Terakhir deh hari ini. Janji 😁
"Kak Mey," pekik Zeusyu melihat Meyselin terjatuh. Gadis itu melepaskan sabuk pengamannya, membuka pintu mobil dan melompat cepat. Ia bergegas menghampiri Meyselin. "Kak, aku ban.. Aw!" Di luar dugaan, Meyselin mendorong tubuh Zeusyu hingga kini gadis itulah yang terduduk di atas tanah. Meyselin berdiri. Ia berlari meninggalkan rumah Niel ketika sang pemilik rumah keluar dari tunggangannya. Meyselin kabur. Ia tak ingin Niel kembali menghardiknya. Ia tak siap mendengar cercaan Niel atas hubungan mereka. "Niel kejar Kak Mey!" "Niel!" Zeusyu memegang pundak Niel. Tubuhnya diangkat. "Turunin aku. Kamu harus kejar Kak Mey," pintanya mencoba turun dari gendongan Niel. Tak ada tanggapan. Niel memilih diam.l Berjalan memasuki pelataran rumahnya. Ia sempat meminta penjaga untuk mengamankan mobilnya. Jarak yang lumayan, tak membuat Niel menurunkan Zeusyu. Ia terus melangkahkan kakinya sampai mendekati pintu rumahnya. "Dia mengerikan!" Amel muncul. Niel tebak mamanya pasti sudah menget
Alvian menghela napasnya. Sahabat Niel itu bangkit, “gue keluar bentar. Mulut gue asem,” ucap-nya, memberitahu jika dirinya akan merokok. “Kalau dia udah bangun, lo kasih kultum aja. Dia butuh siraman rohani biar balikin hati dia ke tempat semula,” tutupnya sebelum berlalu pergi. Tepat setelah kelas mereka selesai, Jeno dan Alvian memutuskan untuk menyambangi Meyselin di rumah sakit. Gadis itu sudah ditangani dan sekarang masih berbaring di ruang perawatan. Beruntung nyawanya dapat diselamatkan. Pihak ambulans datang tanpa hambatan usai Jeno menghubungi pihak rumah sakit. “Gue tau lo udah sadar waktu kita masuk ruangan. Lo nggak perlu pura-pura lagi!” Meyselin meremas selimut yang membungkus tubuhnya. Ia menggigit bibirnya kuat. Ia mendengar sindiran salah satu sahabat Niel untuknya. Sedari tadi ia menunggu. Berharap dengan sabar untuk menemukan suara kekasihnya. Namun ia tak mendapati suara yang teramat dikenalnya itu. Hanya mereka yang datang. “Gue nggak tau apa maksud lo ngirim
Zeusyu baru saja pulang ke rumah sang oma. Neneknya yang berkonde itu akhirnya dapat membujuk kedua orang tua Zeusyu agar mau menempati kediamannya lagi. Entah apa yang dilakukan omanya, tapi Niel sangat mengapresiasi kerja keras wanita itu. Hihihi.. Kalau gini gue bisa ngendap-ngendap buat bobok disamping Zeu tiap malem— Iblis-Iblis yang mengaktifkan gen Buaya Raya Niel, menyoraki siasat gila pemuda tersesat itu. Mereka mendukung penuh junjungan yang akan membuat bala-bala tentara di masa depan. ‘Lancrotkan, kami mendukungmu Tuan muda!’ Niel tersenyum sumringah. Kegilaannya memang selalu mendapatkan dukungan. Sisi ternakalnya mengelana jauh. Jauh sekali sampai pesawat astronot tak bisa menggapainya. Sungguh ia tak berbohong ketika mengatakan selalu memimpikan adegan ranjang mereka. Ada beberapa malam dalam seminggu yang dirinya habiskan untuk bersolo karir kala kemolekan tubuh sang model menyapa malam-malam remangnya. Bermodalkan foto pemotretan Zeusyu untuk salah satu sunscreen
“Angkat!!” Ketika sang nyonya besar bertitah, maka tak ada satu pun yang berani melawannya. Tidak ada yang mereka takuti kecuali Amel. Meski setelah ini mereka dihajar habis-habisan oleh tuan mudanya, perintah orang nomor dua setelah Sukma harus dijalankan. “Mamaaa!!” “Tutup mulutmu, Kisanak!!” Serial kolosal memang telah melekat cukup erat di benak Amel. Ketika marah wanita itu akan seketika berubah menjadi manusia jaman kerajaan. “Satu..” “Dua!!” “LEMPAR!” “AAAA!!” Byur!! Suara jeritan Niel ditutup oleh riak air. Kolam renang menjadi pendaratan terakhirnya setelah gagal mempengaruhi sang mama. “Awas lo semua!!” Niel akan membuat perhitungan. Ia pastikan manusia-manusia yang menggotongnya seperti korban kecelakaan hendak dihilangkan ke sungai itu mendapatkan pembalasan. “Berani apa-apain mereka, Mama nikahin Zeu sama ponakan kamu!” Amel dengan kesombongannya membalikan kata-kata Niel hingga anak itu tidak berkutik. Pemuda itu memukul air kolam. Melampiaskan kekesalannya.
Hanggono benar-benar menyusunkan rencana untuk putra semata wayangnya. Malamnya ia langsung menghubungi Alex dan Sarah— mengatakan mereka jika ada pekerjaan dadakan bersama teman dekatnya. Hanggono meminta bantuan mantan kekasihnya yang juga merupakan sahabatnya. Karena wanita itu pula Amel mau diboyong ke Bali. Keduanya berteman akrab sehingga Amel mau turut serta dalam perjalanan mereka. Melepas rindu setelah tak bertemu katanya. Hang tak jadi memboyong mereka keluar negeri. Himpitan yang mendesak membuat Hanggono berpikir ribuan kali. Eksekusi putranya harus berjalan secepatnya. Tidak ada cukup waktu untuk mengurus tiket dan paspor orang-orang. Alhasil Pulau Dewata menjadi destinasi tujuannya. “Kalian baik-baik ya di rumah. Niel kamu jagain Zeu-nya. Jangan diapa-apain anak gadis Mama,” peringat Amel karena putranya itu terkenal nekat jika kemauannya tak dituruti. “Zeu kalau Niel macem-macem, kamu teriak aja. Biar digebukin dia sama Mbak-Mbak di rumah,” wejangan kali ini Amel b
"Sayang lingkarin lengan kamu di leher aku." Pinta Niel dirinya berada di sisi kiri Zeusyu. “Kita masuk ke apart ya..” Zeusyu mengulum bibirnya, menatap Niel dengan kedua mata sayu yang telah berair. Demi Tuhan, tatapan tersebut mengguncang kewarasan Niel. Bagaimana cara Zeusyu menatapnya terlihat begitu seksi. Gadis itu tak melakukan apa pun selain terdiam dengan geliat yang semakin kentara. Niel tahu, Zeusyu sedang dalam keadaan tak berdaya dan itu justru membakar api gairahnya. "Sorry," usai mengatakannya, Niel mempertemukan bibir keduanya. Ia mengulum bibir atas Zeusyu agar gadis itu melepaskan gigitan mandirinya, karena dirinyalah yang akan menggantikan peran bibir itu. Lumatan kecil Niel berikan. Zeusyu tak menolaknya. Seperti ada dorongan di dalam dirinya yang membuatnya tak mendorong Niel. Isi kepalanya kacau sebab rasa panas yang semakin menggerogoti jiwanya. "Ah," lenguhan lolos ketika tangan Niel menangkup salah satu payudara Zeusyu yang masih terbalut pakaian. Milik ga
Wah— Cantik sekali gadis disampingnya. Matanya benar-benar terhipnotis oleh kecantikan Zeusyu. Selama ini ia tak pernah menanggapi serius celotehan teman-temannya mengenai kecantikan gadis itu. Spek bidadari yang selalu mereka utarakan terdengar berlebihan di telinganya. Namun kali ini ia satu suara. Zeusyu memang pantas disebut bidadari yang turun dari kayangan.Mengapa tidak. Bahkan dalam keadaan polos setelah ia porak-porandakan, kecantikannya tetap tak luntur. Rambutnya yang acak-acakan justru menambah kesan seksi. Gurat lelah walau sudah tertidur berjam-jam tidak membuatnya terlihat seperti gembel jalanan.“Kemarin-kemarin mata gue sliwer kayaknya,” gumam Niel pelan. Ia terus mengamati Zeusyu seolah-seolah tak memiliki rasa bosan. Di saat Zeusyu berkelana dalam mimpinya, ia mengagumi paras menawan gadis itu. Sosok yang sebentar lagi akan menyandang gelar sebenar-benarnya istri di hidupnya. Ah, mengingatnya sudut bibirnya tertarik ke atas.Turun dari ranjang, Niel mencari keberada
“Capek ya habis nangis?!” Niel membelai puncak kepala Zeu. Gadis itu akhirnya mau dirinya peluk setelah seluruh tubuhnya lemas. Seluruh energi gadis itu sepertinya terkuras habis untuk meratapi takdir. “Cup.. Cup.. Cup.. Sayang.” Di dalam dekapannya, isakkan sesekali masih terdengar, tapi tak separah sebelumnya. Beruntunglah ada kata lelah di dunia ini. “Udah ya, jangan nangis terus. Aku minta maaf.” Zeu memijat pelipisnya. Ia tampak seperti anak kecil yang ditenangkan oleh papanya sekarang. Sayangnya, pria yang mendekatinya bukanlah sang papa, melainkan pemuda yang berulang kali menjadi alasannya menangis pilu. “Baju aku mana?!” tanya-nya tak ingin berlarut pada keadaan. “Di luar. Mau apa?! Gini aja dulu, Sayang. Nggak apa-apa. Kan aku udah liat semuanya,” bisik Niel. Ia lebih menyukai Zeu terlilit selimut dibandingkan terbalut pakaian. Salahkan saja otaknya yang tidak beres. Namun di matanya Zeu memang terlihat jauh lebih cantik tanpa apa-apa. “Dingin, Niel.” “Mau aku panasi
Ceplak!!Xavier mengerang tatkala sebuah sandal mendarat pada wajah tampannya.Sandal tersebut jatuh ke atas lantai setelah mengenai targetnya, tergeletak dengan posisi tengkurap tak berdaya, berkebalikan dengan korbannya yang mereog-reog, mencari sosok tersangka dibalik penyerangannya.“Papa yang ngelempar! Mau apa kamu?!” tanya Niel, menantang.Pria yang berdiri tegap dengan tangan terlipat didadanya itu menatap tajam sang putra.Ia benar-benar geram merasakan kelakuan ajaib putranya.“Otak kamu geser kan?! Papa benerin biar balik ke tempat semula!” sentak Niel, berapi-api.“Otak Abang geser?” beo Aurelia dengan polosnya. Ia memegangi kepala Xavier, menggoyang-goyangkannya ke kanan dan kiri.“Qu-ee-een.. Kamu ngapa-iiin...” Suara Xavier bergetar seiring dengan goyangan sang istri pada kepalanya.“Mampus kamu, digoclak-goclak nggak tuh!” cicit Niel. Ia teramat menyukai kepolosan sang menantu. Kepolosan itu mendekati kebodohan sehingga begitu menghiburnya diwaktu-waktu tertentu.Yeah,
“Abang, beli rumahnya udah?”Pertanyaan Aurelia itu membuat gerakan tangan Xavier yang hendak meloloskan kaos dalamnya terhenti di udara.‘Belom 2*24 jam loh, Rel!’ batin Xavier miris. Melaporkan orang hilang ke pihak kepolisian saja membutuhkan waktu, apalagi membeli rumah yang syarat-syaratnya cukup meresahkan sampai memusingkan isi kepala.Nggak mendadak gegar otak aja Alhamdulillah nih gue!!“Papi tanya loh, Abang.. Aurel jawab apa ini?” tanya Aurelia sembari menunjukkan ruang obrolannya bersama sang papi diponselnya.“Bales aja, sabar Pi, kalau nggak sabar mabur.” Ucap Xavier mengutip kalimat yang pernah dirinya lihat dibelakang sebuah truk bermuatan sayur saat pulang dugem.“Mabur?”Xavier pun terkekeh. Ia menarik turun ujung kaos dalamnya, mengembalikan kaos tersebut ke tatanan semula.“Artinya terbang, Queen..” bebernya dengan tangan membelai puncak kepala Aurelia.“Nggak usah dibalesin aja.. Nanti Abang yang telepon Papi kamu. Buat sekarang rumahnya masih dicari. Kalau rumahny
“Huwaa— Papi masih kangen,’ rengek Jeno sembari mengayun-ayunkan tangan putrinya yang saat ini tengah ia genggam.“Aurel juga, Papi..” Sama seperti sang papi, Aurelia ikut merengek.Keduanya lalu berpelukan dengan rengekkan yang terus saja mengudara.Didekat ayah dan anak itu, sepasang saudara memutar bola mata mereka.“Untung Papa nggak senajisin Om Jeno..” lontar Xaviera. Ia bersyukur papanya tak lebih mencintai dirinya dibandingkan cintanya kepada sang mama. Dengan begitu, ia tak perlu mempunyai papa yang sikapnya seperti bocil Paud.“Ssst..” Xavier membenturkan lengannya pada tangan adik perempuannya. “Tahan, Ces.. Mertuanya Aban itu..” bisik Xavier ditelinga sang adik.Jeno pun melepaskan pelukannya.“Nggak bisa!!”Tirto bersaudara terperanjat tatkala mendengar Jeno memekik keras. “Wah, bakalan lama nih..” gumam Xaviera, mencium akan adanya penambahan chapter terbaru dari drama seorang ayah yang tak pernah ikhlas putrinya dipinang orang.“Papi kenapa?” tanya Aurelia. Gadis itu t
“… Ah, satu lagi! Dia lulus kuliah dulu..”“Heum.. Bisa diatur.. ASAL!” kata Xavier, sengaja menggantung kalimatnya.“Apa?”“Om janji nggak nyentuh mami mertuanya Xavi juga. Gimana? Adil kan jadinya?!”Duarr!!!‘Keputer soundtrack sinema azab nggak tuh di kepalanya? Orang kok sukanya nyiksa! Ya kali bobok bareng Ayang nggak ena-ena! Kayak yang sendirinya bisa tahan aja!’ dumel Xavier di dalam hati.Jeno angkat ketiak ketika Xavier menyebutkan persyaratan yang harus dirinya penuhi agar sang putri terbebas dari jamahan anak itu.Come on! yang benar sajalah!Ia mana bisa untuk tidak menyentuh istri tercintanya!Hah!Betapa pintarnya rubah ekor sembilan yang dihasilkan benih sahabatnya. Anak itu sangat mirip papanya, tak ada satu pun gen Nathaniel Tirto yang tercecer darinya. Semuanya mengalir ke dalam diri Xavier, termasuk kecerdasan otaknya yang digunakan untuk tindak kelicikan.“Ya udah, main aman aja! Om belom pengen punya cucu, Xav.” Ucap Jeno sesaat setelah mengibarkan bendera putih
“Kak Viera.. Kakak dari tadi di depan sini? Kenapa nggak masuk aja ih?”“He-he..” balas Xaviera, kehilangan kata-katanya. Bagaimana mungkin ia menerobos masuk ke ruangan Dekan. Ia kan bukan orang yang berkepentingan.“Jangan langsung balik ke kantor, Xav! Ikut Om dulu!”Adik Xavier itu melirik kakak dan omnya. Tampang keduanya tampak tak enak untuk dilihat.“What happen, Rel?” tanya Xaviera.“Eh? Nggak ada apa-apa kok, Kak.” Aurelia lalu berteriak, “Papi, Papi! Tungguin Aurel!”Juno menghentikan langkah kakinya. “Aurel juga mau ikut?”“Loh! Nggak boleh ya?”“Anu, bukannya nggak boleh, Sayang. Papi mau ngobrol empat mata sama Xavier.”“Tambah empat mata lagi nggak bisa? Aurel kan pengen ikut, terus Kak Viera juga. Masa Kak Viera ditinggal sendirian. Kan kasihan, Papi.”Juno pun mendesah. Mana mungkin ia tega untuk mengatakan tidak pada anak semata wayangnya. “Iya, boleh,” ucapnya, terpaksa. Padahal ia ingin memarahi Xavier karena telah membuat Aurelianya pingsan. Kalau begini, ia kan j
“Eh, kalian udah denger belom. Anak semester satu yang namanya Aurel, yang suka ke kantin bareng Aidan.. Katanya dia married by accident.”“Serius lo? Nggak mungkin ah! Anaknya keliatan polos gitu.”“Yeee! Aidan sendiri yang ngomong ke gue. Mereka putus gara-gara tuh cewek ketahuan mahidun. Si Aidannya ngerasa belom ngapa-ngapain tuh cewek, tapi udah keburu hamil sama cowok laen. Makanya diputusin sama Aidan.”“Buset! Nggak nyangka gue! Keliatannya polos mendekati bloon loh padahal.”“Itu kali yang bikin dia hamil. Gara-gara kebloonannya, jadinya gampang dipake sama orang. Zaman sekarang kan ada kondom kali biar nggak kebobolan. Kalau pinter mah nggak bakalan sampe hamil.”“Anjay-lah!”Brak!Xaviera yang mendengar kakak iparnya digosipkan pun meradang. Tangannya yang terkepal ia hantamkan pada daun meja dihadapannya.“Anjing!” maki adik Xavier itu keras. Ia jelas tak terima jika Aurelia diolok-olok, terlebih menggunakan bahan yang mereka tak ketahui kebenarannya. Jelas-jelas Aurelia-l
Xavier merasakan pergerakan dari tubuh yang semalaman dirinya dekap. Perlahan, ia pun membuka matanya.Jantungnya berdegup tatkala netranya bertemu dengan sepasang bola mata indah, yang kini juga tengah menatapnya.“Morning, Queen..” sapa Xavier. Senyum hangat terbit dari bibirnya.“Morning, Abang.”“May I kiss you? Ciuman selamat pagi.”Aurelia menutup mulutnya, cepat-cepat. “Bau jigong, Abang. Aurel baru melek, belum sikat gigi.” Ucap gadis itu dibalik bekapan tangannya. Ia malu meski ingin kembali merasakan ciuman Xavier.Bagaimana jika nanti suaminya pingsan?— pikir Aurelia.“Abang suka semua bagian dalam diri kamu, karena Abang cinta kamu, bau jigong kamu pasti wangi.”Eh?Begitu ya, kalau cinta seseorang?! Bau jigong jadi wangi kalau cinta sama orangnya?!Dalam otak kecil Aurelia, gadis itu tengah berpikir sangat keras.“Boleh ya?” tanya Xavier, kembali meminta persetujuan. Padahal bisa saja jika dirinya langsung menyosor. Namun Xavier tidak akan melakukannya. Ia membutuhkan ker
“Hiks, Abang sakit! Kak Viera bilang, sakitnya cuman sedikit, ini kok banyak, huhuhuhu!”“Sakit banget ya?” tanya Xavier. Ia jadi tidak tega melanjutkan malam pertama yang tertunda. Namun untuk menarik milik-nya yang sedikit bersarang pun, ia juga tak rela.Sangat, sangat tidak relah bahkan.“Queen, kamu masih bisa tahan sakitnya kan? Sedikit aja. Katanya kalau udah masuk, sakitnya bakalan ilang.”“Sakit banget. Aurel kayak lagi ditusuk pisau.”Bagaimana ini?! Xavier dilema. Istrinya menangis.Apakah sesakit itu rasanya? Kok perasaan dirinya enak-enak saja.“Ya udah, kita nggak usah lanjutin,” putus Xavier. Apalah artinya keenakan sendiri jika gadis yang dirinya cintai kesakitan. Xavier tak ingin egois. Mungkin ia harus mencari tahu bagaimana cara bercinta tanpa menyakiti pasangannya.“No! Jangan!” Tangan Aurelia memeluk Xavier. “Nggak boleh, harus lanjut! Kata Kak Viera harus berhasil malam ini.” Gadis itu tak mengizinkan lelaki di atasnya beranjak.“Tapinya kamu kesakitan, Queen. Aba
“Abang!”Xavier kontan memutar kepalanya saat pintu ruangan yang dirinya gunakan untuk merokok, terbuka dengan menampilkan sosok sang adik.“Bau asep, Dek! Nanti kamu pengen ngerokok, Abang yang dimarahin Mama!” Seloroh Xavier. Adiknya beberapa waktu lalu ketahuan masih merokok. Hal tersebut tentu membuat mama mereka marah sekaligus bersedih.Sialnya, ia sebagai kakak ikut terkena imbas. Berkat dirinya yang selalu memanjakan Viera, ia dinilai tak dapat menjaga Princess mereka. Padahal jelas-jelas di keluarga mereka bukan hanya dirinya yang merokok.“Aman.. Adek udah nggak pengen ngerokok kok, Abang. Adek udah insaf!” Cengir Viera sembari menunjukkan deretan giginya. “Adek kan sekarang pakenya pot, jadi nggak bakalan ketauan Mama, hehehe!”Hah!Anak muda jaman now!Larangan adalah bentuk perizinan tak tertulis bagi mereka. Contohnya seperti saat sang papa melarang Viera mengejar-ngejar cinta Om Rega, bukannya mematuhi larangan itu, Viera justru semakin getol memperlihatkan ketertarikann