Mas Gavrielle masih saja bersikap tenang, mungkin aku yang terlalu sensitive. Belakangan setelah aku ganti kontrasepsi badanku jadi kurang nyaman ditambah lagi Pak Abdulloh Yousuf masuk rumah sakit. Mas Gavrielle berdiri dari kursi lalu meraih tubhku, memelukku dari belakang.”
“Kamu ini kenapa? Dulu kamu sudah pernah hidup sendiri bersama anak-anak kadang baby sitter juga nggak masuk atau ada acara. Dan kamu fine-fine aja, Ren.”
“Kamu nggak mau ngantor atau terlalu antusias ngantor sih, Sayang?” Mas Gavrielle menghapus air mataku dengan ibu jarinya.
“Sayang…… anak-anak sama mama dan papa. Tadi pagi Simbok udah lapor kenapa kamu panik!”
Aku jadi malu sendiri, benar kata suamiku. Ada apa denganku? Apakah aku terlalu sibuk di rumah? Aku terlalu stress atau aku kurang kesibukan yang produktif.
“Sini dong Yang.” Mas Gavrielle menyuapkan Ayam ke mulutku. Ia membersihkan
Renata POVSuamiku berdiri menyambutku, ia meraih tanganku lalu menungguku duduk. Ia duduk disampingku. Aura ruangan mendadak begitu mencekam, aku biasa menghadapi situasi sulit, namun keadaan yang terjadi pagi ini begitu berbeda. Bahkan saat aku mengalami kecelakaan di Singapura aku tak setakut ini.“Mr. Kenzo Matsuyama perkenalkan ini istri saya, Renata Baskoro.”Belum-belum pria berumur ini sudah menyunggingkan senyum meremehkan. Ia tersenyum kecut setelah Mas Gavrielle memperkenalkanku. Belum pernah kutemui pria yang seusia dengan kakekku tapi sikapnya begitu arogan plus semaunya sendiri.“Senang berkenalan dengan Anda Mr. Matsuyama.”“Ternyata benar ya kata orang, Anda benar-benar cantik Nyonya Gavrielle Baskoro.” Ucapan Mr. Matsuyama membuat perutku mual.Si tua itu sungguh tak tau etika atau memang begitu caranya berinteraksi dengan kolega bisnisnya. Beruntunglah Mas Gavrie
Renata POVJantungku sudah dag dig dug…..Suamiku melepas mukenaku kemudian ia melipat dengan rapi dan meletakkan diatas nakas tepatnya.“Kita lanjutin ya, Sayang………”Kudengar ia berdoa lirih sembari mencium dan meniup ubun-ubunku. Mungkin banyak pasangan yang sudah nggak sabar keburu tancap gas. Memang Mas Gavrielle juga begitu tapi dulu. Aku bersyukur setidaknya ia lebih tau adab belakangan ini.“Mas……… ““I Love You, Ren. Sejak dulu sampai nanti kita menua, jangan kamu ragukan aku dan kesetiaaanku. Aku bukan pria bejat yang akan melukaimu lagi. Believe me, Sayang.” Ia mengecup keningku dengan lembut.Samar-samar ingatanku kembali pada peristiwa sewaktu Mas Gavrielle dulu menolongku sekaligus melakukan hal tak senonoh padaku. Perlahan ingatan itu menghilang di kepala tergantikan dengan wajahnya saat menghujaniku
Renata POVKuikat rambut tinggi dan kupoleskan lipstick tipis. Tak lupa maskara juga eyeliner.“Kenapa kita nggak pakai pakaian yang couple saja, Ren.” Mas Gavrielle menuangkan Jus Jeruk ke gelasku berikutnya menyodoriku sepiring Capcay.Ia sampai menjil** sendok bekas ia makan.”Emang enak banget apa Mas. Ngapain sampai begitu?” Ia justru tersenyum mengejek.“Kalau kurang makan saja punyaku. Mas lapar banget apa? Aku tadi sudah masak Rendang juga kok!” Lagi-lagi ia menggeleng pelan.“Kamu akan tahu nanti, sebaiknya kamu kenyangkan perutmu Sayang. Kalau nggak kenyang aku akan memaksamu supaya makan banyak.”Apa lagi trik suamiku ini. Mas Gavrielle belakangan jadi aneh juga lebih agresif. Apa aku yang terlalu bodoh tidak bisa membaca gelagat dan perangai suamiku.Kuturuti keinginan suamiku mengenyangkan perutku. Kami bergegas keluar basement. Ada
Jantungku hampir copot waktu beberapa bodyguard Papa Syaron merangsek masuk ke dalam ruangan.“Kamu pecundang Gavrielle Baskoro!”Mr. Matsuyama mengambil samurai yang ada di tembok.Tiba-tiba saja suamiku sudah menodongkan glock ke kepala Mr. Matsuyama.“Tuan rumah sudah seharusnya menjamu dengan baik tamunya, Tuan. Bukankah begitu?”Suamiku memperlihatkan jari telunjuknya yang tiba-tiba saja melepuh.“Ini yang Tuan maksud menjamu tamu dengan baik? How can! Anda terlalu menyepelekan wajah lugu kami, Tuan.”Mr. Matsuyama hendak menghunus samurai itu, namun bodyguard kepercayaannya menepis tangannya.“Tuan!”“Kita pergi Ren. Saya memang tak setangguh bodyguard Anda Tuan. Tapi bukan berarti saya tak bisa membaca niat buruk Anda. Saya tidak kebal racun, buktinya jari telunjuk saya melepuh, dalam waktu 2x 24 jam ka
Ponselku berdering saat lewat tengah malam. Nomor asing terpampang. Kugeser layarnya dan kutinggalkan ruang rawat suamiku. Dua perawat sedang minum teh di ruang tamu. Aku kurang nyaman sebtulnya kalau ada dua perawat pria yang menetap dirumah ini. Entahlah, namun tidak mungkin juga kalau perawat yang membantuku adalah wanita. Aku lebih tidak rela.“Selamat malam. Dengan siapa?”[Kamu masih mengenali suaraku bukan Renata?]“Nggak mungkin saya lupa, Mr. Matsuyama. Nggak perlu basa basi Tuan, apa yang Tuan inginkan dari perusahaan kami. Saya nggak menyangka Tuan begitu culas. Cih.”[Kamu ini masih saja sombong. Kamu lebih memilih suamimu sekarat selamanya, begitu?]“Ternyata memang benar, ada Udang di balik tembok, bukan di balik batu.”Buahagahaha.[Aku akan memberikan penawar racun itu asalkan kamu bersedia menjadi brand ambassador dari produk teh perusahaanku.]“Sudah saya duga, ternyata Tuan memang picik sekali.”[Kamu nggak punya sopan santun ternyata!]“Sudahlah Tuan Matsuyama, jan
“Paman Abdul! Paman?” Papa Syaron bergegas mendatangi pria yang tengah berada di kursi roda itu.Paman Abdul menganguk. Lalu mama menyusul papa ke ruang tamu.“Paman darimana bisa tahu keberadaan kami?”Papa mungkin lupa kalau dulu Meira lah yang menjemputku untuk kabur saat aku mengetahui kebenaran tentang hal buruk yang sudah dilakukan suamiku. Mungkin papa justru tidak tahu akan hal itu.“Renata.”Meira mendorong kursi roda Paman Abdul hingga mendekat padaku. Aku benar-benar tak tahu apa rencana sahabatku itu. Aku tak sanggup memikirkan banyak hal lagi, terutama masalah orang luar apalagi perusahaan. Yang kupikirkan adalah kesehatan suamiku dan keluarga besarku.Paman Abdul meraih tanganku. Dan beliau menjabat tanganku, aku tertegun. Memang banyak drama di keluargaku, tak kusangka ditengah keluarga besar konglo seperti keluargaku ini ternyata setiap hari kita bak jadi aktris atau aktor yan
[ Renata kapan kalian kemari, oh ya Meira. Kami sudah menyiapkan akomodasi buat kalian.]Ucapan dari Joya di video call disaksikan seluruh keluarga besar kami dan Paman Abdulloh Yusuf. Akhirnya terjawab sudah apa yang papa rencanakan di belakang kami. Papa mertuaku juga mamaku tipe yang dermawan juga bukan sosok yang pendendam. Aku sangat bersyukur sekali di terima oleh mertuaku.“Kami akan berangkat lusa. Terimakasih sekali lagi, Syaron. Kami pamit.”Papa mengangguk lalu Meira mendorong kursi roda Paman Abdulloh Yousuf keluar dari ruangan.Kami menyaksikan mobil Paman Abdulloh Yousuf keluar dari halaman rumah. Aku kembali ke kamar. Pemeriksaan dari dokter Pambudi selesai, beliau pun juga pamit undur diri. Ditengah-tengah kebahagiaan akan kesadaran suamiku, hatiku masih saja kalut mengingat janjiku pada Mr. Matsuyama. Kesehatan dan nyawa suamiku yang jadi taruhannya.Aku masuk ke kamar tamu, kulihat eyang putri sedang tidur nyenyak kedua bayiku sedang tidur di box mereka masing-masin
“Renata bukan maksudku begitu lho.”Akhirnya dia buka suara juga. Sebetulnya aku sangat dongkol, gara-gara kecerobohan juga niat gilanya membahayakan nyawa. Apa nggak ada cara lain selain mengorbankan diri akhirnya merugikan sendiri dan keluarga besar. Malah pakai ngomong aneh-aneh. Rasanya ingin kujewer telinga suamiku atau kujambak rambutnya. Tapi akan sangat kurang ajar sekali aku.“Huftttttt.”“Ren, kenapa gitu sih. Monyong aja bibirmu. Aku hanya bercanda.”Sudah ngomong ngalor ngidul. Katanya hanya bercanda.“Renata. Ngomong dong, jangan diam. Aku mau ke teras depan. Mau bantu aku pakai kursi roda?”Tring.Suara bel berbunyi. Akhirnya dua perawat jaga masuk ke dalam. Biarlah mereka yang membantu suamiku untuk duduk di kursi roda. Kenyataan tubuh Mas Gavrielle tidak terlalu kaku, bahkan kulihat Mas Gavrielle sudah leluasa menggerakkan kaki juga anggota tubuh yang lainnya.“Buk…… silahkan.” Suara perawat mengagetkanku.“Baik terimakasih, kalian bisa istirahat. Saya dan bapak akan j
Jakarta, enam bulan kemudian.Satu persatu masalah berat yang kami alami dalam hidup ini kami lewati. Mengurainya sungguh tak mudah. Berderai air mata, berpeluk keringat dan sungguh menguras tenaga apa yang kami alami.Suamiku sudah memberikan bonus akhir tahun pada seluruh karyawannya di akhir tahun ini. Untuk para bodyguard kakek, mereka justru siap untuk bekerja kembali. Jadilah mereka gentian. Bodyguard papa akan liburan sebentar dan pulang ke kampung halamannya.Hubunganku dengan Meira sudah membaik meskipun aku membatasi akses Meira dan Dito untuk masuk lebih dalam ke dalam keluarga kami. Bukannya aku sok, tapi mencegah lebih baik daripada mengobati.“Mama, kami semua sudah siap berangkat.” Kata Arsen. Putraku kelihatan ganteng sekali. Ia memakai pakaian kembar dengan adiknya. Ancel menolak mengganti celana jeans dengan rok. Yang ada justru ia memakai celana jeans dengan bahan dan warna yang
Mataku terbelalak waktu kami melihat kalau yang datang itu adalah Agusto. Setahuku Mas Gavrielle sudah melakukan tes DNA diam-diam. Hasil itu menunjukkan kalau Neil itu anak Agusto. Tante Haruka sendiri juga pernah berhubungan dengan Agusto cukup lama. Bahkan Agusto sudah yakin kalau Neil itu adalah anaknya.Paman Hiromi justru mengaku kalau Neil adalah anak biologisnya. Tante Haruka itu super jenuis. Ia bisa melakukan hal apa saja di luar nalar. Termasuk memalsukan hasil Tes DNA Agusto dan Neil.“Agusto mari silahkan.” Sambut suamiku. Ia menyambut Agusto dengan baik.Agusto juga ikut duduk di karpet bersama kami. Suamiku tentu saja kaget dengan kedatangan Agusto.“Sebelum kamu menginterogasiku lebih lanjut. Lebih baik aku jujur saja.”Agusto menepuk pundak Adrian dengan keras.“Sakit Om. Slow kenapa sih.” Adrian menyingkirkan tangan Agusto dari pundaknya.“Aku ingin menanyakan menu m
Mobil itu masih mengikuti kami sampai rumah. Begitu sampai rumah. Adzan magrib berkumandang. Aku turun dari motor dan Mas Gavrielle menyerahkan kunci motor itu pada salah satu bodyguard papa.Kami masuk dan di kejutkan oleh suara terompet. Rupanya yang meniup terompet anak-anakku juga Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Mama, Papa juga eyang putriku dan Kakek sudah ada di ruang tamu.Bukan kue tart yang menyambut kami melainkan tumpeng kecil berisikan nasi kuning. Aku takjub sekali, meskipun bukan pesta yang meriah tapi bagiku ini adalah kado yang sangat berharga bagiku juga suamiku.“Happy wedding anniversary ya Mama, Papa.” Kata Arsen dan Ancel berbarengan. Suamiku yang paling tegar di luar tiba-tiba saja menengadahkan matanya ke langit-langit. Ternyata bertepatan dengan momen itu seseorang masuk ke ruang tamu.“Maaf sepertinya aku ganggu.” Kata Neil. Setelah menyapaku di jalan dan tidak di gubris oleh suam
“Mama sama papa ngapain di sini?”Sedang asyik berduaan begini kenapa anak-anakku bisa datang? Ini Pak Khamdan sama bodyguard papa juga ikut-ikutan datang.Wajah Mas Gavrielle langsung di tekuk. Kenapa aku merasa kalau suamiku tidak ingin di ganggu privasinya.Ancelia dan Arsen menenteng tasnya. Harusnya aku justru senang dengan kedatangan anak-anakku. Tapi kenapa kok aku juga terbawa suasana enggan diganggu siapapun termasuk anak-anakku sendiri.“Papa kok gitu sih, wajah Papa kok manyun. Nggak senang kita datengin?” Tanya Arsen. Ia membuka ranselnya lalu mengambil sebuah bungkusan.Arsen memberikan bungkusan itu pada Ancelia. Putriku lalu menyerahkan bingkisan itu pada Mas Gavrielle."Papa, kami nggak bermaksud mengganggu waktu Mama sama Papa. Tapi kata Kak Arsen ini hari ulang tahun pernikahan mama sama papa jadinya Kak Arsen tadi minta di anterin ke toko buat beli ini.” Kata putriku pan
Aku pernah berada pada titik terendah dalam hidup ini. Bahkan tidak hanya sekali aku berusaha untuk terus berjuang untuk hidup. Entahlah bagaimana dengan Meira kedepannya. Apapun yang ia lakukan padaku juga pada keluarga Besar Baskoro tidak serta merta di balas dengan keburukan.Papa mertuaku adalah pribadi yang baik, terlepas kadang beliau menggunakan kekuasaan juga uangnya untuk menyelesaikan banyak hal. Tapi kebaikan papa mertuaku juga keluarga besar Baskoro pada Meira dan keluarganya tidak bisa dinafikan begitu saja.Papa dan juga mama mertuaku bukan tipikal pendendam, tapi melihat mama jadi jutek seperti tadi aku jadi ikut terbawa arus. Apa ada yang mereka bicarakan tapi tidak ku ketahui. Mungkin Mas Gavrielle belum cerita saja.Mama meninggalkan kamarku. Papa sudah berangkat ke pengadilan, kakek ditemani eyang putri sudah berangkat untuk fisioterapi di rumah sakit yang di kepalai dokter Pambudi.Hari sudah siang. Bergegas aku mandi lalu pelan-pelan
Aku tak menyangka kalau di layar ponselku tertera nomor Meira. Sudah berapa lama kami tak saling berkabar. Jangan-jangan yang datang itu adalah Meira.Pantaslah kalau suamiku cemberut. Aku tahu apa yang sudah di lakukan Meira begitu membekas di hati suamiku. Pun Mas Gavrielle sudah berusaha memperbaiki dirinya selama ini.“Kamu sudah bisa nebak kan siapa yang datang?” Mas Gavrielle langsung mengambil kemeja dan berpakaian.“Aku ikut papa saja ke pengadilan, Ren.”Keputusan Mas Gavrielle dalam sekejap bisa berubah.“Nanti kita ngobrol lagi ya, Sayang. Maaf, aku bener-bener nggak bisa nemani kamu. Cepetan sembuh ya istri kesayanganku.”Klek.Pintu kamarku di buka dari luar. Tak menyangka sama sekali kalau Dito yang membuka pintu. Saat Mas Gavrielle mencium dahiku, Dito melebarkan bukaan daun pintu.“Renata.” Sapanya. ”Boleh masuk kan?”Kepalang tangg
Setelah aku selsai berwudlu, segera aku beranjak ke kamar. Suamiku sudah menunggu untuk shalat berjamaah. Ku ambil mukena yang sudah di siapkan suamiku.Baik aku dan suamiku, kami tidak berasal dari keluarga yang sangat religius. Namun, keluarga kami terutama mertuaku adalah keluarga modern yang sangat taat beragama.Setelah kami selesai berjamaah, kepalaku masih saja sedikit pusing. Jadi aku naik kembali ke ranjang. Suamiku memilih untuk duduk di sofa sembari mengambil ponselnya.“Hari ini biar papa saja yang berangkat ke pengadilan. Toh keberadaanku tidak di perlukan.” Kata suamiku sembari menscrol layar ponselnya.“Ngapain sih Mas ketawa begitu?” Suamiku tertawa sampai memegang perutnya. Bikin aku penasaran juga. Kalau suamiku cari hiburan di medsos wajar saja, tapi ia betah sekali natap layar sampai ketawa nggak berhenti.Pertanyaanku nggak kunjung di jawab suamiku. Karena aku juga ingin tahu, diam-diam aku berjalan mend
Lagi-lagi Paman Hiromi bercerita panjang lebar.“Selama ini memang papa saya, Kenzo Matsuyama sangat menyayangi Hirata. Ya karena hanya Hirata anak kandungnya bersama Kinarsih. Saya dan Hideaki juga tak di bedakan. Kelihatannya seperti itu. Tapi, Papa memang sangat menyayangi Hirata. Hirata memang anak yang baik dan berbakat.”Tante Haruka menutup wajahnya dan menangis.”Haruka hamil anak saya. Saya sangat mencintainya tapi ia keberatan untuk menikah dengan saya karena saya kalah dalam segala hal dari Hirata. Setelah Hirata menikah, barulah Haruka mengincar Hideaki. Hideaki juga mencintai Haruka sehingga ia mengadopsi Neil menjadi putra mereka.”“STOP HI-ROMI!” Kata Tante Haruka. Ia kepalang malu dengan apa yang di ceritakan oleh Paman Hiromi.Aku bersyukur kakek maupun eyang putri tak menghadiri sidang ini. Kalau mereka menyaksikan entah apa jadinya nanti. Paman Hiromi masih melanjutkan ceritanya.“La
Sepulangnya dokter Pambudi aku segera mandi. Mbok Sumi mengantarkan Bubur Kacang Hijau ke atas. Uap panas Bubur Kacang Hijau khas Mbok Sumi menggoda selera.“Saya letakkan di meja ya Mbak, Bubur Kacang Hijaunya. Tuan Gavrielle sedang di bawah bersama Den Kakung juga Eyang putri.”Bergegas aku keluar kamar mandi. Aku mendapati Mbok Sumi sedang duduk termenung di sofa.“Mbok.” Ku tepuk pundak Mbok Sumi dari belakang. Mbok Sumi sontak berjingkat pelan.“Den, saya bener-bener minta maaf. Saya nggak tahu menahu apapun masalah ini. Yang saya tahu dan suami saya ceritakan suami saya itu mantan karyawan pabrik yang di PHK karena pabriknya bangkrut.”Mbok Sumi memelukku.”Maafin Pak Khamdan ya.”Harusnya aku yang sangat berterima kasih pada pasangan Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Pasangan ini adalah support system penting dalam hidup kami. Mata Mbok Sumi berkaca-kaca. Ia masih saja tak kuasa membendung tangisnya.“Simbok jangan pergi ya. Saya bahagia sekaligus sedih di pertemukan dengan sosok yang