Nggak Bapak, nggak Anak, rusuh kerjaannya wkwkk.. Gimana? Syukak?
Xavier bersyukur dirinya nakal. Ia tidak jarang mengikuti balapan. Entah itu secara liar atau mengikuti ajang resmi di sirkuit balap. Urusan ugal-ugalan di jalanan, dirinyalah pemenangnya. Siapa sangka keahlian tersebut berguna untuk hal-hal penting seperti sekarang.“Abang! Incess scary, bisa lebih pelan nggak bawa mobilnya?!!”“Wait, Cess.. Abang mepetin dulu. Nanti keburu ilang Kakak Ipar, kamu!”“Takut nabrak, Abang!” Viera berpegangan pada hand grip. Dua tangannya mencengkram erat pegangan tersebut.“Aman, Abang jago kebut-kebutan. Incess tutup mata aja. Abang mau nge-T ini.” Dua menit kemudian, Viera menjerit karena merasakan mobil yang melaju kencang tiba-tiba saja berhenti.“Om Rega, Incess mau mati. Padahal belum dilamar sama Om..”Xavier mendengus. Jika dirinya terjebak pada adek-adek-an zone, adiknya jauh lebih parah. Anak itu tergila-gila kepada sahabat papanya yang bangkotan. Definisi cinta buta itu menerjang keluarga mereka.Pertama, mamanya buta karena mau menikah dengan
“Dek— Yuk,” panggil Xavier, akhirnya memperbolehkan Aurelia dan Viera turun dari mobil. Ia sudah mengosongkan salah satu kedai, memesan secara eksklusif untuk dua jam kedepan dengan pembelian yang tidak main-main. Seratus item Xavier borong demi keamanan mental beserta fisiknya.Kali ini Xavier belajar dari pengalaman. Pengunjung lain dirinya minta untuk melakukan pembelian melalui jalur khusus agar tidak mengganggu Queennya.“Selamat datang, ingin memesan apa, Kak?”“Sebentar ya, Mbak,” jawab Aurelia. Gadis itu melihat kepada papan menu yang tergantung.Satu menit,Dua menit,Hingga tiga menit berlalu…“Aurel mau pesen..” Jarinya yang membentuk tanda ceklis mulai bertengger di bawah dagunya. Hal tersebut membuat Xavier dan Viera menahan napas. Suatu tindakan yang memang kerap terjadi.“Em… Ice…”Mulut kakak beradik itu terbuka, sedikit menganga, ingin mengatakan ‘yes,’ secara bersamaan. Namun ketika menyadari Aurelia menggantung kalimatnya, rahang mereka tidak menutup seakan waktu ten
“Ssstt..” Xavier mendesis layaknya seekor ular ketika sang adik Viera membuka pintu kamar gadis pujaan hatinya. “Bobok lagi, Sayang. Abang disini,” bisiknya rendah ke telinga Aurelia. Gadisnya sempat terjaga. Alhasil dirinya ikut berbaring dan membelai punggung si bocil kesayangan.Berhasil memberikan kode terhadap sang adik, usahanya meninabobokan si kecil harus gagal. Om Jeno tercintanya masuk ke dalam kamar sembari marah-marah melihat putrinya berada dipelukan laki-laki lain.“Eh, apa ini? Nggak ada peluk-peluk begitu. Turun Xav! Pulang kamu! Biar Om aja yang ngelonin Aurel!”“Nggak mau!”“Turun apa Om laporin sama Papa kamu?! Om bisa bilang ke dia kalau kamu ngapa-ngapain Aurel, ya!”Ah! Benar-Benar seorang pengganggu. Tidak bisakah omnya itu memberikan dirinya sedikit saja kebahagiaan. Dia selalu muncul pada saat-saat dirinya dapat mencuri-curi kesempatan.“Papi..”“Om, ih!” Rengek Xavier tatkala tangannya kanannya ditarik sehingga dirinya hampir saja terjatuh dari ranjang.“Balik
“Mah, Niel pikir nggak perlulah Mama ke rumah Jeno.”Xavier mencebik, tak suka mendengar larangan papanya. Omanya sedang berusaha membuat lamarannya diterima, tapi pria itu malah ingin menggagalkannya.“Nggak perlu gimana?! Anak kamu lama-lama ngetarain semua cowok di Jakarta. Mau sampe kapan kamu lolosin dia dari jerat hukum? Dia bisa kejerat skandal Niel. Inget, keluarga kita berada ditangan Xavi setelah kamu pensiun.”Omanya benar. Ia yang kepalang emosional memang tak bisa mengendalikan diri. Terutama jika berhadapan dengan manusia-manusia yang ingin mendekati Aurelia. Jadi daripada papanya rutin mengover keributannya, lebih baik pria itu mengatasi akar permasalahannya saja.“Ya berarti dianya yang harus sadar diri, Mama! Aurel bukan punya dia, tandanya dia nggak perlu bar-bar ke orang yang nyoba deketin Aurel. Mereka semua punya hak!”Jari-Jari Xavier mengepal. Ia curiga jika dirinya ini merupakan anak orang lain. Papanya jahat sekali. Tipe-Tipe bapak durhaka sepanjang masa. Tapi
“Oma!!” Xavier berteriak lantang, tidak setuju dengan perintah sang oma.“Bawa dia masuk dulu, Xavi..”“No!! Dia bohong, Oma. Xavier nggak pernah apa-apain dia!” Ucapnya, tapi sayangnya, Amelia Tirto tetap bersikeras. Dia bahkan meminta papa Xavier turun dan membawa gadis itu ke dalam kediamannya.“Mama, sumpah.. Xavi masih perjaka, Mah.”“Mama percaya, Abang. Sekarang, kita turutin Oma kamu dulu,” balas Zeusyu. Dirinyalah yang melahirkan Xavier hingga bertaruh nyawa. Ia mengetahui bagaimana tabiat sang putra. Xavier mungkin nakal, tapi anak itu selalu menjaga dirinya untuk Aurelia.“Masuk lo!” Bentak Xavier, mendorong tubuh Gemintang masuk ke dalam kabin, disamping supir keluarganya. Xavier mengacak rambutnya. Rahangnya mengeras, marah akan tindakan tak berotak teman sahabatnya.“Abang jalan aja!! Kalian urus cewek psycho ini. Abang mau ngerokok dulu.”Xavier yakin keluarganya tidak sebodoh itu. Mereka orang-orang yang berpengalaman menyingkirkan seorang parasit. Ia bahkan masih mengi
“Morning Camer.. Xavier yang ganteng datang!”Xavier tersenyum menampakkan deretan giginya. Pemuda itu memasang tampang menjengkelkan, menyapa Jeno yang berada di ruang makan dengan penuh kesengajaan.“Ngapain kamu pagi-pagi ke sini, Xav? Nggak diajarin Papa kamu caranya bertamu, apa gimana sih kamu itu?!”“Mau numpang sarapan dong, Om.” Kekeh Xavier. Ia suka sekali melihat gurat kemarahan di wajah calon papi mertuanya. Guratan tersebut membuktikan bahwa pertempuran dalam mendapatkan Aurelia telah dimenangkan oleh dirinya.Finally, dialah pemenangnya. The winner sejati setelah menanti belasan tahun lama.“Nggak ada! Rumah Om bukan tempat penampungan.” Tolak Jeno, tidak menutupi rasa tidak sukanya kepada anak sahabatnya.“Jeno,” tegur oma Aurelia. “Mama yang suruh Xavier ke sini. Itung-itung mendekatkan diri sama kamu, biar nggak gontok-gontokan terus.”“Mah!” pekik Om kesayangan Xavier itu. Tangannya meremas pinggiran koran. Ia tidak bisa melawan sang ibu. Sejak dirinya dilahirkan, wan
Sebagai pewaris selanjutnya keluarga Tirto, Xavier memiliki beberapa kemudahan, termasuk ditempatnya mengenyam pendidikan. Untuk Xavier dari kesulitan— sang papa, meminta pihak kampus menyediakan lahan parkir khusus.Disaat orang lain harus saling berebut, Xavier dapat menyimpan mobilnya dengan aman dan cepat, tanpa harus berebut. Keistimewaan tersebut diberikan kepada beberapa anak pejabat serta konglomerat lainnya.“God.. Queen, kamu gemesin banget.”Xavier memegangi pipi kirinya. Ia tersenyum layaknya orang gila anyaran. Tadi setelah sampai di sekolah gadis kesayangannya, ia sempat memperdayai Aurelia. Meminta gadis cantik itu untuk memberikannya bayaran atas kemurahan hatinya.Wajah polos Aurelia yang menggemaskan masih terekam jelas dalam ingatannya. Dia terlihat malu-malu usai mencium pipinya. Ah— gadis kesayangannya itu memang paling bisa kalau harus membuat dirinya salah tingkah begini.Aurelia Beatrix— Xavier sungguh tidak sabar menanti momen, dimana dirinya benar-benar bisa s
Mata Xavier membulat. Tangannya dengan cepat menutup pandangan Leonardo. Ia tidak rela jika harus membagi pemandangan indah yang seharusnya hanya bisa dinikmati olehnya seorang diri.Keduanya saat ini sedang menemani si kecil latihan menari, tapi siapa sangka pakaian gadis itu begitu mengundang jiwa-jiwa nakal para pria untuk bangkit.“Weh, Bro, Bro! Apaan nih! Gue juga pengen liat yang seger-seger, Bro!”“Seger pala bapak, lo! Cewek gue itu!” Hardik Xavier menanggapi aksi protes sahabatnya. Ia menyesal telah mengajak Leonardo ikut serta. Tahu kalau Aurelia memakai pakaian minim, ia tidak akan menyogok pihak sanggar untuk memperbolehkannya menonton latihan gadis itu.“Pelit banget lo, Xav! Asli!”“Bangun.. Bangun!” Perintah Xavier dengan tidak melepaskan tangannya dari wajah sang sahabat. Mereka harus segera keluar secepatnya. Setelah ini, ia akan meminta Leonardo pulang ke habitatnya. Celaka dua belas kalau sampai Leonardo menaruh hati kepada calon istrinya. Xavier paling tidak suka w
“Jadi Adek harus ngajarin Aurel buat jadi nakutin?”Xavier menganggukkan kepalanya. Hanya adiknya yang sesama wanita-lah, yang mampu diandalkan dalam perubahan sang istri. Mereka dekat bahkan sudah seperti kakak dan adik.“Polosnya Aurel jadi boomerang, Dek. Kalau itu ke Abang sama Om Jeno, nggak masalah. Masalahnya dia sampe nggak sadar dimanfaatin sama Mokondo!”Xaviera tahu betapa khawatirnya sang kakak. Aurelia memang terlalu baik dalam dunia sosial. Sejujurnya, kepolosan anak itu mendekati bodoh. Ia hanya tidak berani saja mengungkapkan kebenaran itu didepan pria yang sangat mencintai Aurelia. Bisa-bisa kepalanya akan hilang. Meski berstatuskan adik kandung, cinta kakaknya pada Aurelia tidak terhingga luasnya. Seluruh lautan di bumi saja mungkin kalah.“Kalau nanti Aurel jadi kayak Adek, Abang marah nggak?” tanya Xaviera, memastikan jika perbantuannya tak akan menimbulkan masalah untuk dirinya sendiri.“Abang kayaknya malah ngerasa tertantang deh.” Kekeh Xavier.Siapa di dunia in
“Selamat pagi Abang..”Xavier mengerjapkan matanya. Mungkin kah saat ini dirinya masih berada di dalam mimpi, hingga dapat melihat wajah cantik Aurelia menyambut kali pertama dirinya memulai hari.“Abang, morning..”Bukan mimpi. Keberadaan Aurelia di kamar yang dirinya huni nyata. Eksistensinya bahkan dapat dirinya raba.Senyum pun mengembang dari wajah khas babgyntudur Xavier. “Pagi Queen-nya, Abang,” lembut ia membalas ucapan selamat pagi yang telah 2X istri kecilnya lontarkan. Jari-jarinya tak bosan membelai pipi tembam Aurelia.“Cantiknya,” gumam Xavier, pelan. Meski tak memakai riasan, Aurelia terlihat begitu cantik, terlebih ketika dilihat pada pagi hari.Bini bocil gue emang nggak ada duanya.“Abang bangun ya, terus mandi, gosok gigi yang bersih. Papi sama Mami udah nunggu di bawah buat sarapan.”Xavier tidak lupa tempat dimana dirinya menginap semalam. Ia berada di rumah orang tua istri kecilnya. Ia tidak menyangka jika orang yang membangunkan dirinya adalah sang istri sendiri.
“Nggak mau! Aurel mau disini aja, nggak mau pulang ke rumah Abang, huhuhu!”Setelah pesta pernikahan yang hanya didatangi oleh segelintir orang, momen inilah yang sejak beberapa hari lalu diangkat menjadi topik utama pertemuan keluarga.Jeno selaku papi sudah menduganya. Aurelia yang belum matang dari segi usia, tak akan mungkin bisa menerima perubahan dengan cepat.Sejauh ini, gadis itu bahkan masih mengira jika pesta yang dibuat hanyalah perayaan biasa.“Sayang, Aurel, Cantiknya Papi.”Berat! Jeno sendiri tak rela melepas putri kesayangannya. Hanya saja, ia tak mempunyai pilihan lain untuk melindungi putrinya yang polos. Toh, cepat atau lambat, ia memang harus menikahkan Aurelia dengan Xavier.“Dengerin Papi ya, Cantik.” Jeno membelai wajah putrinya. Rasanya air mata yang sudah susah payah ia hentikan kembali ingin mengalir turun.Aurelia menutup kedua lubang telinganya. Kepalanya terus bergerak, menolak untuk diajak berbicara.“Om, nggak usah dipaksa. Aurel kayaknya emang belom sia
“Nggak bisa!” Pekik Xavier. Ia tidak bisa membiarkan kekasihnya yang baik hati dimanfaatkan oleh lelaki lain. Jika dibiarkan terus berlanjut, kerugian pasti tak hanya menyasar pada segi materi semata.Anak bernama Aidan itu sudah sangat keterlaluan. Dia pandai memanipulasi keadaan dan mengubah penampilannya hingga berhasil menarik simpati Aurelia. Seorang pria akan mengenal sesamanya. Walau pun ia bukan kategori buaya darat, tapi instingnya berjalan dengan semestinya.“Beraninya tuh anjing macem-macemin cewek yang bertahun-tahun gue jaga!”Sebagai laki-laki yang mengenal Aurelia, bahkan mengerti seluruh bentuk kekurangannya, tak sekali pun dirinya pernah memanfaatkan keadaan tersebut.“Sekarang malah cowok bangsat laen! Damn!” Umpat Xavier, tak mampu menahan ledakan amarahnya.Tok! Tok! Tok!“Abang, Adek masuk ya..”Pintu kamar pun terbuka dari luar, membuat Xavier mengalihkan tatapannya pada si pembuka.“Abang, dibawah ada Om Jeno. Katanya mau ketemu Abang.”‘Om Jeno?’ batin Xavier. L
“Pacar apaan? Pacar kamu cuman Abang ya, Rel!”“Iya, Abang pacar Aurel. Aurel juga udah bilang kok ke Idan. Kata Idan, dia nggak apa-apa. Jadi Aurel punya 2 pacar. Keren kan?”‘Keren Gundulmu!’ Umpat Xavier, dalam hati. Ia tak tega jika harus mengucapkan kata-kata kasar secara langsung dihadapan Aurelia.“Abang, kenalin. Saya Aidan. Pacar ke-2-nya Aurel. Mohon kerjasamanya, Abang.” Aidan mengulurkan tangan, yang secepat kilat ditepis oleh Xavier.“Abang kok gitu? Kan lagi diajakin Idan kenalan. Nggak boleh nakal, Abang. Ayo kenalannya yang bener. Kan sama-sama pacarnya Aurel.”Ya Tuhan! Jika bukan karena terlanjur cinta mati, mungkin Aurelia sudah Xavier mutilasi menjadi ratusan bagian. Mudahnya dia membuka rahang tanpa memperdulikan perasaan Xavier.Menjadi polos tentu saja boleh— Xavier tidak masalah untuk satu hal itu. Hanya saja kepolosan kali ini sungguh berada di luar batas yang sanggup Xavier toleransi.‘Gila! Gue diselingkuhin secara terang-terangan! Mana dikenalin ke selingkuh
Seperti sebuah meteor yang jatuh ke bumi, waktu bergerak begitu cepat. Detik demi detik Xavier hadapi dengan kepayahan. Ia berulang kali hampir gagal, tapi bayangan pada akhir perjuangannya kerap kali datang untuk menyemangati dirinya.Saat ini, Xavier bukan lagi remaja tanggung yang setiap harinya memikirkan cara agar bisa berduaan dengan Aurelia. Ia sudah tumbuh dan berkembang, sesuai permintaan sang calon ayah mertua.Gelar sebagai mahasiswa pun telah Xavier tinggalkan berbulan-bulan lamanya. Hari-harinya kini dipenuhi dengan serangkaian tugas kecil yang papanya berikan, demi untuk memajukan perusahaan keluarga mereka.Meski begitu, tahta bucin belum juga Xavier tinggalkan kursinya. Ia masih tetap menggilai Aurelia sama besarnya seperti dahulu kala. Memprioritaskan si kecil diatas segala-galanya.“Om nggak nyangka kamu ada dititik ini..”Xavier mengulas senyumnya, menunjukkan keramahan terhadap pria yang sebentar lagi benar-benar akan menjadi ayah mertuanya.Jangankan pria itu, ia s
Xavier kesal. Akhir-akhir ini ia semakin sulit untuk menemui kekasih hatinya. Sahabat sang papa yang juga merupakan calon papi mertuanya itu bertindak di luar batas. Pria itu berulah— menyabotase lahannya sebagai penjaga Aurelia. Dia ada dimana-mana. Sudah mirip hantu mati penasaran yang membayang-bayangi pelaku pembunuhannya sendiri.“Kamu nggak ada kerjaan lain, selain ngintilin Aurel, Xav?!”Xavier merolling bola matanya. “Om kali yang senggang banget, sampe anak diikutin mulu!”“Om! Lama-lama anaknya Xavi hamilin loh!”“Heh!” Jeno memekik. Tangannya melayang, memukul kepala Xavier.“Ya abisnya! Inget Om, Xavi ini calon mantu! Bukan musuhnya Om Jeno!”Tidak tahu saja Xavier jika setiap menantu lelaki memanglah musuh abadi seorang ayah. Dikarenakan menemukan cinta baru, anak gadis yang dicintai dengan sepenuh jiwa hilang selama-lamanya. Ibarat sebuah pelaku kejahatan, menantu laki-laki merupakan pencuri berdarah dingin. Menggantikan seluruh tetes keringat menggunakan satu kalimat pan
“Where else are we, Beautifuls?” tanya Xavier. Hari ini ia akan menyenangkan pujaan hatinya. Hal tersebut tentu saja juga berlaku untuk sang adik tercinta.“Shopping?” Xavier mencoba memberikan opsi. Kekasihnya paling sulit berpikir, jadi ia akan membantu sebisanya. “Kebetulan Viera pengen beli sesuatu. Kamu ada yang mau dibeli juga nggak?”“Ice cream.” Sahut Aurelia.Xaviera terkekeh. Calon kakak iparnya memang berbeda. Mungkin jika itu gadis lain, mereka akan memanfaatkan kakak kesayangannya sampai semua keinginannya terpenuhi dalam satu waktu.“Minta yang lebih mahal dong!” Ujar Xavier sembari mengacak rambut Aurelia. “Duit Abang banyak loh.”Aurelia menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat dua orang yang bersamanya gemas karena ekspresi lucu gadis itu.“Abang udah beliin Aurel iPad, kata Papi nggak boleh minta-minta sesuatu lagi selain makanan. Nanti Abang Xavi nggak punya duit lagi.”Huh!— Raut wajah Xavier menggelap. Pria tua itu meremehkan pemuda seperti dirinya. Jangankan satu i
Dilema menyerang diri Xavier. Rencana yang omanya usulkan memang menarik. Tak bisa dipungkiri pula, rencana itu juga menguntungkan dirinya jika berhasil.Tapi, bagaimana jika Aurelia malah membenci dirinya?Ia jelas tidak akan sanggup menerima kebencian gadis yang dirinya cintai.“Apa gue sabar-sabarin aja kali ya? Tapi sampe kapan, Anjing!” lirih Xavier sembari menatap langit-langit kamarnya.Sudah beribu sabar ia lambungkan. Bukan hanya satu dua tahun dirinya menekuri jalan kesabaran. Jika diriwayatkan dalam sebuah perlombaan, mungkin dirinya bisa menyabet gelar manusia tersabar di seluruh alam jagat raya.“Mau kawin aja kok susah banget elah! Perasaan katanya kalau kita lebih kaya, apa aja bisa didapetin.”Realita sungguh tak seindah ekspektasi. Percuma rajin-rajin berkhayal, hasilnya tetap sulit terwujud.“Aurel lagi ngapain yak? Malem minggu nih. Dia kok nggak ada chat gue sih!”Menjadi pihak yang paling menyukai tidaklah enak. Terkadang ia juga ingin dikejar, seperti apa yang dil