Namun ketika aku sampai, Bu Ye-yeon tidak ada di meja kerjanya. Mungkin dia masih makan siang atau minum kopi bersama beberapa guru lainnya. mungkin dia masih berbicara di belakangku. Saat aku duduk di kursi kosong untuk menunggu, beberapa guru yang tersisa di dalam ruangan melihatku dengan tatapan tidak suka membuatku terlihat seperti kotoran. Aku mengertakkan gigi, mengabaikannya. Tatapan mereka seperti duri tajam yang menancap di hatiku, namun aku tidak bisa mundur dari sini. Aku bukanlah seorang ular. Bagaimana aku bisa dikatakan seperti itu jika aku saja belum pernah menjalin satu hubungan pun. Sebelum kemunculan Hades pastinya. Bu Ye-yeon Mo berhak menyalahkanku karena membatalkan kencannya, tapi dia tidak ada hak untuk menjelek-jelekkanku di seluruh sekolah. Setelah beberapa saat, Bu Ye-yeon memasuki kantor sambil membawa kotak sikat gigi. Aku bangkit dari tempat dudukku. Begitu melihatku, dia mengerutkan kening namun tetap mengabaikanku dan kembali ke kursinya. “Bu Ye-ye
Aku perempuan dengan usia lebih dari setengah abad yang punya kelemahan tidak biasa.Parno, istilah populer untuk menyebut gangguan paranoid, yakni kondisi saat seseorang merasa cemas berlebihan dan terancam. Ya, aku memiliki parno berlebih yang tidak bisa aku tangani. Perasaan itu bisa muncul kapan saja. Misalnya...Aku takut berjalan sendirian di malam hari. Kecemasan menguasaiku saat berbagi lift dengan pria asing. Dan aku selalu membeku ketakutan ketika ada orang asing yang tiba-tiba mengetuk pintu rumahku. Begitulah jika perempuan penakut tinggal sendirian.Dunia adalah tempat yang menakutkan untuk seorang pengecut sepertiku. Pikiranku sering melompat ke hal terburuk dalam skenario sebuah tragedi.Misalnya saat di malam hari, ketika aku melewati seorang pria yang memakai topi baseball atau masker, aku langsung ketakutan oleh sebuah pemikiran mengerikan: Bagaimana jika dia tiba-tiba datang berlari ke arahku sambil membawa sebuah pisau..?Tapi itu tidak pernah terjadi. Tentu saja.
Karena ngeri, aku berbalik. Tapi pintunya sunyi seolah tidak pernah ada suara sama sekali. Apakah aku salah dengar? Tapi tiba-tiba tubuhku merinding dan denyut nadi ku berlari ke seluruh tubuhku, seolah menunjukkan yang sebaliknya. Aku bingung harus memeriksanya atau tidak. Sebenarnya yang harus aku lakukan hanyalah membuka pintu, tapi aku terlalu takut untuk bergerak. Bagaimana jika aku tidak salah dengar? Bagaimana jika betulan ada seseorang disana? Pintu kamarku bahkan tidak dikunci. Aku tinggal sendirian, jadi mengapa aku harus melakukannya? Tak mungkin ada tamu yang berkunjung di jam segini. Karena aku tidak memiliki siapapun. Lega rasanya karena pintunya sudah tua dan sulit dibuka. Tidak, aku hanya bersikap bodoh. Bagaimana mungkin ada orang di sana? Aku baru saja mulai mendapatkan kegelisahan ini ketika aku mulai menulis. Meski begitu, tidak ada salahnya berhati-hati. Sambil menahan napas, aku bangkit dan berjingkat ke pintu. Bayangkan saja hanya dengan memega
"Jian-ku." Dengan bisikan lembut, Hades mendekatkan bibirku ke bibirnya. Aku kaget dan tiba-tiba dunia menjadi putih bersih. Sebuah ciuman... Aku sedang mencium seorang pembunuh berantai. Rasanya seperti seekor binatang lapar sedang menggerogoti mulutku seolah-olah dia akan mencabik-cabikku. Tangan Hades yang lain melingkari pinggangku dan menarikku mendekat, menyeret tubuhku yang tak berdaya ke dalam pelukannya. Membelah bibirku, lidahnya memaksa masuk lebih jauh ke dalam mulutku. Ini adalah pria berdarah dingin yang telah membunuh beberapa orang di novelku, lidahnya terasa panas. Aku terkejut sekaligus lega melihat kehangatan itu. Itu berhasil. Tulisanku berhasil. Saat aku menerima ciuman penuh gairah dari Hades, aku melirik ke arah teks di sana, memantau. [Ji-an menolak membuka pintu, yang membuat hati Hades patah. Dia tidak punya niat menyakitinya. Ji-an adalah kekasih Hades. Hades tidak akan pernah membunuh kekasihnya.] Tapi kemudian, aku melihat kursornya berput
Ketika aku pulang, rumah tampak seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Hening dan rapi seperti penampakan biasanya. Tampak normal, jadi aku bisa melakukan aktivitas ku dengan tenang. Setelah makan malam, aku duduk di depan komputer untuk memulai draf baru. Tapi aku justru mengingat mimpi malam itu yang membuatku curiga dengan keyboard baru. Aku mencoba mengabaikan semuanya. Dia itu hanya mimpi sialan. Aku mengutuk diriku sendiri dan menyalakan komputer. Saat aku melihat layarnya menyala. Komputer ku dalam mode hemat daya (sleep). Aku menyadari aku tidak ingat pernah mematikan komputer. Aku bahkan tidak dapat mengingat kejadian hingga aku tertidur semalam. Secara naluriah, aku menekan sebuah tombol. Layar langsung berkedip dan sebuah dokumen berisi tipe hitam muncul. Seketika rasa dingin merambat di punggungku. "Apa...?" Itu adalah sebuah novel. Sebuah novel yang tidak aku tulis, tetapi sebuah novel yang aku kerjakan. Yang meresahkannya, dokumen itu merinci mimpiku dari malam
Saat terjatuh, benda berat itu membuat papan lantai penyok. Tapi itu adalah hal yang paling kecil dari kekhawatiran dalam diriku. Dengan terengah-engah, aku berpaling dari Hades. Aku penasaran seperti apa ekspresi di wajahnya. Aku sangat takut, aku tidak sanggup melihatnya. "Apakah itu sakit?" Hades bertanya, suaranya khawatir. Siapa yang mengkhawatirkan siapa sekarang? Aku yakin dia mencoba menipuku. "Aku minta maaf." Ujung jarinya menyentuh tangan kananku. Aku tersentak. Sentuhan Hades yang tiba-tiba namun hangat dan lembut. Mataku tanpa sadar mengikuti saat dia menarik tanganku. Aku memperhatikan saat Hades memeriksanya dengan cermat. Kekhawatiran diwajahnya tampak tulus. Itu membuatku semakin takut. Sepertinya dia ingin menurunkan kewaspadaanku sebelum dia membunuhku. Tiba-tiba, mata kami bertemu. Hades tersenyum nakal sebelum dia menukik ke bawah untuk memberi tanganku kecupan kecil. "Ya Tuhan." Aku menjauh karena terkejut. Melihat reaksiku, Hades mengelus rambutku.
"YAA!" Teriakan marah Jeong-an meledak dari interkom. Karena terkejut, aku terdiam sejenak sebelum menjawab, "Hei." "Apa kau gila? Kau tidak tahu jam berapa sekarang? Dan bersantailah saat memencet bel pintu, oke? Apa yang sedang terjadi?" "Maaf, aku hanya butuh bantuan saat ini. Tolong buka pintunya." "Ah." Sesaat kemudian, pintu terbuka. Rambutnya acak-acakan seperti baru saja terbangun, Jeong-an muncul, menggerutu padaku dengan wajah keriput. "Ini hari Sabtu, dasar pengganggu. Ini fajar di hari Sabtu..." "Sembunyikan aku." Aku mendorong Jeong-an ke dalam. Saat dia melihatku menutup pintu dan bahkan mengunci kaitan pintunya, raut wajah Jeong-an berubah. "Apa yang terjadi?" Aku dengan panik masuk ke tempat tidur Jeong-an dan berjongkok di samping dinding dengan selimut menutupi kepalaku. Aku lebih suka bersembunyi di ruang tertutup seperti closet bawaan, tapi itu bukanlah pilihan di studio sempit di apartemen ini. "Kamu membuatku takut. Apa yang terjadi? Ada apa?"
Hal pertama yang menyambut ku ketika aku kembali ke rumah adalah sepatu pria berwarna hitam yang tertata rapi di serambi. Hades sepertinya sedang mandi. Karena dari kamar mandi, aku mendengar suara pancuran air mengalir. Sementara itu, suara pengetikan terdengar dari kamarku. Keyboard terkutuk itu masih ada di tempat kerja. Keyboard mulai mengetik pada pukul 04.44. Aku pasti ingat karena memang begitu momen sial dimulai lagi. Sekarang jam 10:38. Jadi sudah mengetik selama enam jam? Apa yang dilakukan Hades selama enam jam? Aku berjingkat ke kamarku, melirik ke pintu kamar mandi sepanjang jalan. Ketakutan dengan saraf yang terasa menggerogotiku, tapi aku tidak punya pilihan lain. Bagaimana jika Hades bersiap untuk membunuhku? Aku harus memeriksa naskahnya. Begitu memasuki ruangan, aku buru-buru menyalakan komputer dan membuka naskah terkutuk itu. Kalimat terakhir, kursor masih berkedip, menarik perhatian ku. [Setelah dia menyelinap ke kamarnya, Ji-an buru-buru menyalakan ko
Namun ketika aku sampai, Bu Ye-yeon tidak ada di meja kerjanya. Mungkin dia masih makan siang atau minum kopi bersama beberapa guru lainnya. mungkin dia masih berbicara di belakangku. Saat aku duduk di kursi kosong untuk menunggu, beberapa guru yang tersisa di dalam ruangan melihatku dengan tatapan tidak suka membuatku terlihat seperti kotoran. Aku mengertakkan gigi, mengabaikannya. Tatapan mereka seperti duri tajam yang menancap di hatiku, namun aku tidak bisa mundur dari sini. Aku bukanlah seorang ular. Bagaimana aku bisa dikatakan seperti itu jika aku saja belum pernah menjalin satu hubungan pun. Sebelum kemunculan Hades pastinya. Bu Ye-yeon Mo berhak menyalahkanku karena membatalkan kencannya, tapi dia tidak ada hak untuk menjelek-jelekkanku di seluruh sekolah. Setelah beberapa saat, Bu Ye-yeon memasuki kantor sambil membawa kotak sikat gigi. Aku bangkit dari tempat dudukku. Begitu melihatku, dia mengerutkan kening namun tetap mengabaikanku dan kembali ke kursinya. “Bu Ye-ye
Aku menatap Hades, tercengang. Hades selalu menjadi orang yang begitu selaras dengan keinginannya. Memang. Selaras dengan keinginannya untuk melenyapkan orang jahat. Namun prosesnya sangat teliti dan ketat. Setelah hati-hati mencari dan menjelajah, dia dengan susah payah mempersiapkan segalanya dan memakan waktu lama sebelum dia mengambil nyawa korbannya dengan satu pukulan pisaunya. Persis seperti ular. Setelah mengamati mangsanya untuk waktu yang lama, dia mendekat diam-diam dan menelannya dalam satu gigitan. Lalu kenapa dia seperti ini padaku? Setiap saat, dia mendorong masuk seperti buldoser. Dia seperti seekor banteng yang hanya tahu cara berlari dalam garis lurus. Yang paling banyak pembaca pikirkan, Hades adalah macan tutul hitam berjas, tapi cara dia memperlakukanku seperti seekor babi hutan. Sejujurnya, itu terlalu berlebihan. Namun naskah itu hanya akan menjadi romansa ketika aku menyamai kecepatan Hades. Selama aku tidak merusak mood, ini juga akan menjadi momen romant
["Saya ingin bertemu dengan Tuan Scar. Apakah dia tidak ada di rumah?" Ron bertanya dengan sopan. "Bolehkah aku bertanya tentang apa ini..?" Balasan pahit Ji-an mengingatkan Ron pada pertemuan mendadak tadi pagi dengan atasannya. Dalam pertemuan tersebut, penerbit menyampaikan bahwa malam sebelumnya Ed Scar telah menyatakan dia tidak akan terus menulis. Penerbit bergumam dengan bingung, "Kita kacau." Kekhawatiran penerbit itu memiliki alasan yang sangat besar. Saat ini, perusahaan sudah berdiri dengan bangunan yang kokoh di tengah kota Seoul dan memiliki nama yang cukup terkenal. Namun sebelum menerbitkan buku Night Series, itu hanyalah perusahaan penerbitan kecil-kecilan skala studio yang menyewa ruang kantor dari officetel yang sudah berusia sepuluh tahun dan mengandalkan crowdfunding untuk menerbitkan buku. (Crowndfunding atau urun dana adalah praktik penggalangan dana dari sejumlah besar orang untuk memodali suatu proyek atau usaha yang umumnya dilakukan melalui internet.)
Saat aku menyajikan kopi untuknya, aku mendengarkan apa yang dikatakan Rexon. Dia terus berbicara dan terus berbasa-basi sebelum sampai pada permintaan sebenarnya: untuk menarik pembatalan kontrak series tersebut. "Tidak bisakah Anda membujuk suami Anda agar tidak melakukan hal itu, Ny. Scar?" Aku bertanya-tanya seperti apa ekspresi wajah Rexon jika tahu bahwa orang yang dipanggil Ny. Scar adalah Scared yang sebenarnya. "Tak ada gunanya. Aku merasa- maksudku, suamiku mempunyai perasaan yang sangat kuat dengan keputusan yang dia ambil..." Aku hampir mengekspos diriku sendiri. Jantungku berdebar tak menentu. “Tetapi menurutku dia akan mendengarkan apa yang dikatakan istrinya. Bukankah anda bisa melakukan hal seperti itu, Ny. Scar? Sangat disayangkan jika menyerah pada kesuksesan besar Night Serie, bukan?" Itu juga sia-sia bagiku. Tapi bagaimana jadinya? Jika aku menulis cerita tentang membunuh orang, orang akan mati dalam kehidupan nyata. Yang lebih buruk lagi, aku bisa jadi orang
Sejak buku pertama dari Night Series meledak, editor dan penerbit ku sudah menunggu hari dimana aku memutuskan untuk mengungkapkan identitas ku. Mereka berharap aku mau melepas topengku dan bertransformasi dari penulis bertopeng menjadi bintang, semuanya ingin aku bisa tampil di media, melakukan wawancara, menjadi narasumber acara, dan secara aktif mempromosikan karya ku secara langsung. Tapi pada dasarnya aku adalah orang yang tertutup dan pemalu. Hal seperti itu tidaklah mudah bagiku. Karena aku mengalami kesulitan yang sangat besar dengan hubungan interpersonal dan merasa muak hanya dengan gagasan menjadi pusat perhatian. Sudah cukup sulit mengajar kelas dengan anak-anak yang sudah terganggu perhatiannya atau tertidur saat pelajaran. Apalagi memberikan ceramah di depan banyak orang? "Tidak pernah," jawabku kembali dengan nada datar. Seperti biasa, editorku melontarkan sedikit kekecewaan sebelum meyakinkanku dengan suara lembut, "Jangan khawatir. Hanya penerbit dan aku yang menge
Bersikap seolah tidak ada yang salah, saat aku mengambil tas yang aku jatuhkan ke lantai, aku menyesal karena sudah membiarkan diriku terlihat sangat terkejut. "Aku perhatikan itu bagian dari sebuah seri. Apakah kamu keberatan jika aku meminjam sisanya?" tanya Hades dengan santai sambil memegang salinan Captured Night. Sama sekali tidak. Tapi aku tidak bisa menemukan alasan untuk menolak. "'Tentu. Pinjam semuanya." Aku tersenyum seolah aku senang berbagi. Aku merasakan kelopak mata kiriku berkedut karena stres. Aku harus berhenti sebelum aku tertangkap. Untungnya, Hades gagal menyadarinya. Setelah makan malam, begitu Hades pergi, aku segera pergi memeriksa naskah kutukan itu. *** [Setelah Ji-an berangkat kerja, Hades bermaksud segera pergi. Tapi kemudian, Hades memperhatikan pintu kamar Ji-an yang sedikit terbuka. Tiba-tiba Hades penasaran. Karena selama ini Ji-an selalu enggan membiarkannya masuk ke kamarnya. Melihat pintu tertutup setiap kali dia selesai membuat apa yang ada d
Di sekolah, suasananya sedingin tundra. Kepala sekolah, bersikap pahit terhadapku karena kencan buta itu, mencari-cari kesalahan dalam segala hal, dan rekan-rekan guru yang berada di pihak Bu Ye-yeon memperlakukan ku seperti aku tak terlihat. Tapi tidak ada satupun yang menggangguku sama sekali. Pikiranku sepenuhnya terfokus pada sesuatu yang lain: Hades. "Dulu kamu tidak takut padaku." Kalimat Hades dalam naskah terkutuk itu tak mau hilang dari pikiranku. Di masa lalu? Kapan? Aku tidak mengerti. Tentu saja, aku tidak takut sebelum Hades muncul dan menjadi hidup. Aku adalah penulisnya dan Hades hanyalah karakter yang aku ciptakan. Tapi tidak mungkin Hades mengetahui hal itu. Apa yang dimaksud Hades "masa lalu?" aku bingung. Jaman dulu apa? Kumpulkan semuanya. Hades fasih, licik, dan secara alami berbakat merayu orang. Tapi aku merasa mungkin aku terlalu terpaku pada sesuatu yang dia maksud hanya untuk menghibur. Ini bukan waktunya untuk panik. Aku perlu mencari tahu caranya u
"Terima kasih sudah menunggu." Hades, yang berhenti di depan meja, menyapa Jeong-an dengan sopan. Seolah basah kuyup dalam madu, tatapan Hades berubah manis saat dia melihat ke arah Ji-an. Jeong-an, yang sampai saat itu belum bisa menutup mulutnya yang terbuka, bertanya dengan ragu, "Tuan Hades?" "Ya." Apakah dia serius? Apakah itu nama aslinya atau nama panggilannya? Jika Ji-an selama ini menceritakan yang sebenarnya berarti , pria ini adalah seorang pembunuh berantai yang muncul dari novelnya. Tiba-tiba pertanyaan muncul di tenggorokannya. Apakah kamu seorang pembunuh berantai?] "Oh tidak." Aku berhenti sejenak, sambil terengah-engah. Jeong-an berterus terang menunjukkan kepribadiannya, dan dia sering melontarkan nada yang lugas. Jika dia melakukannya lagi kali ini..Jeong-an bisa saja.. Jantung ku tegang dan berdebar-debar seolah-olah akan meledak. Aku perlahan menurunkan bilah gulir, hingga lupa cara bernapas. [Tapi Jeong-an baru saja bertemu dengan Hades. Dia tidak bisa be
Langit-langit yang familiar menyambutku saat aku membuka mata. Aku ada di rumah. Bagaimana aku sampai di rumah? Aku ingat saat minum dengan Jeong-an di restoran ayam goreng. Tiba-tiba, rasa mabuk itu menimpaku, seolah-olah ada yang sedang mengebor sebuah lubang di otakku. "Aduh.." Saat aku memegangi kepalaku yang berdenyut-denyut, suara klik kunci yang familiar mulai terdengar. Aku memutar kepalaku untuk melihat ke meja. Keyboard terkutuk itu bergerak. Begitu aku melihatnya, aku ingat pernah mendengarnya mengetik di restoran dan Jeong-an mengangkat teleponku. Hatiku tenggelam. Saat itulah aku mendengar suara dari luar kamarku. Suara pisau yang bermain seperti drum melawan talenan. Kuharap bukan Jeong-an yang ada di talenan itu. Dengan gemetar karena cemas, aku meninggalkan kamarku. "Selamat pagi." Di dapur yang penuh aroma sedap, dibalut celemek hitam, Hades menyambutku dengan senyum lembut. Aku tidak terkejut sama sekali. Untungnya, dia baru saja memotong daun bawang. Aku m