Hari ini, Alina dapat tersenyum lega karena dokter mengizinkan pulang karena asmanya pun tidak kembali kambuh. Pernapasannya mulai membaik dan hanya membutuhkan istirahat juga tidak bekerja berat. Tanpa menunggu suaminya untuk menjemput, Alina menaiki mobil Erika yang sudah menunggu. ”Kapan orang suruhan lo bakal ngasih info?””Kemungkinan besok, ya. Orang-orang sewaan gue terjun hari ini ke lokasi.” Kemudian Erika memberikan ponsel pada Alina, ”Lo harus pake hp ini, biar Ardan nggak curiga.”Alina menerima ponsel dari tangan Erika karena memang ada benarnya. Mimpi Ardan seperti sebuah firasat, jika cepat atau lambat, suaminya pun pasti akan mengetahui kebusukannya. ”Gue kadang takut.”Erika menoleh. ”Kenapa? Apa Meli ngeliatin mukanya yang jadi hantu?””Non, maaf Bibi potong.” Rumini menghela napas, ”Tiap malem, Bibi nggak bisa tidur karena di pintu kamar Bibi, Non Meli duduk meringkuk sambil liatin Bibi tidur.”Wanita paruh baya itu gelisah, bibirnya bergetar. Ia masih saja ingat
Jerry berteriak dan menghentikan sepeda motor. Lelaki ini begitu tertekan, udara yang ia hirup seakan menipis. Orang-orang yang berada di depan rumah mereka berubah kian memucat, wajahnya sangat putih sedangkan bibirnya melebar hingga ke telinga. Darah mulai mengucur dari semua lubang yang ada di kepala. Teriakan itu masih menggema, Jerry sudah menangis.”Ampuuun. Ampuuun.”Kedua tangan Jerry ia tangkupkan, ia berlutut untuk memohon ampun pada penghuni antah berantah itu. Cukup lama Jerry menyuarakan suara putus asanya, bahunya ditepuk oleh seseorang. Meski ragu, akan tetapi tubuhnya seakan menuruti keinginan seseorang yang menepuknya. Bahkan Jerry tidak bisa mengontrol anggota tubuhnya untuk menolak.Jerry merasa ada harapan karena di hadapannya kini terlihat makhluk yang sangat manusiawi karena bentuknya memang manusia biasa. Bahkan senyum lelaki paruh baya itu sangat teduh. Jerry dapat merasakan atmosfer yang berbeda dari lelaki ini.”Ini bukan tempatmu.”Jerry semakin kebingungan
”Kita nggak bisa buru-buru gini, Lin. Lo tenangin diri dulu.”Erika menarik lengan sahabatnya agar kembali duduk. Rumini mengecek lemari pendingin untuk mengambil air minum untuk majikannya. Alina meneguk minuman yang diberi oleh Rumini, ia mengatur napasnya, kemudian menangis sambil menangkupkan wajah. ”Gue nggak pernah ngerasa diinginkan.” Dengan pandangan nanar, Alina berbicara. ”Liburan beberapa hari lalu, gue ketemu ibu. Dia belom mati kayak yang bude bilang. She looks happy sama suami barunya.” Kemudian tertawa menyedihkan. Alina tertawa, akan tetapi matanya terus saja bercucuran air mata.Erika mengusap lengan Alina, sedangkan Ardan baru mengetahui ini. Ia merutuki dirinya sendiri karena nyatanya, istrinya itu tidak merasa aman dan nyaman untuk membagi setiap resah yang ia rasakan. Alina benar, ia sendirian meski berdua dalam ikatan pernikahan.”Sekarang di pernikahan ini, gue juga nggak diinginkan. Suami gue lebih peduli sama adik tiri kesayangan. Pagi gue kerja sampe malem h
Dipta tengah berada di ruang kerjanya dan mendapati pintu diketuk dengan sangat keras. Melihat seorang gadis di depan pintu, mata Dipta terbelalak. Ia mengetahui siapa gadis di hadapannya. Sahabat Alina! Erika memandang Dipta dengan pandangan datar, menendang pintu yang terbuka separuh. ”Gue nggak pinter basa-basi, tapi lebih baik lo kasih tau di mana Melisa berada.” Suara Erika dingin, sedingin tatapannya. Dipta mereguk ludah, kemudian tertawa terbahak-bahak yang dipaksakan. ”Tikus kecil itu udah kabur 2 bulan lalu dan udah nggak ada sangkut-pautnya sama gue,” jawab Dipta. Erika bangkit dari duduknya, memandangi Dipta dari bawah ke atas kemudian mengeluarkan belati kecil dari dalam jaketnya. Erika menancapkan belati itu ke dalam paha kanan Dipta hingga lelaki itu mengerang kesakitan.”Di mana Melisa!” pekik Erika. Bug!Erika menendang kemaluan Dipta, kemudian mengambil kunci ruang kerja Dipta dan mengunci lelaki itu dari luar. Erika terjatuh saat sedang menyusuri lorong, Clara a
Ketiga wanita beda generasi ini saling berusaha menopang satu sama lain. Sepanjang jalan mereka saling menangis memikirkan nyawanya tak melayang saja sudah cukup membuat mereka bersyukur. Erika mendorong Alina dan Rumini hingga berguling sekitar 2 meter. Derak langkah beberapa orang membuat Erika curiga akan membahayakan dirinya dan yang lain. ”Sisir lokasi ini, cari Alina dan yang lain sampai ketemu. Mati atau hidup, harus dibawa ke sini!”Ardan berkacak pinggang, rahangnya mengeras. Ketiga wanita itu sama sekali tidak menyangka ucapan Ardan setelahnya.”Tenang, Mel. Aa yang akan balesin sakit hati kamu,” gumam Ardan. Kemudian berlari menuju villa yang masih mengepulkan asap.Ketiga wanita itu segera berlari tunggang langgang sambil menjauh dari orang-orang Ardan. Alina tak habis pikir dengan Ardan, dari mana uang yang ia dapatkan untuk membayar 10 orang itu? Sedangkan Ardan tidak memiliki jabatan penting di kantor. Alina berpikir keras, dirinya merasakan signal bahaya dari Ardan. W
Ketiga wanita beda generasi ini saling berusaha menopang satu sama lain. Sepanjang jalan mereka saling menangis memikirkan nyawanya tak melayang saja sudah cukup membuat mereka bersyukur. Erika mendorong Alina dan Rumini hingga berguling sekitar 2 meter. Derak langkah beberapa orang membuat Erika curiga akan membahayakan dirinya dan yang lain. ”Sisir lokasi ini, cari Alina dan yang lain sampai ketemu. Mati atau hidup, harus dibawa ke sini!”Ardan berkacak pinggang, rahangnya mengeras. Ketiga wanita itu sama sekali tidak menyangka ucapan Ardan setelahnya.”Tenang, Mel. Aa yang akan balesin sakit hati kamu,” gumam Ardan. Kemudian berlari menuju villa yang masih mengepulkan asap.Ketiga wanita itu segera berlari tunggang langgang sambil menjauh dari orang-orang Ardan. Alina tak habis pikir dengan Ardan, dari mana uang yang ia dapatkan untuk membayar 10 orang itu? Sedangkan Ardan tidak memiliki jabatan penting di kantor. Alina berpikir keras, dirinya merasakan signal bahaya dari Ardan. Wa
Rambut Alina dijambak, Josua tidak tinggal diam, ia segera meninju rahang suami atasannya tanpa ampun. Foto yang tengah Alina ambil dengan tangan gemetar dilihat oleh Josua, rahang lelaki itu mengetat, ubun-ubunnya terasa panas. Ardan yang tersungkur diraih kembali kerah bajunya dan tanpa pikir panjang, Josua mengarahkan kepalanya ke kepala Ardan. Pening tidak membuatnya gentar untuk membuat babak belur suami Alina itu. Josua meludah, Ardan bukan tandingannya. Josua menggenggam tangan Alina dan mulai membawanya turun dari bangunan mengerikan penuh tanda terbakar ini. ”Bu Alina harus pergi dari tempat ini,” ucap Josua pelan, matanya tidak ia arahkan pada Alina. ”Terlalu bahaya di sini, Bu.”Alina berhenti, tetapi langkahnya memijak bebatuan licin hingga terguling ke perkebunan warga. Josua menolong Alina dan menawarkan diri untuk menggendong atasannya itu.”Yo, ada yang bilang ke saya. Tempat musuh adalah persembunyian yang paling aman, karena musuh nggak akan berpikir kalau kita sebe
Erika menceritakan segala yang terjadi pada dirinya saat peristiwa kebakaran itu. Tubuhnya dirasuki oleh Melisa hingga ia tidak bisa merasakan apapun lagi. Mereka berdua, tengah berada di puing-puing bangunan yang basah karena hujan semalam. Ranjang untuk mengikatnya waktu itu masih ada di sana, tak terbakar sedikit pun. ”Gue masuk ke ruangan ini,” ucap Erika, mulai menjelaskan. Ruangan yang semula berisi freezer ukuran besar ini menjadi saksi bisu betapa putus asanya Erika. ”Gue ke sini karena mau nolongin Bi Rumi, tapi malah gue pun ketangkep. Ada dukun yang Dipta sewa, Lin. Karena dukun itu juga yang bikin Melisa ada di hadapan gue dan setelah itu ... gue nggak bisa kontrol badan gue.”Alina mengangguk, ia pun ingat ada seorang lelaki memakai baju serba hitam dan mengenakan ikat kepala. ”Villa ini kebakaran, dan kita pun terlempar sampe ke pohon. Kira-kira, di mana Dipta? Misal mereka udah mati, kenapa nggak ada jasad yang tersisa? Atau tulangnya mungkin? Bukannya tulang ekor ngg