Suara iqamat kembali terdengar sayup dari Masjid tak jauh dari jembatan tempatnya berdiri. Arumi tersadar dan kaget melihat dirinya berdiri di tepian pagar. Gelagapan mencari pijakan kokoh dan berpegangan.
"Hei .... "Arumi mendongak, seorang pria berdiri menatap dari balik pagar tempatnya berpijak. Cahaya temaram membuat wajahnya tak terlihat jelas, tapi terasa familiar."Kai?" tanyanya ragu. Kenapa dia bisa ada di sini?"Kau mengenalku? Bagus sekali. Ambillah." Dia melemparkan sesuatu, secara refleks Arumi menangkapnya, ternyata sebuah pedang yang sangat berat."Heii!"Arumi limbung, tubuhnya meluncur jatuh ke sungai.Sebelum tubuhnya menyentuh air, sepasang tangan merengkuh dan membawanya jatuh lebih dalam. ***Arumi mengerjap, Sinar matahari yang masuk melalui jendela cukup mengganggu matanya yang terpejam.Dia membuka mata lebar-lebar. Aneh. Ruangan ini terlihat sangat asing. Perlahan dia menggerakkan lehernya ke samping dan memindai ruangan berdinding kayu itu.Aroma kayu dan rempah tercium samar, terdapat rak obat yang seperti sudah lama tidak digunakan, lemari kayu tua dan meja yang dipenuhi tumpukan kertas panjang.AAH!Tubuhnya terasa kaku, mencoba menggerakkan jemari tangan dan kakinya, semua terasa normal. Ternyata kaku yang dia rasakan bukan karena sakit di anggota tubuhnya, melainkan dari ranjang kayu tempatnya berbaring, sangat keras dan tidak nyaman.Berbeda dengan kasur di kamarnya yang empuk dan hangat. Seingatnya dia terjatuh , tapi anehnya tubuhnya sama sekali tidak terasa sakit."Kau sudah sadar?"Seraut wajah muncul, rambutnya di cepol dua dengan poni tipis, matanya berpendar penuh semangat.Badannya mungil, memakai atasan lengan pendek berwarna merah muda dan rok pendek berwarna hijau. Tampak pula celana berwarna senada menutupi lututnya."Kau sudah berbaring selama 3 hari. Aku kira kau tidak selamat," ujarnya sembari memperbaiki poni yang sebenarnya baik-baik saja."Li-lien Hua?""Ya! Kau mengenalku?" Wajah imut itu mendekat sambil memamerkan senyum.Arumi kebingungan. Kok, dia bisa bersama Lien Hua?"Bagaimana keadaannya?" Sesosok tua tergopoh-gopoh mendekat. Arumi semakin ketakutan.Gadis dan pria tua yang biasa hanya bisa dia lihat di layar TV tengah memandanginga saat ini. Dia bergegas bangkit dan bersembunyi di pojok ranjang."Sudah ku bilang. Jangan di ganggu." Pria tua itu menoyor kepala Lien Hua."Aku tidak mengganggunya. Dia ketakutan melihat Yeye," sergah Lien Hua tak terima, toh gadis itu baik-baik saja saat melihatnya, dia tampak sangat terkejut saat melihat kemunculannya Yeye."Tenang, Kau aman di sini, Nona. Duduklah dengan nyaman. Kami tidak akan menyakitimu." ujarnya sambil tersenyum lembut, sehingga membuat Arumi tanpa sadar segera berdiri dan kembali duduk di ranjangnya.Sebagai penonton setia drama Pendekar Awan, tentu dia sangat kenal dengan Yeye. Pria tua ahli ramuan dan pengobatan di kota Wangliang. Dia dikenal sangat baik dan suka menolong sesama.Dia tinggal di Balai pengobatan dengan seorang asisten dan Lien Hua, gadis kecil yang sudah dianggapnya sebagai cucu sendiri.Tidak ada keraguan tentang kemurnian hati pria tua itu, yang membuatnya takut adalah kenyataan bahwa dia bersama mereka di sini."I-ini di mana?""Tentu saja di Wangliang, " jawab Lien Hua sambil menatapnya heran.Apa? Bukannya Wangliang adalah setting drama pendekar Awan? Arumi membelalakkan mata.Lien Hua dan Yeye juga merupakan tokoh di drama itu. Kenapa aku bisa ada di sini?Kepalanya mulai pening memikirkan apa yang tengah terjadi. Dimulai dari kegagalannya menonton drama Pendekar Awan, kejadian di Butik, perselingkuhan Ryan, hingga terceburnya dia ke sungai."Lien Hua, coba kau pukul aku." Pintanya pada Lien Huan sambil berbisik, dia harus memastikan bahwa dia hanya bermimpi."Baik." Dengan senang hati Lien Hua memukul kepalanya."Aww.""Apa kau tidak apa-apa?" tanya Yeye khawatir. "Hei, bocah nakal, apa yang kau lakukan?!""Dia yang menyuruhku."Arumi memegang kepalanya yang sakit. Ini nyata, dia tidak bermimpi. Masih dalam keadaan bingung dia mencubit pipi dan tangannya, lalu menoleh Yeye dan Lien Hua yang masih beradu mulut.Semua benar-benar nyata. Tidak ada layar pipih yang membatasi mereka, atau remote TV yang tak pernah lepas dari genggamannya saat menikmati alur demi alur drama Pendekar Awan.Rambut putih panjang milik Yeye yang bisa dia sentuh, terasa halus dan tipis. Jubah putih yang dikenakannya terbuat dari kain dengan serat yang rapat dan bertekstur seperti rami.Aroma cengkeh yang kuat juga menguar dari tubuh Yeye. Seakan menegaskan bahwa pria itu baru saja meracik beberapa ramuan obat."Aduuh. Ada apa ini ribut-ribut?" Seorang pria paruh baya muncul dengan wajah tegang. Dia mengenakan pakaian berwarna coklat tanah."Suara kalian bahkan terdengar sampai ke dapur," ujarnya sambil menelisik wajah Yeye yang tampak merah padam. "Lien Hua, kau mengacau lagi?" tuduhnya."Tidak paman Li. Sungguh.""Beraninya kau mengelak. Sini, Kamu harus di hukum." Yeye serta merta menarik telinga Lien Hua meninggalkan ruangan itu.Paman Li menggelengkan kepalanya, dua manusia itu memang tidak pernah akur. Yeye yang hanya memiliki kesabaran setipis tisu dan Lien Hua yang selalu membuat onar."Hah." Pria itu menghela nafas panjang. "Sudah lama tidak pernah kurasakan hari-hari yang damai. Apa karena aku semakin tua," gumamnya sambil mengeluh."Astaga!" teriaknya kaget mendapati Arumi yang berdiri tepat di depan sambil menarik jubahnya."Kau mengejutkanku. Kenapa kau menarik pakaianku, Nona. Apa kau membutuhkan sesuatu?"Gelengan kepala Arumi membuatnya bernafas lega. Hampir saja jantungnya luruh melihat wajah Arumi yang tiba-tiba muncul di depannya."Beristirahat,lah Nona, akan kupastikan bocah nakal itu dihukum dengan benar." Paman Li mengangguk lalu ikut mengejar Yeye.Sepeninggal mereka, Arumi kembali bengong, bagaimana bisa dia berada di situ.Kenapa dia masuk dalam drama Pangeran Awan.Kenapa???***Lien Hua menghampiri ranjang sambil berjingkat, bibir dan hidungnya berkerut menahan sakit, bukannya kasihan, Arumi malah ingin tertawa melihat tingkahnya.Saat menonton drama pun dia sering terpingkal-pingkal melihat kelakuan gadis itu, ada-ada saja kelakuannya yang membuat Yeye naik darah."Apa kau baik-baik saja?" tanyanya iba melihat jalannya yang terbungkuk."Bukan masalah. Ini hanya hal kecil." Dia hendak meletakkan bokongnya di ranjang, namun dahinya mengernyit saat merasakan nyeri ketika menyentuh kasur. Alhasil dia kembali mengangkat bokongnya dan bersandar pada dinding."Tua renta itu keterlaluan, dia bahkan tidak mau mendengarkan penjelasanku, " keluhnya memasang wajah cemberut."Memang aku yang menemukanmu di kolam belakang, tapi bukan aku yang menindasmu. Dia malah tidak percaya.""Jadi benar kalau aku terjatuh di air, tapi bukankah seharusnya aku jatuh di sungai Kapuas, kenapa aku malah berada di sini," batin Arumi merasa bingung."Hei, apa kau mendengarkan?" Lien Hua melambaikan tangannya kesal, bukannya mendengarkan keluh kesahnya gadis itu malah melamun. jadi sejak tadi dia bicara dengan siapa? dengan angin? huh. menjengkelkan. "Y-ya. Kau yang menemukanku?""Benar. Malam itu aku hendak mencuri ikan-ikan pak tua, bukannya berhasil aku malah melihatmu tersangkut di batang pohon yang hanyut. Mengapa kau bisa ada di situ, sih?""Aku tidak tahu.""Apa kau kehilangan ingatanmu?" Melihat Arumi menggeleng, gadis berambut cepol itu bergidik, sepertinya perempuan muda itu tidak waras. Pakaian yang dikenakan gadis itu saat ditemukan juga aneh. Rasanya belum pernah dia melihat pakaian seperti itu di kota Wangliang. Baju berwarna putih tulang dengan banyak sekali bebatuan yang menempel. Apa tidak terasa berat? Sejak kapan orang membuat pakaian yang digantungi batu kecil? iih. Sangat merepotkan. Apa bebatuan itu juga yang membuatnya nyaris tenggelam? ck. benar-benar tidak berguna. "Lien Hua. Apa Kau mengacau lagi?"
PRANGG!! Mangkuk berisi bubur jatuh dan pecah seketika. Sebuah tangan mencengkram bahunya, tampak guratan urat yang menonjol di sisi punggung tangan yang berwarna pucat. Arumi terjepit. Salah sedikit, sudah dipastikan lehernya akan tergorok. Dinginnya benda logam itu terasa menggerogoti lehernya. "Tunjukkan di mana kau menyembunyikan benda berharga.""Aku tidak tahu," cicitnya gemetaran. "Jangan berbohong. Apa kau ingin mati.""Ti-tidak.""Tunjukkan sekarang."Jantung Arumi mencelos, baru gagal menikah, tercebur dan masuk antah berantah, kini dia sudah berada di ambang kematian. ya Tuhan, berat sekali cobaan-Mu pada hamba yang cantik dan lemah ini. Dia baru saja membuka mata. Sama sekali tidak tahu tentang apapun, apalagi soal harta.Pasrah ditunjuknya lemari kayu. Pastilah terdapat benda berharga didalamnya. Entah uang atau apapun, terserah saja. Yang penting dia terbebas. Pria itu menyeretnya menuju lemari lalu menendang pintu dengan sebelah kaki hingga terbuka dan menggeled
Pemuda itu menyipit saat melihat seorang pria tua yang tengah berbelanja, dia menurunkan caping yang dipakainya untuk menyembunyikan wajah, lalu perlahan menyingkir dan menjauh. Pak tua itu keliatan baik-baik saja, dia terlihat begitu tenang seakan tidak terjadi sesuatu, apa rencananya tidak berhasil? Dia menggigit bibir gelisah. Sebuah anak panah melesat, pria bercaping waspada dan menghindar, lalu berlari menuju tempat sepi. "Sial. Apa pasukan lembah hitam sudah mengetahui keberadaanku. Baru 3 hari yang lalu aku mengelabui mereka dan sekarang mereka sudah menemukanku. Ck. Merepotkan."Dia mengeluarkan pedang dari tangannya lalu bersiap sedia dengan serangan yang akan diterimanya. Pria berkepala botak menebaskan pedangnya, pria muda itu menangkis lalu menendangnya hingga terpental. Tiga orang maju serentak mengayunkan kapak, dia berkelit, menangkis serangan di tengah dan menendang serangan dari kanannya. Lalu dia melompat, berlari terbang menendang orang-orang yang berlarian me
Saat menyiapkan teh, tak sengaja Lien Hua melihat kursi tua milik Yeye, kursi yang sepertinya terbuat dari kayu Mahoni itu tampak halus dengan corak kemerahan. Dulu Yeye meletakkannya di taman samping, tempat dia pertama kali bertemu. Saat mencari makanan, dia melihat pria tua itu termenung , menatap jauh lalu menghela nafas. Menuangkan sebotol minuman dan meneguknya. Sering pula dia melihat mata pria tua itu berair setelah menatap pintu gerbang lama, minum berkali-kali lalu jatuh tertidur. Setiap hari pak tua itu melakukan hal yang sama hingga membuatnya merasa kasian. "Akhirnya ketemu." Pria dengan perawakan lebih muda menangkapnya. Dia meronta namun cekalan pria itu membuatnya menggeliat pasrah. "Ada apa?" Yeye mengalihkan pandangan dari luar gerbang lalu menatap hasil tangkapan Li. "Ini hama yang sering memakan tanaman di sini." Li menunjukkan sisa makanan yang masih berada di mulutnya. "Biarkan saja. Dia yang selalu menemaniku di sini setiap hari. Melihatnya makan dengan l
"Ketua sudah datang." Paman menyambut Yeye yang datang membawa beberapa barang. Tangannya menggenggam kotak kayu yang berisi rempah herbal. "Perjalanan kali ini cukup melelahkan, tidak semua bahan bisa kudapatkan." Yeye meletakkan bungkusan yang dibawanya. Beberapa hari ini Yeye ke kota Yangzhu untuk mencari bahan herbal yang sudah habis, klinik pengobatan miliknya cukup terkenal di kalangan bangsawan karena obatnya yang mujarab. Penduduk pun sering datang untuk mendapatkan pengobatan gratis darinya, walau tempatnya lumayan jauh dari pemukiman penduduk, selalu ada yang datang setiap hari untuk meminta pengobatan. Paman Li membantu menyimpan herbal, sementara Lien Hua menyiapkan secangkir teh. "Apa ada sesuatu yang terjadi saat aku tidak ada." Pria berambut putih itu melepas jubah luarnya lalu menyesap teh buatan Lien Hua dengan nikmat. "Pencuri datang membuat keributan di kamar Arumi. Untung saja dia baik-baik saja," jawab Paman."Pencuri? " Yeye mengangkat alis. "Sebelumnya j
Yeye menatap lekat kristal di depannya, dia yakin sekali bahwa ini adalah batu kristal yang sering dia dengar dahulu. Berbentuk oval berwarna ungu kemerahan dengan sedikit ujungnya yang terbelah. Walau belum pernah melihatnya secara langsung dulu, dia percaya batu kristal ini milik leluhurnya yang diberikan secara turun temurun. Diceritakan, batu itu berkhasiat sebagai penyembuh, menyingkirkan energi negatif, dan memiliki efek menenangkan. Kristal itu sangat berguna dalam pengobatan, karena kristal itu jualah keluarganya termasyhur sebagai tabib yang hebat. Terakhir didengarnya bahwa Nenek menyembuhkan Raja yang terkena ilmu sihir, kutukan yang begitu dasyat membuat nenek kewalahan bahkan Amethyst retak.Sejak itu dikabarkan Nenek jatuh sakit dan kristal itu menghilang, memang sedikit janggal karena Nenek tidak pernah membawa benda itu keluar dari klinik ini, namun kristal itu tidak pernah ditemukan. Bahkan sampai Nenek menutup mata.Kini tiba-tiba kristal ini muncul di kamar men
"Yeye, dari tadi gadis itu selalu menatapku," rengek Zhan An pada Yeye dengan bersungut, sementara matanya melirik Arumi. Lien Hua mencibir. Cih, sok imut. sudah gatal tangannya ingin menggerus mulut pemuda berambut ikal yang sedari tadi mengerucut itu, selalu ada hal yang membuatnya merengek dan memuncungkan bibirnya. Sebelumnya dia mengeluhkan teh yang terlalu panas, karena membuat bibirnya hampir melepuh, tak berapa lama kemudian sup ayam buatan paman Li yang sangat nikmat luar biasa disebutnya hambar hingga membuatnya kehilangan selera makan. Bahkan saat Yeye tak sengaja menginjak kakinya pun membuatnya merajuk dengan mengatakan bahwa Yeye tidak menyayanginya. Wahh, keterlaluan. Lien Hua penasaran bagaimana pemuda busuk itu memanipulasi orang saat dia hidup di luar sana. Yeye terkekeh sambil mengelus bahu Zhan An. "Mungkin, dia terkesima melihat ketampananmu. Tidak ada orang yang bisa menandingi wajah cucuku yang bersinar ini, hehe." Pujinya membuat pemuda itu terbang ke langi
"Jadi kau di sini. Bocah tengik." Zhan An mendapati Lien Hua yang tengah mengintip Yeye dari lubang pintu. Gadis itu menoleh pias, karena Zhan An memutar telapak tangannya dan menggunakan energinya untuk menangkapnya, segera dia memberontak dengan mengerahkan segala tenaga namun energinya seakan di segel. "Kau mencelakai Yeye.""Aku bukannya ingin mencelakai Yeye . Aku hanya ingin memberimu pelajaran.""Omong kosong! untuk apa?!""Karena melihat mukamu. membuatku muak!" "Tidak perduli apa katamu, yang pasti aku melihat dengan mataku sendiri kau telah menyakiti Yeye." Rangga menyeret tubuh Lien Hua. "Lepaskan aku sialan! lepas!!"Guratan demi guratan yang terbentuk di belakang tubuhnya saat diseret membuat gadis itu menjerit. Zhan An bahkan mengangkat ujung telunjuknya membuat kepala Lien Hua menengadah karena rambutnya seakan ditarik kuat. "Aku akan membalasmu Bangsat! akan ku cabik dagingmu dan mencabut semua tulangmu lalu membuangnya di kolam agar dagingmu menjadi santapan ikan
Arumi bersiap-siap menunggu jemputan dari Jendral Jiao. Setelah ditinggalkan Kai begitu saja, dia merasa sebatang kara, dan bingung harus kemana. Beruntung Jendral Jiao menawarkan solusi untuk menetap di kediamannya sementara sampai Arumi lebih sehat sambil memikirkan arah tujuannya. Awalnya dia berniat tinggal di penginapan Niu, namun kepingan uangnya menipis. Tawaran yang diajukan Jendral Jiao sangat menarik. Dia akan merasa aman bersama petugas pemerintah itu, selain itu tentu dia tidak perlu repot mengeluarkan uang untuk membayar penginapan dan makanan. Ini sangat luar biasa, hanya orang bodoh yang akan menolaknya."Nona, jemputan anda sudah datang." Suara laki-laki terdengar setelah ketukan pintu. Rupanya orang yang akan membawanya ke kediaman Jendral Jiao sudah tiba. Memang tadi dia meminta izin kepada Jendral Jiao untuk mengambil pakaian dan Barang-barangnya dari wisma Niu sebelum mereka berangkat ke kediaman Jendral Jiao. Jendral Jiao mengiyakan dan berkata akan mengatur or
Tubuh itu terbungkuk, dahi dan pipinya mengernyit, darah tersembur dari mulut, namun kedua tangannnya masih mengontrol gelembung udara yang menyelimuti Qui dan Chyou. melihat musuhnya tak bergeming, She Xian kembali mencungkil perut Yeye, menusukkan kelima jari runcing ke dalam perut Yeye dan mengeruk darah dari lubang itu.Air mata menetes dari pelupuk mata Qui, hatinya terasa tertusuk ribuan jarum melihat Yuze yang berjuang sekuat tenaga, mengobarkan nyawa demi melindungi mereka. Mata itu terpejam, tak sanggup melihat ketiadaan Yuze yang sangat menyakitkan.Balon udara terangkat dan terbang menjauh, melindungi mereka dari serangan Hei An. Setelah menerbangkan gelembung udara, lutut pria tua itu terjatuh, nafasnya tersengal, tangannya lunglai se lunglai tubuhnya yang kehabisan tenaga, darah membanjiri tubuh bagian bawah. Dia tidak mati sia-sia karena berhasil menyelamatkan Amethyst, kedua saudaranya dan Lien Hua. Dia sudah menang. Senyum terukir dari bibirnya yang dipenuhi darah,
"Di mana Amethystku." Hawa tiba-tiba terasa panas, mereka sontak menoleh, pria besar berambut merah menatap garang. Bola mata berwarna merah darah itu menguliti satu persatu wajah kelelahan di hadapannya. "Siapa kau?" tanya Qui menatap tak kalah tajam, tubuhnya bersiaga, hawa panas yang menyertai kedatangan pria bermata merah itu membawa kesuraman.Ujung matanya melihat dedaunan yang menguning lalu layu seketika, bahkan kuncup bunga menghitam dan kering. "Aku pemilik Amethyst, cepat serahkan padaku, dan jadilah hambaku. Maka kalian akan kuampuni" Dia mengangkat telapak tangan, percikan api muncul yang kelamaan membentuk gumpalan bola api. Sambil menyeringai memperlihatkan giginya yang runcing, Hei An mempermainkan bola api di telapak tangannya memantul dan berputar-putar mengelilingi mereka satu persatu. Bola api pecah dan menyebar ke segala penjuru saat Hei An menjentikkan jemari. Percikan menghantam dan membakar segala sesuatu yang mengenainya. "Lien Hua, cepat pergi." Yeye men
"Ayah,ini calon istriku." Tiba-tiba Chen Yu datang memperkenalkan seorang wanita cantik, menurutnya, meskipun perkenalan mereka singkat namun sudah membuatnya mantap menjadikan Li Wei sebagai wanita yang akan mendampinginya sampai akhir usia. 'Apa kau yakin dengan keputusanmu Chen-chen?" tanya Yuze setelah Li Wei pulang. Meski sudah dewasa dia tetap memanggil anak semata wayangnya itu dengan nama Chen-Chen, Nama panggilan yang diberikan mending istrinya."Kenapa Ayah berkata seperti itu? Apa karena dia terlalu cantik?"Yuze tertawa spontan, "Apa yang kau katakan," tanyanya merasa geli. "Ayah tidak menyukainya karena dia terlalu cantik dari Ibu," rajuk anak itu kesal. "Kau ini." Yuze menepak bahu anaknya ringan. "Tidak ada yang lebih cantik dari Ibumu.""Kalau begitu apa karena dia bangsa siluman? bukankan aku juga setengah siluman?" Pria bermata sipit dengan alis tegas itu menatap Yuze penasaran. "Bukan seperti itu, Ayah tidak pernah mempermasalahkan soal status dan lain sebagainy
"Ada apa?"tanya Arumi saat gadis itu tampak kebingungan. Dia terlihat tidak fokus dan selalu menoleh ke samping."Sepertinya, ada sesuatu. Sebentar."Lien Hua berdiri dan membawa serta cermin hingga Arumi ikut melihat. " Paman, siapa mereka?""Wanita tidak tahu diri," jawab paman Li dengan suara dingin. Arumi sempat terkejut mendengar jawaban itu karena paman Li menurutnya adalah orang yang paling sabar di Wangliang. "Arumi apa kau penasaran siapa wanita itu?" bisik Lien Hua dengan muka jahil seperti biasa. "Aku penasaran," sahut Arumi cekikikan. Suara tawa itu memaksa Zhan An, Jiao Yu dan Ming Hao memberinya tatapan heran. "Apa yang membuatmu gembira?" Zhan An mendekat dan melihat apa yang mereka bicarakan. "Wanita tidak tahu diri." "Wanita tidak tahu diri?" Zhan An mengamati wajah sesorang wanita yang tampak lewat cermin ajaib, seketika wajahnya mengeras. Secara kasar dia merampas cermin dan melemparkannya hingga berkeping. Sontak Arumi melongo dan merasa aneh dengan tindakan
Arumi terdesak, tubuhnya jatuh terduduk dan terpojok di dinding. Pria bercadar itu menarik tombak lantas menekannya pada leher Arumi. Gadis itu meringis, ujung tombak yang tajam menggores kulit dan menimbulkan sensasi nyeri. "Kau tidak bisa membunuhku," ujarnya menantang, balas menatap tajam, "Aku tidak mau mati di sini."Tubuh tegap itu berhenti, seakan kalimat yang keluar dari mulut Arumi mengusiknya. Melihat hal itu Arumi mengedarkan pandangan, dia harus mencari sesuatu untuk melepaskan diri. Tiba-tiba seekor srigala berjalan dari arah sel, matanya memantau Arumi yang tampak sangat terkejut. Srigala itu mendekat lalu terbang melompat ke arah mereka. "Dibelakangmu!" seru Arumi dengan mata melotot, sontak Yongshen melepaskannya dan menahan serangan srigala dengan tombaknya. Tubuh Yongshen terjepit, dia mengumpulkan kekuatan di kaki dan menghantam perut binatang buas itu, lalu berputar dan melepaskan diri. Matanya mencari keberadaan Arumi namun gadis itu telah menghilang. Gadis ya
Ming Hao tengah menyiapkan tempat tidur Jendral Jiao Yu. Malam ini rencananya Jendral akan tidur di kantor. Setelah melakukan penyelidikan di desa Nahuy, Jendral tampak sangat lelah, jadi dia ingin menyuruh pria itu cepat beristirahat. Seharusnya diusianya sekarang Jendral Jiao Yu sudah memiliki istri yang pengertian dan lembut, namun dia terlalu gila bekerja sehingga selalu mengabaikan perintah orangtuanya untuk menikah. Oleh karena itu Raja menurunkan titah untuknya mengawasi dan membantu Jendral Jiao Yu, meski awalnya tidak setuju namun Jendral menerima dan membiarkan Ming Hao mendampinginya sampai saat ini. Setelah merapikan tempat tidur dan menghidangkan minuman hangat. Pria berkulit putih itu tersenyum membayangkan pujian Jiao Yu padanya. Suara gaduh dari arah tengah membuat Ming Hao penasaran, apa Gong Min menginterogasi pengacau festival lampion? suara teriakan terdengar keras. Meski sangat tegas Gong Min tidak pernah melewati batas. Penciumannya menangkap bau benda terbak
Ming Hao menekuk wajah melihat senyum kemenangan di wajah Arumi. Gadis itu terlalu cantik, sangat berbahaya. "Nona-""Panggil aku Arumi. Itu namaku," jawab Arumi masih menahan senyum. "Baik Nona Arumi, dimana tepatnya anda bertemu hantu yang Nona maksud," tanya Jiao Yu sambil menyodorkan segelas air, Dia ingin mendengarkan keseluruhan kisah gadis dihadapannya. Hal itu rupanya dipandang sengit oleh Zhan An dan Ming Hao. "Di mana, Kai? Aku tidak tahu namanya." Gadis itu menyikut lengan Zhan An. "Di hutan barat, pesisir desa Nahuy. Tapi sepertinya dia sudah menghilang dari tempat itu.""Kau pergi ke gua itu lagi? Kapan kau melakukannya? Bukankah kau terluka parah dan tertidur seharian?" cecar Arumi heboh, dia merasa tidak pernah melihat Zhan An beranjak dari pembaringan."Kau tidak perlu tahu. Kau terlalu sibuk mencari ayam," sahutnya dingin. "Apa kau bilang? Aku mencari ayam untuk memberimu makan. Bagaimana kalau dia menyerangmu lagi, kau mau mati?" Semprot gadis itu kesal. "Jadi
Mata gadis itu terbelalak melihat kodok yang berterbangan dari buku yg dilemparnya. Siapa sangka buku yang didapatnya dari Jia Li adalah buku ajaib. Dia mengambil buku itu karena butuh waktu lama untuk menyiapkan busur dan anak panah. Sementara pria itu sudah hampir menggeledah Lien Hua. Katak itu menyerang tanpa ampun. Meski terlihat normal namun ketika dia membuka mulut terlihat gigi besar dan tajam layaknya seekor monster dengan mulut yang sangat lebar. Satu persatu pria berbaju hitam itu terjatuh saat tergigit kodok, tubuh mereka seakan luruh begitu saja, nyaris tanpa tulang. "Ap-apa maksudnya Lien Hua," jawab gadis itu terbata saat Lien Hua bertanya. Apa karena pasukan kodok itu menatapnya sebelum masuk ke dalam buku. Setengah ketakutan dan penasaran dia berjalan mendekati buku yang tertutup begitu pasukan kodok itu masuk ke dalamnya.Sementara Lien Hua mengikat para pria berbaju hitam dengan sprei dan tirai jendela yang dia tarik begitu saja. "Begitu banyak keanehan yang t