Sasha ragu-ragu saat akan bertemu dengan Jerome di Powell Communications, namun karena Raga meyakinkannya ia menjadi yakin dan tidak takut. Jerome terlihat sangat terkejut saat melihat Sasha muncul. Ia memalingkan wajah, merasa malu. Dengan agak gemetar menahan rasa marah Sasha berdiri di depan Jerome, ia menarik nafas perlahan, berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Saya mengajukan pengunduran diri saya per hari ini dan karena ini disebabkan oleh anda saya meminta kompensasi sebesar gaji saya selama sisa kontrak saya disini," tukas Sasha dengan suara tegas seraya meletakkan surat pengunduran dirinya di atas meja. Jerome terperangah dengan keberanian Sasha, "Kompensasi gaji selama kontrak kerja? Gaji selama tiga tahun? Saya rasa saya tidak bisa mengabulkan permintaan kamu," tukas Jerome dengan jengah. Sasha menatap Jerome tajam, ia mengeluarkan ponselnya, memperdengarkan rekaman percakapannya dengan Jerome yang sempat direkam oleh Raga saat Sasha meneleponnya. "It's your call, jik
Hari ini Sasha habiskan dengan mengajak keluarganya belanja, ia ingin menyenangkan keluarganya sesekali karena ia baru saja mencairkan uang kompensasi yang diberikan Jerome. "Kak aku boleh beli tas yang ini?" tanya Jasmine malu-malu sambil menunjuk tas yang memang harganya agak mahal dibanding tas yang biasa Jasmine gunakan. Sasha tersenyum, "Boleh, tapi janji belajar lebih giat ya!" tukas Sasha yang langsung disambut anggukan keras oleh Jasmine. Sasha melihat Mamanya dari kejauhan sedang menatap takjub ke arah setelan keluaran terbaru dari Burberry. "Mama suka?" tanya Sasha setelah berdiri di sebelah Mamanya. Mama Sasha langsung menggeleng, "Enggak, cuma liat-liat aja, ayok!" Mama menarik tangan Sasha. Sasha menahan tangan Mamanya, "Ayo liat ke dalem!" ajak Sasha seraya menarik tangan Mamanya. "Gak usah Sha, mahal banget!" tukas Mama menggeleng kuat. Ia terlalu merasa bersalah untuk menghabiskan uang anaknya karena di masa lalu ia seringkali menyusahkan anaknya dengan banyaknya hu
Hari lamaran sudah berlalu, keluarga Raga sudah meminta Sasha secara resmi untuk menjadi istri Raga. Semua berjalan dengan sangat lancar sampai Sasha mengira semua adalah mimpi, tak ada halangan sedikitpun seolah semesta memang mendukung niat baik Sasha dan Raga. Hari ini Raga mengajak Sasha untuk mencari kantor yang akan mereka gunakan untuk memulai usaha agensi periklanan yang akan mereka kembangkan. Mereka sudah keluar masuk gedung perkantoran beberapa kali namun belum menemukan yang cocok. "Kita butuh space gede Ga, jadi bisa kita jadiin gudang juga, kalo di gedung perkantoran kayaknya susah deh unless kita mau bayar mahal, tapi sayang aja gitu ngeluarin duit gede di awal-awal gini," ujar Sasha setelah mereka meninggalkan gedung terakhir yang mereka lihat. Raga manggut-manggut sambil berpikir keras, ia mengetuk-ngetukan jemarinya di atas kemudi, mencari solusi. "Sha, gimana kalo kita pake rumah aja? kita bisa fungsikan jadi kantor, rumah yang garasinya super gede jadi bisa kita
"So we are husband and wife!" seru Raga setelah prosesi pernikahan selesai dilakukan. Sasha tersenyum manis, merasa senang melihat binar bahagia di mata Raga. Dengan bangga Raga memamerkan Sasha pada seluruh keluarganya, ia memuji-muji Sasha dan mengatakan Sasha adalah wanita terbaik yang pernah ia temui seumur hidupnya. Sasha merasa sangat dicintai, dikagumi, disayangi, mungkin sebaiknya Sasha mulai memupuk perasaannya pada Raga agar bisa terus bertumbuh sebesar Raga mencintainya. "Nyet, I'm so happy for you, gue yakin sih Raga gak akan pernah nyakitin lo, he loves you so much!" tukas Gendis sambil memegang kedua tangan Sasha. Sasha tersenyum lebar, ia mengangguk, "I know!" sahutnya riang sekaligus terharu. Ia masih saja menyesali kebodohannya untuk tak melihat Raga sejak awal pertama Raga mengatakan bahwa Raga mencintainya. "Gak usah liat ke belakang, semua yang terjadi di kehidupan selalu ada alasannya," ujar Gendis seolah dapat membaca isi kepala Sasha. Sasha tergelak, "Lo pasti
Tak pernah ada pagi seindah hari ini, saat Sasha membuka mata dan Raga terbaring di sebelahnya dengan mata yang masih terpejam karena kelelahan. Sasha kira ia akan memerlukan waktu lama untuk menyesuaikan diri, nyatanya ketulusan cinta Raga mampu membuat Sasha merasakan jatuh cinta yang aneh, jatuh cinta pada orang yang sejak awal selalu ia sayangi dan ia pedulikan. Sasha memandangi wajah Raga, ia bahkan terlihat seratus kali lebih tampan sekarang. Banyak yang bilang Raga mirip dengan aktor Junot Ali, tapi menurut Sasha Raga bahkan terlihat lebih tampan di banding aktor tersebut. Dengan perlahan Sasha membelai pipi Raga, ia merasa agak canggung sebenarnya mengingat biasanya mereka saling toyor kepala. Tiba-tiba saja tangan Raga bergerak menarik tangan Sasha yang sedang menyentuh wajahnya, lalu menarik Sasha ke dalam pelukannya. "Jangan buru-buru bangun dong, masih betah nih gue kelonan sama lo," tukas Raga dengan mata setengah terpejam. Sasha hanya tertawa di balik pelukan Raga, "Aw
"Aku minta maaf Sha," ucap Raga merasa sangat bersalah. Sasha mendongak menatap Raga, "Apa?" tanya Sasha seolah tak mendengar kata-kata Raga. "Aku minta maaf Sasha," ulang Raga dengan suara lembut. Sasha tergelak, "Aku? Jadi sekarang kita aku kamu nih?" ledek Sasha menahan tawa. "Lah kamu gak marah? Ya udah kita aku kamu aja deh biar lebih kayak suami istri! This is an order!" tukas Raga pura-pura tegas. Sasha berdiri tegak lalu bersikap hormat, "Siap Laksanakan!" sahut Sasha yang tiba-tiba saja lupa dengan kekesalannya. Raga meraih bahu Sasha, merangkulnya hangat, "Udah kata-kata Daniel gak usah dipikirin! Kita istirahat aja, besok kan kita berangkat ke Nihi Sumba," ujar Raga seraya menciumi rambut Sasha yang wangi. Sasha mengangguk, lalu ia dan Raga naik ke atas tempat tidur. "Jadi kita beneran aku kamu nih? Pengen ngakak boleh gak sih?" tukas Sasha sambil menahan tawa. Raga mencubit pipi Sasha, "Ngakak deh sono! Dari pada orang salah paham mulu nyangkain kita bukan laki bini, me
Honeymoon sudah berakhir, Sasha dan Raga kembali ke Jakarta dengan perasaan yang jauh lebih bahagia dari pada sebelumnya. Mereka beristirahat selama beberapa hari di rumah, lalu mulai fokus mempersiapkan perpindahan kantor agensi periklanan Raga ke rumah Raga di kawasan Senayan. "Sha, lo mau ganti nama advertising kita gak?" tanya Raga saat mereka sedang berada di dalam mobil. Sasha memiringkan kepalanya, "Emang nama yang sekarang artinya apa?" tanya Sasha penasaran. "RASHAD Advertising, sebenernya Raga Satya Pandega, tapi sengaja pake huruf H jadi RASHAD biar bisa jadi Raga Sasha Pandega juga hahahahaa, maksa yaa?" jawab Raga yang membuat Sasha tertawa juga. "Gak usah diganti lah, RASHAD Advertising, sounds good kok!" tukas Sasha sungguh-sungguh. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di sebuah ruko kecil tempat RASHAD Advertising berkantor sekarang. "Bos! Tumben mampir!" seru seorang pria dengan rambut gondrong yang bernama Bibi. Sasha menyapa semua karyawan Raga yang jumlahnya ha
"Mama udah enakan kepalanya?" tanya Sasha kepada Mamanya saat mereka sedang sarapan bersama. Mama tersenyum lalu mengangguk, tak terlihat gurat kesakitan di wajahnya. Sasha dan Raga hanya saling lirik. "Lha Mama udah rapi mau kemana?" tanya Raga sambil mengunyah nasi goreng di mulutnya. "Mau ketemu temen Mama, udah lama gak ketemu, mumpung Katia sekolah!" jawab Mama riang. "Ooo, mau Raga anterin?" tawar Raga. Mama menggeleng, "Gak usah, Mama bareng sama temen kok," sahut Mama santai. Lagi-lagi Sasha dan Raga hanya saling lirik. "Mama naik apa nanti?" tanya Sasha sambil mencuci piring. "Taksi online, kenapa sih ini tumben pada nanya terus," tukas Mama sambil membereskan meja makan. "Ya kan tadi malem Mama abis sakit, takut kenapa-kenapa aja," sahut Sasha beralasan. "Cepet-cepet Ga, ambil kunci mobil!" ujar Sasha setelah Mama keluar dari rumah. Raga buru-buru mengambil kunci mobil, lalu mereka bergegas masuk ke dalam mobil dan mengikuti taksi online yang membawa Mama nya pergi. "Sha