Perjalanan membutuhkan waktu sekitar dua jam kurang dilihat dari traffic kendaraan saat weekend tapi baru setengah jam berjalan, Naura yang duduk diapit Keylan dan Papinya sudah merasa seperti melakukan perjalanan selama dua hari. Bagaimana Naura gak lebay kalau keduanya kompak tertidur dan menjadikan bahu juga pahanya sebagai pengganti bantal. Like father like son, bagaikan pinang dibelah kampaknya wiro sableng.Arjuna gendeng menjadikan bahunya sebagai tempat untuk menyandarkan kepalanya sementara Keylan yang capek mainan, melungker dengan kepala di atas pahanya sambil memeluk mobil-mobilannya. Trus Naura kudu piye?"Maaf ya Non. Pak Arjuna dan Keylan baru pulang dari London dan sampai di Jakarta hampir larut malam," ucap sang supir yang sepertinya supir kepercayaan Arjuna.Naura tersenyum, "Oh begitu Pak. Pantas saja sepertinya mereka kelelahan."Sialan memang! Apa ini gunanya dia berada di tengah-tengah mereka? Konspirasi bapak dan anak yang luar biasa menjengkelkannya!"Iya Non
"Kerja rodi," desahnya dengan kepala yang terasa nyut-nyutan.Naura mengangkat dua koper ukuran kecil yang warna dan bentuknya sama di atas tempat tidur dan berdiri diam nampak berpikir. "Ini yang mana koper bajunya Keylan ya?"Naura memandangi keduanya lalu memilih yang paling kanan dan membukanya. Dilihatnya tumpukan paling atas ada berkas-berkas yang Naura tahu pasti punya Arjuna."Ah bukan yang ini."Naura mendorong minggir koper itu dan menggeser koper yang satunya berniat membukanya tapi apesnya koper Arjuna malah terjatuh dari tempat tidur dalam keadaan terbalik. Naura terkesiap melihatnya dan menutup mulutnya dengan tangan."Mampus!"Naura buru-buru berjongkok untuk membereskannya dan berdecak saat pakaian Arjuna terjatuh semua ke lantai. Naura merapikan beberapa kemeja dan celana yang ada di sana sebelum di masukkan lagi ke koper dan setelah semua beres, Naura terbelalak melihat benda-benda terakhir yang berserakan di sana."Aduh—" Naura mengaduh, mengacak rambutnya dengan bi
"Ketawa aja terus sesuka hatimu!!" Naura jengkel. "PUAS?!"Arjuna menunduk memijit pelipisnya, menelan sisa tawanya dan mengangkat pandangan dengan tatapan geli juga senyuman di bibir. Satu sikunya diletakkan di atas meja."Aku—" Naura menunggu, Arjuna tertawa lagi. "Astaga, ini menggelikan."Naura ternganga, apa maksudnya Arjuna gendeng ini?"Papi teltawaaaaa." Keylan tersenyum lebar. Memangnya kalau Arjuna ketawa, itu seperti menang togel, harus dirayakan. Walaupun yah, Naura terkesima melihatnya. Sangat terkesima. Bayangkan saja, laki-laki yang lebih sering menampilkan ekspresi datar ternyata memiliki tawa serenyah kerupuk rengginang, membuat wajahnya semakin tampan. Momen yang menyenangkan meskipun Naura gak tahu, Arjuna itu sedang menertawakan apa."Oke. Serius deh aku geli."Naura menyimpitkan mata melihat Arjuna yang menahan senyum dengan tatapan dalam, tiba-tiba tangannya terulur mencubit pipinya dengan gemas membuat Naura merasakan tubuhnya menegang, desiran darahnya terasa
"Kamu sangat ingin tahu kan, aku ini sebenarnya duda atau bukan?"Naura melotot. "Ihh, jangan kepedean ya!! Untuk apa juga aku kepo tentang hal itu?!" Mereka diam lalu Naura melanjutkan. "Ah ya, aku cuma gak mau sih orang nganggap aku wanita perebut laki orang karena kelihatan begitu dekat dengan kalian padahal itu cuma urusan hutang budi.""Aku bukan lelaki brengsek yang mendekati wanita lain di saat sudah terikat dengan seseorang.""Oh ya?" Naura nampak tidak percaya. "Lalu wanita menor tadi gimana?""Kamu cemburu?" tuduh Arjuna langsung membuat Naura sontak melotot."Sudah aku bilang jangan kepedean!" semburnya dengan wajah kesal.Arjuna menggidikkan bahu. "Ya santai aja dong jawabnya, gak usah ngegas gitu."Naura mengatupkan bibir dan memalingkan wajah. Malu. Setelahnya yang ada hanya keheningan dan suara raungan Keylan yang bermain dengan mobil-mobilannya."Fransiska itu anak teman bisnisku," Arjuna buka suara. "Dia bukan siapa-siapa."Naura menoleh, "Terus, aku peduli gitu?" Arj
Selama setengah jam kemudian yang ada hanya kedamaian. Di sebelahnya, Keylan anteng nonton youtube sementara dia bisa kembali bersantai sambil menonton acara gosipnya. Ah, kalau begini terus kan bawaannya jadi bisa menikmati. Kenapa juga dia gak mikir dari awal ya. Sepertinya dia harus banyak-banyak belajar hal beginian sama kakak perempuannya biar gak pusing sendiri. "Bu gulu—""Hmm.""Minta susu.""Hah?" Naura duduk. "Susu?"Keylan mengangguk. "Kata Papi, kalau mau minum susu minta sama Bu gulu."Naura ternganga, menurunkan pandangan dan melihat ke arah— reflek Naura menutupi area dadanya."Wah, dasar gendeng!" Umpat Naura, berdiri dan berjalan menuju kamarnya sendiri untuk mengambil ponsel kerjanya dan menelepon si Papi gendeng."Hal—""Eh, anakmu minta susu tuh," selanya."Susu?" Tanya Arjuna. "Ya kamu kasih dong.""Kasih? Susunya siapa yang mau aku kasih, hah?""Ya susu yang sama kamulah kasihkan dia." Naura ternganga. "Gimana sih?""Woi, gue belum bisa ngeluarin sus—" Naura m
Wanita itu kamu."Aiishh, kenapa kalimat itu begitu membuatku pusing?"Sudah sejak setengah jam yang lalu, mengabaikan televisi yang menyala tanpa suara di depannya, Naura mencoba mengurai kalimat Arjuna tapi yang ada dia malah pusing sendiri. "Kenapa? kapan? bagaimana?" Naura nyerah, dia sama sekali tidak mengerti. "Ah bodo amatlah!"Kalimat itu jelas tapi Naura sama sekali gak ngerti, bagaimana bisa Arjuna selama ini ternyata mendekatinya dengan misi terselubung. Demi Tuhan, mereka baru kenal, di masa lalu sama sekali tidak memiliki histori apapun, sejak awal memperlihatkan sikap permusuhan karena dia begitu menyebalkan sampai Naura rasanya ingin mencakar wajah songong tapi gantengnya itu dan sekarang, laki-laki itu bertingkah seakan-akan dia akan menjadi Nyonya Arjuna di masa depan. Gendeng!"Gue sama sekali gak punya bayangan akan menikah dengan duda beranak satu suatu hari nanti." Naura mendesah, seakan-akan menikah dengan duda seganteng apapun wujudnya menjadi beban berat di hi
Naura tersenyum miris, membuka lembar demi lembar album foto yang tidak sengaja dia temukan di dalam tas Keylan di kamarnya yang hening. "Kenapa mereka berpisah?" Gumam Naura, matanya menyusuri deretan foto yang mengumbar kebahagiaan itu. "Padahal mereka sangat serasi seperti keluarga bahagia."Semua foto yang ada di dalam sana menampilkan foto Arjuna, Keylan dan sosok Arlita yang sempat membuatnya penasaran berada dalam satu frame yang memuat momen-momen penting ketiganya. Membuat Naura rasanya iri melihat senyuman lebar yang mereka abadikan. Arjuna bahkan sama sekali tidak menunjukkan wajahnya yang tanpa ekspresi seperti saat bersamanya.Tertegun melihat satu foto yang membuat dadanya bergemuruh kencang tapi juga hangat di saat yang bersamaan. Momen saat Keylan lahir dan Arjuna terlihat sangat bahagia saat memeluknya bahkan menangis. Kalau saja dia tidak melihat foto di tangannya itu, Naura tidak akan bisa membayangkan Arjuna dalam sosok Family Man yang begitu mencintai anaknya. Le
Naura masuk ke dalam villa yang masih ramai dengan para pekerja yang sedang melakukan bersih-bersih setelah acara selesai. Naura tidak menyadari kalau dia sudah pergi terlalu lama karena keasyikan mengobrol dengan Zain. Naura masih belum tahu, bagaimana nantinya menyikapi Wisnu setelah kebenaran terungkap. Dia masih harus memikirkan banyak hal karena laki-laki itu sudah mencampakkannya begitu saja apapun alasannya.Jam bergerak mengarah ke angka dua belas malam. Saat melewati pintu Arjuna dan Keylan, Naura berhenti sebentar untuk menghela napas pendek lalu kembali melangkah ke arah pintu kamarnya dan membukanya perlahan. Dihidupkanya lampu kamar yang gelap dan terkesiap kaget saat melihat seseorang duduk di atas tempat tidurnya dengan tangan memijit pelipis.Laki-laki itu nampak berantakan, masih mengenakan kemeja yang jasnya sudah dia lepas dan lengannya dia gulung sebatas siku."Arjuna—"Sontak Arjuna membuka matanya, berdiri dan memandanginya dengan tangan terkepal, ekspresinya sam
"Papaaa??!” Naura berteriak memanggil Papanya sesaat setelah masuk ke dalam rumah. “Duh, jangan teriak-teriak gitu dong, Na,” ucap Mamanya, duduk menonton televisi di ruang tamu sembari mengupaskan Mangga untuk Papanya yang duduk selonjoran kaki di sofa. “Gimana Naura gak teriak Ma kalau seperti ini.” Naura duduk di lantai di samping Papanya yang senyum-senyum sendiri membuat Naura kesal melihatnya. "Naura kaget banget waktu lihat berita itu terlebih saat nama Papa di sebut. Itu gimana ceritanya?" Naura penasaran. "Sepertinya kamu demen sama dia ya,Na. Gimana kalau kita jebak dia dengan pernikahan juga mumpung Papa punya saham besar di sana?" Naura ternganga maksimal memandangi Papanya yang nampak santai sementara anaknya sudah seperti kena serangan jantung. "Papa yakin dia gak akan menolak dijodohkan paksa dengan kamu." "Ih, Papa ini ngaco deh! Kalau dia aja menolak dijodohkan dengan wanita modelan Fransiska apalagi sama modelan Naura yang amburadul begini!" decaknya. "Eh, ja
"Tumben, Ibu bos ada di kantor sepagi ini." Naura sedang duduk diam di dalam ruang kantornya sejak pagi-pagi sekali saat sekretarisnya, Amel, masuk ke dalam kantornya."Lagi nggak mood aja," balasnya asal.Naura hari ini memutuskan untuk izin sehari pada Ibu Dahlia dari kegiatan mengajar dengan alasan kurang sehat padahal dia hanya tidak ingin melakukan apapun saat ini. Kalau datang ke sekolah bisa-bisa dia berubah jadi hulk."Kalau nggak mood mending tidur aja di rumah,Bu." Amel meletakkan secangkir teh herbal yang masih mengepul di mejanya. "Tapi, karena kebetulan Ibu ada di sini jadi ada beberapa berkas yang harus Ibu tanda tanganin." Amel meletakkan setumpuk berkas yang membuat Naura melotot. Biasanya saat dia harus ke sekolah, Naura akan menyelesaikan pekerjaannya di restoran saat sore hari."Haaaah--" Naura mendesah. "Ini kan masih pagi,Mel.""Yah, senam jari pagi-pagi bagus juga."Amel terkekeh, Naura memutar bola matanya kesal."Tapi Bu, maaf nih, apa Ibu sudah putus sama Pak
"Apa yang elo pikirkan sampai segitunya?" tanya Siska yang datang dari dapur membawa semangkuk salad buah saat melihat Naura bengong memandangi keluar kaca jendela. Saat ini mereka sedang asyik menikmati Weekend di apartemen. "Elo kan sudah lega bisa lepas dari Wisnu. Dia sama sekali nggak ada hubungin elo lagi kan?"Naura menggelengkan kepala,"Seminggu ini hidup gue rasanya tenang, tentram dan adem banget. Keylan tukang rusuh belum masuk sekolah, Arjuna belum menampakkan hidung mancungnya, Wisnu sudah nggak tahu gimana kabarnya, walaupun yah, duda nomor dua masih tetap berusaha mengajak gue makan malam.""Elo suka sama duda nomor dua?""Masih belum tahu.""Kalau sama duda nomor satu?""Masih dalam tahap memahami cara berpikir Arjuna gendeng yang kadang gak gue pahamin.""Terus nanti elo nyoblos kandidat duda yang mana?""Nomor—" Naura mendelik saat menyadari sesuatu, Siska di depannya sudah menutup mulut geli."Sialan lo ngerjain mulu!!!""Arjuna itu cinta sama elo. Tandanya
Aku akan merindukanmuAku akan merindukanmuAku akan merindukanmuKalimat itu yang terus terulang di dalam kepala Naura bahkan di saat dia tengah duduk di depan Wisnu yang hanya diam memandanginya di salah satu sudut area outdoor cafe yang siang hari nampak tidak banyak pengunjung,kecuali yang berada di area dalam.Apa laki-laki itu memang benar-benar menyukainya? Kenapa sulit sekali memahaminya? Naura jadi pusing memikirkannya. Naura bahkan tidak tahu kenapa dia sempat-sempatnya memikirkan kalimat itu dalam keadaan seperti ini."Naura."Panggilan itu menarik kembali Naura dari lamunannya akan duda nomor satu. Akhirnya, Wisnu buka suara setelah keterdiamannya selama beberapa menit lalu."Mama meminta kita berpisah." Naura tidak kaget lagi dengan hal itu. Malah aneh kalau Mamanya malah memperbolehkannya menikah setelah pembicaraan mereka tempo hari."Apa kamu memang tidak mau menikah denganku hingga menolak persyaratan dari Mama?" lirihnya."Bagaimana bisa kita menikah dalam
“Taman hiburan?” Naura tidak menyangka jika Arjuna akan membawanya ke taman hiburan yang malam ini terlihat padat pengunjung. Naura pikir dia harus melakukan sesuatu contohnya memasak seperti niat awalnya di mana dia akan menukar kunci mobilnya dengan bento buatannya tapi ternyata dia salah. “Iya. Keylan pengen naik komedi putar.” Sepertinya, ini rencana dadakannya Arjuna karena malu jika bermain berdua saja dengan Keylan. Naura berjalan bersisian di samping Arjuna sembari memperhatikan sekitarnya yang ramai dengan banyaknya stan jualan juga wahana yang lampunya berpendar meriah. Keylan yang berada dalam gendongan Papinya juga terlihat senang. “Bu gulu Naula, nanti kita naik kuda yang itu ya,” tunjuknya ke arah kejauhan di mana wahana komedi putar berada. “Loh, naiknya sama Papimu aja dong. Kenapa ajak-ajak Ibh!" “Nda mau. Pokoknya sama Bu Gulu aja.” "Kalau aku sudah ketuaan nail begituan," kilah Arjuna. "Memangnya aku masih terlihat seperti anak baru gede gitu," cibir
Sepanjang sore, ponsel Naura tidak berhenti berdering hingga dia harus mengubahnya menjadi mode getar. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Wisnu yang sudah bisa dia tebak apa yang akan dia bicarakan, yaitu Mamanya. Naura memang merasa bersalah karena sudah bersikap tidak sopan tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak bisa menunda-nunda melakukan pemutusan hubungan dengan Wisnu. Sebagai seorang anak tunggal yang selalu dimanja, Wisnu pasti akan membela Mamanya dan Naura enggan untuk berdebat. Naura akan menenangkan diri dulu lalu menemui Wisnu untuk membicarakan semuanya.Naura keluar dari restoran selepas matahari tenggelam dan berniat untuk pulang ke apartemen Siska. Selama perjalanan, Naura tidak habis pikir dengan semua yang dibicarakan oleh Mamanya Wisnu. Baginya itu terlalu berlebihan memaksakan sesuatu yang seharusnya tidak perlu ikut campur. Bagaimana nanti kalau ternyata, dia dan Wisnu malah ditunda memiliki momongan oleh Tuhan bukan karena mereka tidak subur dan sejenisnya.
Naura baru saja akan membuka pintu ruangan Wisnu di kantornya saat pintu itu terbuka dari dalam dan muncul Jessi dari sana yang langsung kaget melihatnya. “Astaga, Bu Naura.” Jessi yang memeluk map di dadanya nampak tidak menyangka dengan kedatangannya. “Kok nggak kasih kabar dulu kalau mau datang.” Naura menaikkan alis, memperhatikan penampilan Jessi dari atas sampai bawah, tidak ada yang aneh tapi di mata Naura nampak sedikit mencurigakan.“Memangnya harus ngabarin dulu kalau mau ketemu bosmu.”Jessi merapikan rambutnya yang diikat satu, “Bisa saja Pak Wisnunya sedang ada meeting di luar,Bu. Lagian, saya pikir kalian sudah putus karena Bu Naura nggak pernah kelihatan lagi ngejar-ngejar Pak Wisnu.”Naura mendelik, mulut sekretarisnya Wisnu ini memang kadang-kadang bisa membuat orang darah tinggi yang diucapkan dengan ekspresi sok imut.“Sok tahu kamu!” decak Naura, mendorong Jessi minggir dengan lengannya. “Tapi, dia ada di dalam kan?” Jessi minggir,“Ada kok,Bu. Silahka
Naura melintasi halaman lobbi salah satu apartemen mewah setelah mengantarkan kue titipan Mamanya untuk temannya dan segera masuk ke dalam mobil saat Siska menelepon."Hmm—""Elo beneran makan siang sama duda nomor dua?""Apaan sih duda nomor dua?" decaknya. "Namanya Mas Rendy.""Wuiiihhhhh—" Naura menjauhkan ponselnya saat mendengar pekikan Siska. "Jadi sekarang manggilnya sudah Mas?""Itu cuma panggilan biasa aja!" dengus Naura kesal, duduk di balik kemudi. "Kita cuma makan siang biasa terus nemenin dia nyari kado buat Malika.""Wuuiiiihhhh—" Naura memutar bola mata saat Siska memekik lagi. "Jadi sekarang sudah makin akrab sama tuh duda sampai diajak makan dan jalan-jalan begitu?""Itu cuma makan dan jalan biasa aja.""Tetap aja dari hal yang biasa bisa berubah menjadi hal yang luar biasa. Elo memperbolehkan dia satu kali dan dia akan mencoba lagi nanti. Pegang aja kata-kata gue!""Entahlah, gue gak mau terlalu mikirin itu.""Tapi elo harus bisa menentukan pilihan. Semakin lama elo
Siska tertawa sampai guling-guling di lantai saat malamnya Naura menceritakan kesialan apa yang dialaminya tadi siang termasuk adegan pertikaian antara dirinya dengan Arjuna.Niat hati ingin menghindar dari serangan para duda tapi apa daya kalau dia malah membuat Wisnu berasa senang akibat dipanggil calon suami. Yeah, senjata makan tuan. Kampret memang!!"Heh, elo udahan kenapa sih ah ketawanya!!" Sungutnya kesal, mendaratkan bantal sofa berkali-kali ke badan Siska yang masih dikuasai oleh tawa. "Prihatin kek, khawatir kek atau dihibur kek, eh, malah ketawa. Gue ini lagi kena musibah, Siskaaa gendengggg!!""Wait!" Siska menarik bantal di tangannya. "Gue lagi ngetawain kebegoan lo!!"Siska tertawa lagi, Naura manyun dan merebahkan diri di sofa, menutup wajahnya dengan bantal. "Aihh sial banget gue hari ini. Gara-gara dikerubungin dua duda sekaligus bikin gue jadi kehilangan fokus." Naura duduk lagi dan menarik rambut Siska dengan kesal. "Elo kemana sih?!! Gue kan sudah suruh elo siaga