Bab 159Pov Bu DewiJadi itu ya yang membuat Bu Rini akhirnya seperti itu. Ah mungkin benar apa yang dikatakan oleh Nesya, dan karena saking khawatirnya aku malah berpikiran negatif terus. Padahal seharusnya aku gak sadar jika tak selamanya setiap hal yang terjadi pada mereka itu harus aku ketahui. Rasa kepo yang begitu besar pun sebenarnya tak begitu pantas sih."Ya Allah Bu Rini. Jangan terlalu larut dalam kesedihan masa lalu seperti itu. Bukankah sekarang apa yang Bu Rini mau sudah terlaksana? Nesya sudah berubah menjadi baik dan menerima ibu. Kurang apa lagi? Bisa kumpul dengan anak itu bukankah suatu kebahagiaan tersendiri, Bu?" tanyaku sambil menoleh ke belakang. Sedangkan Fika masih terus fokus mengemudi.Kali ini setelah berucap aku tak langsung kembali menghadap ke depan, tapi aku tetap menoleh ke belakang dan menatap wajah Bu Rini.Sepertinya saat itu dia salah tingkah. "I-iya, Bu. Saya sangat senang sekali karena sekarang Nesya sudah mau menerima saya. Tetapi memang sampai
Bab 160Pov Bu DewiAkhirnya kami pun sampai di makam. Ada rasa sedih juga dalam hati meski itu hanya sedikit. Fika dan Nesya berjalan lebih dulu dari kami, sedangkan aku menyeimbangi Bu Rini yang berjalan dengan pelan di belakang. Dari parkir mobil ke lokasi, memang jalannya sedikit jauh."Bu Rini baik-baik saja?" tanyaku lirih, atau mungkin bisa dibilang berbisik. Agar anak-anak yang di depan tak mendengarkan ucapanku.Bu Rini diam dan kemudian menarik nafas dalam-dalam. "Doakan agar semua berjalan seperti yang terlihat ya, Bu." Hanya ucapan singkat itu saja yang dia katakan. Tentu saja hal itu tak membuat hatiku merasa puas, malah sekarang aku makin merasa jika semua tak baik-baik saja."Insyaallah saya aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kita semua, Bu. Tetapi jika memang ada sesuatu yang menurut Bu Rini tak benar, insyaallah saya bisa dipercaya orangnya," ucapku lagi, mencoba untuk membuka sedikit keanehan ini.Bukannya menjawab pertanyaanku, Bu Rini malah saat ini menatap p
Bab 161Pov Bu DewiAku dan Fika langsung pulang setelah menurunkan Bu Rini dan Nesya di depan rumah. Sebenarnya saat ini aku ingin mampir sebentar, tetapi mood Fika sedang jelek karena ucapan Nesya yang tak tepat tadi. Jadi, dari pada nanti terjadi pertengkaran antara mereka aku pun lebih memilih untuk langsung pergi."Bu Rini yang sabar ya. Insyaallah semua akan indah pada waktunya," ucapku ketika berpamitan dengan Bu Rini.Tadi, saat turun dari mobil si Nesya memang langsung masuk ke rumah tanpa mengucapkan basa-basi pada kami, sedangkan Bu Rini masih menunggu hingga kami pergi. "Doakan ya Bu. Rasa bersalah ini sungguh sangat menyakitkan," jawabnya yang bagiku sedikit mengambang.Aku mengangguk dengan cepat, "Tentu Bu. Doa terbaik selalu saya panjatkan untuk kita semua." Ketika dia tertutup seperti itu, tentu hanya doa sajalah yang bisa aku lakukan."Tante, jika Nesya kurang ajar atau berlaku tak wajar. Tolong jangan sungkan menghubungi saya. Biar bagaimana pun dia itu anak Tante,
Bab 162Pov Author Bu Rini melambaikan tangan lemah saat mengantar kepergian Bu Dewi dan Fika. Sebenarnya dia sungguh tak telat melihat keduanya pergi. Banyak hal yang ingin dia ceritakan pada mereka, tetapi tentu saja dia takut pada Nesya.Bukan takut jika anaknya itu akan menghajarnya atau memarahi seperti biasa, tapi dia lebih takut jika nanti Nesya akan pergi dan hilang. Sudah cukup baginya dua puluh tahun yang hilang itu."Ya Allah berikan kekuatan hamba untuk menjalani semua cobaan ini. Dan segera bukankan pintu hati Nesya, agar dia segera mengerti mana yang benar dan mana yang salah," ucapnya lirih seraya berjalan menuju ke rumah.Badannya memang sekarang kurus meski baru satu minggu tinggal bersama anaknya itu. Raut wajahnya pun memancarkan kesedihan yang mendalam, hal itu tak bisa dia tutupi dari orang lain meski telah berusaha sedemikian rupa.Wanita ini sedikit banyak kadang memang masih menyalahkan takdir. Takdir yang sejak dulu dirasa tak pernah baik dan tak pernah berpi
Bab 163Pov AuthorBu Rini hanya bisa terus menangis menanggapi perilaku anaknya itu. Sebenarnya dalam hati dia ingin melawan dan mengatakan jika yang terjadi selama ini adalah salah. Tetapi kembali dia pun diselimuti oleh rasa bersalah yang amat dalam hingga membuat dia diam dan terima saja saat diperlakukan bak pembantu oleh anaknya sendiri.Padahal, sesungguhnya Bu Rini adalah orang yang pemberani. Saat bekerja dulu jika ada yang berani menggoda atau berbuat tak baik padanya maka dia akan berontak. Hanya saja wanita pemberani itu kalah telak di hadapan sang putri kandung."Kenapa masih diam dan duduk manis saja disini?! Lekas berdiri dan masak! Aku lapar tahu!" seru Nesya kembali dengan lantangnya.Selama hidup di panti dan sebelum kuliah, sebenarnya Nesya selalu berusaha menjadi gadis yang baik pada siapa pun. Tetapi itu hanyalah kamuflase belaka, karena dari kecil hatinya telah menghitam dengan cara membenci ibu kandungnya sendiri dan menyimpan rasa iri yang besar pada sesama.Ke
Bab 164Pov NesyaAku hanya tersenyum ketika melihat ibu lari terbirit-birit menuju ke dapur. Ancaman untuk menghancurkan seluruh isi rumah ini nyatanya selalu berhasil membuat dia dengan cepat melakukan apa yang aku mau. "Dasar perempuan bodoh!" umpatku kasar lalu duduk di sofa empuk berwarna coklat ini.Kuambil sebungkus rokok yang berada di tas kecilku, dengan segera menyalakannya dan menghisapnya dalam-dalam."Hufft!"Meski katanya merokok itu bisa menyebabkan kematian atau penyakit, nyatanya hanya dengan begini aku bisa merasa tenang. Menghembuskan asap tebal di depan mata, seperti membuang rasa penat dalam hati."Ternyata menjadi orang yang jahat itu enak sekali! Bodohnya aku kenapa sejak dulu tak berpikir seperti ini! Mungkin aku sekarang menjadi gadis yang kaya raya ya!" ucapku sambil tertawa renyah.Hampir dua puluh tahun aku selalu bersikap munafik, sok baik dan lugu di depan orang lain. Sehingga dulu aku di pantai dan juga si sekolah selalu mendapatkan predikat Si baik dan
Bab 165Pov NesyaMas Hasan, ah menyebut nama itu langsung membuatku tersenyum saat ini. Nama itu selalu sukses membuat jantungku berdebar dan juga membuat sesuatu dalam diri ini menjadi bergairah. Karena bagaimana pun juga dia adalah cinta pertamaku, lelaki yang bisa membuat aku merasakan indahnya surga dunia, hanya Mas Hasan seorang.Jangan ada yang bilang juga jika aku ini adalah perempuan gila, karena mencintai ayah kandungnya sendiri. Hello, ini hidup aku jadi tak usah berusaha mengatur! Apa yang menurutku benar maka itu lah yang aku lakukan! Mengerti! Tak perlu sok pintar di hadapanku!"Mas, apa kamu bahgaia hidup denganku?" tanyaku kala itu pada Mas Hasan. Ketika kami kembali bersatu setelah berpisah beberapa saat waktu itu. Tentu ketika si Rini yang bodoh itu belum datang."Tentu Sayang. Aku sungguh sangat bahagia karena bisa kembali dengan kamu, dan bersama dengan calon bayi kita." Mas Hasan menjawab sambil mengelus perutku yang buncit."Jawab dengan jujur ya. Kamu lebih men
Bab 166Pov Bu Rini "Ya Allah, tolong berikan hidayah pada anakku ya Allah. Buka hatinya dan lembutkan hatinya!" Doaku setiap bangun tidur.Sebenarnya setiap saat aku terus saja mendoakan agar Allah membuka hati Nesya, dan memberikan hidayah. Tetapi nyatanya Allah tak mengabulkan doaku itu. Nesya semakin hari semakin menjadi saja."Hamba memang banyak melakukan kesalahan ya Allah. Tapi tolong jangan berikan hukuman seperti ini. Melihat Nesya seperti ini sungguh membuat hatiku terkoyak," ucapku lagi.Ya, aku melakukan semua ini dan hanya diam saat diperlakukan seperti budak oleh Nesya, karena aku merasa terus bersalah. Nesya pun terus aja mengungkit kesalahanku itu."Ingat ya, Bu. Jika kamu ingin terus bersamaku, maka kamu harus menuruti semua keinginanku! Karena apa? Karena kesalah yang kamu buat itu sungguh besar sekali dan hanya dengan cara ini saja kamu bisa menebusnya!" teriak Nesya beberapa kali.Aku kembali tak bisa berucap apa pun, mulut ini rasanya terkunci ketika Nesya seda
Bab 180Pov Author Setelah kejadian meninggalnya Bu Rini secara bunuh diri di rumah itu, Bu Dewi pun memutuskan untuk menjual salah satu rumah miliknya itu. Karena menurutnya rumah itu sudah menyimpan banyak kenangan pahit."Ma ... lihat berita terbaru nggak?" Fika datang tanpa mengetuk pintu kamar By Dewi pagi ini, dia sepertinya sangat bersemangat sambil membawa ponselnya."Berita apa sih, Sayang?" Fika segera menunjukan latar ponselnya pada Bu Dewi. Ada rasa senang dan sedikit iba ketika dia membaca berita itu."Apa ini benar, Sayang?" tanya Bu Dewi sekedar memastikan."Tentu, Ma," jawab Fika singkat.Berita itu menunjukan jika semalam Nesya telah ditangkap di sebuah losmen di kecamatan sebelah. Dengan kondisi yang mengenaskan, seperti seorang yang mengalami depresi.Seminggu sudah pelarian Nesya setelah kematian Bu Rini itu, gadis hitam manis itu pun hanya satu kali saja menghubungi Bu Dewi, setelahnya dia seperti hilang ditelan bumi.Dalam pelariannya itu, Nesya terus berpinda
Bab 179Pov Bu Dewi Aku sungguh tak menyangka jika Nesya mengatakan hal seperti itu. Padahal dia sudah benar-benar nyata terlihat bersalah, tetapi masih menyangkal juga. Jika saja saat ini dia berada di depanku, pasti Aku pun langsung akan menampar dia."Astaghfirullah aladzim!" kata itu terus saja aku ucapkan dengan lirih.Nesya pun kemudian melanjutkan ucapannya, "begini ya Tan. Seharusnya orang-orang itu nggak hanya memikirkan perasaan dia saja, seharusnya mereka memikirkan aku juga dong! Bayangkan deh selama dua puluh tahun dia pergi dan lepas tanggung jawab, menyerahkan aku di Panti asuhan begitu saja. Apa itu yang dinamakan seorang ibu? Coba bayangkan jika kalian jadi aku!" ucap Nesya seakan masih merasa paling benar.Aku akan segera menimpali ucapan gadis tak tahu diri ini setelah mengucapkan istighfar, tetapi nyatanya dia kembali nyerocos."Apa yang kulakukan saat ini anggap saja hanya sebagai sebuah ungkapan kekesalan belaka! Toh sebenarnya apa yang aku lakukan pada ia itu t
Bab 178Pov Bu Dewi Sampai tiba di rumah pun aku sebenarnya masih saja terus memikirkan almarhumah Bu Rini. Nasibnya yang tragis seakan tak bisa membuat aku move on. Pertemuan yang tak terduga, tapi akhirnya menjadi hubungan bis itu, kini hanya tinggal jejak duka saja.Yang aku tahu sebenarnya dia adalah seorang wanita yang tangguh, sehingga bisa memendam rasa sakit oleh pengkhianat seorang Mas Hasan selama puluhan tahun, nyatanya dia masih bisa berdiri dengan tegar. Meski memang dia meninggalkan Nesya selama dua puluh tahun, tetapi menurutku itu adalah sebuah tindakan yang benar. Orang lain bisa menyalahkan karena tak mengalaminya sendiri bukan?Namun, nyatanya Bu Rini tak berkutik dengan anak kandungnya sendiri. Bahkan dengan dalih demi kembali membuat anak durhaka itu bahagia. Ah entahlah, keputusan macam apa itu.Semua perbuatan memang akan selalu ada pertanggung jawaban nanti. Penyesalan memang selalu datang di akhir, tapi entah mengapa aku seperti tak melihat adanya hal itu di
Bab 177Pov AuthorDepresi! Itulah satu kata yang sangat tepat untuk menggambarkan apa yang saat ini tengah dirasakan oleh Nesya. Tentu saja dia sangat emosi saat mengetahui ATM berwarna hitam itu tak lagi ada di tempatnya."Sial! Kenapa sih si Dwi bisa tahu jika dalam ATM itu ada banyak uang!" Saking kesalnya Nesya pun sampai membanting dompetnya ke sembarang arah.Tentu saja gadis manis itu tak ingat, karena semalam dia sudah mabuk berat. Sebagai seorang penipu alias scammer cinta yang sudah sangat profesional, tentu saja Dwi telah menimbang semua itu dengan matang. Karena memang tujuan utamanya membawa Nesya bermalam adalah untuk menjarah uang itu. Untuk kenikmatan surga dunia yang dia dapat, itu hanya seperti sebuah bonus pelengkap saja bagi Dwi.Dengan sedikit belaian saja, Nesya yang sedang mabuk berat itu langsung mengatakan semuanya pada Dwi. Dan, saat malam itu juga lelaki itu langsung menghapus semua jejak dari ponsel Nesya dan mengamankan ATM berharga itu.Dan, ketika tadi
Bab 176Pov Author Nesya terus berlari tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Beruntung dia memang memiliki badan yang ramping dan atlet lari saat dulu masih SMA, jadi dia pun sangat diuntungkan kali ini.Ketika dirasa sudah jauh dari kompleks tempat tinggalnya itu, dia pun sirkit mengurangi kecepatan. Dan, mulai mencari sebuah tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi. Sebuah perumahan terbengkalai dengan beberapa rumah kosong jendela yang sudah rusak, menjadi pilihannya kini."Lumayan deh! Untuk tempat persembunyian sementara!" Nesya segera loncat memasuki jendela, dan duduk berselonjor kaki karena sangat lelah."Kurang ajar sekali memang ibu itu. Sudah mati saja masih membuat masalah untukku!" umpat Nesya saat itu.Ternyata tangisan dia saat berada di rumah Pak Rt itu memang hanyalah tangisan buaya saja. Saat itu sebenarnya dia ingin mencari simpati dari para warga, namun nyatanya mereka malah geram mendengarnya. Alhasil Nesya pun menghentikan tangisan itu dan lalu berpikir un
Bab 175Pov Author "Tangkap dia!""Tangkap anak durhaka itu!"Warga kembali saling berteriak, dan berusaha mengejar Nesya. Tetapi nyatanya Nesya berlari cukup kencang, seakan dia baru mendapatkan kekuatan super. Memang sih sebenarnya dia pernah menjadi juara 1 lomba lari se kecamatan saat masih duduk di bangku SMA. Ternyata skill itu sangat membantu dia sekarang."Sudah biarkan saja dia lari. Toh polisi juga sudah mengantongi identitas dia. Cepat atau lambat dia tentu akan segera ditangkap!" Pak Rt berusaha menenangkan warganya.Akhirnya warga pun membubarkan diri dan membenarkan kata Pak Rt. Satu yang pasti, mereka sama sekali tak ingin Nesya kembali ke kompleks itu.Polisi memang tentu saja akan mengejar Nesya, karena memang dari bukti semua hasil kamera pengintai itu. Menunjukkan dia adalah penyebab Bu Rini bunuh diri. Toh pasti nanti ketika polisi mengotopsi jenazah itu, maka pasti akan ditemukan banyak bekas luka. Hampir setiap waktu, Nesya menjatuhkan tangan pada sang ibu. Ba
Bab 174Pov AuthorNesya saat itu juga pingsan dan tak sadarkan diri. Warga yang takut karena rumah itu sudah dipasangi harus polisi, pun langsung membawa gadis manis itu menuju ke rumah Pak Rt. Meski masih sebal, Bu Dewi dan Fika pun ikut menuju ke rumah Pak Rt. Warga sebagian yang masih penasaran pun mengikuti ke rumah Pak Rt.Beberapa menit kemudian setelah diberi minyak kayu putih, Nesya pun kembali siuman."Aku ada dimana? Dimana ibuku?" ucapnya seketika saat sudah membuka mata sambil berusaha bangun. Saat ini dia berada di ruang tamu Pak Rt.Beberapa warga yang masih ada langsung bersorak mendengar ucapan Neysa itu. Mungkin mereka kesal karena Nesya sejak tadi terus mencari ibunya, padahal semasa hidup Bu Rini dia terus menyakiti."Aku akan pergi dari sini dan mencari ibu! Kalian ini memang orang yang tak berperasaan!" sungut Nesya sambil akan beranjak pergi dari tempat itu. Namun Fika danBu Rt pun mencegahnya."Kamu itu mau kemana sih? Sudah di sini saja dulu! Bukankah kamu ta
Bab 173Pov Author Entah suara siapa yang seakan memberikan komando itu, alhasil mereka pun mulai menghajar Nesya."Aduh! Apa-apaan ini!?" teriak Nesya yang kesakitan. Dan, dia berusaha untuk menangkis dengan tangannya.Tak ada Yang menjawab, tetapi para ibu-ibu terus saja memukul dan mencubit tubuh Nesya disertai dengan umpatan-umpatan khas netizen plus 62."Dasar anak durhaka!""Tega kamu memperlakukan ibu kamu seperti itu!""Nggak bakal masuk surga kamu!""Hajar saja anak tak tahu diri ini!" Suara-suara itu membuat kepala Nesya semakin pening saja, karena dia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pun, dia tak tahu telah berbuat kesalahan seperti apa hingga semua orang menghajarnya seperti ini."Ibu!" teriak Nesya dengan keras, karena dia sangat yakin jika hanya sang ibu saja yang mau menolongnya di saat seperti ini.Mendengar teriakan dari Nesya itu, justru malah membuat para ibu-ibu itu menjadi semakin kesal saja. Mereka terus memberikan pelajaran dari tangan dan juga mulut.Hi
Bab 172Pov Author "Mungkin saja saat ponselnya masih kehabisan baterai dan di cek. Lagian dia kan masih dalam perjalanan," ucap Nesya menghibur dirinya sendiri.Gadis itu pun kemudian duduk di depan sebuah rumah yang letaknya hanya sekitar empat rumah saja dari tempatnya tinggal."Aku kirim pesan dulu deh sana Dwi, biar nanti dibuka kalau dia sudah sampai," ucap Nesya yang langsung mengetikkan pesan melalui aplikasi hijau.Dalam benaknya sebenarnya saat ini dia masih malas saja untuk pulang ke rumah. Karena dia malas bertemu dengan ibunya. Jika boleh memilih tentu dia akan memilih untuk tak pulang dulu dan tetap bersama dengan Dwi.Hanya saja kemarin memang pria itu berkata jika sedang ada pekerjaan, sehingga hari ini Nesya diantarkan pulang dulu."Ah, aku kirim lewat masaanger juga deh!" Sebuah ide terlintas juga di benak Nesya, karena memang tempat pertama kali mereka berinteraksi kan dari facebook."Wah, mengapa foto profil facebook Dwi jadi hilang?!" Seru Nesya seketika.Sebagai