Aduuh...yg sabar ya Bel :") Oia, yang kepo sama visualnya Belinda dan Raffa bisa cek di Igehku, yess... Main² donk ke sana... Hihii In Sya Allah kisah ini akan tamat bulan ini. Kalian sukanya sad ending atau happy ending, gaesss??🤭 Komentarnya ditunggu... Terima gaji ^^
Mendapat perlakuan tak menyenangkan, tak lantas membuat Belinda berkecil hati, apalagi marah. Dirinya cukup bisa memahami perasaan bu Farah yang belum sepenuhnya menerima kehadirannya di sini. Belinda mengerti jika ibu hanya menginginkan yang terbaik untuk Raffa. Tidak mungkin juga ada orang tua yang mau menerima begitu saja pacar anaknya yang masih berstatus istri pria lain.Ditambah dengan awal mula pertemuannya dengan Raffa, yang cukup membuat siapa saja pasti berpikiran negatif. Belinda juga tidak bisa memaksa ibu agar mau menerima dan merestui hubungan ini. Biarlah semua berjalan sebagaimana mestinya dan sesuai apa yang digariskan Tuhan. "Udah, Bel?" Raffa menghampiri Belinda yang baru saja keluar dari arah dapur. Belinda cuma mengangguk tanpa bersuara, dan tak berniat mengatakan apa yang baru saja terjadi di dapur. Cukup dia telan semuanya sendiri, tanpa memperkeruh keadaan yang awalnya sudah tidak berjalan sesuai harapan. Sudut mata Belinda melirik ibu yang sudah duduk di me
Setelah berkeliling mencari tukang rujak, akhirnya Raffa menemukannya tepat di pinggir jalan sebelum masuk ke area gedung Apartemen. Dia lantas turun dan menghampiri tukang rujak tersebut. Belinda yang tidak ikut turun hanya melongokkan kepala di jendela mobil. "Raf, minta sambelnya yang pedes sama mangganya dibanyakin," pintanya yang sudah tidak sabar ingin segera memakan buah asam itu. Sementara Raffa cuma mengangguk dan mengacungkan jempolnya. Menuruti permintaan bumil agak susah-susah gampang, untuk sementara ini Belinda masih mengidam hal-hal yang wajar. Beberapa saat kemudian, Raffa kembali masuk ke mobil dan menyerahkan plastik transparan kepada Belinda. "Aku beliin sekalian sama buah-buahannya yang banyak. Itu ada dua bungkus." Manik Belinda berbinar, menerima bungkusan dari Raffa. "Udah enggak sabar pengen makan ini," cicitnya disertai ringisan di bibir. Entah mengapa semenjak hamil Belinda malah lebih sering makan buah ketimbang nasi atau pun makanan sejenisnya. Melihat
Belinda terpejam erat kala wajah Raffa perlahan mendekat, dia bahkan dapat merasakan hangatnya napas pemuda itu menerpa kulit pipinya. Tubuhnya menegang dan napasnya tertahan di ujung tenggorokan. Kejahilan Raffa rupanya sukses membuat perempuan berambut pirang itu tak berkutik. Seringai jahil tersungging di bibir Raffa, dia gemas bukan main dan ingin sekali menerjang Belinda detik ini juga. Sayangnya, ide gila itu harus buyar manakala bunyi pintu lift yang terbuka. Ting! Raffa berdecak, sementara Belinda sontak membuka matanya lebar-lebar."Minggir!" Belinda langsung mendorong dada Raffa, lalu keluar dari benda berjalan itu setelah berhasil bebas dari kungkungan. "Dasar mesum!" Belinda bersungut-sungut lantaran kesal setengah mati. Bagaimana bisa ada laki-laki yang tingkat ke-mesumannya begitu tinggi. Menyebalkan!"Bel! Tunggu, Bel!" Raffa keluar dan mengejar Belinda yang lebih dulu membuka pintu unitnya. Setelah pintu unit Raffa terbuka, tubuh Belinda malah membeku di tempat. M
Ketiga orang tersebut menoleh ke arah pintu secara serentak, saat terdengar bunyi passcode unit Raffa ada yang menekan dari luar. Pintu di dorong oleh sosok yang sudah menyebabkan kesalahpahaman ini terjadi. Siapa lagi, jika bukan si Vano. ck! Sontak berdiri, Raffa gegas menghampiri Vano yang menyeringai lebar sambil garuk-garuk kepala. "Eh, udah pulang?" cicit Vano yang tidak merasa bersalah sama sekali. Raffa berdecak, lalu berkacak pinggang seraya memicingkan mata. "Bisa jelasin gak, nih, maksudnya apa?" "Emm... itu... emmm...." Vano berpindah menggaruk dagu sambil melirik Veronica yang duduk di ujung sana. Otaknya tengah berpikir keras mencari jawaban yang pas. Ini semua kesalahannya, yang telah lancang membawa gadis itu ke unit Raffa, dan bukannya ke unitnya. Veronica memaksa ingin tahu tempat tinggalnya, agar sewaktu-waktu bisa mendatangi Vano kapan saja untuk menepati janji. "Woi!" Raffa kesal setengah mati pada manusia yang satu ini. "Bukannya jawab malah bengong. Gara-
"Aku capek, Raf." Belinda memiringkan tubuh, menaruh kepalanya di atas dada telanjang Raffa yang naik turun. Napas keduanya bersahutan dan memburu, sesaat menyelesaikan percintaan panas sore ini. Raffa meraih tangan Belinda, membawanya agar melingkari perutnya. "Tidur, Bel. Kamu nginep di sini aja." Raffa menundukkan wajahnya untuk mengecup kening Belinda yang masih berpeluh. Kehangatan ini tak pernah membosankan bagi Raffa. Bisa memeluk Belinda seperti sekarang merupakan hal yang membahagiakan. Inginnya, Raffa menikahi Belinda secepatnya, supaya dia bisa menghabiskan malam-malamnya dengan penuh gelora, sekaligus bisa berpelukan seperti ini tiap harinya. Namun, untuk saat ini Raffa harus sedikit bersabar. Menunggu sampai bayi mereka lahir, barulah dia bisa menikahi kekasihnya ini. "Tapi aku gak bawa baju ganti, Raf." Jemari lentik Belinda sibuk bermain di dada Raffa. "Kalo soal itu, mah, gampang. Entar aku beliin di bawah. Kalo enggak, pakek baju aku juga nggak papa." Raffa menge
Raffa menggeliat dan membuka mata saat merasakan pergerakan pada lengannya. Belinda menggeser posisi kepalanya yang semula berada di dada Raffa ke lengan pemuda itu. Raffa memiringkan kepala untuk menatap wajah cantik kekasihnya yang sedang tertidur pulas. Bibirnya tersenyum lantas mendaratkan kecupan di kening Belinda. Setelah itu mengangkat perlahan-lahan kepala Belinda dari lengannya, lalu menaruhnya di bantal. Raffa bangkit, terduduk dan membantu memakaikan selimut sampai batas dada Belinda yang masih polos. Diusapnya sebentar pipi mulus itu, lalu mengecupnya. Usai memastikan Belinda tidur dengan posisi yang nyaman, Raffa lantas melirik jam digital yang ada di kamar. "Jam sembilan." Dia pun bergerak pelan agar tidak menimbulkan suara berisik yang bisa menggangu tidur Belinda. Turun dari ranjang, lalu masuk ke kamar mandi untuk membasuh seluruh badannya. Setelah selesai mandi, Raffa gegas berganti baju dan keluar dari kamar. Perutnya terasa sangat lapar, Raffa berniat memesan ma
Siang ini pekerjaan Raffa masih belum beres semuanya. Padahal, sore nanti dia ada jadwal mengantar Belinda ke Rumah Sakit untuk cek kehamilan rutin setiap sebulan sekali. Menginjak di bulan ke empat ini, dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan Ultrasonografi atau yang biasa dikenal dengan USG.Kesempatan tersebut jelas tidak ingin dilewatkan oleh Raffa. Namun, apa daya, di jam yang semakin berjalan cepat, nyatanya pekerjaan belum ada yang terselesaikan satu pun. Ayah memberinya tugas untuk merekap ulang data pendapatan perusahaan. Alhasil, Raffa harus mengerjakan tugas tersebut dengan teliti dan hati-hati."Ck! Udah jam tiga tapi kerjaan gue belum ada yang beres." Raffa tak henti melirik jam digital yang ada di layar ponselnya sembari membagi fokusnya pada layar laptop."Raf!" Ayah tiba-tiba muncul di depannya."Iya?" Raffa mendongak, beralih menatap ayah. "Ada, yang bisa saya bantu, Pak?" Di kantor, Raffa tetap menjaga batasan antara ayah dan anak. Dia cukup bisa memosisikan d
Meskipun agak sedikit terlambat, namun Raffa tetap menyempatkan diri untuk menjemput Belinda di rumahnya. Rencana ingin menemani sang kekasih pun akhirnya bisa ditepati. "Sorry, ya, Bel, aku telat. Kamu jadi nunggu lama," kata Raffa sambil membukakan pintu mobil untuk Belinda. Di jalan dia sempat ngebut karena takut Belinda marah. "Enggak apa-apa, Raf. Aku tahu kamu itu sekarang sibuk. Ya... aku bisa maklum." Perempuan yang perutnya sudah terlihat sedikit membuncit itu tersenyum maklum dengan keterlambatan Raffa. Belinda bukanlah tipe perempuan yang suka merengek ataupun rewel. Kedewasaannya itu selalu sukses membuat Raffa semakin mencintainya. Dia merasa beruntung, lantaran Raffa mau siaga di tengah kehamilannya yang semakin membesar. Meluangkan waktu untuk menemani seperti ini saja rasanya sudah sangat cukup baginya. "Thanks, Honey...." Raffa mencium kening Belinda, kemudian membawanya masuk ke mobil. Lalu dia membantu memasangkan sabuk pengaman ke Belinda. Setelah memastikan kek