Share

Tamu Dadakan

Penulis: Tika Pena
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Baik. Aku pergi sekarang juga!" Kutinggalkan Mas Arfan melangkah cepat dan berlari kecil menaiki tangga. Tidak peduli dia yang tertegun setelah mendengar jawaban tegasku. 

Di kamar mengeluarkan koper dan membuka lemari. Aku sudah ingin pergi sejak dia jujur malam itu. Baju-baju kumasukkan asal dengan hati perih dan rasa tak menentu. Mas Arfan keterlaluan. Menyuruhku pergi demi perempuan itu. 

Tetes air mata jatuh di pipi teringat Bapak. Maafkan, Nabila, Pak. Jika sekarang kembali ke rumah Bapak. Semoga tidak mengganggu kesehatan Bapak. Kuseka kasar tangisku dengan telapak tangan. 

Koper ditutup dan menurunkannya dari tempat tidur. Mas Arfan terdiam melihatku saat menuruni tangga. Sedangkan Saskia tersenyum senang sambil merangkul lengannya manja.  Aku menunduk tidak mau melihat keduanya. 

"Saya pamit, Mas. Nanti Mas Arfan nyusul untuk menjatuhkan talak di hadapan orang tua saya." Setelah itu, tanpa menunggu jawabannya aku keluar. Melangkah dengan berat hati dan perasaan yang hancur. Sebisa mungkin menahan isak tangis tidak ingin diketahui mereka. Sudah takdirku dan pernikahan ini harus berakhir cepat. Seperti ini lebih baik dari pada kehadiranku tidak dianggap dan terus diabaikan. Ditambah ada perempuan lain. 

Tepat saat mencapai hendel pintu langkahku tertahan, mendengar suara kencang Mas Arfan. "Apa? Papa mau ke sini sekarang? Lagi di jalan? Sama Mama?!" Aku berbalik melihatnya yang panik. Lelaki itu lalu tertuju padaku. Menutup teleponnya dan melangkah.

Aku menggeleng dan buru-buru keluar. Biar, biar sekalian orang tuanya tau ada perempuan lain di sini dan aku telah pergi diusirnya. Biar mereka tau anaknya ini tidak sebaik yang mereka kira. 

"Tunggu, Nabila!" Aku terus berjalan cepat membawa koper ke jalan. Mas Arfan mengejarku tidak dihiraukan teriakan Saskia memanggilnya. 

Langkah Mas Arfan yang lebar dan lebih cepat berhasil menangkap pergelanganku. "Jangan pergi, Nabila." 

"Lepas, Mas!"

"Ayo, kembali ke rumah."

"Aku tidak mau. Urus saja perempuan itu!" 

"Oke, aku ngaku salah. Aku minta maaf. Jangan pergi." 

"Kenapa? Takut orang tua kamu tau? Takut kamu jadi miskin dan tidak dapat warisan?"

Mas Arfan mengusap wajah dan membuang napas kasar. "Pulang, Nabila. Ayo!" 

"Tidak!" Dia merebut pegangan koperku hingga terlepas. Kemudian mengangkat tubuhku begitu saja. "Mas! Apaan kamu? Turunkan aku!" 

Mas Arfan tidak mendengarkan, berbalik membawaku sambil menggeret koper. Bukankah dia sakit dan lemas badannya mengapa bisa membawaku seperti ini? Tubuhku seolah kapas ringan di pundaknya. Aku takut menatap bawah. "Mas, hentikan!" Kupukul-pu-kul dia dan mencubitnya supaya menurunkanku. 

"Aw! Ah!" Mas Arfan hanya mengaduh tapi tidak berhenti berjalan dan malah semakin kencang menahan tubuhku di atasnya. 

"Turunkan aku. Turunkan!" 

"Kamu tidak boleh pergi dan tetap akan bersamaku." Dia semakin melangkah cepat membawa diriku. 

Di dalam rumah aku diturunkan. Mas Arfan memegangi kuat tanganku takut aku kabur. Membuat Saskia cemburu dan marah melihatnya. 

"Kenapa perempuan itu dibawa lagi ke sini? Biarkan saja dia pergi, Mas." Dia mendorong bahuku supaya menjauh. Namun, Mas Arfan malah merangkulku. 

"Dengarkan aku Saskia. Sekarang kamu pulang."

"Tidak mau, Mas."

"Kamu dengarkan tadi Papa aku nelfon? Mau ke sini. Cepat kamu pergi." 

"Mas, aku belum lama di sini. Kita kan belum--"

"Nanti." Mas Arfan menyela cepat perkataannya. "Mas juga kangen, tapi sekarang nggak bisa. Kamu pulanglah dulu." Dia berkata lembut membujuk. Aku muak. Hendak melepaskan diri, tapi dia menahan kuat pergelanganku lagi. Saskia menggeleng-geleng kecil menanggapinya dan berubah sendu serta matanya mengembun. Mas Arfan melengos darinya. Aku tahu lelaki itu tidak tega dan tidak rela melainkan terpaksa menyuruhnya pergi.  

"Mbak, ajak istri dan anak saya pulang." 

Pembantu yang setia menemani Saskia ke mana pun pergi dan tengah menggendong anaknya mendekat. "Baik, Pak. Mari, Non." 

"Mas." Perempuan itu memelas.

"Pulanglah. Papa Mamaku akan ke sini." 

"Aku juga ingin berkumpul sama orang tua kamu, Mas."

"Nanti. Pasti bisa." 

"Mas." Perempuan itu mendekat memeluk Mas Arfan erat. Lelaki itu pun membalasnya, menyentuh dengan satu tangan karna satu tangannya yang lain masih menggenggamku kuat. 

Keduanya lalu berlepas. Mas Arfan mencium pipi dan kening Saskia, aku melengos, tidak suka dan sakit hati melihatnya. Kutarik tangan darinya agar bisa menjauh, tapi lelaki itu tetap bisa menahanku. Sampai aku meringis karna cekalannya begitu kuat di pergelangan. 

"Lepas, Mas," desisku menatap tajam ia. 

"Tidak akan kulepaskan," balasanya pelan dan sama menekan ucapan. Kemudian dia melihat perempuan itu menjauh. Ke luar rumah. Mas Arfan mengikutinya sambil membawaku lagi. Melangkah lebar sampai kakiku terseretnya. Di luar, dua sejoli itu saling bersitatap lagi. 

"Aku pergi." 

"Hati-hati." 

Saskia lalu melihatku. "Awas, kamu. Jangan sentuh suamiku!" 

Aku berpaling tidak sudi melihat ataupun menanggapi ucapannya. Apa dia buta? Mas Arfan sendiri yang menahanku. Lihat, bahkan dia tidak melepasku, membawaku lagi ke sini setelah aku berniat pergi. 

Dia juga suamiku, bukan hanya suaminya! Tapi dia tidak menyadarinya.  

"Savia, baik-baik sama Mama, ya, Sayang. Nanti ketemu Papa lagi." Mas Arfan kini bicara pada anak kecil itu, tidak tahu apa yang dia lakukan karna aku masih berpaling pada pemandangan lain. 

Sampai terdengar mesin mobil dihidupkan barulah aku tertuju ke depan. Saskia sudah di kursi kemudi di temani pembantu dan anak kecil di sampingnya. Memundurkan mobil pelan ke jalan dan pergi. 

Tepat setelah kepergiannya, mobil lain datang berhenti di halaman. Rupanya mereka orang tua Mas Arfan. Suamiku menghela napas lega dan menyambutnya dengan senyum. Tamu dadakan kami sudah datang. 

"Wah, wah ... kompak sekali kalian ada di sini." Papa berkata sumringah.  

"Iya dan romantis," sahut mama dengan ekspresi sama. Bagaimana tidak? Kami jadi terlihat kompak dan mesra. Keduanya menghampiri kami. 

"Bagaimana Arfan, kesehatan kamu?"

"Seperti yang Papa lihat, Arfan baik-baik aja."

"Syukurlah. Mama hawatir dengar kamu demam. Tadinya kalau masih sakit kita ke dokter."

"Tidak perlu, Ma. Aku udah nggak apa-apa." 

"Nabila sudah gerak cepat membantumu, kamu harusnya berterimakasih sama dia. Kalau dibiarkan kamu pasti masih demam sampai sekarang." 

Mas Arfan melirikku. "Oh, iya, Ma. Ini semua berkat bantuan istriku yang cantik dan baik ini. Makasi, ya, Sayang." Tersenyum ia dan ramah menatapku. Padahal hanya sandiwara! 

Mas Arfan mempersilakan keduanya masuk. Aku mengekori di belakang seraya tak henti melihat tanganku yang terus digenggam. Tidak ada Saskia, aku diperlakukan manis olehnya di hadapan orang tuanya. 

"Loh, kok ada koper di sini? Koper siapa ini?" 

Mas Arfan melebarkan mata mendengar pertanyaan Papa. Aku juga. Pegangan koper itu Mas Ambil. "Tadinya kami mau liburan, iya kan, Sayang?" Dia merengkuh bahuku. 

 

"Liburan? Bulan madu maksudnya?" Kulihat Mas Arfan mengangguk kaku menanggapi mama. "Oh, iya, kamu kan sejak menikah tidak liburan honeymoon. Malah sibukin kerja, kasian Nabila. Sudah seharusnya kamu mengajaknya pergi." Aku tersenyum terhibur melihat suamiku kini kebingungan. Salahmu, Mas, berucap tanpa dipikir.

"Memangnya mau berangkat kapan? Sudah siap begini. Destinasi mana yang kalian tuju?" ujar papa. Membuat Mas Arfan sekarang sedikit panik. Mungkin takut ketahuan bohong. Pusing kan kamu, Mas? Jadi melebar kemana-mana. Aku semakin terhibur menontonnya.

"Kami baru siap-siap aja. Belum memutuskan akan ke mana. Mungkin lusa." Terus saja kamu cari-cari alasan, Mas. 

"Ya ampun, Arfan ... Mama kira besok kamu mau berangkat."

"Enggak, Ma. Aku kan baru sehat." 

"Lagian, baru habis sakit kok udah siap-siap aja. Sabar dulu lah, Fan. Kalau soal senang-senang sama istri di rumah juga bisa. Bukan begitu, Ma?" Mama mengangguk mantap mengiyakan suaminya. 

Mereka tertawa kecil melihat Mas Arfan jadi tampak malu dan memerah wajahnya. Tersudutkan. Aku ikut tersenyum lebar. Rasakan kamu, Mas. 

"Oh, ya. Kami mau menginap di sini. Tidak apa-apa kan?" 

Mas Arfan terkejut mendengarnya. "Oh, ya, tentu saja boleh," ucapnya tegas tapi juga terlihat ragu. 

"Kami tidak mengganggu kan?" 

"Tidak, Pa. Arfan sama sekali tidak keberatan, senang Papa sama Mama mau ke sini." Lelaki itu dapat menguasai wajahnya kembali menjadi tenang dan tampak meyakinkan. 

"Kalau begitu kami tidur di kamar mana, Arfan? Dan kalian sendiri tidur di kamar mana?"

"Di atas." 

"Di bawah."

Aku dan Mas Arfan menjawab berbarengan. Setelahnya kami saling melirik karna tidak kompak. 

"Kok? Di mana sebenarnya kamar kalian?" 

Wajah Mas Arfan berubah menegang.

Bab terkait

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Terpaksa Tidur Bersama

    "Kok?" Mama Papa seketika keheranan. "Di mana sebenarnya kamar kalian?" "Kamarnya di atas!" "Kamarnya di bawah!" Kami menjawab berbarengan lagi tapi masih tidak satu tujuan. Tadi Mas Arfan menyebut kamarnya di bawah sekarang menyebutkan kamarku di atas. Pun sebaliknya, aku menyebutkan kamarnya. Berkebalikan dengan sebelumnya yang menyebut kamar masing-masing. Orang tua Mas Arfan terdiam semakin terheran-heran. Aku dan Mas Arfan kembali saling melirik. "Maksudnya, kami kadang tidur di kamar atas, kadang di kamar bawah, bukan begitu, Sayang?" "Oh, i-iya, Ma, Pa." Aku jadi menjawab gugup karna Mas Arfan kali ini merengkuh pinggangku mesra. "Ooh." Mama Papa lalu tertawa. "Kalian ... ya ampuun."Suamiku pun ikut tersenyum dan menghela napas lega. Kamu masih aman, Mas!***"Jangan deket-deket, Mas." Aku sedikit menjauhkan kepala Mas Arfan karna dekat sekali dengan kepalaku. "Apa sih, kamu?" sahutnya kesal. "Itu udah ada guling, Mas. Jangan lewatin batas guling." Kami terpaksa tidur

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Pulang

    "Maaf, Bu. Arfan baru bisa nyusul Nabila ke sini." "Iya, tidak apa-apa. Kamu orang sibuk Ibu ngerti." Rupanya Mas Arfan nekat ke rumah orang tuaku meski tengah malam. Aku mendengar suaranya dari dalam kamar. "Diminum teh-nya, Fan. Mumpung masih anget.""Iya, Bu. Terimakasih." "Sudah makan? Kalau belum Ibu ada sayur dan lauknya. Ibu bisa angetin.""Udah, Bu. Nggak usah." "Nabila ada di kamarnya, tadi katanya kurang enak badan.""Oh, ya, Bu. Arfan memang belum sempat membawa ke dokter. Kalau gitu Arfan temuin Nabila dulu. Silakan Ibu istirahat. Maaf, sudah mengganggu.""Iya, silahkan. Bawa saja tehnya.""Iya, Bu."Aku buru-buru meringkuk. Sudah menyimak obrolan mereka. Pintu kamar dibuka Mas Arfan. Terdengar suara gelas ditaruh. Aku yakin itu teh manisnya. "Bila." Dia menyentuh bahuku. "Kamu nggak apa-apa?" Mau tidak mau aku membuka mata. Melihatnya sudah duduk di sisiku. "Aku nggak tau kamu sakit. Kamu nggak bilang.""Memangnya kalau bilang kamu peduli?" Lelaki itu diam. Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Kamu Cemburu?

    "Enggak, Mas." Tangan itu kulepas dari perut. Dia bilang tidak akan menyentuhku tapi dia sendiri yang seenaknya menyentuh. Tidak bisa dipercaya ucapanmu!"Aku mau menginap lagi di sini. Masih ingin menemani Bapak. Sudah lama aku baru ke sini lagi.""Ternyata kamu keras kepala, Nabila." Raut wajah Mas Arfan berubah dingin lagi. Setelah kemauannya tidak kuturuti. "Kamunya mikir, dong, Mas. Jangan cuma bisanya berkata manis di depan orang tuaku saja. Tapi saat anaknya mau menjenguknya hanya diberi waktu sedikit!""Kamu tidak takut dosa menolakku? Aku suamimu yang harus kamu patuhi!""Kamu yang tidak takut dosa, Mas. Membohongi semua orang. Kamu tidak usah keterlaluan mengaturku. Niatmu saja salah menikahiku!" "Aku akan memberimu imbalan setelah itu. Jadi, tidak usah merasa rugi.""Sudah, Mas. Lebih baik kamu pergi. Aku mau menginap sehari lagi di sini.""Terserah. Mau tidak pulang pun. Semaumu saja!" Aku terhenyak dia merespon seperti itu. Lalu berbalik membuka pintu dan keluar melang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Yakin Anakmu, Mas?

    "Dasar mes-um!" Kujauhi pintu setelah mengunci. "Nabila!" Tidak peduli dia mengumpat lagi di luar sana. Tidak peduli besok bertemu dengannya akan bagaimana. Temui saja Saskia! Tuntaskan hasratmu bersamanya. Menyesal pergi ke dapur. Hanya membuat sakit mata.Melangkah gontai menuju tempat tidur. Memikirkannya yang sekarang begitu ingin menyentuhku. Tidak seperti awal-awal menikah bisa menjaga jarak. Duduk termenung di sisi ranjang. Apa istimewanya Saskia, Mas? Sampai-sampai kamu menggilainya. Apa karna dia sangat cantik dan tinggi seperti model? Memiliki tubuh ideal sesuai maumu, begitukah Mas? Atau karna penampilannya yang seksi? Yang memperlihatkan paha, tangan, leher mulusnya dengan memakai dress pendek atau hotpant. Perih diperut terasa lagi. Aku sampai gagal mengambil makanan dan lupa setelah melihat kemesraan mereka. Membuka tas teringat ada makanan, mengeluarkan sebungkus roti dan satu teh kotak. Memakannya dengan pikiran kemana-mana. ***Besoknya pagi-pagi sarapan sudah ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Kabur

    "Savia anak Mas Arfan!" balas Saskia menjerit kembali. "Kamu menipu Mas Arfan dengan mengatakan anaknya. Padahal Ayah sebenarnya bukanlah Mas Arfan!" tekanku lagi tegas. "Mas, dia fitnah aku!" Perempuan itu meraung duduk di bawah. Menangis seperti anak tantrum. Mas Arfan melotot ke arahku. "Savia anakku." Anak itu direbut paksa olehnya. Memeluk lehernya dan masih menangis. Ruangan menjadi riuh. "Bukan, Mas. Lihat, dia tidak mirip!" "Savia memang tidak mirip denganku. Tapi mirip Saskia, cantik seperti Mamanya." "Meski mirip Mamanya sekali pun. Setidaknya ada sedikit saja mirip Papanya, tapi Savia tidak. Perhatikan, Mas. Saskia hanya memanfaatkanmu!" "Cukup, Nabila. Kamu jangan asal bicara!" "Kamu jangan bod-oh, Mas!""Aku tidak bod-oh dan percaya.""Apa yang membuat kamu percaya, apa yang membuat kamu yakin itu anak kamu? Kamu harus melakukan tes DNA, Mas!" Lelaki itu pergi tidak menjawabku. Diiringi tatapan hawatir Saskia yang masih terisak-isak.Tidak lama Mas Arfan datang l

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Menyukaiku?

    "Hmmph. Hmmph!" Tubuhku dibawa mundur dan tidak bisa mengeluarkan suara. Sampai di balik bangunan barulah dilepas. Aku melotot menyadari siapa. "Mas Satya?!" ujarku histeris. Antara kaget dan senang ternyata orang yang dikenal. "Ssst!" Mas Satya menaruh jari telunjuk di bibirnya sendiri. "Seharusnya kamu jangan dulu menghubungi Arfan. Kita harus mempunyai bukti dulu." Ponsel yang masih tersambung dengan Arfan dimatikannya dan diserahkan padaku. "Seharusnya kamu rekam dan vidiokan percakapan Saskia. Bukan main telepon orang." "Yasudah kita vidiokan sekarang kalau begitu." "Telat. Saskia sudah pergi. Lihat saja." Aku melangkah cepat ke depan lagi, benar saja mobil dua orang itu sudah tidak ada. "Sejak kapan?""Saskia mendengar saat kamu menelepon Arfan asal kamu tahu. Jadi percuma tindakkanmu itu. Yang ada Arfan tidak percaya dan menganggap kamu mengada-ngada." "Kenapa tidak direkam sama Mas Satya?" "Saya baru datang. Tadinya mau ke rumah Arfan. Kamu berhasil kabur?" Aku mengangg

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Percobaan Bunuh Diri

    Ibu dan Bapak memasuki mobil bersiap pulang. Aku membantu menutupkan pintu dengan sedikit tidak rela. "Padahal, Ibu menginap lagi saja di sini," tawarku pada Ibu. "Nanti ke sini lagi. Kami harus pulang." Ibu mengelus pipiku sekilas dari jendela yang terbuka. Bapak duduk bersandar di sampingnya. Tersenyum seolah berkata dia baik-baik saja, agar aku tidak usah hawatir. Tapi aku melihatnya dengan tatapan prihatin. Niatku untuk memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi dalam pernikahan kuurungkan. Tidak mau membuat keadaannya memburuk. Bagaimana kalau tiba-tiba terkena serangan jantung? Lalu ... ah, aku tak sanggup membayangkan. "Kamu baik-baik sama Arfan," pesan Ibu. "Dia suami yang baik." Kulihat lelaki itu tengah mengobrol dengan supir taksi online yang telah dipesannya. "Antarkan mertua saya dengan baik sampai rumah," ucapnya. "Siap, Pak." Supir itu membalas. Kebetulan dia orang yang sama dengan yang mengantarku ke sini kemarin. Mas Arfan menyerahkan uang ongkos lebih dulu pun de

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Sentuhan Menyakitkan

    "Kamu apaan?! Tidak seharusnya melakukan itu." Kemeja Mas Satya jadi kotor oleh cairan hitam kopi. Lelaki itu menatap tajam Mas Arfan seraya mengepalkan tangan. "Beraninya kamu keluar menemui laki-laki lain." Mengabaikan kemarahannya Mas Arfan terus menyudutkanku. "Dia sodaramu, Mas. Dan kami tidak melakukan apa-apa." Kukeluarkan tisu dalam tas membersihkan baju Mas Satya dengan cepat. Tapi baru sebentar Mas Arfan menarikku lagi. "Tinggalkan dia ikut bersamaku!" Tidak peduli pada tindakkannya. Juga orang sekitar yang berkasak-kusuk melihat. Lelaki itu membawaku pergi. "Jangan menyakiti, Nabila!" seru Mas Satya melihat langkahku yang terseret. "Mas Satya! Maafkan, Mas." Aku sangat tidak enak padanya. Sudah diperlakukan buruk. "Kamu tidak usah minta maaf padanya!" sentak Mas Arfan. Sambil terus membawaku.Mas Satya tidak terlihat lagi di mataku karna aku sudah dibawa jauh dan kini telah ada dalam mobil. Terkejut pintu ditutup kencang saat Mas Arfan duduk di kursi kemudi. Dia melir

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Extra Part 3

    "Nabila?"Saat membuka mata yang kulihat hanyalah Mas Arfan. Menyebut namaku beberapa kali, sembari menyentuh telapak tangan. Melihat sekitar ternyata aku sedang terbaring di sebuah ruangan. Aku mengeryit saat hendak bangun. "Diam saja dulu kalau masih pusing." Mas Arfan membantu merebahkan tubuhku lagi. "Kamu tadi pingsan," ucapnya lagi lembut dan menatapku teduh. "Kamu anemia. Tensi darah hanya sembilan puluh per enam puluh. Selain itu ...." "Aku kenapa, Mas?" selaku tidak sabar menanti ucapannya selesai. Takut ada sakit serius di tubuhku. Mas Arfan malah tersenyum dan tampak berbinar matanya. Digenggamnya lagi tanganku erat. "Kamu hamil," ucapnya sumringah. "Aku hamil?"Dia mengangguk semangat. "Kata dokter iya, ketahuan dari tes darah ada kadar HCG di situ. Pertanda janin tumbuh." Ya Allah, pantas tamu bulanan tidak datang-datang. Ternyata tumbuh embrio di rahimku. Tidak mengira bakal langsung jadi padahal belum lama berhenti minum Pil KB. "Ada anak aku. Kamu harus mau kembal

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Extra Part 2

    "Maafkan kami, Pak Rasyid, Bu Nafa ... tidak memberitahukan sebelumnya, kalau Arfan mempunyai istri simpanan." Mama membuka percakapan setelah kami berkumpul. Diliriknya Mas Arfan yang tertunduk dalam. "Kami tidak bermaksud menipu." Papa melanjutkan pembicaraan. "Kami memang berniat menjadikan Nabila menantu bukan semata-mata mempermainkan.""Saya menyukai Nabila dengan pribadinya yang baik, sedangkan Saskia bukan wanita baik-baik, mendekati Arfan hanya untuk tujuan yang salah." Gantian Mama yang berbicara kembali. "Sebelum bersama Arfan dia sudah menjalin hubungan lebih dulu dengan laki-laki lain, bahkan anak yang dikandungnya pun anak laki-laki itu. Tapi karna sudah terpengaruh kuat Arfan tidak bisa melihat kebenarannya. Saya menikahkan dengan Nabila untuk menjauhkan dari dua orang jahat seperti mereka. Percaya Nabila pasangan yang tepat untuk Arfan." Orang tuaku sama-sama menarik napas dalam. Tapi masih tidak bicara sepatah kata pun. Mama melirik pada Mas Satya. "Kami sadar, apa

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Extra Part

    "Saskiaa." Mas Arfan terus memeluk tubuh tidak bernyawa itu. Dua tahun dia hidup bersamanya, menemani siang menemani malam, menemani makan, menemani tidur, berbagi hangat tubuh, sekarang telah pergi begitu saja. Tanpa adanya penyakit yang menggerogoti. Hilang dihabisi orang lain. Meninggalkan rasa pilu amat dalam. Rasa kecewanya yang besar setelah tahu semua hal buruk tersembunyi, tertepis saat dia pergi untuk selamanya. Bagaimana pun sosok itu pernah mewarnai hidupnya. Membuat semangat, membuat bahagia, dan sudah menyelamatkan nyawa meski kecelakaan itu sengaja. Daniel memang ingin membunuhnya. Saskia bisa kuat menemani tanpa direstui dan hanya disembunyikan dari publik. Mas Satya menghampiriku. Mengusap-usap bahu. Aku pun berbalik menghadapnya tidak kuat melihat Mas Arfan dan Saskia lagi. Dia merangkul membenamkan kepalaku di dadanya. Saskia diurusi di kediamannya. Banyak tetangga melayat. Juga ada beberapa saudaranya, mereka tampak sedih melihat kepergiannya yang mengenaskan. A

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Berakhir

    "Bedebah!"Mas Arfan langsung menghampiri laki-laki yang sibuk memakai bawahan. Menonjok wajahnya hingga beberapa kali. Aku dan Mas Satya masuk. "Mas, jangan Mas!" Kini Mas Arfan beralih pada Saskia, yang sibuk menutupi tubuh dengan selimut setelah tadi berada di atas laki-laki itu sama-sama bertelanja-ng bulat. Menampar keras pipinya, sampai terjerembab di bawah. Tidak puas Mas Arfan berjongkok menamparnya lagi kedua kali. Aku meringis melihatnya. "Diam kamu Daniel!" Mas Satya sudah bergerak cepat menahan lelaki itu. Menodongkan senjata api di kepalanya sehingga tidak bisa berkutik. "Ternyata kamu biangnya. Anak dari musuh keluarga Dhanurendra!" Dhanurendra nama belakang Mas Arfan, juga merupakan nama belakang Papa.Laki-laki bernama Daniel itu sengaja menjadikan Saskia sebagai umpan untuk membuat bangkrut Mas Arfan dengan mengambil hartanya. Dan akan memakmurkan perusahaannya sendiri. "Mas ... Ini semua tidak seperti yang kamu lihat." Saskia memeluk lutut kakinya. Sudah tertangka

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Penggerebekkan

    "Mas! Kamu berbuat mesra dengan Nabila?!" Lagi, suara Saskia melengking di telingaku. Tapi suaranya kecil di pendengaran Mas Arfan dan tidak jelas. Hingga lelaki itu tidak terganggu. "Awas kamu, Mas!!!" Dia mengira Mas Arfanlah yang menerima telepon. Aku terkejut saat ponsel direbut. Menatap Mas Arfan tegang hawatir akan marah. Ternyata dia malah mematikan sepihak. Lalu melempar asal ponsel ke seprai. "Mas?" "Aku tidak ingin diganggu." Lalu menyibukkan diri merasai tubuhku kembali. Staminanya yang kuat mampu menerbangkanku lagi. Hingga ke paling puncaknya. Usai berhubungan Mas Arfan langsung tertidur nyenyak. Aku sudah membersihkan diri dan memakai pakaian lengkap. Perlahan menjauhinya ke luar kamar. Mencari udara segar dan berkomunikasi dengan Mas Satya ditemani secangkir minuman hangat di sebuah kedai. Di Bandung aku tidak terlalu buta arah dan lebih leluasa karna memakai bahasa sehari-hari tidak seperti di luar negeri. Bersama kakak sepupu suami aku banyak bercerita. "Aku sud

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Di Rumahnya

    "Sini, Mas, rambutmu aku ambil. Atau mau ganti dengan tes darah atau air liur?" tawarku pada Mas Arfan yang kini ada di sampingku. "Sudah. Rambut saja. Ambil sedikit.""Oke." Gunting di tangan kuarahkan pada rambutnya dan memotong sedikit. "Segini, Mas, cukup." Rambut itu kuperlihatkan. Mas Arfan tidak protes dan aku memasukkannya dalam plastik kecil. "Sekarang tinggal rambut Savia, ya, Mas." Lelaki itu mengangguk kecil. Ah ... aku senang dia manut begini. Demi bisa menikmati tubuhku lagi, demi bisa aku hamil, juga demi bisa dapat warisan, dia akhirnya rela menurunkan ego. Dasar laki-laki, kalah sama nafsu sendiri. Kami sampai di depan rumah Saskia di komplek sederhana. Aku mematung begitu turun dari mobil. Selama menikah dengannya baru tahu tempat tinggal istri sirinya itu. Pantas Saskia sangat mengingkan rumah yang tengah aku tempati dengan Mas Arfan, dia ingin lebih leluasa dari rumah minimalisnya ini. Aku yakin ini juga rumah pemberian Mas Arfan. Belum bisa memberikan rumah me

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Siasat untuk Saskia

    Mas Arfan menahanku yang hendak pergi. "Kamu sengaja menguping?" Aku tidak mau menjawabnya memilih pergi lagi. "Nabila! Hei!" Semakin kupercepat langkah. "Arfaan ... kenapa sih pagi-pagi sudah teriakkin Nabila?" Mama protes mengampirinya. Lelaki itu berhenti mengejarku. "Kenapa? Kan bisa bicara baik-baik." "Eh, nggak apa-apa, kok, Ma." Aku tidak jadi masuk kamar memperhatikannya yang jadi salah tingkah. Dan berusaha menormalkan raut wajah. Lelaki itu melirikku dengan tatapan dingin dan mencoba tersenyum saat tertuju pada Mama lagi. Aku pun memasuki kamar. Kamu pusing kan, Mas? Tidak semudah itu kamu untuk mendapat semua harta Papamu. Kamu harus memberikan cucu dulu. Harus bisa membuatku hamil dulu. Aku sedikit tersentak saat dia menyusul ke sini. Pintu ditutupnya pelan. Dan berjalan lambat menghampiri aku di sisi ranjang. Mas Arfan duduk di sampingku. Tampak pusing dan bingung. Terdengar helaan napasnya yang berat. "Kamu senang?" tanyanya tetap menatap lurus ke depan. "Tidak ta

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Anniversary Pernikahan

    Aku tersentak dari tidur dengan terisak-isak pilu. Menunduk memegangi dada sendiri. "Astagfirullah ... Ya Allah." Rupanya tragedi itu hanya dalam mimpi. Tapi rasa sakit dan ketakutannya terbawa hingga ke dunia nyata. Betapa aku dan Ibu seketika menangis histeris melihat Bapak ambruk kesakitan. Setelah mendengar keadaan rumah tanggaku yang sebenarnya dan hendak cerai. Jantung Bapak langsung collaps. Mungkin, itulah yang akan terjadi jika aku bercerita yang sebenarnya dengan resiko kehilangan Bapak selamanya. Aku menggeleng. Ya Allah, aku tidak ingin membunuh orang tuaku sendiri dengan kabar buruk ini. Mimpi sangat menakutkan, membawa langkah kaki ini ke luar kamar, melihat Ibu dan Bapak dari celah pintu. Tenang mengetahui mereka baik-baik saja. Ibu terlihat sedang memberikan air minum. Damai wajah Bapak yang bersandar ketika Ibu memijiti betis kakinya. Aku pun kini tersenyum. Mengusap pipi yang masih dijatuhi air mata. Masih sangat terasa suasana di alam bawah sadar tadi.***Saat

  • TERNYATA AKU WANITA KEDUA   Tidak Percaya

    "Ini, Pak. Hasil tes DNA-nya.""Terimakasih." Mas Satya pamit, aku juga. "Ayo, Nabila." Membawa surat hasil tes ke luar ruangan. Lipatan kertas itu dibuka Mas Satya. Kami sama-sama melihatnya. Aku membelalak begitu membaca keterangannya. "Jadi? Mas?" Kulirik lelaki itu yang mematung. "Benar," lirihnya."Benar bukan Ayahnya," sambungnya dengan tegas kini. Dugaan kami tidak salah. Surat Hasil Identifikasi DNA memberitahukan tidak ada kecocokkan gen mereka. Penelitian sebanyak 99,9 persen menunjukkan Mas Arfan bukan Ayah biologis Savia.Aku sudah deg-dekan ketika melihat hasilnya. Sekarang lega setelah tahu anak itu bukan darah daging Mas Arfan. "Surat tes DNA yang Mas Arfan miliki berarti palsu atau sudah dimanipulasi, Mas, oleh Saskia.""Ya. Hanya akal-akalan perempuan itu." "Papa aslinya pasti orang dalam mobil itu, Mas." Aku teringat sekilas saat Saskia mengobrol dengan laki-laki asing dalam mobil mewah itu. "Dia sengaja menjebak. Menyuruh Saskia merayu Arfan sampai luluh lalu

DMCA.com Protection Status