Gavrielle POV
Selama dua tahun aku mencari Renata, ia meninggalkanku dengan nelangsa. Aku sudah berusaha menyelamatkannya malam itu. Namun, Renata justru tetap bersamaku. Aku ingin menyelamatkannya, namun justru aku menghancurkan hidupnya.
Papa memintaku kembali ke London untuk mengambil Master. Padahal, aku sangat ingin bertemu dengannya kembali. Aku tak menemukan jejaknya sama sekali. Kutinggalkan Jakarta, hidup kembali ke London. Penyesalanku berujung menjadi boomerang, kuhabiskan waktu setelah kuliah ke club malam. Teman-teman kuliahku tak jarang mengajakku untuk menghabiskan waktu di club malam juga bermain balap mobil.
Setiap kali kuingat wajah Renata, justru ulu hatiku terasa begitu nyeri dan sangat sakit. Aku meminta tolong pada asisten papa untuk tetap mencarinya. Bertahun-tahun lamanya. Banyak gadis kukencani, banyak hati kupatahkan karena frustasiku kehilangannya. Imbas dari semuanya, aku hampir overdosis
Melihat Paman Abdul melankolis, akhirnya ku letakkan anakku ke stroller.”Paman Abdul?”“Sya-ron……..” Paman Abdul memekik. Ia memegang dadanya. Ia menarik nafas tersengal. Lalu seketika tak sadarkan diri.Papa panik melihat hal itu. Ku dorong stroller anakku ke samping. Kudekati Paman Abdul, ku lepaskan dua kancing kemejanya lalu kulepas jasnya.“Telf rumah sakit kita Pah!”Papa ikutan panik, ia meraih ponselnya. Meski gugup, papa menekan nomor ambulance yang selalu siaga untuk Keluarga Baskoro. Keadaan berubah seketika. Wajah mama berubah pucat pasi, Meira menangis. Dito dengan sigap memberi kode padaku untuk mengangkat tubuh Paman Abdul. Renata sigap menjauhkan anak-anak ke kamar.“Ambulance kenapa lama?” Gerutu Dito.Kami mengangkat tubuh Paman Abdul. Papa berlari kedepan untuk membuka gerbang. Sementara itu dua bodyguard sudah membuka pintu mobil. Mereka
Gavrielle POVAku justru mengelus dada. Darimana Renata tahu kalau coffeeshop ini ada fasilitas model beginiannya. Ibarat kata ini president suite sebuah kamar hotel. Dan ruangan di lantai tiga ini mirip kamar hotel, atau tempat spesial di bar buat ena-ena.“Kita check out saja, Ren.”Kuraih tangan isteriku. Entah mengapa kok aku benar-benar merasa tidak nyaman.Ia justru terlihat muram dan menggelengkan kepalanya.“Mas, ini punyaku lho?”Katanya dengan membawa selembar leaflet bertuliskan Coffeshop R& G. Ia memapangnya jelas di depan mataku.“Maksudnya?”Renata berjalan. Ia membuka tirai dengan remote. Semburat cahaya matahari sore pun terlihat jelas. Ia membuka penutup kain di lukisan dinding yang ada di samping sofa tempat kami duduk.Mataku begitu terpaku. Sebuah lukisan, tak kusangka itu foto saat aku menimang Arsen. Fotoku saat kami ada di Si
Mata kami membelalak begitu melihat sosok yang memanggil Renata adalah Frederico. Ia sedang bersama beberapa orang. Kukira mereka tidak tahu identitas asli isteriku yang notabenenya dipanggil Syaqiella.Renata menggenggam jemariku. Ia pun merapat ke tubuhku. Tanganku sigap untuk meraih pinggangnya, Renata terkesiap.Frederico terlihat kecut saat melihat Renata bermanja padaku. Sementara tiga orang dibelakangnya menatap intens ke arah isteriku.“Frederico, tumben tidak meeting di lounge atau privete room?” Sapaku.Aku mengulurkan tangan kananku sementara tangan kiriku tetap memegang bahu Renata. Kurang etis. Biarkan saja. Aku tidak ingin isteriku merasa tidak nyaman, apalagi atas kekurangajaran pria yang sudah hampir melecehkan isteriku.Terpaksa, aku menepi. Kami duduk di lobi. Orang-orang di belakang Frederico pun memilih duduk di tempat sama. Kebetulan lobi caffee sangatlah luas, bisa dibilang
Gavrielle POVRupanya dia dendam kesumat padaku. Si pecundang Frederico mau membuat ulah lagi. Ia sengaja keluar memancingku. Benar kulihat wajahnya lumayan pucat. Bagiku memberinya pukulan telak tanpa harus repot-repot menonjok wajahnya jauh lebih menyenangkan.“Ada yang ketinggalan, Fred?” Tanyaku pura-pura.Frederico mematung begitu melihat wajah Arsen. Tentunya wajah putraku adalah foto copyan dari wajahku juga mamanya yang glowing dan semakin hari semakin cantik dan menarik.“Aku lupa membayar bill tadi. Gavin memberitahuku kalau ia langsung pergi begitu juga Indra dan Anton.” Frederico menelisik wajah Arsen.“Hai, Om Fred. Mau kenalan?” Kupegang tangan Arsen, menuntun tangan putraku itu untuk menerima amplop yang di berikan Frederico.“Oh…..hai.” Jawab Frederico dengan suara bergetar.Driver Frederico setia menemani. Pria berumur dan
Renata POVSebetulnya pagi ini aku ingin pergi ke caffee, ralat bukan caffee tapi kedai tehku. Aku ingat kejadian kemarin di kedaiku sangat menggelikan, tapi juga mengharukan. Setelah kami bersama kembali, sikap Mas Gavrielle yang awalnya kukira pura-pura memang berubah. Di hadapan mata dan kepalaku memang sikapnya apa adanya. Honestly, aku bahagia dan bersyukur sekali.Rasa takut memang kadang masih juga menggelayuti hatiku, mengingat banyak peristiwa buruk yang telah terjadi. Dua kali aku berpisah dari Mas Gavrielle, pria yang dulu begitu menjaga dan menyayangiku.Pria tampanku, begitu banyak wanita yang memujanya. Entahlah apa yang membuatnya memilihku selain katanya wajahku yang Chineese-blasteran Amerika juga bentuk tubuhku yang katanya proporsional. Dia bisa meninggalkanku dan mencari yang lain saat aku meninggalkannya ke Singapura sih. Well, bisa saja. Namun, ia masih mencariku. Apakah perkara anak? Maybe yes, maybe
Mas Gavrielle masih saja bersikap tenang, mungkin aku yang terlalu sensitive. Belakangan setelah aku ganti kontrasepsi badanku jadi kurang nyaman ditambah lagi Pak Abdulloh Yousuf masuk rumah sakit. Mas Gavrielle berdiri dari kursi lalu meraih tubhku, memelukku dari belakang.”“Kamu ini kenapa? Dulu kamu sudah pernah hidup sendiri bersama anak-anak kadang baby sitter juga nggak masuk atau ada acara. Dan kamu fine-fine aja, Ren.”“Kamu nggak mau ngantor atau terlalu antusias ngantor sih, Sayang?” Mas Gavrielle menghapus air mataku dengan ibu jarinya.“Sayang…… anak-anak sama mama dan papa. Tadi pagi Simbok udah lapor kenapa kamu panik!”Aku jadi malu sendiri, benar kata suamiku. Ada apa denganku? Apakah aku terlalu sibuk di rumah? Aku terlalu stress atau aku kurang kesibukan yang produktif.“Sini dong Yang.” Mas Gavrielle menyuapkan Ayam ke mulutku. Ia membersihkan
Renata POVSuamiku berdiri menyambutku, ia meraih tanganku lalu menungguku duduk. Ia duduk disampingku. Aura ruangan mendadak begitu mencekam, aku biasa menghadapi situasi sulit, namun keadaan yang terjadi pagi ini begitu berbeda. Bahkan saat aku mengalami kecelakaan di Singapura aku tak setakut ini.“Mr. Kenzo Matsuyama perkenalkan ini istri saya, Renata Baskoro.”Belum-belum pria berumur ini sudah menyunggingkan senyum meremehkan. Ia tersenyum kecut setelah Mas Gavrielle memperkenalkanku. Belum pernah kutemui pria yang seusia dengan kakekku tapi sikapnya begitu arogan plus semaunya sendiri.“Senang berkenalan dengan Anda Mr. Matsuyama.”“Ternyata benar ya kata orang, Anda benar-benar cantik Nyonya Gavrielle Baskoro.” Ucapan Mr. Matsuyama membuat perutku mual.Si tua itu sungguh tak tau etika atau memang begitu caranya berinteraksi dengan kolega bisnisnya. Beruntunglah Mas Gavrie
Renata POVJantungku sudah dag dig dug…..Suamiku melepas mukenaku kemudian ia melipat dengan rapi dan meletakkan diatas nakas tepatnya.“Kita lanjutin ya, Sayang………”Kudengar ia berdoa lirih sembari mencium dan meniup ubun-ubunku. Mungkin banyak pasangan yang sudah nggak sabar keburu tancap gas. Memang Mas Gavrielle juga begitu tapi dulu. Aku bersyukur setidaknya ia lebih tau adab belakangan ini.“Mas……… ““I Love You, Ren. Sejak dulu sampai nanti kita menua, jangan kamu ragukan aku dan kesetiaaanku. Aku bukan pria bejat yang akan melukaimu lagi. Believe me, Sayang.” Ia mengecup keningku dengan lembut.Samar-samar ingatanku kembali pada peristiwa sewaktu Mas Gavrielle dulu menolongku sekaligus melakukan hal tak senonoh padaku. Perlahan ingatan itu menghilang di kepala tergantikan dengan wajahnya saat menghujaniku
Jakarta, enam bulan kemudian.Satu persatu masalah berat yang kami alami dalam hidup ini kami lewati. Mengurainya sungguh tak mudah. Berderai air mata, berpeluk keringat dan sungguh menguras tenaga apa yang kami alami.Suamiku sudah memberikan bonus akhir tahun pada seluruh karyawannya di akhir tahun ini. Untuk para bodyguard kakek, mereka justru siap untuk bekerja kembali. Jadilah mereka gentian. Bodyguard papa akan liburan sebentar dan pulang ke kampung halamannya.Hubunganku dengan Meira sudah membaik meskipun aku membatasi akses Meira dan Dito untuk masuk lebih dalam ke dalam keluarga kami. Bukannya aku sok, tapi mencegah lebih baik daripada mengobati.“Mama, kami semua sudah siap berangkat.” Kata Arsen. Putraku kelihatan ganteng sekali. Ia memakai pakaian kembar dengan adiknya. Ancel menolak mengganti celana jeans dengan rok. Yang ada justru ia memakai celana jeans dengan bahan dan warna yang
Mataku terbelalak waktu kami melihat kalau yang datang itu adalah Agusto. Setahuku Mas Gavrielle sudah melakukan tes DNA diam-diam. Hasil itu menunjukkan kalau Neil itu anak Agusto. Tante Haruka sendiri juga pernah berhubungan dengan Agusto cukup lama. Bahkan Agusto sudah yakin kalau Neil itu adalah anaknya.Paman Hiromi justru mengaku kalau Neil adalah anak biologisnya. Tante Haruka itu super jenuis. Ia bisa melakukan hal apa saja di luar nalar. Termasuk memalsukan hasil Tes DNA Agusto dan Neil.“Agusto mari silahkan.” Sambut suamiku. Ia menyambut Agusto dengan baik.Agusto juga ikut duduk di karpet bersama kami. Suamiku tentu saja kaget dengan kedatangan Agusto.“Sebelum kamu menginterogasiku lebih lanjut. Lebih baik aku jujur saja.”Agusto menepuk pundak Adrian dengan keras.“Sakit Om. Slow kenapa sih.” Adrian menyingkirkan tangan Agusto dari pundaknya.“Aku ingin menanyakan menu m
Mobil itu masih mengikuti kami sampai rumah. Begitu sampai rumah. Adzan magrib berkumandang. Aku turun dari motor dan Mas Gavrielle menyerahkan kunci motor itu pada salah satu bodyguard papa.Kami masuk dan di kejutkan oleh suara terompet. Rupanya yang meniup terompet anak-anakku juga Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Mama, Papa juga eyang putriku dan Kakek sudah ada di ruang tamu.Bukan kue tart yang menyambut kami melainkan tumpeng kecil berisikan nasi kuning. Aku takjub sekali, meskipun bukan pesta yang meriah tapi bagiku ini adalah kado yang sangat berharga bagiku juga suamiku.“Happy wedding anniversary ya Mama, Papa.” Kata Arsen dan Ancel berbarengan. Suamiku yang paling tegar di luar tiba-tiba saja menengadahkan matanya ke langit-langit. Ternyata bertepatan dengan momen itu seseorang masuk ke ruang tamu.“Maaf sepertinya aku ganggu.” Kata Neil. Setelah menyapaku di jalan dan tidak di gubris oleh suam
“Mama sama papa ngapain di sini?”Sedang asyik berduaan begini kenapa anak-anakku bisa datang? Ini Pak Khamdan sama bodyguard papa juga ikut-ikutan datang.Wajah Mas Gavrielle langsung di tekuk. Kenapa aku merasa kalau suamiku tidak ingin di ganggu privasinya.Ancelia dan Arsen menenteng tasnya. Harusnya aku justru senang dengan kedatangan anak-anakku. Tapi kenapa kok aku juga terbawa suasana enggan diganggu siapapun termasuk anak-anakku sendiri.“Papa kok gitu sih, wajah Papa kok manyun. Nggak senang kita datengin?” Tanya Arsen. Ia membuka ranselnya lalu mengambil sebuah bungkusan.Arsen memberikan bungkusan itu pada Ancelia. Putriku lalu menyerahkan bingkisan itu pada Mas Gavrielle."Papa, kami nggak bermaksud mengganggu waktu Mama sama Papa. Tapi kata Kak Arsen ini hari ulang tahun pernikahan mama sama papa jadinya Kak Arsen tadi minta di anterin ke toko buat beli ini.” Kata putriku pan
Aku pernah berada pada titik terendah dalam hidup ini. Bahkan tidak hanya sekali aku berusaha untuk terus berjuang untuk hidup. Entahlah bagaimana dengan Meira kedepannya. Apapun yang ia lakukan padaku juga pada keluarga Besar Baskoro tidak serta merta di balas dengan keburukan.Papa mertuaku adalah pribadi yang baik, terlepas kadang beliau menggunakan kekuasaan juga uangnya untuk menyelesaikan banyak hal. Tapi kebaikan papa mertuaku juga keluarga besar Baskoro pada Meira dan keluarganya tidak bisa dinafikan begitu saja.Papa dan juga mama mertuaku bukan tipikal pendendam, tapi melihat mama jadi jutek seperti tadi aku jadi ikut terbawa arus. Apa ada yang mereka bicarakan tapi tidak ku ketahui. Mungkin Mas Gavrielle belum cerita saja.Mama meninggalkan kamarku. Papa sudah berangkat ke pengadilan, kakek ditemani eyang putri sudah berangkat untuk fisioterapi di rumah sakit yang di kepalai dokter Pambudi.Hari sudah siang. Bergegas aku mandi lalu pelan-pelan
Aku tak menyangka kalau di layar ponselku tertera nomor Meira. Sudah berapa lama kami tak saling berkabar. Jangan-jangan yang datang itu adalah Meira.Pantaslah kalau suamiku cemberut. Aku tahu apa yang sudah di lakukan Meira begitu membekas di hati suamiku. Pun Mas Gavrielle sudah berusaha memperbaiki dirinya selama ini.“Kamu sudah bisa nebak kan siapa yang datang?” Mas Gavrielle langsung mengambil kemeja dan berpakaian.“Aku ikut papa saja ke pengadilan, Ren.”Keputusan Mas Gavrielle dalam sekejap bisa berubah.“Nanti kita ngobrol lagi ya, Sayang. Maaf, aku bener-bener nggak bisa nemani kamu. Cepetan sembuh ya istri kesayanganku.”Klek.Pintu kamarku di buka dari luar. Tak menyangka sama sekali kalau Dito yang membuka pintu. Saat Mas Gavrielle mencium dahiku, Dito melebarkan bukaan daun pintu.“Renata.” Sapanya. ”Boleh masuk kan?”Kepalang tangg
Setelah aku selsai berwudlu, segera aku beranjak ke kamar. Suamiku sudah menunggu untuk shalat berjamaah. Ku ambil mukena yang sudah di siapkan suamiku.Baik aku dan suamiku, kami tidak berasal dari keluarga yang sangat religius. Namun, keluarga kami terutama mertuaku adalah keluarga modern yang sangat taat beragama.Setelah kami selesai berjamaah, kepalaku masih saja sedikit pusing. Jadi aku naik kembali ke ranjang. Suamiku memilih untuk duduk di sofa sembari mengambil ponselnya.“Hari ini biar papa saja yang berangkat ke pengadilan. Toh keberadaanku tidak di perlukan.” Kata suamiku sembari menscrol layar ponselnya.“Ngapain sih Mas ketawa begitu?” Suamiku tertawa sampai memegang perutnya. Bikin aku penasaran juga. Kalau suamiku cari hiburan di medsos wajar saja, tapi ia betah sekali natap layar sampai ketawa nggak berhenti.Pertanyaanku nggak kunjung di jawab suamiku. Karena aku juga ingin tahu, diam-diam aku berjalan mend
Lagi-lagi Paman Hiromi bercerita panjang lebar.“Selama ini memang papa saya, Kenzo Matsuyama sangat menyayangi Hirata. Ya karena hanya Hirata anak kandungnya bersama Kinarsih. Saya dan Hideaki juga tak di bedakan. Kelihatannya seperti itu. Tapi, Papa memang sangat menyayangi Hirata. Hirata memang anak yang baik dan berbakat.”Tante Haruka menutup wajahnya dan menangis.”Haruka hamil anak saya. Saya sangat mencintainya tapi ia keberatan untuk menikah dengan saya karena saya kalah dalam segala hal dari Hirata. Setelah Hirata menikah, barulah Haruka mengincar Hideaki. Hideaki juga mencintai Haruka sehingga ia mengadopsi Neil menjadi putra mereka.”“STOP HI-ROMI!” Kata Tante Haruka. Ia kepalang malu dengan apa yang di ceritakan oleh Paman Hiromi.Aku bersyukur kakek maupun eyang putri tak menghadiri sidang ini. Kalau mereka menyaksikan entah apa jadinya nanti. Paman Hiromi masih melanjutkan ceritanya.“La
Sepulangnya dokter Pambudi aku segera mandi. Mbok Sumi mengantarkan Bubur Kacang Hijau ke atas. Uap panas Bubur Kacang Hijau khas Mbok Sumi menggoda selera.“Saya letakkan di meja ya Mbak, Bubur Kacang Hijaunya. Tuan Gavrielle sedang di bawah bersama Den Kakung juga Eyang putri.”Bergegas aku keluar kamar mandi. Aku mendapati Mbok Sumi sedang duduk termenung di sofa.“Mbok.” Ku tepuk pundak Mbok Sumi dari belakang. Mbok Sumi sontak berjingkat pelan.“Den, saya bener-bener minta maaf. Saya nggak tahu menahu apapun masalah ini. Yang saya tahu dan suami saya ceritakan suami saya itu mantan karyawan pabrik yang di PHK karena pabriknya bangkrut.”Mbok Sumi memelukku.”Maafin Pak Khamdan ya.”Harusnya aku yang sangat berterima kasih pada pasangan Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Pasangan ini adalah support system penting dalam hidup kami. Mata Mbok Sumi berkaca-kaca. Ia masih saja tak kuasa membendung tangisnya.“Simbok jangan pergi ya. Saya bahagia sekaligus sedih di pertemukan dengan sosok yang