Sebaik itu Mbak Zeu tp Mbak Mesyenya... Ah.. Gimana yak
Telapak tangan kecil Zeusyu terasa sangat pas di dalam genggamannya. Niel merasakan kenyamanan yang membuat hatinya menghangat. Tangan itu berada di atas dadanya dengan sang istri yang berbaring pada rengkuhan tubuhnya. Wanita cantik itu sudah berusaha begitu keras untuk menenangkannya dari kemarahan. Bagaimana ia tak tersentuh jika rasa hangat terus membakar lubuk hatinya karena kelembutan tutur katanya. “Jangan diulangin lagi, ya? Nggak baik bentak-bentak orang kayak gitu, Niel.” See? Betapa sempurnanya Tuhan menciptakan wanita ini. Untuk seseorang yang pernah menjadi penyebab kehancurannya saja, ia masih berbaik hati membela. Entah terbuat dari apa hatinya itu. Mengapa tak ada sedikit pun dendam yang bersarang setelah apa yang dirinya dan Meyselin lakukan di masa lalu. “Kita move on, jangan bahas dia lagi,” pinta Niel mencium pelipis Zeusyu. Membicarakan Meyselin membuatnya muak. Niel tak menyukai pembahasan tentang mantan kekasihnya itu. “Terus ngomongin apa? Aku belum ngantuk
Brak!!Rega memutar tubuhnya. "Si Anjing!" Ia mengumpat keras. Kesialan benar-benar menyapa malamnya. Seharusnya ia menuruti perkataan orang tuanya untuk tidak ikut campur dalam urusan orang lain. Mengabaikan Meyselin yang berusaha menaiki pembatas jalan, karena setelah melompatnya Meyselin, tubuhnya digelandang menuju kantor polisi terdekat."Emang bangsat mantan lo, Bos!" Sembur Rega melemparkan kunci mobilnya ke atas meja. Ia baru saja dibebaskan. Beruntung orang tuanya memiliki kekuasaan, jika tidak ia akan mendekam dibalik jeruji karena dituduh membunuh anak orang.Meyselin— nyawa gadis itu katanya tak bisa diselamatkan. Dia menghembuskan napasnya saat perjalanan menuju rumah sakit. Patah tulang dan kehilangan banyak darah, begitu yang Rega dengar dari pihak kepolisian.Persetan! Rega tak peduli. Manusia itu telah menyusahkannya, membuatnya harus mendekam semalaman di hotel prodeo. Mati memang lebih baik dibandingkan tetap hidup tapi mencari incarannya di sepanjang usianya. Lucu-
“Lupakan masa lalu untuk masa depan. Sesuatu yang terjadi kemarin tidak dapat kita ubah, tapi apa yang akan terjadi besok, masih bisa kita rencanakan.”Satu minggu telah berlalu sejak pingsan-nya Zeusyu. Kondisinya yang memprihatinkan membutuhkan banyak dukungan. Beruntung Zeusyu merupakan putri kesayangan di keluarga Tirto. Setiap orang memberikan perhatian serta meluangkan waktu secara bergantian. Mereka menginginkan kesembuhan mental Zeusyu.“Zeu inget kan kata Oma?”Wanita muda itu menganggukkan kepalanya. Mulutnya terbuka mengulang kalimat Sukma. “Apa yang tidak menjadi takdir Kak Meyselin itu bukan tanggung jawab Zeu, Oma.”Garis takdir— begitulah perkataan Sukma sebelum dirinya diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Terdapat sebuah garis yang tidak satu pun manusia bisa ubah. Sekeras apa pun seseorang memaksakan kehendak, mereka tidak akan mampu mengubah apa yang telah dituliskan dalam setiap buku kehidupan seseorang. Seluruh manusia dimuka bumi memiliki awal dan akhir yang pada
"Loh, heh! Heh! Kenapa ini dia, Zeu?!" Kedua alis Amel menyerngit. Niel berjalan dibelakang menantunya sembari memeluk erat-erat wanita itu. Karenanya Zeusyu bahkan terlihat kesulitan melangkahkan kaki-kaki kecilnya. "Gaya apa lagi yang begini?" Selidik Amel. "Mama kepala Niel pusing. Lemah, letih, lesu. Niel butuh bantuan Ayang supaya tetep punya energi buat ke kamar. Lagi ngecas daya sambil jalan ini,” jawab Niel menyuarakan apa yang tengah terjadi pada dirinya. Alasan macam apa itu, Kisanak?! Seumur hidup Amel memakan ribuan butir nasi, ia baru mendengar kecanggihan supply tenaga selain dari bahan baku makanan. Anaknya ini pintar sekali merangkai kalimat untuk modus. "Ayang jalannya jangan cepet-cepet. Nanti pelukannya lepas!" Ya salam! Amel menempeleng kepalanya– mandiri. Ngidam apa dirinya dulu sampai memiliki anak aneh seperti si Buaya Rawa. Perasaan dulu dia tak meminta hal-hal abnormal di luar batas kewajaran. Ngidamnya juga seperti orang kebanyakan, kenapa keluar-nya j
Terdapat 2 respon berbeda ketika Niel selesai mengantarkan Zeusyu cek ke dokter kandungan. Pertama, ia sangat bahagia karena Zeusyu benar-benar berbadan dua. Ke dua, ia harus gigit jari karena sang istri untuk sementara waktu tak bisa menunaikan kewajibannya. Demi Darmanto yang selalu setia mengantarkan mereka kemanapun, Niel ingin menangis rasanya. Mereka merupakan pasangan muda yang seharusnya berada pada fase terpanas sepanjang abad. Terhitung baru dua minggu keduanya menikah, tapi kenapa langit sudah mengutuknya?! Sungguh alur hidup yang mengenaskan. Jika dulu ia ingin Zeusyu hamil anaknya agar mereka segera dinikahkan, bisakah kata-kata itu ia telan kembali. Setidaknya sampai ia bisa merasakan malam pertama. Sampai detik ini, ena-ena selepas menikah itu belum kunjung tercapai. Terlalu banyak masalah yang menghadang rumah tangga mereka, lalu sekarang ia diminta untuk berpuasa?! ‘Terus apa gunanya gue kawin, Sialan?!' “Kamu nggak seneng ya, kita mau punya baby?” tanya Zeusyu
Zeusyu membuka kelopak matanya ketika merasakan pergerakan disampingnya. Wanita muda yang tengah mengandung itu memutar posisi tidurnya. “Nggak bisa bobok, ya?” tanya-nya lembut sembari mengusap dada Niel. “Pengen sesuatu?” Niel menggelengkan kepalanya. Ia hanya merasa tidak nyaman. Perutnya terus bergejolak dengan pening menyerangnya. “Aku ambilin sama teh mint yang Mama beliin sore tadi ya?” “Boleh,” jawab Niel lemah. Kehamilan Zeusyu membuatnya tak berdaya. Satu minggu berlalu dan tak ada tanda-tanda gejalanya berkurang. Ia semakin sering muntah-muntah. Nafsu makannya pun tak kunjung membaik sehingga mengurangi timbangan badannya secara drastis. “Sebentar ya.” “Kamu turunnya pelan-pelan ya, Ay,” pesan Niel tak ingin hal buruk menimpa istri kesayangannya. “Iya, Niel.” Niel menghirup napasnya dalam. Kalau ia pikir-pikir lagi, ia bersyukur karena Zeusyu tak merasakan penderitaan yang dialaminya. Ia mungkin akan sangat merasa bersalah nantinya. “Nggak apa-apa deh, Dek,
Rega bersembunyi. Sahabat Niel itu berjalan mengendap, mencoba menghindari pasangan muda di hadapannya. Ia masih begitu trauma dengan aksi ngidam tak berotak Niel. Hampir saja dirinya diterbangkan hanya untuk seporsi makanan legendaris khas negara lain. Niel yang ngidam merupakan bencana paling nyata di abad masa kini. Jadi sebisa mungkin ia harus menjaga jarak untuk sementara. Keselamatannya sedang dipertaruhkan. “Kayaknya ada yang ketinggalan di mobil deh. Rokok aku!” Secepat kilat Rega membalikan tubuhnya. Alarm bahaya berkumandang, menyadarkan otaknya agar segera kabur. ‘Run, Bestie! Nanti ke-gap!’ Jerit malaikat penjaga ditubuh Rega. “Mau cabut lo, Reg?!” Kaki Rega terbelit, dalam hitungan detik, anak itu terjerembab ke depan. Bruk!! “Perasaan gue kena sial mulu gara-gara si bos!” Desah Rega, mengasihani dirinya sendiri. Sudah tak terhitung berapa banyaknya kesialan yang ia temui karena Niel— intinya selalu dirinyalah yang apes, teman-temannya yang lain aman semua. Seperti
Keringat Niel bercucuran. Di dalam tidurnya, pemuda itu tak merasakan ketenangan. Ia bermimpi buruk mengenai Zeusyu dan mimpi itu terasa begitu nyata. “Zeu!” Pekik Niel keras, sembari terjaga dari ketidak sadarannya. “Niel, kamu udah siuman, Sayang?” “Zeusyu! Mana istri Niel, Mah?” tanya Niel spontan mendudukan diri. Ia meringis, merasakan sakit yang menghantam kepalanya. Netranya mengedar, menelisik ruangan yang saat ini dirinya tempati. Aroma obat-obatan menusuk indra penciumannya. Rumah sakit. Ia berada di salah satu ruangan di rumah sakit. “Mana Zeu?!” Raungnya, menyadari jika apa yang menjadi mimpinya ternyata bukanlah sekedar bunga tidur. Istrinya benar-benar diculik dan dijadikan korban penusukan. “Istri Niel, Mah. Dia dimana?” Tangisnya pecah. Terakhir kali ia melihat Zeu, kondisinya begitu buruk. Istrinya tak sadarkan diri dengan tubuh bersimbah darah. “Zeu masih belum sadar, Niel. Dia di ICU sekarang.” Amel memeluk Niel. Tangannya membelai punggung sang putra, b
“Hai, Jeng Amel.”Amel merubah ekspresinya. Mama Niel itu memang bukan orang yang bisa mengenakan topeng pada mukanya. Ketika ia tidak menyukai seseorang, raut wajahnya akan sangat kentara terlihat.“Ya, Jeng Lulu,” sahutnya dengan malas-malasan. Sepertinya ia terlalu pagi menghadiri pertemuan arisan kali ini. “Sayang,” Amel melongokan kepalanya masuk ke dalam mobil, “yuk turun,” ajaknya kepada menantu kesayangannya.Amel sangat senang kala Zeusyu tak menolak permintaannya. Semalam Niel sudah berkonsultasi. Mengatakan jika ada teman kampusnya yang mengganggu Zeusyu.Seperti biasa— kalau itu menyangkut diri Zeusyu, Amel akan turun tangan. Secepat yang dirinya bisa. Putranya turut menginformasikan identitas diri si pengganggu. Rupanya gadis itu merupakan anak dari teman arisannya.“Loh, Jeng Amel bukannya anaknya laki-laki?”Bola mata Amel berputar. Wanita yang menghampirinya ke parkiran pasti berpikir jika dirinya akan membawa Niel. Hohoho!! Mimpi saja! Tanpa Zeusyu ikut pun, Niel tak a
Sejak hari dimana Niel pulang dalam keadaan mabuk, Amelia Tirto tidak lagi berani mengusik ketenangan jiwa sang putra. Wanita itu menahan dirinya, sekuat yang bisa bisa untuk tak mengganggu anak kesayangan suaminya.Berkat kejahilannya selama ini, dua kartu kredit andalan mama Niel itu disita. Dia tak lagi bisa berbelanja sesuka hati untuk menghambur-hamburkan hasil jerih payah Hanggono Tirto. Amel harus rela berhemat dengan lima juta setiap minggunya. Mengikat tangan-tangannya supaya tak khilaf membuka e-commerce atau dirinya tak akan bisa hangout bersama teman-teman sosialita manjanya.Berbeda dengan sang mama yang menjadi sangat menderita usai ketahuan papanya, hidup Niel justru berjalan damai. Istri cantiknya kembali pada mode normal— selayaknya normalnya manusia biasa. Mungkin ini disebabkan oleh bertaubatnya jin laknat yang selalu membisiki telinga istrinya.Ngidamnya pun tak pernah lagi aneh-aneh, sehingga dengan mudah Niel bisa mendapatkannya. Zeusyu juga tak bertingkah menyeba
“Ck! tuh bocahnya!” decak Rega, akhirnya melihat kemunculan batang hidung sahabatnya. “Cepetan card akses-nya, woi!” “Sorry!” “Tiada maaf bagimu, Ntong!” jawab Zikri sembari mengibaskan poni panjangnya. Merasa tidak enak dengan sahabat-sahabatnya yang telah menunggu lama, Niel segera menempelkan kartu aksesnya ke sensor. Ia lalu memasukan kombinasi angka yang menjadi password unit apartemennya. “Assalamualaikum ya ahli kubur!” Celetuk Zikri membuat semuanya bergidik. “Bahasa lo, Nyet!” sosot Alvian sembari menoyor si asal Zikri. “Lo kenapa manggil kita ke sini?” tanya-nya setelah mendudukan diri di sofa. “Bentar gue ngambil minuman,” ucap Niel. Langkah kakinya menyasar pada kulkas super besar miliknya untuk mengeluarkan beberapa botol kaleng bir. “Kadaluarsa nggak itu?” secara mereka sudah lama sekali tidak menyambangi apartemen Niel. Bisa saja makanan-makanan di kulkas sudah mengalami masa tak layak konsumsi. “Aman, baru ini. Gue minta Handoko mampir pas dia balik kantor,” uja
“Mbak, kalau aku ngeracun Aca, kira-kira kepalaku dipenggal nggak ya sama bapaknya?” Bapak yang Niel maksud merupakan kakak iparnya yang bernama Bumi— Pangeran sebuah kerajaan di Jawa yang melengserkan kursi keemasannya langsung kepada sang keponakan. Tak tanggung-tanggung, Bumi melakukannya khusus untuk mempertahankan cintanya kepada kakak pertamanya. Tak perlu lagi diragukan seberapa besar cinta bapak Raksa itu. Tahtanya saja rela dilepaskan asal tak berpisah dengan istri dan anaknya. Yah, pengorbanannya mirip-mirip dengan Zeusyu. Hanya saja di hati Niel, tetap Zeusyu pemenang nominasi cinta paling tulus sejagat raya. Tenang saja. Niel tak berencana KKN kok. Tak ada kolusi, nepotisme. Korupsi apalagi. Semua ini Niel ambil berdasarkan track record bersih Zeusyu. Maklum suami kakaknya itu pernah brengsek pada masanya. Kembali pada Niel yang menghabiskan paginya di rumah sang kakak pertama, pemuda itu mengepalkan telapak tangannya di atas meja. Kehamilan Zeusyu dan kepulangan Raks
“Zeu, Sayang. Kamu nggak ngidam lagi?” tanya Amel sehari hampir tiga kali, seperti orang sedang masa pemulihan yang meminum obatnya. Amel mengerjapkan matanya, menanti jawaban dari pertanyaannya. Antena kejahilan di atas kepalanya sedang terjulur, meminta asupan nutrisi penderitaan putranya. Sumpah demi Tuhan, Amel sangat senang menantu kesayangannya menyulitkan sang putra. Mama Niel itu seakan ingin berteriak, ‘ya kayak gitu dulu pas Mama hamil kamu, Bocah,” ke telinga anaknya, sekeras-kerasnya supaya anak itu tahu betapa menderitanya dirinya dan Hanggono Tirto saat mengandungnya. Anggap saja ini ajang balas dendam yang tertunda. Anaknya masih sangat beruntung karena tak diminta terbang ke Bandung demi semangkuk seblak. “Nggak lagi pengen sesuatu, Mah. Zeu kenyang,” ucap Zeusyu, membelai perutnya. Usia janinnya kini berjalan memasuki pada minggu ke 12. Perutnya yang rata sekarang memiliki tonjolan, yang setiap malamnya membuat Niel gemas bukan kepalang. “Ih, kok gitu sih! Ngidam
Akibat kebaikannya yang tidak ingin mengganggu waktu istirahat sang istri tempo hari, kini Niel menjadi mengerti akan rules menghadapi ibu hamil. Diantaranya sebagai berikut: Pertama, jangan pernah berani-beraninya menghilang tanpa sebuah pemberitahuan. Jika para lelaki berani melakukan hal tersebut, dipastikan dua hari mendatang hidup kalian akan serasa berada di neraka jahanam. Ke-dua, jangan pernah abaikan istri meski mereka terlihat seperti orang ngambek, yang tidak ingin didekati. Percayalah! Jika kalian berpikir menjauh sejenak merupakan hal yang mereka inginkan— jawabannya salah besar. Tet-Tot! Menarik diri dan membiarkan mereka menyendiri dengan kemarahannya, hanya akan membuat telinga kalian panas sampai beberapa hari mendatang. Trust Niel! Pemuda itu telah merasakan dampak dari dua tindakan di atas. Jangan dekat-dekat berarti sama dengan ‘kamu usaha dong,’ dan aku benci kamu artinya ‘buat aku nggak ngambek lagi,’ itu kuncinya. “Sumpah, kayak gitu, Bos?” Niel mengangguk
“Hoeekk!!” Niel berpegangan pada pinggiran closet. Sejak bangun tidur, kamar mandi menjadi tempat berdiamnya. Ia tak mengerti dengan kondisi tubuhnya. Saat membuka mata, kepalanya terasa berputar dan perutnya seperti diaduk-aduk oleh seseorang. “Niel kamu beneran nggak usah ke dokter?” Niel melambaikan tangannya, “no, nggak perlu!” tolaknya. Sepertinya ia hanya perlu menguras seluruh isi perutnya akibat menjadi Sultan Andara satu hari. Tampaknya lambungnya sedang melancarkan amarahnya hari ini. “Hoek!!” Zeusyu berdiri diambang pintu kamar mandi. Wanita hamil itu tak berani masuk, takut jika muntah-muntah Niel akan menular. “Gara-gara aku kemarin ya ini?” tanay Zeusyu. Suaranya melirih, bersiap meledakan tangis dari bibirnya yang bergetar. Niel yang menyadari perubahan suara istrinya lantas mendudukan diri di lantai. Sekuat tenaga membalikan tubuhnya agar bisa berhadapan. “Nggak, Sayang. Bukan gara-gara kamu,” ucapnya agar Zeusyu tidak merasa bersalah. Kepalanya akan semak
Zeusyu menganga melihat banyak-nya pedagang yang memarkirkan gerobak dagangannya di pelataran rumah. Wanita itu mengusap perutnya ratanya. “Mah, ini apa?” tanya Zeusyu kepada Amel. Ibu mertua wanita cantik itu pun tak kalah kaget. Dari gerbang rumahnya, beberapa pedagang makanan masih datang silih berganti. “Mama juga nggak tau, coba tanya suami kamu Zeu. Kali aja ini kerjaan dia.” Zeusyu mengangguk. Ia mengeluarkan ponselnya. “Niel,” sapanya setelah sambungan teleponnya diterima. ‘Halo, Sayang. Gimana? Tukang jajannya udah pada dateng kan?’ Oh.. Jadi benar ini semua ulah Nathaniel. “Ud-Udah,” jawab Zeusyu terbata. “Kenapa banyak banget?” ‘Katanya pengen jajan, hem?’ Ya nggak sebanyak ini— pikir Zeusyu. Setengah jam yang lalu ia memang berkomunikasi dengan Niel. Menyampaikan keinginan tiba-tibanya yang ingin jajan. Berhubung pria itu sedang kuliah, Niel berkata jika dirinya baru bisa pulang sore nanti. ‘Tadi aku minta bantuan Manto. Biar kamu nggak lama nunggu. Jajan
[Mah, bisa ke Semarang sekarang? Zeu masuk rumah sakit. Di Columbia, deket Bandara Ahmad Yani] Demikian isi pesan yang Niel kirimkan. Tak sampai dua jam lamanya, Amelia Tirto benar-benar datang bersama bala-bala gengs wanita itu. Papa Niel, Oma, mertua dan Darmanto diboyong ikut serta meramaikan ruang perawatan Zeusyu. Satu per satu dari mereka berjalan memasuki ruangan. “Mah,” panggil Niel ingin mengadu. Kaki-Kakinya melangkah, mendekati sang mama, dan…. Buagh!! Niel meringis ketika sebuah hantaman mengenai kepalanya. Tas mahal sang mama mampir tanpa permisi, sehingga ia tak sempat memasang kuda-kuda untuk menghindar. Padahal ia sudah melihat wanita itu mengayunkan tangannya. Responnya rupanya kalah cepat oleh gerakan ibu-ibu jaman now. “Kamu apain mantu kesayangan Mama?! Nggak ada sehari kamu ajak keluar, dia udah masuk rumah sakit!! Gimana kalau seminggu?!” “Masuk liang lahat yang ada!!” Buagh! Buagh! Buagh!! “Mah, sakit Mah! Dengerin penjelasan Niel dulu!!” “Haisyaaah!! D