❤️
“Morning Camer.. Xavier yang ganteng datang!”Xavier tersenyum menampakkan deretan giginya. Pemuda itu memasang tampang menjengkelkan, menyapa Jeno yang berada di ruang makan dengan penuh kesengajaan.“Ngapain kamu pagi-pagi ke sini, Xav? Nggak diajarin Papa kamu caranya bertamu, apa gimana sih kamu itu?!”“Mau numpang sarapan dong, Om.” Kekeh Xavier. Ia suka sekali melihat gurat kemarahan di wajah calon papi mertuanya. Guratan tersebut membuktikan bahwa pertempuran dalam mendapatkan Aurelia telah dimenangkan oleh dirinya.Finally, dialah pemenangnya. The winner sejati setelah menanti belasan tahun lama.“Nggak ada! Rumah Om bukan tempat penampungan.” Tolak Jeno, tidak menutupi rasa tidak sukanya kepada anak sahabatnya.“Jeno,” tegur oma Aurelia. “Mama yang suruh Xavier ke sini. Itung-itung mendekatkan diri sama kamu, biar nggak gontok-gontokan terus.”“Mah!” pekik Om kesayangan Xavier itu. Tangannya meremas pinggiran koran. Ia tidak bisa melawan sang ibu. Sejak dirinya dilahirkan, wan
Sebagai pewaris selanjutnya keluarga Tirto, Xavier memiliki beberapa kemudahan, termasuk ditempatnya mengenyam pendidikan. Untuk Xavier dari kesulitan— sang papa, meminta pihak kampus menyediakan lahan parkir khusus.Disaat orang lain harus saling berebut, Xavier dapat menyimpan mobilnya dengan aman dan cepat, tanpa harus berebut. Keistimewaan tersebut diberikan kepada beberapa anak pejabat serta konglomerat lainnya.“God.. Queen, kamu gemesin banget.”Xavier memegangi pipi kirinya. Ia tersenyum layaknya orang gila anyaran. Tadi setelah sampai di sekolah gadis kesayangannya, ia sempat memperdayai Aurelia. Meminta gadis cantik itu untuk memberikannya bayaran atas kemurahan hatinya.Wajah polos Aurelia yang menggemaskan masih terekam jelas dalam ingatannya. Dia terlihat malu-malu usai mencium pipinya. Ah— gadis kesayangannya itu memang paling bisa kalau harus membuat dirinya salah tingkah begini.Aurelia Beatrix— Xavier sungguh tidak sabar menanti momen, dimana dirinya benar-benar bisa s
Mata Xavier membulat. Tangannya dengan cepat menutup pandangan Leonardo. Ia tidak rela jika harus membagi pemandangan indah yang seharusnya hanya bisa dinikmati olehnya seorang diri.Keduanya saat ini sedang menemani si kecil latihan menari, tapi siapa sangka pakaian gadis itu begitu mengundang jiwa-jiwa nakal para pria untuk bangkit.“Weh, Bro, Bro! Apaan nih! Gue juga pengen liat yang seger-seger, Bro!”“Seger pala bapak, lo! Cewek gue itu!” Hardik Xavier menanggapi aksi protes sahabatnya. Ia menyesal telah mengajak Leonardo ikut serta. Tahu kalau Aurelia memakai pakaian minim, ia tidak akan menyogok pihak sanggar untuk memperbolehkannya menonton latihan gadis itu.“Pelit banget lo, Xav! Asli!”“Bangun.. Bangun!” Perintah Xavier dengan tidak melepaskan tangannya dari wajah sang sahabat. Mereka harus segera keluar secepatnya. Setelah ini, ia akan meminta Leonardo pulang ke habitatnya. Celaka dua belas kalau sampai Leonardo menaruh hati kepada calon istrinya. Xavier paling tidak suka w
Kedai ayam dengan logo kakek berjenggot menjadi pilihan Xavier. Pemuda itu sengaja memilih lokasi franchise paling dekat dengan apartemen pribadinya. Outlet yang dirinya pilih terbilang tidak pernah sepi pengunjung, sehingga ada alasan untuk singgah sementara di apartemen.Seribu akal bulus bersarang di otak Xavier. Ia yang sedang mengalami indahnya hubungan cinta tak bertepuk sebelah tangan, ingin membuktikan kecurigaannya terkait sedikit menyimpangnya orientasi seksual yang dirinya alami.Sejauh Xavier hidup, tidak ada gadis yang bisa menarik perhatiannya. Hanya Aurelia. Sebagian pembuat gosip di kampus bahkan kerap menuliskan tajuk-tajuk yang mengarah pada hubungan spesianya dengan Leonardo.Benar-Benar konyol. Meski marak kabar miring tentang pria tampan milik si tampan, Xavier yakin dirinya masih normal. Agar keyakinannya semakin penuh, ia harus membuktikannya sendiri. Memastikan Aurelia adalah perempuan tulen, yang bukan jadi-jadian hasil operasi klinik di Thailand.“Abang, Aurel
Xavier merasakan gelisah tak berkesudahan. Saat ini pemuda itu sedang menunggu kedatangan calon ayah mertuanya.Di atas sana, Aurelia masih terus menangis. Gadis itu tidak mau diantarkan pulang karena begitu mempercayai bualan Xavier. Alhasil, Niel menghubungi Jeno untuk menjemput Aurelia.Melihat sosok Jeno melewati pintu lobi, Xavier pun bangkit. “Om..” Sapanya, memberanikan diri.“Kenapa kalian ada disini? Kamu apain anak Om, Xavi?”“Om, tenang, Om. Dengerin dulu penjelasan Xavi. Xavi nggak ngapa-ngapain Aurel, sumpah!” Lontarnya. Setidaknya memang belum terjadi apa-apa diantara mereka. Ia tidak berbohong pada calon ayah mertuanya.“Terus kenapa Aurel bisa nangis?”“Itu—,” Xavier tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Kalau harus dipukul, ia hanya ingin mendapatkannya satu kali. “Om liat aja sendiri ya..” Bujuk Xavier.“Cepet! Kamu jalan duluan! Awas aja kalau anak Om kenapa-napa.” Tidak peduli mamanya sendiri yang memaksa menjodohkan sang putri, Jeno akan memutuskan tali perjodo
Di dunia ini, adakah hal yang lebih mengenaskan dibandingkan tak mendapatkan restu calon mertua?! Sepertinya tidak ada. Satu-Satunya kesulitan dalam hidup Xavier adalah menaklukkan gunung es di hati Om Jeno-nya.“Mau gue doain cepet mati, tapi Aurel sayang banget ke Papinya.”Hari ini dirinya diusir dari kediaman sang calon istri. Alasannya dikarenakan Om Jenonya yang masih kesal, sehingga tidak ingin melihat wajahnya untuk beberapa saat.“Ck! Dia yang kesel, gue yang jadi korban! Gue kan rindu Ayang!”Xavier yakin ini pasti hanyalah satu dari sekian banyak cara omnya, untuk menjauhkan dirinya dengan Aurelia. Laki-laki tua itu masih tidak menyerah ingin memisahkan mereka. Tidak tahukah jika langit saja mendukung percintaannya. Hanya seorang manusia biasa, mengapa berani sekali menentang kehendak langit.“Aha!”Seberkas ide cemerlang muncul di benak Xavier. Pemuda itu merogoh kantong saku jaketnya, mengeluarkan ponsel pintar yang akan membantu misinya kali ini.Kontak sang papa mencari
Dilema menyerang diri Xavier. Rencana yang omanya usulkan memang menarik. Tak bisa dipungkiri pula, rencana itu juga menguntungkan dirinya jika berhasil.Tapi, bagaimana jika Aurelia malah membenci dirinya?Ia jelas tidak akan sanggup menerima kebencian gadis yang dirinya cintai.“Apa gue sabar-sabarin aja kali ya? Tapi sampe kapan, Anjing!” lirih Xavier sembari menatap langit-langit kamarnya.Sudah beribu sabar ia lambungkan. Bukan hanya satu dua tahun dirinya menekuri jalan kesabaran. Jika diriwayatkan dalam sebuah perlombaan, mungkin dirinya bisa menyabet gelar manusia tersabar di seluruh alam jagat raya.“Mau kawin aja kok susah banget elah! Perasaan katanya kalau kita lebih kaya, apa aja bisa didapetin.”Realita sungguh tak seindah ekspektasi. Percuma rajin-rajin berkhayal, hasilnya tetap sulit terwujud.“Aurel lagi ngapain yak? Malem minggu nih. Dia kok nggak ada chat gue sih!”Menjadi pihak yang paling menyukai tidaklah enak. Terkadang ia juga ingin dikejar, seperti apa yang dil
“Where else are we, Beautifuls?” tanya Xavier. Hari ini ia akan menyenangkan pujaan hatinya. Hal tersebut tentu saja juga berlaku untuk sang adik tercinta.“Shopping?” Xavier mencoba memberikan opsi. Kekasihnya paling sulit berpikir, jadi ia akan membantu sebisanya. “Kebetulan Viera pengen beli sesuatu. Kamu ada yang mau dibeli juga nggak?”“Ice cream.” Sahut Aurelia.Xaviera terkekeh. Calon kakak iparnya memang berbeda. Mungkin jika itu gadis lain, mereka akan memanfaatkan kakak kesayangannya sampai semua keinginannya terpenuhi dalam satu waktu.“Minta yang lebih mahal dong!” Ujar Xavier sembari mengacak rambut Aurelia. “Duit Abang banyak loh.”Aurelia menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat dua orang yang bersamanya gemas karena ekspresi lucu gadis itu.“Abang udah beliin Aurel iPad, kata Papi nggak boleh minta-minta sesuatu lagi selain makanan. Nanti Abang Xavi nggak punya duit lagi.”Huh!— Raut wajah Xavier menggelap. Pria tua itu meremehkan pemuda seperti dirinya. Jangankan satu i
Xavier terjaga dengan kepala cenat-cenut.Betapa tidak! Sepanjang malam ia tersiksa berkat Aurelia yang langsung tertidur pulas setelah menyentuh permukaan bantal.Sungguh tega kan?!Bodohnya, untuk membangunkan gadis itu dari tidur lelapnya pun ia juga tak tega.Ya salam! Kapan ia bisa menerbitkan episode esek-esek manja kalau begini!! Opa & papanya saja sudah mempunyai chapter 21++ dilapak pribadinya, mengapa hanya dirinya yang dianak tirikan!‘Qeynov! Lo bener-bener nggak adil! Balikin otak gacor lo ke mode awal debut!! Gue juga mau cerita gue meledak kayak Darmawan Family sama Opa-Oma gue, Qeynov!!’Kesal pada ceritanya yang tragis, Xavier menghentak-hentakkan kakinya. Tantrumnya anak itu pun membuat Aurelia yang terlelap membuka kelopak matanya.“Abang, ada gempa!!” pekik Aurelia yang seketika saja melompat dari ranjang.“Gem-pa?”“Iya, Abang!! Kasurnya tadi goyang-goyang padahal kita nggak lagi ena-ena..”Bugh!!Xavier membanting tubuhnya. “Aaaakk!! Why diingetin soal ena-ena!! W
Hellow!!Apa itu beban pikiran?!Hilih! Xavier sih tidak mau merusak pikirannya dengan masalah, terlebih statusnya merupakan pengantin baru yang seharusnya hanya tahu agenda untuk bersenang-senang bersama istri kecilnya.Kalian tentu tahu arti kata bersenang-senang dalam kamus Xavier.Yaps, hu’um! yang itu pokoknya!Sebuah kegiatan yang mengarah pada bertambahnya endorfin di otak sungsang pemuda itu.Maka dari itu, biarkan Bapak Niel saja yang berpusing-pusing-ria, Xavier sih ogah kalau harus join. Ia maunya terima beres, lengkap dengan berakhirnya masalah yang menjerat kehidupan rumah tangganya. Toh, Mamanya juga sudah menghubungi omanya. Sebentar lagi masalah akan benar-benar tamat, tertutup rapat seolah-olah tak pernah terjadi sebelumnya.Xavier bisa menjaminnya. Kalau perlu, kepalanya akan ia jadikan persembahan jika hasil tebakannya melenceng.Dalam sejarah yang menyangkut keterlibatan sang oma, belum pernah sekalipun Xavier mendengar adanya kekalahan. Perempuan bercucu banyak it
Ceplak!!Xavier mengerang tatkala sebuah sandal mendarat pada wajah tampannya.Sandal tersebut jatuh ke atas lantai setelah mengenai targetnya, tergeletak dengan posisi tengkurap tak berdaya, berkebalikan dengan korbannya yang mereog-reog, mencari sosok tersangka dibalik penyerangannya.“Papa yang ngelempar! Mau apa kamu?!” tanya Niel, menantang.Pria yang berdiri tegap dengan tangan terlipat didadanya itu menatap tajam sang putra.Ia benar-benar geram merasakan kelakuan ajaib putranya.“Otak kamu geser kan?! Papa benerin biar balik ke tempat semula!” sentak Niel, berapi-api.“Otak Abang geser?” beo Aurelia dengan polosnya. Ia memegangi kepala Xavier, menggoyang-goyangkannya ke kanan dan kiri.“Qu-ee-een.. Kamu ngapa-iiin...” Suara Xavier bergetar seiring dengan goyangan sang istri pada kepalanya.“Mampus kamu, digoclak-goclak nggak tuh!” cicit Niel. Ia teramat menyukai kepolosan sang menantu. Kepolosan itu mendekati kebodohan sehingga begitu menghiburnya diwaktu-waktu tertentu.Yeah,
“Abang, beli rumahnya udah?”Pertanyaan Aurelia itu membuat gerakan tangan Xavier yang hendak meloloskan kaos dalamnya terhenti di udara.‘Belom 2*24 jam loh, Rel!’ batin Xavier miris. Melaporkan orang hilang ke pihak kepolisian saja membutuhkan waktu, apalagi membeli rumah yang syarat-syaratnya cukup meresahkan sampai memusingkan isi kepala.Nggak mendadak gegar otak aja Alhamdulillah nih gue!!“Papi tanya loh, Abang.. Aurel jawab apa ini?” tanya Aurelia sembari menunjukkan ruang obrolannya bersama sang papi diponselnya.“Bales aja, sabar Pi, kalau nggak sabar mabur.” Ucap Xavier mengutip kalimat yang pernah dirinya lihat dibelakang sebuah truk bermuatan sayur saat pulang dugem.“Mabur?”Xavier pun terkekeh. Ia menarik turun ujung kaos dalamnya, mengembalikan kaos tersebut ke tatanan semula.“Artinya terbang, Queen..” bebernya dengan tangan membelai puncak kepala Aurelia.“Nggak usah dibalesin aja.. Nanti Abang yang telepon Papi kamu. Buat sekarang rumahnya masih dicari. Kalau rumahny
“Huwaa— Papi masih kangen,’ rengek Jeno sembari mengayun-ayunkan tangan putrinya yang saat ini tengah ia genggam.“Aurel juga, Papi..” Sama seperti sang papi, Aurelia ikut merengek.Keduanya lalu berpelukan dengan rengekkan yang terus saja mengudara.Didekat ayah dan anak itu, sepasang saudara memutar bola mata mereka.“Untung Papa nggak senajisin Om Jeno..” lontar Xaviera. Ia bersyukur papanya tak lebih mencintai dirinya dibandingkan cintanya kepada sang mama. Dengan begitu, ia tak perlu mempunyai papa yang sikapnya seperti bocil Paud.“Ssst..” Xavier membenturkan lengannya pada tangan adik perempuannya. “Tahan, Ces.. Mertuanya Aban itu..” bisik Xavier ditelinga sang adik.Jeno pun melepaskan pelukannya.“Nggak bisa!!”Tirto bersaudara terperanjat tatkala mendengar Jeno memekik keras. “Wah, bakalan lama nih..” gumam Xaviera, mencium akan adanya penambahan chapter terbaru dari drama seorang ayah yang tak pernah ikhlas putrinya dipinang orang.“Papi kenapa?” tanya Aurelia. Gadis itu t
“… Ah, satu lagi! Dia lulus kuliah dulu..”“Heum.. Bisa diatur.. ASAL!” kata Xavier, sengaja menggantung kalimatnya.“Apa?”“Om janji nggak nyentuh mami mertuanya Xavi juga. Gimana? Adil kan jadinya?!”Duarr!!!‘Keputer soundtrack sinema azab nggak tuh di kepalanya? Orang kok sukanya nyiksa! Ya kali bobok bareng Ayang nggak ena-ena! Kayak yang sendirinya bisa tahan aja!’ dumel Xavier di dalam hati.Jeno angkat ketiak ketika Xavier menyebutkan persyaratan yang harus dirinya penuhi agar sang putri terbebas dari jamahan anak itu.Come on! yang benar sajalah!Ia mana bisa untuk tidak menyentuh istri tercintanya!Hah!Betapa pintarnya rubah ekor sembilan yang dihasilkan benih sahabatnya. Anak itu sangat mirip papanya, tak ada satu pun gen Nathaniel Tirto yang tercecer darinya. Semuanya mengalir ke dalam diri Xavier, termasuk kecerdasan otaknya yang digunakan untuk tindak kelicikan.“Ya udah, main aman aja! Om belom pengen punya cucu, Xav.” Ucap Jeno sesaat setelah mengibarkan bendera putih
“Kak Viera.. Kakak dari tadi di depan sini? Kenapa nggak masuk aja ih?”“He-he..” balas Xaviera, kehilangan kata-katanya. Bagaimana mungkin ia menerobos masuk ke ruangan Dekan. Ia kan bukan orang yang berkepentingan.“Jangan langsung balik ke kantor, Xav! Ikut Om dulu!”Adik Xavier itu melirik kakak dan omnya. Tampang keduanya tampak tak enak untuk dilihat.“What happen, Rel?” tanya Xaviera.“Eh? Nggak ada apa-apa kok, Kak.” Aurelia lalu berteriak, “Papi, Papi! Tungguin Aurel!”Juno menghentikan langkah kakinya. “Aurel juga mau ikut?”“Loh! Nggak boleh ya?”“Anu, bukannya nggak boleh, Sayang. Papi mau ngobrol empat mata sama Xavier.”“Tambah empat mata lagi nggak bisa? Aurel kan pengen ikut, terus Kak Viera juga. Masa Kak Viera ditinggal sendirian. Kan kasihan, Papi.”Juno pun mendesah. Mana mungkin ia tega untuk mengatakan tidak pada anak semata wayangnya. “Iya, boleh,” ucapnya, terpaksa. Padahal ia ingin memarahi Xavier karena telah membuat Aurelianya pingsan. Kalau begini, ia kan j
“Eh, kalian udah denger belom. Anak semester satu yang namanya Aurel, yang suka ke kantin bareng Aidan.. Katanya dia married by accident.”“Serius lo? Nggak mungkin ah! Anaknya keliatan polos gitu.”“Yeee! Aidan sendiri yang ngomong ke gue. Mereka putus gara-gara tuh cewek ketahuan mahidun. Si Aidannya ngerasa belom ngapa-ngapain tuh cewek, tapi udah keburu hamil sama cowok laen. Makanya diputusin sama Aidan.”“Buset! Nggak nyangka gue! Keliatannya polos mendekati bloon loh padahal.”“Itu kali yang bikin dia hamil. Gara-gara kebloonannya, jadinya gampang dipake sama orang. Zaman sekarang kan ada kondom kali biar nggak kebobolan. Kalau pinter mah nggak bakalan sampe hamil.”“Anjay-lah!”Brak!Xaviera yang mendengar kakak iparnya digosipkan pun meradang. Tangannya yang terkepal ia hantamkan pada daun meja dihadapannya.“Anjing!” maki adik Xavier itu keras. Ia jelas tak terima jika Aurelia diolok-olok, terlebih menggunakan bahan yang mereka tak ketahui kebenarannya. Jelas-jelas Aurelia-l
Xavier merasakan pergerakan dari tubuh yang semalaman dirinya dekap. Perlahan, ia pun membuka matanya.Jantungnya berdegup tatkala netranya bertemu dengan sepasang bola mata indah, yang kini juga tengah menatapnya.“Morning, Queen..” sapa Xavier. Senyum hangat terbit dari bibirnya.“Morning, Abang.”“May I kiss you? Ciuman selamat pagi.”Aurelia menutup mulutnya, cepat-cepat. “Bau jigong, Abang. Aurel baru melek, belum sikat gigi.” Ucap gadis itu dibalik bekapan tangannya. Ia malu meski ingin kembali merasakan ciuman Xavier.Bagaimana jika nanti suaminya pingsan?— pikir Aurelia.“Abang suka semua bagian dalam diri kamu, karena Abang cinta kamu, bau jigong kamu pasti wangi.”Eh?Begitu ya, kalau cinta seseorang?! Bau jigong jadi wangi kalau cinta sama orangnya?!Dalam otak kecil Aurelia, gadis itu tengah berpikir sangat keras.“Boleh ya?” tanya Xavier, kembali meminta persetujuan. Padahal bisa saja jika dirinya langsung menyosor. Namun Xavier tidak akan melakukannya. Ia membutuhkan ker