Aaaak!!! Guys, jangan kutuk Qey. Sumpah Qey beneran lupa kalau blm update cerita ini 😭😭 Maap lahir batin lg deh kalau gitu
“Niel, nggak begini caranya,” ucap Hanggono, lirih. Pria itu terus mencoba menghalau nyamuk-nyamuk nakal yang mencoba menggigit kulitnya. “Papa bilang sayang Niel?!” ‘Ya, iya, Sayang! Tapi ya nggak nemenin kamu dihukum istri begini!’ batin ayah tiga anak itu, memendam kesal. Anak kesayangannya sungguh tak berperi kemanusiaan. Dirinya yang mendapat hukuman, mengapa orang lain harus ikut terkena getahnya? “Mama kasihan kalau bobok sendiri, Niel.” Niel mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. Kepalanya mendongak, menatap sang papa, “jadi lebih kasihan mama dari pada anak papa yang nggak bisa tidur?” balasnya, memanipulasi kata-kata, “cukup tau aja, Pah. Niel nggak seberarti itu di mata Papa.” “Mak..” “Inget Pah, nggak pernah ada mantan anak, yang ada mantan istri.” Plak!! “Auh!!!” Tubuh Niel terhuyung ke depan. Hampir saja ia terjatuh dari kursi, kalau saja tidak menjaga kesimbangan. “Kamu doain Mama jadi janda, Hah?” Sembur Amel yang tiba-tiba saja berada dibelakang Niel. Feeli
Di dalam mobil hitam Niel, kelimanya terdampar di depan minimarket tak jauh dari kampus. Lima menit berselang, tetapi belum ada anak yang mengeluarkan suara. Mereka sibuk dengan ponsel masing-masing, terkecuali si pemilik mobil. "Gunting, batu, kertas, kita!" "For what?" tanya Jeno penasaran. Rega menyimpan ponselnya, pria yang duduk disamping Niel itu mengedikan dagunya ke arah sang sahabat, "kita mau ngapain sebenernya? Zeusyu nyuruh belanja kebutuhan kampus?!" "Lah iya, Njir! Ke Indongapret aja pake segala formasi lengkap begini," bingung Zikri. Hanya Alvian yang diam karena seluruh pertanyaannya telah terwakilkan oleh ketiga temannya. "Nggak usah banyak nanya. Gunting batu kertas, yang kalah ntar gue kasih tau!" Pungkas Niel, "agak majuan lo bertiga. Inget nggak boleh cureng, Nyet!" Pada sesi pertama Jeno keluar sebagai pemenang, di urutan kedua Rega tersingkir dari formasi lalu disusul Alvian setelahnya. Tersisa Niel dan Zikri sekarang. "Suit aja kita! Ganti cara!" Seja
“Kamu kenal sama perempuan tadi?” “yang mana, Sayang?” tanya Niel balik. Entah perempuan mana yang Zeusyu maksudkan, Niel tak mengerti. Di matanya hanya Zeusyu seorang-lah yang dirinya anggap sebagai perempuan, sedangkan yang lainnya dirinya cap sebagai perempuan jadi-jadian. “Tadi yang ngobrol sama kamu. Aku lihat kok.” Niel menarik kursi yang akan Zeusyu duduki, “di depan kamar mandi?” Ia mempersilahkan Zeusyu dengan tangannya. “Iya..” Keduanya menjadi pusat perhatian Jeno, Zikri, Alvian dan Rega. Teman-Teman Niel itu memperhatikan interaksi keduanya, saling lirik satu sama lain, sebab merasakan adanya tanda-tanda buruk dari percakapan mereka berdua. “Itu loh, Yang. Cewek yang ku ceritain tempo hari, yang kasih aku makanan.” “Oh, itu..” Teman-Teman Niel menelan ludah. Sepertinya Zeusyu sedang dalam keadaan senggol bacok sekarang. Anehnya Niel seakan tak merasakan hawa berbeda dari pasangannya. Aneh bukan?! Mereka yang orang lain saja dapat merasakannya. Mengapa anak itu malah
“Yang, nambah ayamnya dong,” pinta Niel sembari menunjuk menu mana yang dirinya inginkan. “Jangan yang gede, Yang. Pilih yang kecil aja. Takut nggak abis.”“Hem..”Jawaban singkat Zeusyu mengundang perhatian para orang tua. Mereka memperhatikan sikap dingin yang tak biasa Zeusyu tampakkan. Meski masih mengurusi setiap kebutuhan Niel dimeja makan, aura dingin yang wanita itu keluarkan jelas dirasakan oleh semua orang. Mereka jadi menduga-duga jika pasangan baru itu tengah diterpa prahara.“Minum dong, Yang.” “Nih..” Nah, kan. Irit lagi bicaranya. Fix! Pasti ada sesuatu yang membuat kelembutan Zeusyu menghilang. Wanita itu merupakan sesabar-sabarnya manusia yang mampu menghadapi seluruh sikap menyebalkan Niel. Balasannya yang singkat patut untuk dicurigai.“Kalian ada masalah?” tanya Sukma, sembari meletakkan sendok dan garpunya ke atas piring. “Kamu bikin masalah, Niel?” Tuduh Sukma langsung kepada sumber yang pastinya membuat ulah. Tidak mungkin sekali kalau Zeusyu yang berulah. “
Satu minggu berlalu. Niel kini disibukan dengan koper-koper yang akan mereka bawa untuk liburan. Akhirnya libur kuliah telah tiba. Perjalanan bersama teman-temannya kali ini sekaligus menjadi momen honeymoon yang tertunda. Niel sudah menyiapkan banyak agenda ranjang lengkap dengan gaya-gaya apa saja yang ingin dirinya lakukan nanti.“Sayang tas-nya yang ini ya kamu?” Niel mengangkat mini bagpack hitam sang istri, “udah masuk semua kan?”“Iya udah,” sembari memulaskan pelembab di bibirnya Zeusyu menjawab pertanyaan Niel. “Oke,” Niel mengeluarkan satu per satu barang bawaannya. Di luar kamar mereka beberapa maid sudah bersiap membantu untuk menurunkan barang-barang tersebut. “Tolong ya, taruh di beranda aja,” ujar Niel kepada mereka. Setelah itu Niel kembali menutup pintu kamarnya. “Sayang.. Nggak usah cantik-cantik dong. Aku jadi nggak rela ngajak kamu keluar kamar.” Mendengarnya Zeusyu memutar bola matanya. Ia hanya mengenakan pelembab bibir tanpa sapuan make up. Sekarang ia tahu—
[Mah, bisa ke Semarang sekarang? Zeu masuk rumah sakit. Di Columbia, deket Bandara Ahmad Yani] Demikian isi pesan yang Niel kirimkan. Tak sampai dua jam lamanya, Amelia Tirto benar-benar datang bersama bala-bala gengs wanita itu. Papa Niel, Oma, mertua dan Darmanto diboyong ikut serta meramaikan ruang perawatan Zeusyu. Satu per satu dari mereka berjalan memasuki ruangan. “Mah,” panggil Niel ingin mengadu. Kaki-Kakinya melangkah, mendekati sang mama, dan…. Buagh!! Niel meringis ketika sebuah hantaman mengenai kepalanya. Tas mahal sang mama mampir tanpa permisi, sehingga ia tak sempat memasang kuda-kuda untuk menghindar. Padahal ia sudah melihat wanita itu mengayunkan tangannya. Responnya rupanya kalah cepat oleh gerakan ibu-ibu jaman now. “Kamu apain mantu kesayangan Mama?! Nggak ada sehari kamu ajak keluar, dia udah masuk rumah sakit!! Gimana kalau seminggu?!” “Masuk liang lahat yang ada!!” Buagh! Buagh! Buagh!! “Mah, sakit Mah! Dengerin penjelasan Niel dulu!!” “Haisyaaah!! D
Zeusyu menganga melihat banyak-nya pedagang yang memarkirkan gerobak dagangannya di pelataran rumah. Wanita itu mengusap perutnya ratanya. “Mah, ini apa?” tanya Zeusyu kepada Amel. Ibu mertua wanita cantik itu pun tak kalah kaget. Dari gerbang rumahnya, beberapa pedagang makanan masih datang silih berganti. “Mama juga nggak tau, coba tanya suami kamu Zeu. Kali aja ini kerjaan dia.” Zeusyu mengangguk. Ia mengeluarkan ponselnya. “Niel,” sapanya setelah sambungan teleponnya diterima. ‘Halo, Sayang. Gimana? Tukang jajannya udah pada dateng kan?’ Oh.. Jadi benar ini semua ulah Nathaniel. “Ud-Udah,” jawab Zeusyu terbata. “Kenapa banyak banget?” ‘Katanya pengen jajan, hem?’ Ya nggak sebanyak ini— pikir Zeusyu. Setengah jam yang lalu ia memang berkomunikasi dengan Niel. Menyampaikan keinginan tiba-tibanya yang ingin jajan. Berhubung pria itu sedang kuliah, Niel berkata jika dirinya baru bisa pulang sore nanti. ‘Tadi aku minta bantuan Manto. Biar kamu nggak lama nunggu. Jajan
“Hoeekk!!” Niel berpegangan pada pinggiran closet. Sejak bangun tidur, kamar mandi menjadi tempat berdiamnya. Ia tak mengerti dengan kondisi tubuhnya. Saat membuka mata, kepalanya terasa berputar dan perutnya seperti diaduk-aduk oleh seseorang. “Niel kamu beneran nggak usah ke dokter?” Niel melambaikan tangannya, “no, nggak perlu!” tolaknya. Sepertinya ia hanya perlu menguras seluruh isi perutnya akibat menjadi Sultan Andara satu hari. Tampaknya lambungnya sedang melancarkan amarahnya hari ini. “Hoek!!” Zeusyu berdiri diambang pintu kamar mandi. Wanita hamil itu tak berani masuk, takut jika muntah-muntah Niel akan menular. “Gara-gara aku kemarin ya ini?” tanay Zeusyu. Suaranya melirih, bersiap meledakan tangis dari bibirnya yang bergetar. Niel yang menyadari perubahan suara istrinya lantas mendudukan diri di lantai. Sekuat tenaga membalikan tubuhnya agar bisa berhadapan. “Nggak, Sayang. Bukan gara-gara kamu,” ucapnya agar Zeusyu tidak merasa bersalah. Kepalanya akan semak
Hellow!!Apa itu beban pikiran?!Hilih! Xavier sih tidak mau merusak pikirannya dengan masalah, terlebih statusnya merupakan pengantin baru yang seharusnya hanya tahu agenda untuk bersenang-senang bersama istri kecilnya.Kalian tentu tahu arti kata bersenang-senang dalam kamus Xavier.Yaps, hu’um! yang itu pokoknya!Sebuah kegiatan yang mengarah pada bertambahnya endorfin di otak sungsang pemuda itu.Maka dari itu, biarkan Bapak Niel saja yang berpusing-pusing-ria, Xavier sih ogah kalau harus join. Ia maunya terima beres, lengkap dengan berakhirnya masalah yang menjerat kehidupan rumah tangganya. Toh, Mamanya juga sudah menghubungi omanya. Sebentar lagi masalah akan benar-benar tamat, tertutup rapat seolah-olah tak pernah terjadi sebelumnya.Xavier bisa menjaminnya. Kalau perlu, kepalanya akan ia jadikan persembahan jika hasil tebakannya melenceng.Dalam sejarah yang menyangkut keterlibatan sang oma, belum pernah sekalipun Xavier mendengar adanya kekalahan. Perempuan bercucu banyak it
Ceplak!!Xavier mengerang tatkala sebuah sandal mendarat pada wajah tampannya.Sandal tersebut jatuh ke atas lantai setelah mengenai targetnya, tergeletak dengan posisi tengkurap tak berdaya, berkebalikan dengan korbannya yang mereog-reog, mencari sosok tersangka dibalik penyerangannya.“Papa yang ngelempar! Mau apa kamu?!” tanya Niel, menantang.Pria yang berdiri tegap dengan tangan terlipat didadanya itu menatap tajam sang putra.Ia benar-benar geram merasakan kelakuan ajaib putranya.“Otak kamu geser kan?! Papa benerin biar balik ke tempat semula!” sentak Niel, berapi-api.“Otak Abang geser?” beo Aurelia dengan polosnya. Ia memegangi kepala Xavier, menggoyang-goyangkannya ke kanan dan kiri.“Qu-ee-een.. Kamu ngapa-iiin...” Suara Xavier bergetar seiring dengan goyangan sang istri pada kepalanya.“Mampus kamu, digoclak-goclak nggak tuh!” cicit Niel. Ia teramat menyukai kepolosan sang menantu. Kepolosan itu mendekati kebodohan sehingga begitu menghiburnya diwaktu-waktu tertentu.Yeah,
“Abang, beli rumahnya udah?”Pertanyaan Aurelia itu membuat gerakan tangan Xavier yang hendak meloloskan kaos dalamnya terhenti di udara.‘Belom 2*24 jam loh, Rel!’ batin Xavier miris. Melaporkan orang hilang ke pihak kepolisian saja membutuhkan waktu, apalagi membeli rumah yang syarat-syaratnya cukup meresahkan sampai memusingkan isi kepala.Nggak mendadak gegar otak aja Alhamdulillah nih gue!!“Papi tanya loh, Abang.. Aurel jawab apa ini?” tanya Aurelia sembari menunjukkan ruang obrolannya bersama sang papi diponselnya.“Bales aja, sabar Pi, kalau nggak sabar mabur.” Ucap Xavier mengutip kalimat yang pernah dirinya lihat dibelakang sebuah truk bermuatan sayur saat pulang dugem.“Mabur?”Xavier pun terkekeh. Ia menarik turun ujung kaos dalamnya, mengembalikan kaos tersebut ke tatanan semula.“Artinya terbang, Queen..” bebernya dengan tangan membelai puncak kepala Aurelia.“Nggak usah dibalesin aja.. Nanti Abang yang telepon Papi kamu. Buat sekarang rumahnya masih dicari. Kalau rumahny
“Huwaa— Papi masih kangen,’ rengek Jeno sembari mengayun-ayunkan tangan putrinya yang saat ini tengah ia genggam.“Aurel juga, Papi..” Sama seperti sang papi, Aurelia ikut merengek.Keduanya lalu berpelukan dengan rengekkan yang terus saja mengudara.Didekat ayah dan anak itu, sepasang saudara memutar bola mata mereka.“Untung Papa nggak senajisin Om Jeno..” lontar Xaviera. Ia bersyukur papanya tak lebih mencintai dirinya dibandingkan cintanya kepada sang mama. Dengan begitu, ia tak perlu mempunyai papa yang sikapnya seperti bocil Paud.“Ssst..” Xavier membenturkan lengannya pada tangan adik perempuannya. “Tahan, Ces.. Mertuanya Aban itu..” bisik Xavier ditelinga sang adik.Jeno pun melepaskan pelukannya.“Nggak bisa!!”Tirto bersaudara terperanjat tatkala mendengar Jeno memekik keras. “Wah, bakalan lama nih..” gumam Xaviera, mencium akan adanya penambahan chapter terbaru dari drama seorang ayah yang tak pernah ikhlas putrinya dipinang orang.“Papi kenapa?” tanya Aurelia. Gadis itu t
“… Ah, satu lagi! Dia lulus kuliah dulu..”“Heum.. Bisa diatur.. ASAL!” kata Xavier, sengaja menggantung kalimatnya.“Apa?”“Om janji nggak nyentuh mami mertuanya Xavi juga. Gimana? Adil kan jadinya?!”Duarr!!!‘Keputer soundtrack sinema azab nggak tuh di kepalanya? Orang kok sukanya nyiksa! Ya kali bobok bareng Ayang nggak ena-ena! Kayak yang sendirinya bisa tahan aja!’ dumel Xavier di dalam hati.Jeno angkat ketiak ketika Xavier menyebutkan persyaratan yang harus dirinya penuhi agar sang putri terbebas dari jamahan anak itu.Come on! yang benar sajalah!Ia mana bisa untuk tidak menyentuh istri tercintanya!Hah!Betapa pintarnya rubah ekor sembilan yang dihasilkan benih sahabatnya. Anak itu sangat mirip papanya, tak ada satu pun gen Nathaniel Tirto yang tercecer darinya. Semuanya mengalir ke dalam diri Xavier, termasuk kecerdasan otaknya yang digunakan untuk tindak kelicikan.“Ya udah, main aman aja! Om belom pengen punya cucu, Xav.” Ucap Jeno sesaat setelah mengibarkan bendera putih
“Kak Viera.. Kakak dari tadi di depan sini? Kenapa nggak masuk aja ih?”“He-he..” balas Xaviera, kehilangan kata-katanya. Bagaimana mungkin ia menerobos masuk ke ruangan Dekan. Ia kan bukan orang yang berkepentingan.“Jangan langsung balik ke kantor, Xav! Ikut Om dulu!”Adik Xavier itu melirik kakak dan omnya. Tampang keduanya tampak tak enak untuk dilihat.“What happen, Rel?” tanya Xaviera.“Eh? Nggak ada apa-apa kok, Kak.” Aurelia lalu berteriak, “Papi, Papi! Tungguin Aurel!”Juno menghentikan langkah kakinya. “Aurel juga mau ikut?”“Loh! Nggak boleh ya?”“Anu, bukannya nggak boleh, Sayang. Papi mau ngobrol empat mata sama Xavier.”“Tambah empat mata lagi nggak bisa? Aurel kan pengen ikut, terus Kak Viera juga. Masa Kak Viera ditinggal sendirian. Kan kasihan, Papi.”Juno pun mendesah. Mana mungkin ia tega untuk mengatakan tidak pada anak semata wayangnya. “Iya, boleh,” ucapnya, terpaksa. Padahal ia ingin memarahi Xavier karena telah membuat Aurelianya pingsan. Kalau begini, ia kan j
“Eh, kalian udah denger belom. Anak semester satu yang namanya Aurel, yang suka ke kantin bareng Aidan.. Katanya dia married by accident.”“Serius lo? Nggak mungkin ah! Anaknya keliatan polos gitu.”“Yeee! Aidan sendiri yang ngomong ke gue. Mereka putus gara-gara tuh cewek ketahuan mahidun. Si Aidannya ngerasa belom ngapa-ngapain tuh cewek, tapi udah keburu hamil sama cowok laen. Makanya diputusin sama Aidan.”“Buset! Nggak nyangka gue! Keliatannya polos mendekati bloon loh padahal.”“Itu kali yang bikin dia hamil. Gara-gara kebloonannya, jadinya gampang dipake sama orang. Zaman sekarang kan ada kondom kali biar nggak kebobolan. Kalau pinter mah nggak bakalan sampe hamil.”“Anjay-lah!”Brak!Xaviera yang mendengar kakak iparnya digosipkan pun meradang. Tangannya yang terkepal ia hantamkan pada daun meja dihadapannya.“Anjing!” maki adik Xavier itu keras. Ia jelas tak terima jika Aurelia diolok-olok, terlebih menggunakan bahan yang mereka tak ketahui kebenarannya. Jelas-jelas Aurelia-l
Xavier merasakan pergerakan dari tubuh yang semalaman dirinya dekap. Perlahan, ia pun membuka matanya.Jantungnya berdegup tatkala netranya bertemu dengan sepasang bola mata indah, yang kini juga tengah menatapnya.“Morning, Queen..” sapa Xavier. Senyum hangat terbit dari bibirnya.“Morning, Abang.”“May I kiss you? Ciuman selamat pagi.”Aurelia menutup mulutnya, cepat-cepat. “Bau jigong, Abang. Aurel baru melek, belum sikat gigi.” Ucap gadis itu dibalik bekapan tangannya. Ia malu meski ingin kembali merasakan ciuman Xavier.Bagaimana jika nanti suaminya pingsan?— pikir Aurelia.“Abang suka semua bagian dalam diri kamu, karena Abang cinta kamu, bau jigong kamu pasti wangi.”Eh?Begitu ya, kalau cinta seseorang?! Bau jigong jadi wangi kalau cinta sama orangnya?!Dalam otak kecil Aurelia, gadis itu tengah berpikir sangat keras.“Boleh ya?” tanya Xavier, kembali meminta persetujuan. Padahal bisa saja jika dirinya langsung menyosor. Namun Xavier tidak akan melakukannya. Ia membutuhkan ker
“Hiks, Abang sakit! Kak Viera bilang, sakitnya cuman sedikit, ini kok banyak, huhuhuhu!”“Sakit banget ya?” tanya Xavier. Ia jadi tidak tega melanjutkan malam pertama yang tertunda. Namun untuk menarik milik-nya yang sedikit bersarang pun, ia juga tak rela.Sangat, sangat tidak relah bahkan.“Queen, kamu masih bisa tahan sakitnya kan? Sedikit aja. Katanya kalau udah masuk, sakitnya bakalan ilang.”“Sakit banget. Aurel kayak lagi ditusuk pisau.”Bagaimana ini?! Xavier dilema. Istrinya menangis.Apakah sesakit itu rasanya? Kok perasaan dirinya enak-enak saja.“Ya udah, kita nggak usah lanjutin,” putus Xavier. Apalah artinya keenakan sendiri jika gadis yang dirinya cintai kesakitan. Xavier tak ingin egois. Mungkin ia harus mencari tahu bagaimana cara bercinta tanpa menyakiti pasangannya.“No! Jangan!” Tangan Aurelia memeluk Xavier. “Nggak boleh, harus lanjut! Kata Kak Viera harus berhasil malam ini.” Gadis itu tak mengizinkan lelaki di atasnya beranjak.“Tapinya kamu kesakitan, Queen. Aba