“Nyah ngagetin. Simbok kira hantu lho. Pakaiannya putih ngibas-ngibas gini.” Mbok Sumi memegang kimono tipis yang kupakai. Sambil memegang bahannya.”Lha bener to saking halusnya. Ini bahan dari apa to, Nyah? Halus bener kaya orangnya.” Tanya Mbok Sumi sambal terkekeh.“Simbok mau buat Mie buat Pak Khamdan, Nyah. Katanya kok lapar waktu terbangun tadi. Simbok jadi nggak bisa tidur lagi to.”“Ya sudah Mbok, buruan di buat. Ada Dara Bacem bakar, tadi saya simpen di kulkas bawah Mbok. Simbok tinggal goreng lagi atau manasin di microwave.”“Nggih, makasih Nyah.” Mbok Sumi pun menyalakan kompor dan menjerang air diatas panci untuk merebus mie.Kutinggalkan dapur menuju kamar yang tadinya kutempati. Sudah jam 2.30 pagi. Kuambil air wudlu dan kugelar sajadah. Terkadang ada banyak hal yang tak bisa kuadukan pada manusia, pada sahabatku apalagi keluargaku. Hanya bisa kuadukan pada Sang Pemilik Hidup. Sudah benarkah keputusanku untuk meninggalkan suamiku nantinya? Keputusanku untuk bersedia di n
“Yang benar saja to Ren, Gavrielle itu malasnya minta ampun kalau sakit. Merengek-rengek manjanya minta ampun. Aneh kalau tiba-tiba anak itu jadi segesit itu.”“Tapi kenyatannya begitu, Pa. Renata nggak bohong. Coba Papa, telfon John sekarang. Pasti Mas Gavrielle sedang meeting.”Mama mertuaku justru terkekeh. Ia terlihat benar-benar tidak percaya dengan perkataanku, tepatnya bukan apa yang ku katakan tapi kenyataan yang di lakukan oleh putranya yang bad boy itu.“Renata bener-bener kurang tau, Ma. Semalaman Renata kompres. Pagi tadi sudah sehat, makan Burjo dan Wedang Jahe.”Papa mertuaku tambah terbahak keras.”Ini beneran to Mah, nggak lagi bohong kan Renata?”Semakin aneh saja pembicaraan mertuaku ini. Kepalaku tambah pusing meski mereka tampak gembira sampai terkekeh lepas. Apa mau di kata, kenyataan kan demikian. Aku paling anti bohong, kecuali sangat terpaksa.Mama mertuaku mendekat. Ia tiba-tiba memelukku.”Mama minta maaf, kalian bertengkar ya kemarin?” Tanya beliau.“Nggak Ma
Rasanya badanku benar-benar nggak karuan. Kutahan-tahan supaya tidak menyentuh suamiku. Akhirnya tubuhku bergerak mendekat padanya.”Bi, panas sekali. Air dingin, air es. Es……. Aku mau berendam air es. Panas, kebakar badanku.” Racauku tidak karuan. Suamiku menghela nafas berat.“Ren, mungkin Mbok Sumi salah beli Ginseng. Ini untuk stamina pria. Yang konsumsi idealnya aku.”“Maksudnya apa?” Aku tambah pening. Badanku benar-benar sakit.“Kamu bisa nebak sendiri maksutku, Ren.” Mataku membola mendengar perkataaannya.”Tapi tubuhmu sedang begini, kamu juga sedikit demam.”“Apa yang sudah Mbok Sumi lakukan?” Tanyaku sambil menahan tangis dan sakit di badanku. Malam ini ia berlaku lembut padaku. Tahu benar-benar keadaanku. Padahal aku takut dia demam lagi. Kami mungkin akan sama-sama sakit karena bergelung di bawah selimut yang sama.“Kalau kamu sakit lagi gimana?” Tanyaku.“Kamu obat terbaik. Terimakasih sudah begadang semalaman.”“Apa?” Tanyaku pura-pura tak tahu.“Skin to skin. Supaya pa
“Bangun Bi. Ngantor apa nggak? Jadi liburan nggak?”Suamiku masih saja tak bergeming meski sudah ku usap lengannya. Aku tidak mungkin menyentaknya bukan?Ku usap rambutnya dan ku kecup keningnya. Memang suamiku suka modus. Bagitu dicium kenapa dia langsung membelalakan matanya.“Jadi liburannya? Kemana nih kita?” Tanyanya dengan semangat.“Kemana ya baiknya? Bali, Raja Ampat, Jogja atau Singapura mungkin, Pattaya.” Aku bingung memikirkan tempat tujuan kami. Selama ini aku selalu liputan bukan liburan, jadi aku juga bingung memilih.“Phuket atau Singapura ya?” Suamiku masih menunggu keputusanku.“Oh ya, Bie. Kalau aku ke kantor aku sudah nggak menempati kubikelku lagi. Terus masalah kepala divisi siaran dan liputan siapa yang ngisi?”“Kosong.” Jawabnya enteng.“Jangan gila, dong. Masak di kosongin.” Aku menabok lengan suamiku.”Ya jangan gitu juga, bener-bener di kosongin atau baru mau seleksi. Ngaku deh!” Cecarku.Bisa-bisanya suamiku mengosongkan bagian itu. Dia nggak ngerti gimana k
Setengah hari aku mengurus dokumen-dokumen penting Baskoro Group. Seharusnya aku berjemur sebentar untuk menghilangkan demamku. Memang masih terasa kedinginan tapi badanku sudah membaik. Meskipun bukan penyakit berat, masuk angin tidak bisa dianggap sepele.Terpaksa aku mandi air hangat. Setelahnya aku kembali berpakaian dan Shalat Dzuhur. Usai shalat aku keluar rumah. Matahari begitu terik, duduk di gazebo yang rimbun tidak ada salahnya. Ada ayunan, kolam Ikan Koi yang cukup besar, ada taman bunga di sepanjang gazebo, juga air mancur. Aku ingat rumah juga nenek . Aku bahkan sengaja tidak menghubungi beliau. Khawatir beliau justru terpukul mengetahui kabarku yang sebenarnya. Nenekku hanya tau aku menikah dengan pria mapan biasa bukan elite konglo pemilik koporasi besar di jagat bisnis Indonesia.Melihat ayunan, pikiranku melanglang buana. Seandainya aku punya anak-anak yang lucu, mereka tentunya bermain di waktu liburan bersama suamiku. Harapanku itu entah terkabul atau tidak, sebagai
Wanita itu adalah Meira, sahabat dekatku. Apa yang harus kulakukan? Meira meninggalkan rombongannya, berlari dengan stiletto tingginya ke arahku.“Ata.”Dia memelukku sampai menepuk-nepuk pipiku berulang kali. Ia mencubit pipiku bahkan mengacak pelan rambutku saking senangnya.“Meira, kamu apa kabar?” Masa bodoh dengan masalah meeting perusahaanku. Sekarang mumpung aku bertemu dengan sahabatku, aku mau bernostalgia dengannya. Hampir delapan tahun aku tak bertemu Meira. Terakhir kali setelah SMA, dan kami tak berjumpa lagi.“Ata kayaknya kita harus ngopi dulu deh sekarang.”“Tapi meeting-nya?”“Kita tunda dulu, Ta. Ayo.” Dia menarik tanganku.Aku sampai lupa mempersilahkan rombongan mereka.“Mei, tuh ada coffee shop . Kayaknya asyik tempatnya.”Kami berjalan meninggalkan kantor menuju coffeeshop di seberang jalan. Bak menemukan Durian runtuh, bisa ketemu Meira lagi. Padahal sekian lamanya, aku mencari aksesnya. Nihil, aku benar-benar kehilangan kontak dengannya.Waitress mendatangi kami
Kedua mertuaku terbahak.”Vril, kamu punya saingan lho. Tuh Renata jangan kamu bikin sesak kenapa. Lepasin Nak.” Tegur papa mertuaku.“Pah, jangan bikin panas suasana dong. Nggak baik jadi angin di tengah api yang berkobar.” Kata suamiku pelan. Ia melonggarkan dasinya. Lalu duduk di sampingku.”Habibi-nya Renata itu ya aku, masa Papa, apalagi Pak Khamdan. Beuh.” Cibir Gavrielle.“Oh, ternyata punya panggilan sayang nih ceritanya.”Papa mertuaku benar-benar konyol. Belakangan setelah ia tinggal dirumah suamiku, ia selalu saja meledek suamiku. Mungkin beliau bermaksut menghibur atau sengaja ingin memberi pelajaran pada suamiku untuk tidak terlalu bersikap arogan. Padahal, notabenenya sama saja. Yang satu sudah senior, mantan playboy, yang satu yunior belum insaf.“Ha-bi-bie.” Papa mertuaku mengambil ponselnya dari saku lalu mengetikkan kata itu di keyword lalu beliau pun terperangah.”Mah, Papa mau juga dong di panggil kaya dulu itu lho.” Sahutnya tanpa sungkan pada kami.Mama mertuaku
Dua bulan berlalu, tak terasa begitu cepat. Effek dari kerjasama Baskoro TV dan juga Dubai Corp, pekerjaan suamiku metumpuk. Proyek pengerjaan iklan untuk penjualan apartemen yang di bangun Dubai Corp sungguh menyita tenaga juga pikiran kami. Suamiku sudah wanti-wanti agar semua karyawan bekerja degan baik, sebab citra Baskoro TV di bawah kepemimpinan suamiku sangat di pertaruhkan.Meski kami belum mengadakan resepsi dan mempublikasikan secara resmi pernikahan kami. Karena kedatangan Maira, akhirnya terbongkar sudah statusku. Berjalan masuk ke lobi kantor, pagi itu aku berangkat setelah Gavrielle, dengan mobil terpisah. Biasanya aku akan ngantor agak siang. Tentu saja, mendekati jam makan siang. Karena biasanya aku membawa masakanku ke kantor untuk di makan bersama Gavrielle.Semenjak proyek Dubai Corp, papa mertuaku juga sering berkunjung ke Baskoro TV. Padahal, biasanya beliau anteng saja di singgasananya di kantor utama Baskoro Company. Kulangkahkan kakiku masuk ke lobi, ku lihat c
Jakarta, enam bulan kemudian.Satu persatu masalah berat yang kami alami dalam hidup ini kami lewati. Mengurainya sungguh tak mudah. Berderai air mata, berpeluk keringat dan sungguh menguras tenaga apa yang kami alami.Suamiku sudah memberikan bonus akhir tahun pada seluruh karyawannya di akhir tahun ini. Untuk para bodyguard kakek, mereka justru siap untuk bekerja kembali. Jadilah mereka gentian. Bodyguard papa akan liburan sebentar dan pulang ke kampung halamannya.Hubunganku dengan Meira sudah membaik meskipun aku membatasi akses Meira dan Dito untuk masuk lebih dalam ke dalam keluarga kami. Bukannya aku sok, tapi mencegah lebih baik daripada mengobati.“Mama, kami semua sudah siap berangkat.” Kata Arsen. Putraku kelihatan ganteng sekali. Ia memakai pakaian kembar dengan adiknya. Ancel menolak mengganti celana jeans dengan rok. Yang ada justru ia memakai celana jeans dengan bahan dan warna yang
Mataku terbelalak waktu kami melihat kalau yang datang itu adalah Agusto. Setahuku Mas Gavrielle sudah melakukan tes DNA diam-diam. Hasil itu menunjukkan kalau Neil itu anak Agusto. Tante Haruka sendiri juga pernah berhubungan dengan Agusto cukup lama. Bahkan Agusto sudah yakin kalau Neil itu adalah anaknya.Paman Hiromi justru mengaku kalau Neil adalah anak biologisnya. Tante Haruka itu super jenuis. Ia bisa melakukan hal apa saja di luar nalar. Termasuk memalsukan hasil Tes DNA Agusto dan Neil.“Agusto mari silahkan.” Sambut suamiku. Ia menyambut Agusto dengan baik.Agusto juga ikut duduk di karpet bersama kami. Suamiku tentu saja kaget dengan kedatangan Agusto.“Sebelum kamu menginterogasiku lebih lanjut. Lebih baik aku jujur saja.”Agusto menepuk pundak Adrian dengan keras.“Sakit Om. Slow kenapa sih.” Adrian menyingkirkan tangan Agusto dari pundaknya.“Aku ingin menanyakan menu m
Mobil itu masih mengikuti kami sampai rumah. Begitu sampai rumah. Adzan magrib berkumandang. Aku turun dari motor dan Mas Gavrielle menyerahkan kunci motor itu pada salah satu bodyguard papa.Kami masuk dan di kejutkan oleh suara terompet. Rupanya yang meniup terompet anak-anakku juga Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Mama, Papa juga eyang putriku dan Kakek sudah ada di ruang tamu.Bukan kue tart yang menyambut kami melainkan tumpeng kecil berisikan nasi kuning. Aku takjub sekali, meskipun bukan pesta yang meriah tapi bagiku ini adalah kado yang sangat berharga bagiku juga suamiku.“Happy wedding anniversary ya Mama, Papa.” Kata Arsen dan Ancel berbarengan. Suamiku yang paling tegar di luar tiba-tiba saja menengadahkan matanya ke langit-langit. Ternyata bertepatan dengan momen itu seseorang masuk ke ruang tamu.“Maaf sepertinya aku ganggu.” Kata Neil. Setelah menyapaku di jalan dan tidak di gubris oleh suam
“Mama sama papa ngapain di sini?”Sedang asyik berduaan begini kenapa anak-anakku bisa datang? Ini Pak Khamdan sama bodyguard papa juga ikut-ikutan datang.Wajah Mas Gavrielle langsung di tekuk. Kenapa aku merasa kalau suamiku tidak ingin di ganggu privasinya.Ancelia dan Arsen menenteng tasnya. Harusnya aku justru senang dengan kedatangan anak-anakku. Tapi kenapa kok aku juga terbawa suasana enggan diganggu siapapun termasuk anak-anakku sendiri.“Papa kok gitu sih, wajah Papa kok manyun. Nggak senang kita datengin?” Tanya Arsen. Ia membuka ranselnya lalu mengambil sebuah bungkusan.Arsen memberikan bungkusan itu pada Ancelia. Putriku lalu menyerahkan bingkisan itu pada Mas Gavrielle."Papa, kami nggak bermaksud mengganggu waktu Mama sama Papa. Tapi kata Kak Arsen ini hari ulang tahun pernikahan mama sama papa jadinya Kak Arsen tadi minta di anterin ke toko buat beli ini.” Kata putriku pan
Aku pernah berada pada titik terendah dalam hidup ini. Bahkan tidak hanya sekali aku berusaha untuk terus berjuang untuk hidup. Entahlah bagaimana dengan Meira kedepannya. Apapun yang ia lakukan padaku juga pada keluarga Besar Baskoro tidak serta merta di balas dengan keburukan.Papa mertuaku adalah pribadi yang baik, terlepas kadang beliau menggunakan kekuasaan juga uangnya untuk menyelesaikan banyak hal. Tapi kebaikan papa mertuaku juga keluarga besar Baskoro pada Meira dan keluarganya tidak bisa dinafikan begitu saja.Papa dan juga mama mertuaku bukan tipikal pendendam, tapi melihat mama jadi jutek seperti tadi aku jadi ikut terbawa arus. Apa ada yang mereka bicarakan tapi tidak ku ketahui. Mungkin Mas Gavrielle belum cerita saja.Mama meninggalkan kamarku. Papa sudah berangkat ke pengadilan, kakek ditemani eyang putri sudah berangkat untuk fisioterapi di rumah sakit yang di kepalai dokter Pambudi.Hari sudah siang. Bergegas aku mandi lalu pelan-pelan
Aku tak menyangka kalau di layar ponselku tertera nomor Meira. Sudah berapa lama kami tak saling berkabar. Jangan-jangan yang datang itu adalah Meira.Pantaslah kalau suamiku cemberut. Aku tahu apa yang sudah di lakukan Meira begitu membekas di hati suamiku. Pun Mas Gavrielle sudah berusaha memperbaiki dirinya selama ini.“Kamu sudah bisa nebak kan siapa yang datang?” Mas Gavrielle langsung mengambil kemeja dan berpakaian.“Aku ikut papa saja ke pengadilan, Ren.”Keputusan Mas Gavrielle dalam sekejap bisa berubah.“Nanti kita ngobrol lagi ya, Sayang. Maaf, aku bener-bener nggak bisa nemani kamu. Cepetan sembuh ya istri kesayanganku.”Klek.Pintu kamarku di buka dari luar. Tak menyangka sama sekali kalau Dito yang membuka pintu. Saat Mas Gavrielle mencium dahiku, Dito melebarkan bukaan daun pintu.“Renata.” Sapanya. ”Boleh masuk kan?”Kepalang tangg
Setelah aku selsai berwudlu, segera aku beranjak ke kamar. Suamiku sudah menunggu untuk shalat berjamaah. Ku ambil mukena yang sudah di siapkan suamiku.Baik aku dan suamiku, kami tidak berasal dari keluarga yang sangat religius. Namun, keluarga kami terutama mertuaku adalah keluarga modern yang sangat taat beragama.Setelah kami selesai berjamaah, kepalaku masih saja sedikit pusing. Jadi aku naik kembali ke ranjang. Suamiku memilih untuk duduk di sofa sembari mengambil ponselnya.“Hari ini biar papa saja yang berangkat ke pengadilan. Toh keberadaanku tidak di perlukan.” Kata suamiku sembari menscrol layar ponselnya.“Ngapain sih Mas ketawa begitu?” Suamiku tertawa sampai memegang perutnya. Bikin aku penasaran juga. Kalau suamiku cari hiburan di medsos wajar saja, tapi ia betah sekali natap layar sampai ketawa nggak berhenti.Pertanyaanku nggak kunjung di jawab suamiku. Karena aku juga ingin tahu, diam-diam aku berjalan mend
Lagi-lagi Paman Hiromi bercerita panjang lebar.“Selama ini memang papa saya, Kenzo Matsuyama sangat menyayangi Hirata. Ya karena hanya Hirata anak kandungnya bersama Kinarsih. Saya dan Hideaki juga tak di bedakan. Kelihatannya seperti itu. Tapi, Papa memang sangat menyayangi Hirata. Hirata memang anak yang baik dan berbakat.”Tante Haruka menutup wajahnya dan menangis.”Haruka hamil anak saya. Saya sangat mencintainya tapi ia keberatan untuk menikah dengan saya karena saya kalah dalam segala hal dari Hirata. Setelah Hirata menikah, barulah Haruka mengincar Hideaki. Hideaki juga mencintai Haruka sehingga ia mengadopsi Neil menjadi putra mereka.”“STOP HI-ROMI!” Kata Tante Haruka. Ia kepalang malu dengan apa yang di ceritakan oleh Paman Hiromi.Aku bersyukur kakek maupun eyang putri tak menghadiri sidang ini. Kalau mereka menyaksikan entah apa jadinya nanti. Paman Hiromi masih melanjutkan ceritanya.“La
Sepulangnya dokter Pambudi aku segera mandi. Mbok Sumi mengantarkan Bubur Kacang Hijau ke atas. Uap panas Bubur Kacang Hijau khas Mbok Sumi menggoda selera.“Saya letakkan di meja ya Mbak, Bubur Kacang Hijaunya. Tuan Gavrielle sedang di bawah bersama Den Kakung juga Eyang putri.”Bergegas aku keluar kamar mandi. Aku mendapati Mbok Sumi sedang duduk termenung di sofa.“Mbok.” Ku tepuk pundak Mbok Sumi dari belakang. Mbok Sumi sontak berjingkat pelan.“Den, saya bener-bener minta maaf. Saya nggak tahu menahu apapun masalah ini. Yang saya tahu dan suami saya ceritakan suami saya itu mantan karyawan pabrik yang di PHK karena pabriknya bangkrut.”Mbok Sumi memelukku.”Maafin Pak Khamdan ya.”Harusnya aku yang sangat berterima kasih pada pasangan Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Pasangan ini adalah support system penting dalam hidup kami. Mata Mbok Sumi berkaca-kaca. Ia masih saja tak kuasa membendung tangisnya.“Simbok jangan pergi ya. Saya bahagia sekaligus sedih di pertemukan dengan sosok yang