Vermont menjelaskan kalau dia menguji Richard. Ternyata sang anak masih sama seperti dulu, suka menentang ayahnya walau Vermont menatapnya dengan tajam. Pria ini tahu kalau Richard tidak takut akan apapun dan memiliki keberanian, makanya dia mengujinya untuk mengetahui apakah Richard masih sama atau sudah berbeda. Alhasil dia puas menertawakan ekspresi yang ditunjukkan Richard.
“Berhentilah tertawa! Tidak ada yang lucu,” geram Richard masih terbawa suasana. Vermont meredakan tawanya.
“Sepertinya ada yang tidak suka, baiklah, jangan marah!” ujar Vermont. Richard hanya mendengkus sembari memalingkan wajah. Malas menatap pria itu.
Karena Richard tidak mengatakan apapun, Vermont kembali berkata, “Lupakan masalah sebelumnya, mau bagaimanapun, kau tahu pasti bagaimana aku. Aku akan keras kepala dan kau harus menerimanya, kan? Aku akan tetap menikah dengan wanita yang ku cintai Minggu depan. Kau harus hadir di pernikahanku karena aku akan
Richard terdiam ketika Oscar menamparnya. Pria itu langsung gelagapan dan takut. Bagaimana tidak? Karena Richard tidak mau diam bahkan terus mengoceh, ditambah terbawa emosi, Oscar menampar sang bos. Kini dia mendapatkan tatapan tajam dari Richard. Dengan perlahan dirinya mundur untuk menjauhi pria itu.“OSCAAARRR!!!” teriak Richard sembari bangkit dan mengejar Oscar yang sudah melarikan diri. Kini keduanya saling kejar kejaran di ruang apartemen milik Richard. Tiba-tiba saja sang bos terpeleset dan jatuh membuat Oscar berhenti berlari. Dia menghampiri Richard yang terbaring di lantai.“Awas kau, Ikan!” ancamnya dengan nada lemas dan mata yang sayu.“Jangan memanggilku ikan, Bos. Aku bukan jenis ikan Oscar,” tegur Oscar. Richard hanya terdiam. Lama kelamaan dia terpejam dan tidur. Oscar langsung membuang napas leganya setelah sang bos terlelap.“Akhirnya dia tidur juga,” gumam Oscar. Dia membawa sang b
Banyak orang berlalu lalang di sekitar pelabuhan. Kapal juga tengah berlabuh, menunggu penumpang yang akan naik ke sana atau barang yang ditaruh di dek kapal. Para pekerja juga terlihat kewalahan dan peluh membasahi wajah serta tubuh. Ramai pula orang-orang yang hendak pergi dan baru turun dari kapal. Tidak satu pun kapal kosong, semuanya terisi penuh dengan aktivitas para insan.Callista yang sedang berdiri di dekat bangunan hanya bisa menyaksikan kegiatan itu. Sesekali dia melihat ke arah kapal yang baru datang dan orang-orang yang melewatinya. Sosok orang yang sedang dia cari belum muncul juga, entah kapan orang tersebut akan ada. Callista akan tetap menunggu selama apapun.Anak angkat Fernando sudah memberi tahu ciri-ciri orang yang dicarinya, bahkan ada pula fotonya. Dia hanya perlu mencocokkan, pria mana yang sama dengan foto itu? Tidak mungkin tidak akan bertemu. Callista cukup jeli, dia pasti bisa menemukan keberadaan orang tersebut walau harus memakan waktu ya
“A-apa? Bagaimana bisa kau mengetahuinya?” tanya Callista dengan nada terkejut. Wajahnya begitu memerah, mencoba menahan marah setelah mendengar nama kelompok mafia itu disebutkan Gero. Entah dari mana pria ini mendapatkan informasi tersebut.“Tentu saja aku tahu karena semua pekerja di sini adalah anak buah ValHolitz, sebagian dari mereka sempat menceritakan tentang penembakan waktu itu dan mereka menduga kalau salah satu dari merekalah yang sudah membunuh Fern. Aku juga tidak tahu apakah hal tersebut benar atau tidak, tapi mereka mengatakannya tanpa ragu seakan-akan sudah tahu,” jelas Gero. Callista terkejut lagi karena banyak anak buah dari kelompok mafia itu yang bekerja di sini.Gero menjelaskan kalau mereka yang bekerja di sekitaran kapal pengangkut itu adalah anak buah ValHolitz, termasuk yang mengangkat barang, para awak kapal yang ada di atas kapal, dan pekerja yang lainnya. Salah satu dari mereka ada seorang pengawas yang mengawasi sem
“Huft …,” desah Alberto seraya duduk di kursi kerja. Dia berusaha untuk memandangi laptopnya dan bekerja seperti biasa, tapi benaknya terus memikirkan suatu hal penting. Sedari tadi pria ini terus mendesah, ada sesuatu yang sangat dia pikirkan. Bukan hanya itu, dia tampak frustasi sendiri.“Argh sial! Aku benar-benar tidak tahan,” gumamnya lalu menelepon seseorang untuk datang. Selama beberapa menit dia menunggu dengan gelisah, akhirnya orang tersebut hadir dengan raut wajah datar.“Ada apa memanggilku kemari? Tidak biasanya kau menyuruhku untuk datang,” tanya orang itu.“Duduklah, Zouch!” suruh Alberto. Ya, Callista yang dia suruh untuk datang. Ada suatu hal yang ingin dia katakan kepada wanita ini. Callista pun menurut dan duduk di salah satu sofa, pria ini menyusul Callista lalu duduk di sofa yang lain.Untuk kesekian kalinya, Alberto mendesah. Dia bertanya, “Sudah berapa persen kau mencari t
Alberto menatap anak buahnya yang kini kembali duduk di hadapan dia. Dirinya juga sudah duduk di sofa yang lain. Benaknya terus memikirkan sesuatu yang berhubungan dengan pembicaraan mereka sebelumnya. Ada alasan kuat kenapa Alberto meminta Callista untuk mundur dari misi balas dendamnya. Hal tersebut ada kaitannya dengan ancaman yang sempat dilontarkan oleh seseorang dari ValHolitz. Siapa lagi kalau bukan Richard? Si bos mafia ValHolitz itu.Dua hari yang lalu, Alberto kedatangan Richard ketika dia sedang bersantai di sebuah bar yang ada di kawasan Forezsther. Tentu saja pria itu tidak datang secara terang-terangan, Richard sengaja menutupi dirinya dengan tudung jaket dan masker agar tidak ketahuan oleh para bodyguard Alberto ataupun anak buah Forezsther yang berkeliaran di bar itu. Richard sendirian ke bar dan tanpa penjagaan. Meski begitu, Alberto tidak berani melakukan apapun kepadanya. Dia hanya bisa mendengarkan apa yang diinginkan Richard.Waktu itu Richard bert
Kapal pengangkut barang sudah kembali, Callista tampak melihat ke sana kemari dan mencari keberadaan Gero. Ke mana pria itu pergi? Jika Callista mempertanyakan tentang Gero kepada salah satu pekerja, apakah mereka akan mencurigainya? Callista tidak bisa bertindak sembarangan, apalagi yang bekerja di sana adalah anak buah ValHolitz. Dia tidak mau terlibat dengan mereka.Kini dirinya berdiri di salah satu bangunan seraya memperhatikan orang yang berlalu lalang. Cukup banyak insan yang beraktivitas, wanita ini terus bergumam dan mengeluhkan tentang keberadaan orang-orang di pelabuhan. Kenapa sampai sebanyak ini? Pikirnya.Di sisi lain, dirinya habis dari rumah Leif untuk mempertanyakan tentang kelompok mana saja yang menerima Fernando untuk bergabung. Ternyata cukup banyak, dan Callista tidak mengetahui beberapa nama kelompok itu. Namun dia pernah mendengar beberapa nama yang tidak asing baginya. Setidaknya Callista pernah berteman dengan salah satu orang dari mereka. Ren
“Kesepakatan? Apakah maksudmu Fernando terbebas begitu saja dengan mudah karena sebuah kesepakatan?” tanya Gero memastikan. Callista melihat ke arah pantai lagi untuk kesekian kalinya.“Entahlah. Aku hanya menebak, tapi bisa saja hal itu terjadi mengingat Fernando mudah untuk membuat orang lain percaya dengannya. Entah kesepakatan seperti apa yang dia lontarkan, pasti dia mengatakan sesuatu. Tidak mungkin membayar mereka agar membebaskan dia, kan?” jawab Callista. Gero membuang napasnya. Dia mengira kalau Callista tahu sesuatu, ternyata hanya sebuah tebakan semata.“Ya, Fern membutuhkan uang untuk hidupnya, dia tidak akan membuang uang hanya untuk menutup mulut mereka. Lagi pula bos mafia mana yang membutuhkan uang anak buahnya sendiri? Namun kalau tebakanmu benar, apakah dia akan membuat kesepakatan dengan bos-bosnya itu? Bos Fern bukan hanya satu,” balas Gero. Callista berdecak kesal, dia memikirkan kembali kemungkinan seperti apa yang bisa dilakukan Fernando untuk terbebas dengan k
Perkataan pria tersebut mengejutkan Richard, bahkan Oscar sampai menolehkan kepala. Mereka menatap orang itu. Apakah benar pelaku penembakan sudah ditangkap? Richard pun bertanya, “Pelaku penembakan yang mana?”“Yang mana lagi kalau bukan yang sudah membunuh Maxton? Aku tidak terima apa yang dilakukan pelaku kepada rekan kerjaku, makanya diam-diam aku mencari tahu tentangnya. Kebetulan sekali dia sedang berada di Battipaglia. Mudah untukku menemukan si pelaku,” jawabnya.“Benarkah? Sejak kapan kau tahu bahwa pelaku berada di Battipaglia?” tanya Oscar.“Minggu lalu. Aku mendapatkan informasi dari seseorang yang aku kenal. Memang tidak mudah untuk menangkapnya dan aku harus melalui kesulitan karena bekerja seorang diri, tapi aku berhasil membuatnya mengakui perbuatan dia.” Jawaban pria itu membuat Richard berdiri dari duduknya. Pria ini menghampiri sebuah koper yang dibawa oleh si pria. Merasa sang bos sudah menyadari sesuatu yang ada di dalam koper, pria tersebut pun menghampiri.“Kau