“Papa, tuw Dek?”Xavier menunjuk hot wheels yang tergantung pada rak minimarket. Anak itu berkeras pada pemahaman mandirinya. Mengklaim bahwa seorang adik adalah mainan yang dapat dirinya beli di mini market.Zeusyu sudah mencoba memberikan pengertian, tapi tak juga berhasil. Anak mereka malah menangis, membuat omanya naik ke lantai dua sembari membawa sebuah sapu. Nenek-Nenek bercucu enam itu mengira jika Niel menjahili Xavier sampai cucunya menangis hebat. Padahal yang terjadi justru sebaliknya. Niel dan Zeusyu lah yang ingin menangis berjamaah karena ketambengan haqiqi anak mereka.“Tuw ga, Dek?!”“Bukan Xavi! Itu mainan. Adek nggak dijual disini. Harus dibuat sama Papa dulu.”“Diacak?” Dimasak— tanyanya begitu polos.Niel berdecak hebat, “ya nggak dimasak juga! Kamu kira adek kamu itu makanan!” semburnya. Menjelaskan sesuatu kepada anak kecil, ternyata merupakan pekerjaan yang sulit. Teramat sulit malah. Bagaimana caranya agar Xavier tahu kalau mamanya harus dibuahi terlebih dahu
‘Ayo Mama, kasih paham anak kamu kalau Papa yang paling ganteng sedunia!’ Niel benar-benar menanti sang istri memenangkan dirinya. Seluruh manusia di dunia juga tahu, kalau Zeusyu Tirto sangatlah mencintai dirinya. Mana mungkin dirinya kalah pada titisannya sendiri.Impossible!“Nteng Api tan?”'Percaya diri sekali kau anak bayik!' Seloroh Niel menghina kesombongan replikanya. Belum saja anak itu dikalahkan oleh kenyataan. ‘Pasti nanges! Hahaha!!’ Setan di dalam diri Niel bersuara lantang. Mereka mendukung Niel dan positif thinking-nya yang mengira akan memenangkan pertarungan mendapatkan gelar si paling tampan versi Zeusyu.“Iya dong!” Bruk!!Niel terjatuh akibat kaki-kakinya yang tiba-tiba saja melemah. Mulutnya meringis karena lututnya yang membentur body mobil. Unbelievable! Ketampanannya yang membius seluruh akal para cabe-cabean dikalahkan oleh jelmaan yang menyedot sebagian auranya. Jika ini mimpi, Niel ingin dibangunkan. Kalau perlu tolong siram dirinya menggunakan air es, su
[Warning! Konten mengandung muatan 21+]Tidak bisa!Niel tak bisa lagi menahannya. Ia benar-benar ingin mencium bibir kesayangannya. Sedangkan membutuhkan waktu lebih dari tiga menit untuk sampai di kamar mereka dan Niel tak sanggup. Ia perlu tempat terdekat untuk sedikit meredakan gejolak di dadanya.Pria itu memutar laju kakinya, mendekati sofa ruang tamu. Mendudukan Zeusyu disana dengan punggungnya yang masih melengkung.“Eh.. Nggak jad..” Kalimat bernada tanya itu tak sepenuhnya terlontar karena Niel membungkam mulutnya.Mana mungkin tidak jadi? Bayang-Bayang penyatuan mereka bersama desahan merdu sang istri telah menyabotase seluruh isi pikirannya.Para asisten rumah tangga yang melihat itu kontan membalikan tubuh mereka. Ketiganya menghindari adegan intim sang putra mahkota. Memilih kabur dibandingkan mengganggu acara penuh hasrat itu. Dapat mereka lihat betapa buasnya si tuan muda dalam melahap bibir ranum milik istrinya.“Engh, Niel.”Lenguhan Zeusyu menjadi penyemangat yang m
Xavier terbangun. Anak itu memegangi kemaluannya, merasakan jika air seninya akan keluar sebentar lagi. Kepalanya yang kecil bergerak ke kanan dan kiri, melihat pada ranjang kosong yang seharusnya ditempati oleh kedua orang tuanya.“Temana eka?” Monolognya mempertanyakan keberadaan orang tuanya. Keningnya berkerut dalam. Dirinya lagi-lagi ditinggalkan sendirian ditengah lampu tidur yang remang-remang. “Ih!” Xavier ber-ih-ria. Pipisnya terasa mendekati ujung. “Api au piiiih!” gumamnya sembari mendudukan diri lalu berteriak memanggil papanya keras-keras.“PAPAAA!!!”Satu menit kemudian Niel terlihat. Pria itu keluar dari kamar mandi. Raut wajahnya keruh, seperti tengah menahan kesal. Celana boksernya tak terpasang sempurna, sedikit miring melawan bentuk tubuhnya.“Bocil, kenapa bangun sih?!” Tak berselang lama, Zeusyu ikut keluar dari ruangan yang sama. Penampilannya pun tak bisa dikatakan baik. Rambutnya sedikit tak rapi dengan tangan memegang erat kimono tidurnya.“Pih!” Jelas Xavie
“Papa, tenapa…”Niel sedang membalurkan lotion UV protection pada salah satu tangan istrinya, ketika kata keramat tersebut keluar dari mulut Xavier.Sungguh, lama-lama Niel trauma dengan awalan kata itu. Otaknya dipaksa berpikir untuk sesuatu yang tak menambah harta kekayaan mereka.“… Onty tuw uman ake empak tayak atuw. Onty-na acih ocil?” Jari telunjuknya mengarah kepada seorang gadis yang mendekati teman-temannya di lapangan bola voli.Niel dan Zeusyu pun mencoba memastikan apa yang anak mereka ucapkan. Kedua bola mata mereka kontan membesar. Apa yang Xavier tanyakan merupakan sebuah kebenaran, dimana ada gadis memakai bikini seksi.“Tok Onty-nya inggi, Api ndak ya?” tanya Xavier penasaran. Mereka sama-sama anak kecil, tapi kenapa tante itu sebesar om Reganya coba.“Num cucuw pa, ya?”“Yang, anak kamu terlalu kritis. Kamu sih kebanyakan baca buku pas hamil.” Hela Niel. Ia mempercepat kegiatannya pada tubuh sang istri, membersihkan tangannya menggunakan tisu basah sebelum menutup ma
“Niel!” Zeusyu berteriak tatkala Niel melompat dari ranjang mereka. Pria yang baru saja mendapatkan telepon dari sahabatnya itu, berlari keluar kamar sembari membiarkan pintu tetap terbuka. Takut terjadi hal buruk terhadap suaminya, Zeusyu lantas beranjak. Ia menyambar kimono tidurnya. Perempuan itu memakainya cepat sebelum menyusul langkah kaki Niel. Cepat sekali Niel berlari. Dari lantai dua, Zeusyu melihat Niel sudah berada di depan pintu utama. Entah apa yang membuat suaminya bereaksi demikian. Sejak pulang beberapa jam lalu, yang Niel lakukan hanyalah berdiam. Menatap foto personil mereka yang memutuskan menginap di rumah Jeno.Xavier benar-benar marah. Anak itu menangis, tak ingin melepaskan Jeno. Dia mengancam akan menukar-tambah Niel dengan Jeno jika tidak diperbolehkan menginap. Niel terpaksa memberikan izinnya. Dia takut kalau Xavier semakin ingin menjauhinya.“Sapiiiinya Papa!!” Hei? Sapi? Anaknya yang sebelas-dua belas dengan suaminya itu sudah pulang?— batin Zeusyu se
“Papa, tenapa tita unggu di obil?”Niel memijat pelipisnya. Mereka menunggu di mobil karena terlalu banyak orang yang mengantri seblak. Istri cantiknya mendadak ngidam seblak Hot Jeletot. Perempuan itu tidak mau jika dipesankan online. Katanya rasanya akan berbeda. Begitu juga dengan seblak kemasan. Zeusyunya menolak dengan alasan serupa. Huft!Teori konspirasi ibu hamil yang menyebalkan. Hanya lidah mereka saja yang berbeda. Dibelikan sendiri pun, namanya tetap take away. Dibungkus dalam perjalanan lalu dia makan.“Rame, Sapi. Nanti pipi kamu dicubitin sama Tante-Tante disana,” tutur Niel sambil menunjuk perempuan-perempuan yang asik mengantri.Xavier kontan memegangi pipinya. “Ante ana?” tanya-nya karena memang dirinya dalam posisi duduk sekarang.“Kamu berdiri, terus liat sendiri deh.”Anak itu menurut, melepaskan rangkuman pada sisi-sisi wajah tampannya. “Ya Mpun!” Selorohnya dengan mantan kecilnya yang membulat. Kembali, si kecil menangkup pipi berisinya. Ia takut menjadi korban
“Temping, tita, temping!”Bahu Niel melemah, terkulai jatuh hingga membuat punggungnya melengkung ke depan. Putranya belum mengerti situasi. Anak itu tidak tahu kalau mereka sedang dihukum tidur di luar. Entah apa yang istrinya katakan sampai-sampai Xavier tidak bersedih sedikit pun.“Bowbowk di enda, Papa! Yeyeyeye!!”Hah!Mungkin ini sebabnya Xavier bersukacita. Anak itu mengira mereka sedang bermain ‘libur-liburan,’— menghabiskan waktu di taman, dengan tenda sebagai tempat bermalam mereka.Lihatlah seberapa girang putranya. Melompat-lompat di depan tenda yang nanti malam akan mereka gunakan tidur.‘Doh, Cil! Antara polos sama goblok, tipis banget! Bisaan banget Zeusyu ngasih pengertiannya!’Setidaknya Niel bersyukur, ia tidak tidur sendirian. Zeusyu masih berbaik hati. Yah, walau pun karena ada alasannya sih.Putra mereka mana bisa tidur tanpa dirinya. Sebab itulah si kecil ikut dihukum. Katanya supaya tidak membuat sakit kepala si ibu hamil.Niel lihat-lihat, istrinya sekarang suda
Terpantau dua pria dewasa dengan seorang pria setengah matang sedang berusaha mendirikan tenda pada pelataran kediaman Tirto yang kini diketuai oleh sahabat sekaligus orang tua si pria muda. Ketiganya terus saja melontarkan makian setelah mengetahui sulitnya mendirikan tenda. Kegiatan yang katanya mudah itu, nyatanya begitu sulit untuk dilakukan. Sudah satu jam mereka berusaha, tapi satu tenda yang mereka beli tak kunjung terpasang. Entah dimana letak kesalahannya sampai-sampai tenda yang mereka coba kerjakan selalu saja ambruk tertiup angin. Padahal mereka sudah mengikuti step by step dari demonstrasi para Youtuber pendaki gunung.“Aaaak!! Susah amat. Kenapa nggak beli yang langsung jadi aja sih tadi!” Kesal Xavier, menendang tenda yang telah rata dengan paving rumahnya. “Dodol ya kamu, Pi. Gimana bawanya kalau beli yang langsung jadi? Terbanglah dia waktu diangkut.” Cerca Jeno, tak habis pikir. Menantunya memang bo to the doh. Ia tahu kalau Xavier tak pernah kesulitan mengurusi
Xavier tampaknya harus bersyukur karena memiliki istri sepolos Aurelia. Karena jika bukan disebabkan oleh tangis histeris istri bocilnya, pingsannya pemuda itu tidak akan diketahui oleh siapa pun. Alhasil, ia akan bangun dengan sendirinya bersama perasaan shock yang dirinya alami setelah mengetahui kebingungan si bocah cilik.Malang sekali kan kalau seperti itu kejadiannya. Jadi, sudah sepantasnya Xavier mensyukuri apa yang ada didalam diri istri kesayangannya— termasuk juga kebingungan sang istri tentang mengapa dia sampai bisa menikah dengan dirinya.“Abang...” panggil Aurelia, lirih.Sialnya, kebingungan Aurelia itu membuat hatinya bertanya-tanya. Ia jadi tak yakin jika perjuangannya selama ini telah membuahkan balasan cinta dari sang istri.Sungguh tragis. Mungkinkah ini karma karena papanya dulu menyia-nyiakan ketulusan mamanya?!Jika benar demikian, kenapa harus dibalaskan kepadanya?!Ia kan tidak berdosa! Seharusnya dosa itu dilimpahkan kepada pembuatnya. Buat saja papanya yan
Berjarak 1 meter dari daun pintu kamar sang papa, Xavier berlutut dengan kedua kaki terlipat dan telapak tangannya yang ia tangkupkan di depan dada.Aksinya ini bisa disebut mirip dengan seorang pertapa. Bedanya, Pertapa Sapi tidak sedang mengharapkan datangnya sekumpulan ilmu yang dapat memberikannya kesaktian, melainkan sebuah kata maaf dari mulut papanya yang nantinya bisa menggagalkan pengeksekusiannya.“Papa,” panggil Xavier, memelas. Meski papanya tak dapat melihat penderitaan yang tercetak jelas di wajahnya. Namun Xavier percaya, pria yang mencetaknya itu, akan mendengar ratapan darah dagingnya.Pada sebuah kursi santai yang sebelumnya tidak pernah ada didekat kamar si kepala keluarga, Jeno, penyebab dari tragedi munculnya pengusiran seorang anak kandung, duduk bersila sembari memperhatikan aksi menantu yang bukan menjadi kesayangannya.“Pah, Abang kan bukan jin, kenapa Abang harus diusir segala?”Mendengar rengekan menantunya, Jeno pun melontarkan kalimat yang mampu membuat su
“Queeeeeeen..”“Abang!” pekik Aurelia, gembira, melihat sosok Xavier yang begitu semangat untuk menghampiri dirinya.“Loh, eh! Kakinya nggak bisa berhenti. Queen, awas!” teriak pemuda yang usianya hampir memasuki ambang dewasa awal itu.Aurelia yang siap dengan perintah itu, tentu tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Alhasil, langkah kaki cepat Xavier terhenti saat tubuh keduanya bertabrakan.“Aaaaak..”Namun, tenang. Dalam hidup Xavier, membahayakan nyawa gadis tercintanya merupakan tindakan yang haram untuk dilakukan.Bak seorang kesatria terlatih, Xavier menahan tubuh keduanya. Menyelamatkan mereka dari resiko cedera akibat gagalnya ia dalam mengendalikan laju kaki-kakinya.“Huft, hampir aja.” cicit Xavier kemudian tersenyum lembut dan bertanya, “Queen, kamu nggak apa-apa kan?”Aurelia menggelengkan kepala. Mengatakan bahwa dirinya hanya terkejut. Selebihnya, ia sama sekali tak mengalami luka.“Syukur deh.” Xavier dengan belaian pada pangkal rambut istrinya.Eh?!Teringat pada alasan
Nathaniel Tirto itu tidak dapat dijadikan panutan, khususnya dalam hal pemenuhan kata-kata yang dilontarkan oleh mulutnya.Pria yang sedari pagi berkicau tentang tanggung jawab itu, nyatanya tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Menurut informasi yang Xavier dapatkan, papanya juga tak menghadiri ‘Rapat Lembang,’ yang katanya penting.Ck-Ck-Ck!Tidak mencengangkan. Kelakuan bertolak belakang dengan bacotan itu tak lagi asing untuk Xavier. Apalagi sang papa memang telah menunjukkan tanda-tanda akan mangkir dari tanggung jawabnya.“Seserem apa sih, hipertensi? Paling kecapekan gara-gara abis ngadon, terus tepat deh, nggak kuat bangun.”Sialun!Ia juga ingin adon-mengadon hingga membentuk sebuah adonan yang semenggemaskan istri kecilnya.“Padahal tadi cuacanya mendukung banget buat ena-ena.” Sesal Xavier, karena tak berusaha lebih keras, mematahkan semangat kuliah Aurelia.“Susah! Bini gue anaknya rajin sih. Hujan, badai, juga nggak bakalan bikin dia skip kelas.” Monolog Xavier, kemudi
Xavier terjaga dengan kepala cenat-cenut.Betapa tidak! Sepanjang malam ia tersiksa berkat Aurelia yang langsung tertidur pulas setelah menyentuh permukaan bantal.Sungguh tega kan?!Bodohnya, untuk membangunkan gadis itu dari tidur lelapnya pun ia juga tak tega.Ya salam! Kapan ia bisa menerbitkan episode esek-esek manja kalau begini!! Opa & papanya saja sudah mempunyai chapter 21++ dilapak pribadinya, mengapa hanya dirinya yang dianak tirikan!‘Qeynov! Lo bener-bener nggak adil! Balikin otak gacor lo ke mode awal debut!! Gue juga mau cerita gue meledak kayak Darmawan Family sama Opa-Oma gue, Qeynov!!’Kesal pada ceritanya yang tragis, Xavier menghentak-hentakkan kakinya. Tantrumnya anak itu pun membuat Aurelia yang terlelap membuka kelopak matanya.“Abang, ada gempa!!” pekik Aurelia yang seketika saja melompat dari ranjang.“Gem-pa?”“Iya, Abang!! Kasurnya tadi goyang-goyang padahal kita nggak lagi ena-ena..”Bugh!!Xavier membanting tubuhnya. “Aaaakk!! Why diingetin soal ena-ena!! W
Hellow!!Apa itu beban pikiran?!Hilih! Xavier sih tidak mau merusak pikirannya dengan masalah, terlebih statusnya merupakan pengantin baru yang seharusnya hanya tahu agenda untuk bersenang-senang bersama istri kecilnya.Kalian tentu tahu arti kata bersenang-senang dalam kamus Xavier.Yaps, hu’um! yang itu pokoknya!Sebuah kegiatan yang mengarah pada bertambahnya endorfin di otak sungsang pemuda itu.Maka dari itu, biarkan Bapak Niel saja yang berpusing-pusing-ria, Xavier sih ogah kalau harus join. Ia maunya terima beres, lengkap dengan berakhirnya masalah yang menjerat kehidupan rumah tangganya. Toh, Mamanya juga sudah menghubungi omanya. Sebentar lagi masalah akan benar-benar tamat, tertutup rapat seolah-olah tak pernah terjadi sebelumnya.Xavier bisa menjaminnya. Kalau perlu, kepalanya akan ia jadikan persembahan jika hasil tebakannya melenceng.Dalam sejarah yang menyangkut keterlibatan sang oma, belum pernah sekalipun Xavier mendengar adanya kekalahan. Perempuan bercucu banyak it
Ceplak!!Xavier mengerang tatkala sebuah sandal mendarat pada wajah tampannya.Sandal tersebut jatuh ke atas lantai setelah mengenai targetnya, tergeletak dengan posisi tengkurap tak berdaya, berkebalikan dengan korbannya yang mereog-reog, mencari sosok tersangka dibalik penyerangannya.“Papa yang ngelempar! Mau apa kamu?!” tanya Niel, menantang.Pria yang berdiri tegap dengan tangan terlipat didadanya itu menatap tajam sang putra.Ia benar-benar geram merasakan kelakuan ajaib putranya.“Otak kamu geser kan?! Papa benerin biar balik ke tempat semula!” sentak Niel, berapi-api.“Otak Abang geser?” beo Aurelia dengan polosnya. Ia memegangi kepala Xavier, menggoyang-goyangkannya ke kanan dan kiri.“Qu-ee-een.. Kamu ngapa-iiin...” Suara Xavier bergetar seiring dengan goyangan sang istri pada kepalanya.“Mampus kamu, digoclak-goclak nggak tuh!” cicit Niel. Ia teramat menyukai kepolosan sang menantu. Kepolosan itu mendekati kebodohan sehingga begitu menghiburnya diwaktu-waktu tertentu.Yeah,
“Abang, beli rumahnya udah?”Pertanyaan Aurelia itu membuat gerakan tangan Xavier yang hendak meloloskan kaos dalamnya terhenti di udara.‘Belom 2*24 jam loh, Rel!’ batin Xavier miris. Melaporkan orang hilang ke pihak kepolisian saja membutuhkan waktu, apalagi membeli rumah yang syarat-syaratnya cukup meresahkan sampai memusingkan isi kepala.Nggak mendadak gegar otak aja Alhamdulillah nih gue!!“Papi tanya loh, Abang.. Aurel jawab apa ini?” tanya Aurelia sembari menunjukkan ruang obrolannya bersama sang papi diponselnya.“Bales aja, sabar Pi, kalau nggak sabar mabur.” Ucap Xavier mengutip kalimat yang pernah dirinya lihat dibelakang sebuah truk bermuatan sayur saat pulang dugem.“Mabur?”Xavier pun terkekeh. Ia menarik turun ujung kaos dalamnya, mengembalikan kaos tersebut ke tatanan semula.“Artinya terbang, Queen..” bebernya dengan tangan membelai puncak kepala Aurelia.“Nggak usah dibalesin aja.. Nanti Abang yang telepon Papi kamu. Buat sekarang rumahnya masih dicari. Kalau rumahny