Bab 62"Gimana Bi, semua makanannya sudah siap kan?" tanyaku pada Bi Nur yang sedang asyik menata makanan di meja makan."Siap Nyonya, hanya tinggal menata sedikit saja," jawab Bi Nur dengan sopan.Tanpa berkata banyak lagi, aku pun segera membantu asisten rumah tanggaku itu.Ya, hari ini aku menang menyuruh Bi Nur untuk masak beraneka ragam makanan, karena nanti ada makan malam besar. Mas Hasan yang berada di luar kota selama sepuluh hari katanya saat ini sudah dalam perjalanan. Sedangkan Fika pun sudah menelepon kalau akan pulang bersama teman dekatnya yang kebetulan memang seorang yatim piatu. Sepertinya tak lama lagi mereka pun akan segera sampai."Saya bersihkan kamar tamu ya, Nyonya," ucap Bi Nur yang hanya aku jawab dengan senyuman dan anggukan saja.Sebenarnya sudah aku sudah menyuruh Bi Nur sejak tadi pagi membersihkan kamar tamu yang akan ditempati oleh Nesya itu, tetapi karena memang masak banyak, aku pun mengerti jika dia baru bisa mengerjakan malam ini. Sedangkan aku ta
Bab 63"Dek, aku punya sesuatu buat kamu nih," ucap Mas Hasan saat kami sudah berada di kamar.Suamiku itu pun memberikan satu kotak perhiasan, yang isinya satu set lengkap sekali."Wah terima kasih banyak ya, Mas. Tetapi sebenarnya aku tak memerlukan kemewahan seperti ini. Cukup kamu setia dan tak lagi berbohong itu sudah cukup bagiku," ucapku dari hati."Tanpa kamu minta pun aku akan selalu melakukan hal itu. Hanya saja memang kemarin itu aku sedang khilaf, aku janji mulai sekarang akan selalu mencintai kamu saja hingga akhir hayat kita." Mas Hasan pun mencium keningku ketika aku mengamini apa yang baru saja diucapkannya.Setelahnya tanpa kuminta dia pun melepas kalung yang saat ini kupakai, dan menggantinya dengan yang baru saja dia belikan."Cantik. Kamu sungguh terlihat sangat cantik dan anggun meski sudah berumur banyak. Hal ini lah yang membuat aku tak bisa berpaling pada hati lain." Untuk pertama kalinya setelah insiden enam bulan yang lalu, Mas Hasan mengucapkan rayuan gombal
Bab 64Begitu entengnya dia mengucapkan hal itu, seperti tanpa beban. Sebenarnya sudah sejak lama aku ingin menanyakan tentang hal Lio ini pada Mas Hasan, tetapi memang belum ada waktu yang tepat. Kali ini, rasanya adalah waktu yang tepat itu."Coba jawab jujur pertanyaanku ini, Mas. Kenapa sih kamu kok sepertinya sangat nggak suka dengan Lio? Padahal dia ini kan anak kandung kamu. Ibunya telah tiada karena ulah kamu, lalu mengapa sepertinya kamu sedikit pun gak pernah menaruh kasihan padanya?" tanyaku sambil menatap wajahnya dari samping.Mas Hasan pun menarik nafas dalam-dalam dan mengehmbuskannya dengan cepat. "Ketika melihat bayi ini, aku selalu kembali teringat dengan masa lalu. Saat aku khilaf dan membuat kamh sakit hati. Aku sungguh membenci saat itu!" sungutnya kesal.Memang yang dia katakan benar sekali, aku tentu memang kesal dengan kejadian enam bulan silam. Tetapi kurasa apa yang terucap dari bibirnya itu tak tulus.Mas Hasan pun kembali meneruskan ucapannya. "Sebenarnya
Bab 65Pov Bu Supar (Ibunda almarhum Adelia)"Maaf ya jika kedatangan kami mengganggu, Bu. Sebenarnya kami hanya ingin membawa Lio main kesini sebentar saja, Bu. Siapa tahu ini dan bapak kangen dengan cucunya," ucap Bu Dewi sambil tersenyum.Mendengar nama bayi itu saja rasanya aku sudah muak, tetapi kini malah dia kembali dibawa kesini. Mereka ini memang benar-benar senang sekali menguji kesabaran! "Nggak perlu! Aku tak mau melihat bayi itu! Sekarang juga pergi dari rumahku, karena aku tak ingin nanti rumahku ini ketiban sial lagi karena kedatangan bayi itu! Cepat bawa dia pergi dari sini!" jawabku dengan sangat lantang.Pasti kalian para pembaca bilang jika aku ini seorang ibu yang jahat bukan? Terserahlah jika kalian mau bilang apa pun tentang aku. Yang pasti hanya aku seorang yang paling tahu bagaimana keadaan sebenarnya. Tetapi kali ini aku akan menceritakan semuanya, dengan satu harapan, kalian tak terus menganggap jika aku ini ibu yang tak punya hati!Aku dulu menikah di usia
Bab 66Pov Bu Supar(Ibu Almarhum Adelia)Apa yang keluar dari mulut ibu tak ubah seperti sebuah perintah yang mutlak bagi kami. Tak hanya kami para anak-anaknya saja yang takut, bahkan bapak juga. Apalagi ibuku ini memang seorang pemarah dan juga gampang menjatuhkan tangan. Alhasil kami selalu menganggap dia seperti momok.Akhirnya, tentu saja mau tak mau aku pun akhirnya mau saja untuk menikah meski dengan sangat terpaksa.Mas Supar adalah tetangga desakku, saat kami menikah dulu dia sudah berumur dua puluh lima tahun. Dia bukan berasal dari keluarga yang kaya raya, hanya saja dia memang pernah bekerja di kota. Jadi saat kami menikah dulu, dia memberikan mas kawin berupa sebuah kambing, yang akhirnya dijual juga oleh ibu."Ingat ya, Nur. Jangan sampai sekali-kali pun kamu membangkang pada suami dan juga pada mertua kamu. Karena kalau sampai hal itu terjadi, ibu nanti ikut malu! Awas ya kamu!" Ancam ibu ketika hari pernikahan kami tiba.Aku pun mengangguk dengan pelan, tak kuasa untu
Bab 67Pov Bu Supar(Ibu Almarhum Adelia)"Kenapa sih Mas kita harus punya anak kembar seperti ini! Aku itu capek jika harus memberikan ASI pada mereka berdua! Malas aku!" Hidupku yang beberapa bulan susah merasa amat bahagia karena dijadikan ratu oleh mertua dan suami, akhirnya harus berubah seratus delapan puluh derajat sejak kelahiran Arum dan Adelia itu. Kedua bayi itu hanya membuat aku makin pusing saja setiap hari. Gara-gara mereka juga aku pun tak lagi bisa tidur dengan nyaman. Meski Mas Supar dan mertua sering membantu dan memberikan nasehat, tentu aku masih saja tak suka pada mereka. Belum lagi karena mereja berdua, tubuhku pun menjadi lebih gendut saat itu Mungkin memang karena ibuku dulu adalah wanita yang jahat, akhirnya aku pun memperlakukan kedua anakku dengan hal sama seperti yang ibu lakukan dulu. Hingga kemudian mertuaku pun meninggal, dan tebtu saja aku makin menjadi saat itu."Dek, kamu jangan terlalu jahat dong pada Arum dan Adel. Mereka itu anak baik loh dan mer
Bab 68Pov Bu Supar(Ibu Almarhum Adelia)"Begini, Pak. Kedatangan saya kesini adalah untuk memberikan sebuah penawaran yang menggiurkan untuk Bapak dan Ibu."Seorang lelaki yang belum pernah kami kenal sebelumnya, malam itu datang sekitar dua hari setelah berita kematian Adelia."Penawaran apa ya Pak? Mohon maaf saat ini kami sedang berduka," jawab Mas Supar yang memang sangat terpukul dengan kepergian Adel dan Arum yang hampir bersamaan itu.Aku pun tentu sebenarnya terpukul dengan kematian si kembar itu, tetapi tentu tak sedalam Mas Supar. Aku nggak lebay kok, memang karena sudah takdir bukan?"Saya akan memberikan kalian uang lima puluh juta, jika kalian mau mencabut tuntutan pada Pak Hasan," ucap lelaki itu sambil menatap wajah kami bergantian.Mas Supar langsung meradang dan berdiri saat itu. " Apa kamu bilang? Kamu mau membeli kami? Nyawa anakku hanya kamu hargai dengan lima puluh juta?" Suamiku itu sungguh sangat emosi."Bukan begitu Pak. Tolong tenang dulu dong. Kita bicaraka
Bab 69Jika pikiran ini bisa untuk berpikiran positif, tapi nyatanya hati ini tidak. Bayangan pengkhianatan yang dilakukan oleh Mas Hasan benar-benar membuatku takut.'Tidak, ini tak benar! Aku tak boleh cemburu buta! Mereka hanya bercanda layaknya ayah dan anak!' Kembali aku mencoba menepis semua itu.Segera kulangkahkan kali dengan pelan dan tanpa suara menuju ke dapur. Tetapi kuurungkan niat untuk mengambil air itu, karena pasti akan mengeluarkan suara dan menganggu mereka.'Dari pada terus berpikiran buruk seperti ini, lebih baik aku mendatangi merrka!' gumamku lagi dalam hati.Kembali aku pun mengendap, dan mendekati mereka dari belakang. Nesya dan Mas Hasan duduk dalam satu kursi panjang, dan bahkan nampak teman putriku itu sampai memukul Mas Hasan menggunakan bantal kecil.'Ah, pikiran apa ini? Nggak boleh mikir yang aneh Dewi!' gumamku lagi."Nesya, kamu kok belum tidur?" tanyaku akhirnya dengan suara kubuat sebiasa mungkin.Keduanya tentu langsung menoleh ke belakang kaget ka
Bab 180Pov Author Setelah kejadian meninggalnya Bu Rini secara bunuh diri di rumah itu, Bu Dewi pun memutuskan untuk menjual salah satu rumah miliknya itu. Karena menurutnya rumah itu sudah menyimpan banyak kenangan pahit."Ma ... lihat berita terbaru nggak?" Fika datang tanpa mengetuk pintu kamar By Dewi pagi ini, dia sepertinya sangat bersemangat sambil membawa ponselnya."Berita apa sih, Sayang?" Fika segera menunjukan latar ponselnya pada Bu Dewi. Ada rasa senang dan sedikit iba ketika dia membaca berita itu."Apa ini benar, Sayang?" tanya Bu Dewi sekedar memastikan."Tentu, Ma," jawab Fika singkat.Berita itu menunjukan jika semalam Nesya telah ditangkap di sebuah losmen di kecamatan sebelah. Dengan kondisi yang mengenaskan, seperti seorang yang mengalami depresi.Seminggu sudah pelarian Nesya setelah kematian Bu Rini itu, gadis hitam manis itu pun hanya satu kali saja menghubungi Bu Dewi, setelahnya dia seperti hilang ditelan bumi.Dalam pelariannya itu, Nesya terus berpinda
Bab 179Pov Bu Dewi Aku sungguh tak menyangka jika Nesya mengatakan hal seperti itu. Padahal dia sudah benar-benar nyata terlihat bersalah, tetapi masih menyangkal juga. Jika saja saat ini dia berada di depanku, pasti Aku pun langsung akan menampar dia."Astaghfirullah aladzim!" kata itu terus saja aku ucapkan dengan lirih.Nesya pun kemudian melanjutkan ucapannya, "begini ya Tan. Seharusnya orang-orang itu nggak hanya memikirkan perasaan dia saja, seharusnya mereka memikirkan aku juga dong! Bayangkan deh selama dua puluh tahun dia pergi dan lepas tanggung jawab, menyerahkan aku di Panti asuhan begitu saja. Apa itu yang dinamakan seorang ibu? Coba bayangkan jika kalian jadi aku!" ucap Nesya seakan masih merasa paling benar.Aku akan segera menimpali ucapan gadis tak tahu diri ini setelah mengucapkan istighfar, tetapi nyatanya dia kembali nyerocos."Apa yang kulakukan saat ini anggap saja hanya sebagai sebuah ungkapan kekesalan belaka! Toh sebenarnya apa yang aku lakukan pada ia itu t
Bab 178Pov Bu Dewi Sampai tiba di rumah pun aku sebenarnya masih saja terus memikirkan almarhumah Bu Rini. Nasibnya yang tragis seakan tak bisa membuat aku move on. Pertemuan yang tak terduga, tapi akhirnya menjadi hubungan bis itu, kini hanya tinggal jejak duka saja.Yang aku tahu sebenarnya dia adalah seorang wanita yang tangguh, sehingga bisa memendam rasa sakit oleh pengkhianat seorang Mas Hasan selama puluhan tahun, nyatanya dia masih bisa berdiri dengan tegar. Meski memang dia meninggalkan Nesya selama dua puluh tahun, tetapi menurutku itu adalah sebuah tindakan yang benar. Orang lain bisa menyalahkan karena tak mengalaminya sendiri bukan?Namun, nyatanya Bu Rini tak berkutik dengan anak kandungnya sendiri. Bahkan dengan dalih demi kembali membuat anak durhaka itu bahagia. Ah entahlah, keputusan macam apa itu.Semua perbuatan memang akan selalu ada pertanggung jawaban nanti. Penyesalan memang selalu datang di akhir, tapi entah mengapa aku seperti tak melihat adanya hal itu di
Bab 177Pov AuthorDepresi! Itulah satu kata yang sangat tepat untuk menggambarkan apa yang saat ini tengah dirasakan oleh Nesya. Tentu saja dia sangat emosi saat mengetahui ATM berwarna hitam itu tak lagi ada di tempatnya."Sial! Kenapa sih si Dwi bisa tahu jika dalam ATM itu ada banyak uang!" Saking kesalnya Nesya pun sampai membanting dompetnya ke sembarang arah.Tentu saja gadis manis itu tak ingat, karena semalam dia sudah mabuk berat. Sebagai seorang penipu alias scammer cinta yang sudah sangat profesional, tentu saja Dwi telah menimbang semua itu dengan matang. Karena memang tujuan utamanya membawa Nesya bermalam adalah untuk menjarah uang itu. Untuk kenikmatan surga dunia yang dia dapat, itu hanya seperti sebuah bonus pelengkap saja bagi Dwi.Dengan sedikit belaian saja, Nesya yang sedang mabuk berat itu langsung mengatakan semuanya pada Dwi. Dan, saat malam itu juga lelaki itu langsung menghapus semua jejak dari ponsel Nesya dan mengamankan ATM berharga itu.Dan, ketika tadi
Bab 176Pov Author Nesya terus berlari tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Beruntung dia memang memiliki badan yang ramping dan atlet lari saat dulu masih SMA, jadi dia pun sangat diuntungkan kali ini.Ketika dirasa sudah jauh dari kompleks tempat tinggalnya itu, dia pun sirkit mengurangi kecepatan. Dan, mulai mencari sebuah tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi. Sebuah perumahan terbengkalai dengan beberapa rumah kosong jendela yang sudah rusak, menjadi pilihannya kini."Lumayan deh! Untuk tempat persembunyian sementara!" Nesya segera loncat memasuki jendela, dan duduk berselonjor kaki karena sangat lelah."Kurang ajar sekali memang ibu itu. Sudah mati saja masih membuat masalah untukku!" umpat Nesya saat itu.Ternyata tangisan dia saat berada di rumah Pak Rt itu memang hanyalah tangisan buaya saja. Saat itu sebenarnya dia ingin mencari simpati dari para warga, namun nyatanya mereka malah geram mendengarnya. Alhasil Nesya pun menghentikan tangisan itu dan lalu berpikir un
Bab 175Pov Author "Tangkap dia!""Tangkap anak durhaka itu!"Warga kembali saling berteriak, dan berusaha mengejar Nesya. Tetapi nyatanya Nesya berlari cukup kencang, seakan dia baru mendapatkan kekuatan super. Memang sih sebenarnya dia pernah menjadi juara 1 lomba lari se kecamatan saat masih duduk di bangku SMA. Ternyata skill itu sangat membantu dia sekarang."Sudah biarkan saja dia lari. Toh polisi juga sudah mengantongi identitas dia. Cepat atau lambat dia tentu akan segera ditangkap!" Pak Rt berusaha menenangkan warganya.Akhirnya warga pun membubarkan diri dan membenarkan kata Pak Rt. Satu yang pasti, mereka sama sekali tak ingin Nesya kembali ke kompleks itu.Polisi memang tentu saja akan mengejar Nesya, karena memang dari bukti semua hasil kamera pengintai itu. Menunjukkan dia adalah penyebab Bu Rini bunuh diri. Toh pasti nanti ketika polisi mengotopsi jenazah itu, maka pasti akan ditemukan banyak bekas luka. Hampir setiap waktu, Nesya menjatuhkan tangan pada sang ibu. Ba
Bab 174Pov AuthorNesya saat itu juga pingsan dan tak sadarkan diri. Warga yang takut karena rumah itu sudah dipasangi harus polisi, pun langsung membawa gadis manis itu menuju ke rumah Pak Rt. Meski masih sebal, Bu Dewi dan Fika pun ikut menuju ke rumah Pak Rt. Warga sebagian yang masih penasaran pun mengikuti ke rumah Pak Rt.Beberapa menit kemudian setelah diberi minyak kayu putih, Nesya pun kembali siuman."Aku ada dimana? Dimana ibuku?" ucapnya seketika saat sudah membuka mata sambil berusaha bangun. Saat ini dia berada di ruang tamu Pak Rt.Beberapa warga yang masih ada langsung bersorak mendengar ucapan Neysa itu. Mungkin mereka kesal karena Nesya sejak tadi terus mencari ibunya, padahal semasa hidup Bu Rini dia terus menyakiti."Aku akan pergi dari sini dan mencari ibu! Kalian ini memang orang yang tak berperasaan!" sungut Nesya sambil akan beranjak pergi dari tempat itu. Namun Fika danBu Rt pun mencegahnya."Kamu itu mau kemana sih? Sudah di sini saja dulu! Bukankah kamu ta
Bab 173Pov Author Entah suara siapa yang seakan memberikan komando itu, alhasil mereka pun mulai menghajar Nesya."Aduh! Apa-apaan ini!?" teriak Nesya yang kesakitan. Dan, dia berusaha untuk menangkis dengan tangannya.Tak ada Yang menjawab, tetapi para ibu-ibu terus saja memukul dan mencubit tubuh Nesya disertai dengan umpatan-umpatan khas netizen plus 62."Dasar anak durhaka!""Tega kamu memperlakukan ibu kamu seperti itu!""Nggak bakal masuk surga kamu!""Hajar saja anak tak tahu diri ini!" Suara-suara itu membuat kepala Nesya semakin pening saja, karena dia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pun, dia tak tahu telah berbuat kesalahan seperti apa hingga semua orang menghajarnya seperti ini."Ibu!" teriak Nesya dengan keras, karena dia sangat yakin jika hanya sang ibu saja yang mau menolongnya di saat seperti ini.Mendengar teriakan dari Nesya itu, justru malah membuat para ibu-ibu itu menjadi semakin kesal saja. Mereka terus memberikan pelajaran dari tangan dan juga mulut.Hi
Bab 172Pov Author "Mungkin saja saat ponselnya masih kehabisan baterai dan di cek. Lagian dia kan masih dalam perjalanan," ucap Nesya menghibur dirinya sendiri.Gadis itu pun kemudian duduk di depan sebuah rumah yang letaknya hanya sekitar empat rumah saja dari tempatnya tinggal."Aku kirim pesan dulu deh sana Dwi, biar nanti dibuka kalau dia sudah sampai," ucap Nesya yang langsung mengetikkan pesan melalui aplikasi hijau.Dalam benaknya sebenarnya saat ini dia masih malas saja untuk pulang ke rumah. Karena dia malas bertemu dengan ibunya. Jika boleh memilih tentu dia akan memilih untuk tak pulang dulu dan tetap bersama dengan Dwi.Hanya saja kemarin memang pria itu berkata jika sedang ada pekerjaan, sehingga hari ini Nesya diantarkan pulang dulu."Ah, aku kirim lewat masaanger juga deh!" Sebuah ide terlintas juga di benak Nesya, karena memang tempat pertama kali mereka berinteraksi kan dari facebook."Wah, mengapa foto profil facebook Dwi jadi hilang?!" Seru Nesya seketika.Sebagai