dengan Tuan Dirga," ucap seorang pria tampan dengan nada tegas.Ekspresi wajah petugas resepsionis berubah, kemudian matanya meneliti penampilan pria itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sudah buat janji. Pak?" tanya salah satu gadis itu dengan ragu.Tak langsung memberikan jawaban, pria tersebut mengeluarkan kartu nama dari saku celananya. "Saya tidak perlu buat janji. Tuan Dirga pasti mengenali saya. Jadi, izinkan saya masuk," ucap pria itu dengan penuh keyakinan.Petugas resepsionis tampak bingung. "Tapi disini harus buat janji terlebih dahulu, Pak. Kalau tidak, biar saya hubungi Tuan Dirga dulu ya," ujarnya mencoba menenangkan suasana.Pria itu berdecak kesal, bola matanya melirik ke sana.ke mari seolah merasa diremehkan. la lantas beranjak dari meja resepsionis dan berjalan menuju lift dengan langkah pasti, membuat dua gadis yang berjaga terkesiap. "Pak. Anda tidak boleh masuk sembarangan!" teriak salah satu dari merek
Derdebur ombak mengikis bibir pantai, menyentuh permukaan kulit kaki Leona yang putih mulus. Wanita itu tenggelam dalam kenikmatan hembusan angin malam di tepi pantai Kute. Angga, yang selalu setia, mengikuti Leona dari belakang. Sementara itu. Tari dan Rendy sedang menikmati makan malam romantis berdua."Kamu nggak kedinginan. Leona?" tanya Angga dengan suara lembut, penuh kepedulian.Leona menghentikan langkahnya, menoleh, dan tersenyum hangat ke arah Angga. "Dingin sih, tapi kapan lagi bisa nikmatin momen seperti ini. Ga? Aku udah lama nggak berlibur," sahutnya.Mata Leona tertuju pada kegelapan lautan yang membentang luas. Di sudut sana, bulan bersinar terang, memayungi malam yang damai. Cuaca malam ini begitu mendukung, tak ada hujan yang mengguyur, bahkan bintang-bintang bertabur indah di langit malam.Angga pun ikut menatap ke arah yang sama, larut dalam keindahan semesta. Esok mereka harus kembali ke Jakarta, meninggalkan tiga hari kenanga
Pesawat yang membawa Leona, mendarat dengan mulus di Bandara Halim Perdanakusuma, membawa kenangan indah bersama Angga, Tari, dan suaminya selama liburan tiga hari di Bali.Mereka berempat menikmati setiap momen, menjadikannya kenangan manis yang sulit dilupakan, terutama bagi Angga. "Aku bawain kopernya. Leona." tawar Angga lembut, namun Leona menolak sambil menggeleng lemah."Nggak usah, nanti kamu malah ketinggalan jalannya." Leona menolak dengan halus, membuat hati Angga berbunga-bunga. la tak ingin kecewa, melainkan memilih untuk mengekspresikan perasaannya melalui senyuman hangat yang dipancarkan ke arah wanita pujaannya. Apapun jawaban Leona di masa mendatang. Angga bahagia, merasa beruntung berbagi waktu dengan sosok yang amat dicintainya.Saat perjalanan menuju bandara, mereka menggunakan taksi. Kini, setelah pulang, mereka kembali dalam satu mobil milik Rendy."Makasih ya Leon, Ga, kalian mau nemenin liburan kita," ucap Tari di tengah pe
"Leona, dari tadi ngelamun mulu, udah sampai nih," bisik Tari. mencoba menghibur Leona.Rendy menghentikan mobilnya di depan rumah Leona, wajah bahagia wanita itu menghilang sejak mendengar kabar buruk tadi. Sebagai sahabat yang baik, Tari hanya bisa memberikan dukungan."Eh, udah sampai ya?" Leona menatap sekeliling rumahnya. rasa rindu yang tiga hari tak diungkapkan akhirnya terobati."Percayalah, Angga pasti bisa menyelesaikan semuanya. jangan terlalu stres seperti itu," kata Tari, berusaha menguatkan hati Leona.Leona menghela napas panjang, mengulum senyum meski hatinya terasa berat, "lya Tar, terima kasih sudah mengajakku liburan dan mengantarkanku sampai di rumah. Semoga setelah kembali dari Bali, kamu segera mengandung." Doa Leona tulus."Sama-sama, ayo dong semangat! Kamu sudah pernah melewati yang lebih menyedihkan dari ini," ucap Tari penuh semangat, mencoba memberi dukungan pada Leona."Apa lagi Pak Ferdy sudah datang
Di sinilah Ferdy berada di ruang UGD. Pria tampan itu tengah di periksa dokter di dalam, dan setelah beberapa saat menunggu akhirnya sang dokter keluar juga.Leona menghampiri dokter itu lebih dulu dan bertanya pada sang dokter bagaimana keadaan suaminya. Tari dan Rendy mengikuti Leona dari belakang."Dok gimana keadaan suami saya" tanya Leona dengan wajah cemasnya.Dokter itu tersenyum dan menjawab pertanyaan Leona."Ibu tenang saja suami ibu tidak apa-apa hanya saja dia kekurangan asupan makanan dan membuat tubuhnya menjadi tak bertenaga. Apa sebelumnya suami ibu sering muntah" tanya sang dokter di akhir kalimat."Iya dok sejak saya hamil dia sering muntah di pagi hari dan suami saya juga gak nafsu makan dok" jawab Leona."Nah di situ kendalanya buk, suami ibu ini tengah mengalami yang namanya morning sikcnees setiap pagi atau nama lainnya sindrom couvade pada calon ayahnya, ini memang biasa terjadi buk di setiap pasangan yang
Dua bulan kemudianPagi-pagi sekali suara muntahan pria tampan memenuhi kamar mandi, ia tengah memuntahkan isi perutnya yang sama sekali tak mengeluarkan apa-apa yang keluar hanyalah cairan bening dan kental. Siapa lagi kalau bukan Ferdy ya Ferdy tengah mengalami morning sickness atau bisa di sebut sindrom couvade, morning sickness seharusnya Leona yang mengalami kini berbanding balik Ferdy lah yang mengalaminya, dua Minggu sudah Ferdy tak masuk kerja di karnakan tubuhnya yang tak bertenaga dan nafsu makan pun berkurang.Ya Leona tengah hamil anak pertamanya, dan morning sickness itu Ferdy yang mengalami bukan Leona, awalnya memang baik-baik saja tetapi saat kandungan Leona memasuki 2 Minggu mual muntah selalu menghampiri Ferdy tiap pagi. Leona terkadang merasa khawatir akan kondisi Ferdy yang semakin lama semakin lemas tak bertenaga Leona pernah menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit agar di berikan beberapa vitamin atau semacam obat agar Ferdy bisa bertenaga lagi
Ferdy mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang sembari tangannya mengelus puncak kepala sang istri, senyuman Ferdy tak pernah luntur sejak tadi pria tampan benar-benar sangat bahagia setelah dirinya menikahi wanita yang amat ia cintai, sebelum pulang. Leona meminta Ferdy mengantarkan dirinya ke makam sang ayah dan ibunya, wanita cantik itu merindukan orang tuanya, Ferdy dengan cepat mengiyakan ucapan sang istri.Sesampainya di pemakam, Ferdy dan Leona sama-sama turun dari mobil. Ferdy menggandeng tangan Leona menuju makam ayahnya yang bersebelahan dengan makam ibunya."Assalamualaikum Pah Mah "ucap Leona dan Ferdy yang saat ini sudah berada di tengah makam orang tuanya."Pah Mah, lihatlah Leona sekarang gak sendiri lagi. Leona udah ada yang jagain" ucap Leona pertama kali."Sekarang Papa sama Mama jangan sedih lagi liat Leona dari atas sana, Leona sekarang udah bahagia seperti yang pernah ayah bilang" ucap Leona dengan suara serak, Leona berusah
Tangan lebar nan kasar itu kini berada di bukit kembar Leona, Ferdy merasakan bukit Leona yang masih terasa padat dan berisi, dan perlahan tapi pasti Ferdy meremas bukit kembar Leona dengan lembut hingga membuat Leona sedikit melenguh di sela-sela lumatan bibir mereka. Setelah di rasa Leona kehabisan patokan oksigen, barulah Ferdy melepaskan tautan bibirnya dari bibir Leona. Leona menghirup udara sebanyak-banyaknya seakan udara di kamar mandi tidak cukup untuk dirinya.Ferdy belum menghentikan aksinya, kini kepalanya berada di ceruk leher sang istri dan kembali membuat tanda kepemilikan di sana, padahal tanda semalam belum hilang dan sekarang Ferdy memberikannya lagi.Leona menutup matanya merasakan Ferdy yang menghisap lehernya sedikit kuat dan itu membuat Leona meleguh karnanya apa lagi di tambah sensasi yang di berikan Ferdy yaitu meremas salah satu bukit kembar Leona."Ah Mas hentikan sudah cukup gumam Leona sambil menahan sesuatu yang bergej
Leona melebarkan matanya melihat pusaka Ferdy yang besar dan sedikit panjang.Leona meringis sendiri dalam hatinya. Apakah muat punya Ferdy masuk ke goa kenikmatannya, ah rasanya pasti menyakitkan tapi enak batin Leona.Perlahan Ferdy memposisikan tubuhnya di tengah-tengah paha Leona, "Kamu siap sayang?" tanya Ferdy.Leona mengangguk sebagai jawaban.Melihat anggukan sang istri. Pria tampan itu mulai meluruskan posisinya, dan perlahan tapi pasti pusaka yang sudah berdiri tegak itu mulai memasuki goa surganya."Gak usah di tutup matanya, ga usah malu. Teriak aja sayang, mendesah aja yah gak bakalan ada yang dengar kamar ini kedap suara kamu bisa teriak sekerasnya" ucap Ferdy.Sebelum melakukannya lagi Ferdy melumat bibir Leona, ia juga mulai memasukkan Pusakanya di goa kenikmatan istrinya kali ini Ferdy tidak pelan-pelan lagi, melainkan sekaligus sebab dirinya sudah penuhi oleh nafsu yang tertahan."Aahhh Mas enak banget"ucap
Ragu-ragu Leona mengangguk kecil, melihat anggukan sang istri. Ferdy mendekati Leona dan menyuruh istrinya itu membalikkan tubuh.Leona berbalik dengan wajahnya menghadap cermin wastafel sembari memandang Ferdy yang mulai membuka perlahan resleting gaun nya.Jantung Leona saat ini tidak sedang baik-baik saja, ia merasakan detak jantung yang begitu cepat serta keringat dingin di telapak tangannya, Leona benar-benar sangat gugup, apa lagi saat melihat Ferdy yang sudah melepaskan resleting gaun dan menatap punggungnya yang putih bersih tanpa noda."Putih banget kulit kamu sayang" ucap Ferdy pelan.Leona tersenyum malu mendengar perkataan sang suami.Ferdy mulai membuka gaun yang tak berlengan itu. Cara Ferdy membukanya yaitu dengan menurunkan gaun tersebut ke bawah tetapi sebelum melakukannya Leona menahan tangan Ferdy agar tak meneruskan membuka gaun tersebut."Kenapa sayang?" tanya Ferdy yang bingung."Kamu mau ngapain" tanya
Setelah ijab qobul disebutkan oleh Ferdy para tamu pun memberikan selamat pada kedua mempelai, kini Ferdy dan Leona berdiri di pelaminan, beberapa tamu masih ada yang belum memberikan selamat dan mereka juga menyempatkan diri menyalami Ferdy dan Leona lalu mengucapkan kata samawa pada kedua mempelai.Dan sebagian tamu juga ada yang sudah pulang dan ada yang masih betah di acara tersebut.Pak Anwar pun mendekati pengantin baru itu, " Selamat yah nak atas pernikahan kalian, bapak berharap kalian bahagia hingga maut memisahkan, Pak Ferdy saya titipkan nak Leona yah, sayangi dia" Ucap Pak Anwar sembari menepuk pundak Ferdy kemudian menyalami mereka berdua.Tari dan Rendy juga tak lupa memberikan selamat untuk Ferdy dan Leona, mereka berdua pun segera menghampiri sahabatnya itu."Selamat yah Leona sekarang kamu udah jadi istri Ferdy. Semoga pernikahan kalian samawa sampai kakek nenek" Ucap Tari pada Leona, tangan mereka saling bertautan di udara.
Satu bulan kemudian.......Dan satu minggu penuh Ferdy dan Leona habiskan untuk persiapan acara pernikahannya, dari fitting baju pengantin sampai dekorasi ballroom hotel yang mereka sewa satu minggu yang lalu.Dan hari itu pun tiba. Ferdy yang ingin menikahi Leona setelah perjuangan panjang yang ia lewati. Semua kesalah pahaman yang pernah singgah di sela-sela hubungannya, dan drama lainnya semua ia lewati. Dan akhirnya semua telah selesai.Semenjak kembalinya Leona di sisi Ferdy, lelaki tampan itu selalu tersenyum dan tampak sekali kebahagiaan di wajahnya sebab Leona yang selalu membuat Fedry tersenyum di saat-saat suka dukanya.Dan disinilah Leona sekarang tengah memandang baju pengantin dan di temani Tari ,sedari tadi ia menatap wajahnya di cermin, di saat hari bahagianya kedua orang tuanya sudah tidak ada jujur Leona begitu sangat merindukan kedua orang tuanya. Andai mereka masih hidup pasti ibu dan ayah Leona sangat bahagia anaknya menikah de
Setelah meninggalkan bandara, Ferdy berjalan dengan langkah berat menuju rumahnya. Langit senja mulai meredup, menambah suasana kelam yang menyelimuti hatinya. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi oleh kenangan bersama Leona, setiap tawa, tangis, dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi.Sesampainya di rumah, Ferdy merasa hampa. Ia duduk di tepi tempat tidur, memegang foto Leona yang selalu ada di meja kecil di samping tempat tidur. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya tumpah, membasahi pipinya."Saat kamu pergi, Leona, aku merasa seperti kehilangan sebagian dari diriku. Tapi aku tahu, kamu memilih jalan ini untuk kebaikan kita berdua. Aku hanya bisa berharap bahwa suatu hari, takdir akan mempertemukan kita kembali," gumam Ferdy dengan suara bergetar.Beberapa hari berlalu, dan Ferdy mencoba menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun, hatinya tetap terasa kosong. Ia terus merindukan Leona, meskipun berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya di dep