Bab 100Pov Author Nesya memang masih belum merasa kalah saat ini, karena dia pikir masih memilih banyak simpanan terutama berupa perhiasan itu. Karena dia juga tak tahu jika si Fika telah mengganti perhiasan emas asli itu dengan perhiasan imitasi. Oleh karena itu dia masih sangat percaya diri saat ini.Baginya tak masalah dengan acara dipermalukan seperti tadi, yang penting masih punya banyak harta. Dan juga, dia memang dari awal ingin memiliki Pak Hasan, dan sekarang hal itu menjadi kenyataan.Karena bagi Nesya, Pak Hasan bisa memenuhi sosok yang dia harapkan selama ini. Sosok seorang Ayah, seorang guru, seorang teman dan juga seorang kekasih. Semua bisa Nesya dapatkan dari Pak Hasan."Kepo banget sih kamu! Yang pasti aku akan tunjukan pada kalian, jika aku dan Om Hasan masih bisa bangkit meski kalian sudah merampas semuanya!"Pertemuan kembali dengan Bu Dewi dan juga Fika kali ini sesungguhnya memang tak diharapkan oleh Nesya. Namun, tentu ketika saling bertatap muka seperti itu.
Bab 101Pov Author "Hey! Kamu mau menipu saya ya?!" Pemilik toko berucap dengan sangat emosi, hingga membuang semua perhiasan imitasi itu ke arah Fika.Sontak saja Fika dan semua orang yang ada di dalam toko emas itu pun menjadi kaget dengan sikap sang pemilik toko bermata sipit itu. Dan, Pak Hasan pun tak terima dengan perlakuan pada gundiknya itu."Apa-apaan ini? Nggak sopan banget sih?!" ucap Pak Hasan yang langsung bangkit dari duduknya.Bukannya merendah, tapi si pemilik toko malah membelalakkan mata saat ini."Buat apa aku sopan pada penipu seperti dia? Cepat pergi dari sini sebelum aku memanggil polisi dan membuat kalian berdua tidur di hotel prodeo!" tegas sang pemilik.Mendengar ucapan itu, Nesya dan juga Pak Hasan pun langsung melongo tak mengerti bahkan sama seperti para pembeli yang lain. Mereka mulai bertanya sambil berbisik."Semua perhiasan yang dia bawa ini palsu! Pantas dong jika aku marah? Seperti ya dia ini mau menipu aku. Atau mungkin saja wanita ini gila!" tukas
Bab 102Pov Author "Nesya, kamu kenapa?!" Pak Hasan pun langsung panik dan mencoba membangunkan Nesya. Saat itu para pengunjung yang tadi memperolok pun langsung merasa iba juga. Tak jauh beda dengan Fika dan Bu Dewi yang juga ikut panik saat melihat kejadian itu."Ma, itu Nesya kenapa?" tanya Fika penasaran sekali."Wah, mama juga nggak tahu Fik. Semoga saja ini karena dia kelelahan," tukas Dewi sambil terus menatap ke depan.Meski memang sangat geram pada kedua pengkhianat itu, tetapi jika sudah begini maka pasangan ibu dan anak itu pun merasa kasihan.Beberapa menit banyak orang mencoba membangunkan Nesya, namun tak bisa. Dan, akhirnya Pak Hasan dan seorang lelaki pun menggendong Nesya menuju ke sebuah klinik kesehatan yang letaknya dekat sekali dari toko emas itu."Ma, ayo kita ikut! Fika masih kepo banget nih!"' Tanpa menunggu jawaban dari sang Mama, Fika segera menarik tangan Bu Dewi mengikuti Pak Hasan. Tetapi saat itu Pak Hasan belum sadar jika ibu dan anak itu mengikuti me
Bab 103Waktu rasanya berjalan begitu cepat untukku. Dua minggu sudah berlaku sejak kejadian di Malang itu. Kini aku dan anak-anak serta Bi Nur pun susah pindah ke rumah lama. Kami menjalani hari dengan riang, tanpa sedikit pun ingin tahu tentang Mas Hasan atau Nesya. Meski beberapa kali kulihat video dan berita mereka di sosial media.Fika pun masih di rumah saat ini, karena masih libur akhir semester. Tetapi mungkin beberapa hari lagi dia sudah kembali pergi. Rasanya hati ini begitu lega dan plong ketika sudah bisa menyelesaikan semua ini. Dua minggu ini menjadi hari-hari yang tenang bagiku. Aku bisa memulai hidup baru dengan bercocok tanam sayuran dan juga bunga di kebun belakang. Dengan pergi ini malah membuat otak dan badanku semakin sehat.Rencananya, aku akan menyewakan rumah yang baru kami tinggali selama enam bulan itu, dari pada tak terpakai."Ma, kenal dengan yang namanya Pak Rusli?" tanya Fika sambil menunjukan layar ponselnya.Aku pun mengangguk sambil membaca chat yang
Bab 104Aku pun meminta pada Fika ponsel itu. "Jangan diterima Ma. Bukankah lebih baik jika kita tidak lagi berhubungan dengan perempuan ular itu?" ucap Fika sambil menatapku lekat.Kuambil nafas dalam lagi kali ini. Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Fika itu tidaklah salah, tapi entah mengapa rasanya kali ini aku ingin sekali menerima panggilan dari Nesya itu."Gak apa-apa Fika. Mungkin sudah waktunya berdamai dengan masa lalu," ucapku sambil tersenyum.Beberapa saat Fika masih terdiam namun kemudian dia pun memberikan benda pipih kesayangannya padaku."Ya sudah terserah mama saja deh. Semoga saja si Nesya nggak buat masalah lagi ya Ma," kujawab kerisauan Fika itu dengan anggukan dan senyuman.Segera kuterima panggilan itu, dan saat itu juga si Nesya menangis. Volume panggilan dari ponsel Fika saat itu lumayan besar, jadi sepertinya Fika pasti mendengar apa yang baru akan kami bicarakan melalui sambungan telepon itu."Tante ... tolong maafkan Nesya Tan. Tolong berikan maaf atas s
Bab 105Aku dan Fika pun sontak saling pandang saat mendengarkan perkataan dari Nesya itu. Secara langsung juga bayangan tentang kejadian enam bulan yang lalu seperti terlintas lagi di benakku. Kenapa aku malah takut jika nanti Nesya akan bernasib seperti Adelia? Ah tidak, hal seperti ini tak boleh terjadi!"Apa kamu sudah menikah dengan Papa?" Fika terlebih dulu bertanya sebelum aku pun melontarkan pertanyaan yang ada dalam pikiranku ini.Nesya pun menghentikan sesaat tangisannya dan mulai berbicara. " Sudah, Fik. Hari itu saat aku tahu hamil, Mas Hasan memang sempat pergi. Namun, saat itu dia kembali dan mau menikahi aku, tetapi tentu saja setelah aku merengek dan mengatakan masih memiliki simpanan uang di tabungan," jelas Nesya sambil menarik nafas dalam-dalam.Hal yang diucapkan oleh Nesya yang kali ini tak kuduga, padahal kukira saat itu Mas Hasan akan pergi dan tak bertanggung jawab sama sekali pada Nesya."Bentar deh, berarti Papa itu mau nikahin kamu karena kamu janjikan masih
Bab 106"Mau minta tolong apa?" tanyaku dengan segera, menyela Fika yang sebenarnya akan berucap juga.Dengan bahasa isyarat Fika pun mengatakan tak suka dengan ideku, tapi kali ini aku menyuruhnya untuk diam."Maukah nanti Tante mengasuh bayiku?" tanya Nesya akhirnya dengan suara lirih.Sontak aku dan Fika pun saling berpandangan saat ini."Mengasuh bayi? Apa kamu pikir panti asuhan?" Secara spontan juga Fika pun langsung meradang.Kuelus pundak putriku itu, agar dia bisa sedikit tenang. Karena memang hal ini pun sungguh tak aku pikirkan sebelumnya."Memangnya kamu mau kemana? Sehingga menitipkan bayimu padaku?" tanyaku lagi dengan suara yang lembut.Bayangan Adelia selepas subuh itu kembali terlintas di benakku. Meski memang Nesya bersalah padaku, tetapi aku sungguh tak ingin dia medapatkan nasib buruk seperti Adelia. Apa Lagi aku merasa jika Mas Hasan pun tetaplah Mas Hasan yang dulu. Malah mungkin saat ini dia bisa lebih beringas, mengingat sudah tak memiliki apa-apa lagi."Sudah
Bab 107Hari ini, Nesya akan datang ke rumah. Seperti yang aku katakan kemarin, jika aku memang menyuruh dia untuk datang dan tinggal di salah satu rumahku. Kali ini dia akan tinggal sementara hingga nanti melahirkan di rumah yang aku dibelikan oleh Mas Hasan setelah insiden Adelia itu. Tak masalah, toh memang sampai saat ini rumah itu masih kosong.Tentu, setelah mengambil keputusan ini, aku dan Fika sempat beradu pendapat saat itu. Putriku itu sedikit tak setuju dengan tindakan yang aku ambil ini. Karena memang menurut dia semua itu terlalu beresiko bagi dia. Memasukkan kembali ular ke dalam rumah, berarti telah siap untuk suatu saat terkena bisanya, begitu istilahnya.Namun kembali lagi aku melakukan hal ini atas dasar kemanusiaan. Sungguh aku tak bisa membiarkan seorang gadis muda hamil yang terlantar begitu saja. Banyak hal yang menjadi pertimbangan, yang paling aku takutkan tentu saja si lelaki tak tahu malu itu datang dan menghabisi nyawa Nesya. Sungguh aku seperti tak ingin
Bab 180Pov Author Setelah kejadian meninggalnya Bu Rini secara bunuh diri di rumah itu, Bu Dewi pun memutuskan untuk menjual salah satu rumah miliknya itu. Karena menurutnya rumah itu sudah menyimpan banyak kenangan pahit."Ma ... lihat berita terbaru nggak?" Fika datang tanpa mengetuk pintu kamar By Dewi pagi ini, dia sepertinya sangat bersemangat sambil membawa ponselnya."Berita apa sih, Sayang?" Fika segera menunjukan latar ponselnya pada Bu Dewi. Ada rasa senang dan sedikit iba ketika dia membaca berita itu."Apa ini benar, Sayang?" tanya Bu Dewi sekedar memastikan."Tentu, Ma," jawab Fika singkat.Berita itu menunjukan jika semalam Nesya telah ditangkap di sebuah losmen di kecamatan sebelah. Dengan kondisi yang mengenaskan, seperti seorang yang mengalami depresi.Seminggu sudah pelarian Nesya setelah kematian Bu Rini itu, gadis hitam manis itu pun hanya satu kali saja menghubungi Bu Dewi, setelahnya dia seperti hilang ditelan bumi.Dalam pelariannya itu, Nesya terus berpinda
Bab 179Pov Bu Dewi Aku sungguh tak menyangka jika Nesya mengatakan hal seperti itu. Padahal dia sudah benar-benar nyata terlihat bersalah, tetapi masih menyangkal juga. Jika saja saat ini dia berada di depanku, pasti Aku pun langsung akan menampar dia."Astaghfirullah aladzim!" kata itu terus saja aku ucapkan dengan lirih.Nesya pun kemudian melanjutkan ucapannya, "begini ya Tan. Seharusnya orang-orang itu nggak hanya memikirkan perasaan dia saja, seharusnya mereka memikirkan aku juga dong! Bayangkan deh selama dua puluh tahun dia pergi dan lepas tanggung jawab, menyerahkan aku di Panti asuhan begitu saja. Apa itu yang dinamakan seorang ibu? Coba bayangkan jika kalian jadi aku!" ucap Nesya seakan masih merasa paling benar.Aku akan segera menimpali ucapan gadis tak tahu diri ini setelah mengucapkan istighfar, tetapi nyatanya dia kembali nyerocos."Apa yang kulakukan saat ini anggap saja hanya sebagai sebuah ungkapan kekesalan belaka! Toh sebenarnya apa yang aku lakukan pada ia itu t
Bab 178Pov Bu Dewi Sampai tiba di rumah pun aku sebenarnya masih saja terus memikirkan almarhumah Bu Rini. Nasibnya yang tragis seakan tak bisa membuat aku move on. Pertemuan yang tak terduga, tapi akhirnya menjadi hubungan bis itu, kini hanya tinggal jejak duka saja.Yang aku tahu sebenarnya dia adalah seorang wanita yang tangguh, sehingga bisa memendam rasa sakit oleh pengkhianat seorang Mas Hasan selama puluhan tahun, nyatanya dia masih bisa berdiri dengan tegar. Meski memang dia meninggalkan Nesya selama dua puluh tahun, tetapi menurutku itu adalah sebuah tindakan yang benar. Orang lain bisa menyalahkan karena tak mengalaminya sendiri bukan?Namun, nyatanya Bu Rini tak berkutik dengan anak kandungnya sendiri. Bahkan dengan dalih demi kembali membuat anak durhaka itu bahagia. Ah entahlah, keputusan macam apa itu.Semua perbuatan memang akan selalu ada pertanggung jawaban nanti. Penyesalan memang selalu datang di akhir, tapi entah mengapa aku seperti tak melihat adanya hal itu di
Bab 177Pov AuthorDepresi! Itulah satu kata yang sangat tepat untuk menggambarkan apa yang saat ini tengah dirasakan oleh Nesya. Tentu saja dia sangat emosi saat mengetahui ATM berwarna hitam itu tak lagi ada di tempatnya."Sial! Kenapa sih si Dwi bisa tahu jika dalam ATM itu ada banyak uang!" Saking kesalnya Nesya pun sampai membanting dompetnya ke sembarang arah.Tentu saja gadis manis itu tak ingat, karena semalam dia sudah mabuk berat. Sebagai seorang penipu alias scammer cinta yang sudah sangat profesional, tentu saja Dwi telah menimbang semua itu dengan matang. Karena memang tujuan utamanya membawa Nesya bermalam adalah untuk menjarah uang itu. Untuk kenikmatan surga dunia yang dia dapat, itu hanya seperti sebuah bonus pelengkap saja bagi Dwi.Dengan sedikit belaian saja, Nesya yang sedang mabuk berat itu langsung mengatakan semuanya pada Dwi. Dan, saat malam itu juga lelaki itu langsung menghapus semua jejak dari ponsel Nesya dan mengamankan ATM berharga itu.Dan, ketika tadi
Bab 176Pov Author Nesya terus berlari tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Beruntung dia memang memiliki badan yang ramping dan atlet lari saat dulu masih SMA, jadi dia pun sangat diuntungkan kali ini.Ketika dirasa sudah jauh dari kompleks tempat tinggalnya itu, dia pun sirkit mengurangi kecepatan. Dan, mulai mencari sebuah tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi. Sebuah perumahan terbengkalai dengan beberapa rumah kosong jendela yang sudah rusak, menjadi pilihannya kini."Lumayan deh! Untuk tempat persembunyian sementara!" Nesya segera loncat memasuki jendela, dan duduk berselonjor kaki karena sangat lelah."Kurang ajar sekali memang ibu itu. Sudah mati saja masih membuat masalah untukku!" umpat Nesya saat itu.Ternyata tangisan dia saat berada di rumah Pak Rt itu memang hanyalah tangisan buaya saja. Saat itu sebenarnya dia ingin mencari simpati dari para warga, namun nyatanya mereka malah geram mendengarnya. Alhasil Nesya pun menghentikan tangisan itu dan lalu berpikir un
Bab 175Pov Author "Tangkap dia!""Tangkap anak durhaka itu!"Warga kembali saling berteriak, dan berusaha mengejar Nesya. Tetapi nyatanya Nesya berlari cukup kencang, seakan dia baru mendapatkan kekuatan super. Memang sih sebenarnya dia pernah menjadi juara 1 lomba lari se kecamatan saat masih duduk di bangku SMA. Ternyata skill itu sangat membantu dia sekarang."Sudah biarkan saja dia lari. Toh polisi juga sudah mengantongi identitas dia. Cepat atau lambat dia tentu akan segera ditangkap!" Pak Rt berusaha menenangkan warganya.Akhirnya warga pun membubarkan diri dan membenarkan kata Pak Rt. Satu yang pasti, mereka sama sekali tak ingin Nesya kembali ke kompleks itu.Polisi memang tentu saja akan mengejar Nesya, karena memang dari bukti semua hasil kamera pengintai itu. Menunjukkan dia adalah penyebab Bu Rini bunuh diri. Toh pasti nanti ketika polisi mengotopsi jenazah itu, maka pasti akan ditemukan banyak bekas luka. Hampir setiap waktu, Nesya menjatuhkan tangan pada sang ibu. Ba
Bab 174Pov AuthorNesya saat itu juga pingsan dan tak sadarkan diri. Warga yang takut karena rumah itu sudah dipasangi harus polisi, pun langsung membawa gadis manis itu menuju ke rumah Pak Rt. Meski masih sebal, Bu Dewi dan Fika pun ikut menuju ke rumah Pak Rt. Warga sebagian yang masih penasaran pun mengikuti ke rumah Pak Rt.Beberapa menit kemudian setelah diberi minyak kayu putih, Nesya pun kembali siuman."Aku ada dimana? Dimana ibuku?" ucapnya seketika saat sudah membuka mata sambil berusaha bangun. Saat ini dia berada di ruang tamu Pak Rt.Beberapa warga yang masih ada langsung bersorak mendengar ucapan Neysa itu. Mungkin mereka kesal karena Nesya sejak tadi terus mencari ibunya, padahal semasa hidup Bu Rini dia terus menyakiti."Aku akan pergi dari sini dan mencari ibu! Kalian ini memang orang yang tak berperasaan!" sungut Nesya sambil akan beranjak pergi dari tempat itu. Namun Fika danBu Rt pun mencegahnya."Kamu itu mau kemana sih? Sudah di sini saja dulu! Bukankah kamu ta
Bab 173Pov Author Entah suara siapa yang seakan memberikan komando itu, alhasil mereka pun mulai menghajar Nesya."Aduh! Apa-apaan ini!?" teriak Nesya yang kesakitan. Dan, dia berusaha untuk menangkis dengan tangannya.Tak ada Yang menjawab, tetapi para ibu-ibu terus saja memukul dan mencubit tubuh Nesya disertai dengan umpatan-umpatan khas netizen plus 62."Dasar anak durhaka!""Tega kamu memperlakukan ibu kamu seperti itu!""Nggak bakal masuk surga kamu!""Hajar saja anak tak tahu diri ini!" Suara-suara itu membuat kepala Nesya semakin pening saja, karena dia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pun, dia tak tahu telah berbuat kesalahan seperti apa hingga semua orang menghajarnya seperti ini."Ibu!" teriak Nesya dengan keras, karena dia sangat yakin jika hanya sang ibu saja yang mau menolongnya di saat seperti ini.Mendengar teriakan dari Nesya itu, justru malah membuat para ibu-ibu itu menjadi semakin kesal saja. Mereka terus memberikan pelajaran dari tangan dan juga mulut.Hi
Bab 172Pov Author "Mungkin saja saat ponselnya masih kehabisan baterai dan di cek. Lagian dia kan masih dalam perjalanan," ucap Nesya menghibur dirinya sendiri.Gadis itu pun kemudian duduk di depan sebuah rumah yang letaknya hanya sekitar empat rumah saja dari tempatnya tinggal."Aku kirim pesan dulu deh sana Dwi, biar nanti dibuka kalau dia sudah sampai," ucap Nesya yang langsung mengetikkan pesan melalui aplikasi hijau.Dalam benaknya sebenarnya saat ini dia masih malas saja untuk pulang ke rumah. Karena dia malas bertemu dengan ibunya. Jika boleh memilih tentu dia akan memilih untuk tak pulang dulu dan tetap bersama dengan Dwi.Hanya saja kemarin memang pria itu berkata jika sedang ada pekerjaan, sehingga hari ini Nesya diantarkan pulang dulu."Ah, aku kirim lewat masaanger juga deh!" Sebuah ide terlintas juga di benak Nesya, karena memang tempat pertama kali mereka berinteraksi kan dari facebook."Wah, mengapa foto profil facebook Dwi jadi hilang?!" Seru Nesya seketika.Sebagai