“Bodoamat! Tugasku cuma nganterian dia sampe sini. Selebihnya, aku sih terserah dia!” gerutu Karina.Setelah masuk ke dalam ruangan miliknya, Karina kini meletakkan tasnya dan menghela napas lega. Seolah dirinya tengah dikejar oleh sosok penguntit yang membuatnya ingin merasa kabur.Beberapa menit yang lalu, dia sudah mendapat konfirmasi dari Luna kalau dirinya sudah melakukan sesi interview dan dalam proses pengecekan oleh pemilik perusahaan.Itu artinya Marcel sedang berada di ruangan HRD bersama mereka dan itu terbukti ketika Karina masuk ke dalam ruangannya ternyata tidak ada Marcel.“Yang penting tugas Gue sudah selesai yah, mau dia diterima atau tidak itu mah bukan kendali Gue!” ucapnya sambil membuka laptopnya.Ada beberapa hal yang membuat Karina merasa malas jika bertemu dengan Luna dalam satu tempat kerja. Tentu hal yang pasti adalah sifat buruk Luna yang bisa saja menjadi ular yang berbisa.Entah apa tujuann adik tirinya itu begitu ingin masuk ke perusahaan yang dia
Karina tiba-tiba ingat kalau dirinya juga tengah melupakan omongan Kayla yang kepo tentang Luna. Sambil mengunyah makanan yang ada di mulutnya, dia pun berusaha untuk berhati-hati dalam bicara.“Iya, seperti yang kamu bilang pas pagi tadi. Dia kan emang ngga ada sangkut pautnya sama loker yang ada di sini, toh emang tutup,” jawab Karina seadaanya.“Terus?”“Dia itu adik Gue. Kebetulan pas itu emang udah sempat nanya ke Marcel apa memang masih ada divisi yang membuthkan atau tidak dan ya ternyata masih ada,” lanjut Karina.Kayla sangat antusias mendengar Karina menjelaskan bahwa itu adalah adiknya. Sampai akhirnya dia pun merasa senang karena bisa jadi dia tidak hanya berteman dengan Karina saja, tetapi juga adiknya yang bisa bersama-sama di satu meja makan ketika jam istirahat tiba.“Divisi purchasing?” tanya Kayla mengulang pertanyaannya.Karina hanya mengangguk tanpa mengeluarkan kata sepatah pun. Dia menyingkirkan tempat makan yang sudah dilahap habis sedari tadi.Begitu juga dengan
“Kamu anak baru kan?” tanya seorang wanita yang memakai kemeja berwarna biru laut.Sambil memegang tas miliknya, Luna mencoba untuk menyapa terlebih dahulu. Di hari pertama kerja, dirinya sudah dihadapkan dengan sosok wanita yang belum dia kenali tetapi memilki wajah yang cukup garang.“I-iya, Kak. Aku divisi purchasing di sini, staff baru yang masuk hari ini,” jawab Luna dengan sopan dan sedikit formal.Sambil melirik tak sedap, wanita itu langsung menyodorkan sebuah map berwarna merah yang berisi beberapa dokumen data barang milik perusahaan.“Baiklah, hari pertama kerja sudah ada tugas yah. Kebetulan kamu masuk tepat di akhir bulan yang mana setiap akhir bulan selalu ada cek stock fisik di gudang. Jadi, tugasmu harus mengecek beberapa barang yang sesuai dengan data di sini,” ucap wanita tersebut sambil menyodorkan map berwarna merah.Luna segera mengangguk dan menerima pemberian map tersebut, lalu sedikit bingng karena dirinya tidak terlalu paham apa yang mesti di lakukan d
Luna menelan semua ocehan dari wanita yang memakai blazer hitam yang ternyata adalah supervisor bagian purchasing.Dia mencoba mengimput barang dengan penuh emosi karena sudah merasa ingin mengeluarkan secara mentah-mentah tetapi terhalang akan statusnya yang masih karyawan baru.“Gue bakal ngimput semua data ini sesuai dengan apa yang gue denger,” ucapnya menggerutu dalam hati.Nampaknya Luna lupa bahwa data yang tengah dimputnya bukanlah data sembarangan. Dia lupa bahawa rekan kerjanya sudah bilang bahwa itu data yang penting dan jika ada satu kesalahan akan berakibat fatal pada divisi selanjutnya.Sekitar lima jam berlalu, Luna akhirnya behasil menyelesaikan tugasnya tepat pukul sebelas siang. Dia pun menuruti semua permintaan dari spvnya untuk mengeprint dokumen kerja dan segera diserahkan ke bagian kepala purchasing.Saat mesin print menyala, tampak sorot mata rekan kerjanya menatap dengan sinis. Entah apa yang mereka pikirkan saat Luna mencoba mencetak hasil kerjanya.“Gue su
Hari kerja ditunggu oleh Karina karena sudah penasaran dengan kesalahan Luna di hari pertama kerja. Dia menunggu Marcel datang ke ruangan sambil menyicil beberapa tugas akhir bulan."Harusnya gue gak panik kaya gini. Ngapain juga coba gue ngurusin masalah Luna," ucap Karina sambil mengetik.Beberapa detik dirinya kembali terpikirkan masalah tersebut. "Tapi, entah kenapa gue merasa galau soal pekerjaan dia. Secara Luna itu bawaan gue di sini, mana gue udah bilang kalau dia itu adik gue lagi. Aduh, sama-sama hancur nih kalau misal gue yang tercoreng nama baiknya," imbuh Karina sambil memegang kepalanya.Saat Karina melamun karena memikirkan masalah Luna, tiba-tiba sosok lelaki yang ditunggunya datang. Marcel sudah mengucapkan salam tetapi Karina masih saja menopang kepalanya dan menghadap ke bawah seolah sedang tertidur.Sehingga Marcel sama sekali tidak berani meninggikan suaranya. Dia melettakan tas dengan pandangan yang tak bisa lepas dari Karina.Sampai saat dirinya menarik kursi, s
Masalah muncul setelah jam makan siang selesai. Pada satat itu, seluruh divisi purchasing melakukan briefing dadakan.Terkuak bahwa kesalahan yang terjadi saat itu adalah kesalahan Luna. Karina mendapatkan informasi tersebut lewat chat dari Luna sendiri.Tetapi, dirinya tak mampu untuk membantu karena berbeda bidang dan juga tugasnya cukup banyak. “Akhir-akhir ini Marcel juga sering absen. Semua tugasnya dilimpahin ke gue, mana bisa gue ikut bantu Luna,” batin Karina saat melihat notifikasi dari Luna.Ketegangan itu terlihat jelas di depan matanya sendiri. Marcel sedari tadi hanya bisa berdiri sambil berjalan maju mundur karena menerima telepon dari bawahannya.“Bagaimana? Apa semuanya bisa kembali lagi?” tanya Karina.“Aku tidak tahu. Tapi, ini sudah ada barang yang ditarik distribusinya, untuk masih di jalan,” jawab Marcel dengan nada yang sopan.Karina hanya mengangguk dan kembali mengerjakan tugasnya. Sebelum itu, Marcel sempat diajak Daniel untuk berdiskusi mengenai masalah ters
“Jadi, bagaimana kamu setuju makan bersama malam ini?” tanya Marcel kedua kalinya.Karina melebarkan pupil matanya sebab tidak tahu apa yang akan dia jawab kecuali mengangguk dengan pelan.“Baiklah. Selesaikan tugasmu dan jam tujuh kita pulang.”“Jam tujuh?!”Marcel melihat jam tangannya saat Karina histeris mengatakan waktu yang dia pilih. “Memangnya, kenapa?”“Bukannya semua karyawan di sini lembur sampai jam delapan malam?” tanyanya.“Itu mereka. Kamu kan bukan karyawanku,” ejek Marcel sambil memainkan bibir bawahnya yang sedikit maju ke depan.Karina hanya ternganga mendengar ucapan tersebut seolah dirinya tak percaya kalau dia tidak dianggap sebagai karyawan.“Kalau gue bukan karyawan, terus gue ini siapa lo?” Pertanyaan itu terus beradu di pikiran Karina sampai dirinya tak bisa fokus dengan tugas yang sedang dikerjakan.Dari seberang, dia mencuri-curi pandang ke arah Marcel seolah ada pertanyaan yang harus segera dia jawab saat itu juga.Makin lama Karina merasa gus
Di perjalanan, Karina masih merasa berutang jawaban pada Kayla yang kebetulan memergoki dirinya pulang lebih awal.Hal ini tentu membuat Marcel merasa canggung karena sikap Karina berubah diam seolah sedang memikirkan sesuatu yang berat.“Kerjaan udah kelar?” tanya Marcel.Sepersekian detik Karina bergidik dan segera membalas, “Sudah.”Marcel masih melihat dengan saksama meskipun sambil menyetir mobilnya. Dia merasa penasaran apa yang sedang dipikirkan oleh Karina.“Terus? Kamu keliatan kaya orang banyak masalah. Aman kan tadi pas kamu keluar?” tanya Marcel mencoba untuk menebak.“E-e-eh, iya-iya,” jawab Karina seadanya.Selagi dirinya mencoba untuk berbohong, Karina berusaha menyibukkan diri seperti membuka ponselnya dengan berpura-pura mendapat chat dari Luna padahal tidak ada chat sama sekali dari adiknya.Perjalanan itu terasa sebentar. Kini mereka sudah berada di restoran yang cukup mewah karena Karina tidak bisa memilih dimana dirinya ingin makan malam.Semua keputusan
Minggu terakhir di bulan itu, Marchel mencoba untuk menyendiri lebih dulu. Di teras lantai dua rumahnya, terlihat sudah secangkir kopi dan biskuit yang menemani Marchel untuk kali ini.Dia sama sekali tidak ingin terlalu banyak pikiran setelah beradu debat dengan orang terdekatnya di kantor, Daniel.“Aku sama sekali tidak menyesal mengeluarkan dia. Harusnya dia yang menyesal karena sudah aku keluarkan di perusahaanku,” ucap Marchel sambil memandang ke arah taman rumahnya.Meskipun pikiran sedang ruwet, tetapi Marchel bukan lah orang yang suka menyesap sigaret. Dia selalu saja membiarkan dirinya termenung dan mengisitrahatkan pikirannya.“Benar, aku harus segera menjelaskan kepada mama secaptnya,” ucapnya.Pagi hari itu memang sudah dijadwalkan oleh Marchel untuk berbicra empat mata dengan Tania. Meskipun di balik itu semua Kayla tetap saja ragu dan takut kalo saja mama bisa marah atas tindakan yang dilakukan oleh kakanya.Karena tidak mendapat izin untuk berunding, Kayla hanya
Hari ini sesuai dengan janji Marchel, dia akan membawa Karina datang ke rumahnya. Semua dilakukan agar Tania atau mama kandungnya sendiri yang harus segera mengetahui semua sebelum Rosa berulah lagi.“Dengarkan aku, Karina,” ucap Marchel sambil memegang tangan Karina yang dingin karena merasa gugup sudah berada di depan rumah Marchel.“Mama tidak menakutkan seperti yang kamu pikirkan. Dia orang yang punya empati yang tinggi dan bisa melihat masalah dari berbagai sisi.Jadi, tolong berikan citra positif dan yakinkan dia bahwa kamu bukan orang yang sembarangan dan semua tuduhan itu salah,” ucap Marchel meyakinkan.Karina hanya memandang ke arah Marchel dengan dalam lalu menghela napas dalam saat melihat pintu rumah Marchel masih tertutup rapat.Karina mengangguk dan melepaskan seat belt lalu turun berdampingan dengan Marchel masuk ke rumah tersebut.Agenda ini memang sudah dijadwalkan untuk Karina sendiri karena Tania juga siap untuk menerima penjelasan dari karina.Dari situ,
“Apa benar kamu mengajak wanita itu ke hotel, Marchel!” Teriakan itu membuat salah satu asisten rumah tangga di rumah Marchel langsung kembali mengambil alat pel dan keluar dari ruangan tersebut.Satu kalimat yang tinggi itu sontak membuat Kayla langsung berdiri menghadap mama nya sendiri. Termasuk Mmarchel yang juga tidak tau apa tuduhan yang selanjutnya diterima kepadanya.“Apa maksud—”“Berhenti, Marchel!” bantah Tania dengan menodong tangannya ke arah anak pertamanya itu. Sekian dirinya mulai mendapat kabar tentang hotel yang diberikan oleh Rosa berupa sebuah foto.“Sekarang, jawab jujur kepada mama! Apa yang kamu lakukan dengan wanita murahan itu di hotel hah!” bantah Tania.Marchel langsung menggeleng kepalanya karena tidak ingin mendengar Karina mendapat tuduhan wanita seperti itu.Dia pun sadar bahwa mama nya belum bisa mengontrol emosinya atau memang masih mendapat teror dari mertuanya sendiri.“Mah, sekarang Marchel mau jelasin dulu. Mama tenang dulu, duduk di sini
Tuduhan kesekian kalinya membuat Tania sedih. Rosa dan Anita selalu saja datang saat dirinya tak ingin mengharapkan itu.Terlebih lagi soal Marchel yang dituduh menginap di hotel dengan Karina. “Ini benar sesuatu yang tidak bisa aku terima. Apa benar Marchel itu melakukan hal itu?” pikir Tania di dalam hatinya.Pagi menuju siang itu membuat Ttania sedikit pening. Dia pun langsung menutup pintu rumah dan beristirahat sejenak.Kayla, yang sudah mengetahui semua masalah itu pun mengelak bahwa Kkarina tidak mungkin berbuat demikian.“Kak, kamu harus segera bilang ke mama. Aku tidak biasa mendengar tudahan seperti ini. Apalagi ini juga menyangkut kedua keluarga besar.Aku takut citra kakak pasti jelek di antar keluarga mereka,” ucap Kayla kepada Marchel saat berada di ruang tengah.“Sudah pasti, Kayla. Citra kakak sudah hancur saat itu juga. Aku tidak percaya Mama Rosa akan mengatakan hal ini kepadaku terlebih soal tuduhan itu.Ini sangat berbahya buat diriku sendiri dan semua mas
“Kamu gila Marchel! Ngapain wanita penggoda itu malah mau kau jadikan sebagai istrimu?” tanya Tania dengan membentak.“Aku sama sekali tidak pernah setuju mama bilang dia adalah wanita penggoda. Sekarang, tenangkan semua emosi mama.Aku akan menceritakan semuanya dengan jelas. Dengan bukti. Bukti siapa yang menyebarkan video itu dan siapa dibalik dalang semua ini,” tegas Marchel.“Mama tidak—”Tiba saja Marchel langsung keluar dari ruangan tersebut. Percakapan pun berakhir karena Marchel tau jika nantinya ucapan itu akan diteruskan, pasti tidak ada jalan temunya.Semua yang dijelaskan olehnya akan sia-sia saja karena Marchel tidak mau berdebat dengan Tania yang masih marah.Untuk menghindari hal itu, Marchel langsung keluar dari ruangan utama. Kembali ke rumahnya di pagi hari setelah menjalankan satu hari weekend di rumah.Tania memang belum menyentuh rumah Marchel dalam seminggu setelah kasus itu terjadi. Dia merasa sangat gagal mendidik Marchel dan masih terpengaruh oleh uca
“Jadi, dia membayar upah untukmu?” “Maaf, Pak Marchel … Say—”“Berhenti! Mulai sekarang, kamu saya berhentikan kerja di sini. Urus semua data ke HRD hari ini juga! Saya tidak mau tau!” Percakapan singkat itu membuat Marchel semakin geram kepada petugas cctv yang selama ini dia percayai. Bagaimana tidak, petugas tersebut menerima upah dari Daniel untuk meminta salah satu video yang sampai saat ini sudah tersebar.Kecewa yang sangat mendalam itu pun akhirnya membuat Marchel semakin murka. Dia berjalan dnegan langkah yang lebar denganw ajah yang kesal.Bukan kembali ke ruangan kerjanya melainkan ke ruangan HRD. Di dalam ruangan itu, Marchel benar-benar sudah bulat untuk menyampaikan apa yang dia inginkan.“Sekarang, atas nama Daniel. Buat suarat PHK untuknya. Urus semua adm dan segalanya hari ini juga. Saya tidak mau tau, sekarang surat itu harus turun ke Daniel!” gugat Marchel.HRD perusahaan pun kaget melihat emosi Marchel yang mendadak. Dia tidak tau apa yang sedang terjadi, sehingg
“Lo gapapa ngajak gue makan malam gini?” tanya Karina.Marchel hanya memandang dirinya tanpa mengatakan apa pun, lalu mengaduk minuman yang dia pesan sebelumnya.Dengan wajah yang cukup lesu, karena penuh dengan kerjaan yang harus segera dilaporkan, Marchel pun berdecak.“Tidak ada yang melarang aku buat ngajak kamu makan di sini. Biarkan saja orang lain tau hubungan kita, memang aku serius juga kok,” jawab Marchel dengan santai.Karina mencoba menancapkan garbu pada steak miliknya, lalu berhenti sejenak. Dia melihat ke arah Marchel dengan tatapan kosong saaat lelaki itu berhenti berkata.Ada salah satu ucapan yang membuat Karina sedikit bingung, bukan lain adalah kata serius. “Serius maksudnya?” tanyanya.Marchel mencoba menelan makanan yang sudah ada di mulutnya, lalu mengambil selembar tissu dan mengelapnya di ujung bibir.Saat itu, Marchel langsung menyesap minumannya sedikit. “Aku bilang benar dan jujur. Aku bilang ke kamu kalo hubungan ini akan dibawa serius, Karina.”K
“Gue sama sekali gak tau siapa orang itu,” ucap Karina dalam hatinya.Setelah mengetahui bahwa Marchel mengatakan dirinya menjadi tuduhan, kini Karina sama sekali dibuat pusing dengan beredarnya foto tersebut.Dia pun melihat ke arah cctv ruangan tersebut dan segera memukul ringan kepalanya berulang kali. “Gue juga gak sadar sih gila kali ngelakuin hal semacam itu bisa-bisanya ada cctv dan gue seenaknya gitu gak sadar!”Karina terus memarahi dirinya sendiri. Seolah ini adalah kesalahannya sendiri, terlebih ketika dia melihat foto yang dikirim oleh Marchel melalui teleponnya.“Gila lo Karina! Pantes aja mereka bilang nuduh gue ini itu karena gue juga gak sadar ada kamera cctv di sini. Belum lagi orang stress itu kok bisa sampai berani pasang video?” lanjut Karina.Hari ini Marchel datang terlambat. Izin kepada seluruh bawahannya untuk menunda meeting di sore hari. Karina, yang masih duduk di depan laptopnya pun masih tak bisa berpikir untuk bekerja saat itu juga.Energinya seol
"Apa kamu lupa dengan janjimu, Marchel!?" bantah Tania.Setelah melakukan banyak sekali perdebtan soal Kkarina, kini Marchel tertampar dengan kalimat Tania, ibu kandungnya sendiri.Dia ngat bahwa salah satu pesan dari mantan istrinya yang meninggal adalah bukan tentang wanita lain. Tetapi, soal anak mereka yang baru saja lahir ke dunia."Mah, Marchel bisa jelasin semuanya. Ini bukan tentang Karina, dan ini salah paham, Mah," jawab Marchel memohon.Lepas pulang dari kantor, Marchel kembali menghadap Tania yang terus seperti layaknya seorang wartawan. Tania bercerita maksud kedatangan Rosa ke rumahnya di siang hari itu.Saat itu juga Tania memberikan semua bukti foto yang sudha berhamburan di lantai dengan jelas kepada Marchel."Lihat apa yang kamu lakukan!" bantah Tania.Seperti sebuah ancaman, Tania pun seperti ingin menampar anaknya sendiri. Pengaruh ucapan dan bukti foto yang diterima dari Rosa membuatnya seketika kesal dengan Marchel sendiri.Dia tak bisa menjelaskan secar