Birawa nampak istirahat bersama Suprana di dangau yang ada di dalam hutan, mereka melepaskan lelah setelah berlari sampai hampir pagi. Terlihat Birawa sudah melepas topengnya dia bersama Suprana nampak lahap memakan singkong bakar.
"Aku sungguh tidak menyangka kamu masih hidup, tadinya aku sudah putus asa di dalam penjarah yang sangat menyiksa itu, namun melihat kamu semalam aku merasa punya harapan baru," ujar Suprana yang tak dapat menyembunyikan rasa girangnya.
"Paman hari sudah hampir siang kita harus melanjutkan perjalanan kita, supaya kita tidak kemalaman di jalan," ujar Birawa kepada Suprana.
"Kemana kita akan pergi?" tanya Suprana bingung.
"Kita akan menuju ke tempat Ayahanda berada, aku yakin di sana memerlukan jasa Paman Suprana," jawab Birawa.
"Apa benar Yang Mulia masih hidup?" tanya Suprana lagi.
"Iya." Bima menjawab singkat matanya menoleh ke kiri dan ke kanan.
"Ada apa?" tanya Suprana bingung.
"Aku merasa
Birawa yang kaget karena tepukan di bahunya dengan spontan menoleh, dia melihat di samping kirinya Suprana berdiri menatap ke arah Ratu Andini pergi. "Siapa wanita itu?" tanya Suprana penasaran. "Aku juga tidak tahu Paman, dia hanya bilang datang dari seberang yakni tanah Jawadwipa, membawa pesan gurunya Eyang Dewandana yang bermukim di puncak Gunung Halimun, gurunya mengundangku ke tanah Jawadwipa karena ada sebuah masalah besar yang akan terjadi di sana," jelas Birawa kepada Suprana. "Ada masalah apa yang akan terjadi di sana?" tanya Suprana lagi. "Entahlah Paman, yang pasti kita di sini mempunyai masalah yang lebih besar untuk si selesaikan, mari kita lanjutkan perjalanan kita paman. Birawa berkata kepada Suprana. Tanpa menunggu jawaban dadi laki-laki yang dia panggil paman, Birawa segera berjalan mendahului, dengan cara menyusuri jalan setapak yang biasa dilalui oleh pedagang itu. Melihat Birawa sudah berjalan membuat Suprana berlari mengi
"Ayahanda, menurut pendapatku kita memang tidak bisa gegabah melakukan tindakan, namun untuk menyelidiki kekuatan mereka kita bisa melepaskan banyak mata-mata ke seluruh Kerajaan Bandar Agung," jelas Birawa dwngan takzim. "Baiklah usulmu sangat bagus, namun kita perlu mendidik banyak mata-mata untuk di lepas di sana," jawab Raja Abimanyu. "Yang Mulia Raja, kalau di izinkan biarlah hamba melakukan Darma Bakti hamba, untuk pertama kalinya setelahn keluar daei kungkungan yang menyiksa hamba selama ini." Kali ini Suprana yang berkata dengan takzim. "Baiklah, Dimas aku perkenankan untuk melakukan tugas ini, silakan pilih orang-orang kita yang akan melaksanakan tugas ini," jawab Raja Abimanyu sembari matanya menatap tajam ke arah Suprana. "Baiklah Ayahanda, dan Mamanda sekalian kalau sudah bulat aku mohon izin untuk beristirahat karena badanku rasanya sangat lelah," ujar Birawa melihat usulannya diterima. "Baiklah Ananda, tentu saja badan nanda perl
Balairung Kerajaan Bandar terlihat kesibukan, beberapa pejabat penting Istana dan penguasa wilayah nampak berkumpul. Begitu Raja Arya memasuki ruang yang memang disediakan khusus untuk pertemuan itu semua kwpala yang sudah hadir di tempat pertemuan menunduk hormat. Raja Arya setelah duduk sebentar di kursinya yang ada di tengah ruangan langsung berdiri menatap berkeliling. "Terima kasih atas kehadiran kalian semuanya, mungkin kalian masih lelah setelah melakukan perjalanan namun pertemuan ini harus segera di lakukan, mengingat mungkin kalian sudah mendengar apa yang terjasi di Kadipaten Derwana, keributan yang ada di sana bersama kaburnya seorang tahanan penting dari penjarah bawah tanah aku yakin semua itu ada campur tangan dari Raja Abimanyu yang sampai sekarang belum berhasil kita tangkap." Raja Arya membukak pertemuan dengan wajah tegang. "Daulat Yang Mulia Raja, hamba juga berpikir demikian kejadian di sana sangat rapih yang menyebabkan berapa or
"Ada apa sebenarnya paman?" tanya Birawa semakin penasaran melihat reaksi yang di tunjukkan Jayanegara dan Suprana. "Begini Den, berdasarkan informasi dari mata-mata yang kita dapatkan jika Raja Arya sudah menyiagakan pasukannya, ditambah mereka melepas banyak mata-mata ke seantero penjuru Kerajaan Bandar Agung." Setelah didesak akhirnya Suprana berkata dengan nada khawatir. "Apa yang harus kita lakukan sekarang, Den?" Kali ini Jayanegara yang berkata. Birawa menatap kedua orang yang setia kepada orang tuanya itu yakni Raja Abimanyu, Birawa yang tahu kegelisahan kedua orang tua itu menarik napas panjang berapa kali. "Bagaimana perbandingan pasukan kita di banding dengan mereka paman?" tanya Birawa kemudian. "Kalau kita adakan konprintasi secara langsung sudah pasti pasukan kita akan kalah, sebab kita hanya memiliki 1000 pasukan sementara mereka lebih dari 10 ribu pasukan, dengan perbandingan seperti itu dapat dipastikan pasukan kita akan sanga
"Ada apa Den?" tanya Suprana berbarengan dengan Jayanegara. "Paman aku sudah melihat keseluruhan peta ini, aku menyimpulkan ada berapa kemungkinan yang bisa kita ambil, namun selumnya apakah semua prajurit yang kita punya bisa dikumpulkan besok pagi mengingat kita tidak mempunyai banyak waktu lagi?" tanya Birawa kepada Jayanegara dan Suprana dengan tatapan mata tajam. "Bisa, besok pagi kami pastikan semua prajurit kita akan berkumpul untuk menerima rencana," sambut Suprana dengan mantap. "Baiklah Paman, perintahkan semua mata-mata kita menyebar dan membuat kekacauan di mana saja mereka berada, kemudian bagi prajurit kita beberapa bagian suruh bergerak diam-diam esok malam sementara itu sisakan sebagiannya sekitar dua ratus orang prajurit untuk pergi bersamaku dengan cara menyamar dan berkumpul di ibukota Kerajaan, perintahkan prajurit yang tersebar mulai menimbulkan kekacauan besok paginya di setiap kadipaten yang dimiliki oleh Kerajaan Bandar Agung dan ingat
Mendengar suara di luar bangunan itu dengan cepat dan lincah Suprana bersama Jayanegara segera melesat keluar menuju sumber suara. Ketika masuk ke dalam mereka mengapit satu orang yang tadi menginjak ranting yang mereka dengar. "Siapa dia Paman?" tanya Birawa melihat orang yang baru datang. "Dia mata-mata kita yang datang melaporkan apa yang dia lihat," jawab Jayanegara dengan cepat. "Baiklah apa yang kamu lihat daei tugasmu prajurit?" tanya Raja Abimayu mendahului. "Raja Arya melepas banyak mata-mata menuju pelosik negeri, bersama dengan beberapa prajurit juga disebar untuk berjaga-jaga," lapor orang itu dengan khidmat. "Baiklah, sekarang kamu istirahan karena tubuhmu pasti lelah setelah melakukan perjalanan, besok kamu bergabung dengan salah satu kelompok kita mengingat kamu pasti menguasai medan yang akan di hadapi," jawab Birawa sambil tersenyum ke arah Prajurit itu. "Terimakasih Pangeran, satu hal lagi setiap prajurit yang
Beberapa pasukan penjaga Kerajaan Bandar Agung yang tidak menyangka akan mendapat penyergapan menjadi kalang kabut, suasana istana yang longkar dari penjagaan membuat pasukan yang di pimpin oleh Birawa bersama Jayanegara dan Suprana dalam waktu cepat dapat menguasai istana. "Paman Jayanegara dan Suprana, sebaiknya kita berpencar karena Raja Arya belum dapat kita temukan, tapi aku yakin dia belum pergi jauh dari istana!" Birawa berkata setengah berteriak kepada Jayanegara dan Suprana. "Baik Raden!" teriak Jayanegara dan Suprana berbarengan sembari meloncat dari sana. Setelah perginya Jayanegara dan Suprana dengan cepat Birawa berlari kebelakang istana, di pojokan belakang ke arah istal kuda Birawa melihat Arya berusaha meloloskan salah satu kuda di dalam kandangnya. "Arya, sekarang kamu lebih baik menyerah biar aku bisa membunuhmu tanpa rasa sakit!" bentak Birawa kepada Arya dengan suara menggelegar. Raja Arya yang panik dan kaget merasa tidak
Arya meloncat mundur sejauh dua tindak, dia tidak menyangka sama sekali ketika menjatuhkan dirinya ke tanah tangan Birawa yang sudah di lumuri ajian Tapak Malaikat langsung memukul pedangnya membuat pedang Arya patah di tiga bagian. Tak hanya itu kalau tadi Arya tidak segera meloncat mundur bukan hanya pedangnya yang patah namun dadanya juga akan menjadi makanan tangan Birawa. Tubuh Arya tersandar di kandang kuda dengan muka pucat, sementara Birawa setelah memukul patah pedang di tangan lawan langsung meloncat bangkit. Birawa menatap tajam kearah Arya dengan mulut menyeringai senyuman mengejek, langsung mengangkat tangan menunjuk tepat ke arah hidung Arya. "Hari ini aku akan pastikan nyawa busuk di tubuhmu akan minggat!" hardik Birawa dengan galak. "Jangan bermimpi kau bisa membunuhku Birawa, tadi hanya kebetulan saja, kau tidak akan mampu membunuhku," dengus Arya dengan sombong sambil berusaha bangkit. Begitu bangkit dengan cepat Arya