Bab 137Pov DewiPagi ini aku dan Fika akan segera berangkat ke rumah sakit menjenguk Nesya. Kabar dari Bu Rini semalam itu, sungguh membuatku sangat bersedih. Jadi, sudah kuputuskan sendiri untuk nanti akan membantu Bu Rini setidaknya hingga keadaan Nesya membaik.Saat ini aku pun sangat mengkhawatirkan keadaan bayi yang ada dalam kandungan Nesya, kalau tidak salah saat ini kandungan itu sudah berusia tujuh bulan bukan? Semoga tak terjadi apa pun pada bayi itu. Karena dia tak salah, seharusnya Allah terus menjaga dia. Meski sebenarnya ada juga rasa takut dan khawatir dalam hati ini.Aku pernah mendengar berita jika anak hasil hubungan sedarah itu biasanya akan lahir dengan kondisi yang cacat atau tak normal. Hal ini lah yang aku takutkan saat ini, tak bisa membayangkan seperti nanti hancurnya hati Nesya. Semoga Allah memberikan pengampunan pada bayi itu."Ma bentar ya, Fika mau ke kamar mandi bentar deh," ucap Fika sesaat sebelum kami akan berangkat."Ya sudah nyantai saja. Mama kal
Bab 138Pov Dewi"Maaf, Pak. Tadi Pak Supar bilang apa ya?" Sengaja aku pun menanyakan hal ini lagi, karena jujur saat ini aku masih tak bisa mempercayai jika Bu Supar telah meninggal dunia.Pak Supar terdengar kembali menghela nafasnya kasar."Tujuh hari yang lalu, ada acara syukuran tiga bulan anak saya. Si bugsu itu kami beri nama Anita. Disaat yang bahagia itu, malah sebuah kejadian memalukan terjadi. Istri saya malah ketahuan sedang bermesraan dengan tetangga sebelah di dalam kamar, Bu." Pak Supar pun menjeda ucapnya.Ya Allah kabar baru apa lagi ini? Kenapa banyak kabar seperti ini yang harus aku terima. Aku mencoba tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Pak Supar ini, tetapi hati kecilku mengatakan jika ini adalah sebuah kebenaran. Setahuku pun ayahanda Adelia ini bukan orang yang suka berbohong."Saat itu kampung itu langsung geger, Bu. Pun dengan saya yang tak menyangka jika istri akan berkhianat. Karena emosi, saya pun langsung mengucap talak padanya. Karena b
Bab 139Pov Dewi Pagi ini aku kembali mendapatkan sebuah berita yang tak terduga. Setiap hari rasanya jantungku terus mendapatkan shock terapi. Tak apa lah bismillah semoga saja semua ini bisa membuatku makin sehat dan kuat."Ma, jadi besok pagi kita langsung ke rumah Pak Supar gitu?" tanya Fika sambil fokus menyetir mobil.Aku pun mengangguk dengan cepat. "Iya Fika. Sekalian kita takziah," jawabku singkat.Dalam hati sejak tadi terus berdoa agar tak ada lagi berita yang menyedihkan di sekitar aku ini. Setelah banyaknya kejadian tak terduga ini, aku berharap jika hanya Akan ada kabar kebahagiaan setelah ini."Menurut Mama, apa yang dialami oleh Bu Supar itu juga sebuah karma?" tanya Fika Lagi secara tiba-tiba. "Maksudnya?" tanyaku balik dengan nada yang datar. Aku memang sengaja ingin melihat seperti apa maksud dari Fika."Gini sih Ma. Awal bertemu dulu sih Fika merasa respect sama si Bu Supar itu, karena dia kehilangan kedua puterinya di saat yang bersamaan. Tetapi kemudian pandang
Bab 140Pov Bu DewiKali ini bukan hanya Bu Rini saja yang berteriak, tetapi aku dan semua orang yang berada di sini. Kami semua menuju ke tempat jatuhnya Nesya yang dalam posisi tengkurap."Ya Allah, Nesya!" teriakku yang sangat panik.Petugas pun dengan sigap langsung menolong dengan mulai membawa bantuan. Yang lebih menyedihkan adalah, darah segar mulai mengalir disana.Astaghfirullah! Aku hanya terus berharap semoga bayi dalam kandungan Nesya itu bisa selamat. Meski jika dilihat dari kondisinya sebelum diangkat ke ruang UGD, rasanya sudah tak mungkin sekali. Namun, tak ada yang tak mungkin bukan jika Allah menghendaki?"Tolong selamatkan anak dan cucu saya, Pak! Tolong Pak selamatkan mereka!" Bu Rini terus berteriak pada petugas hingga akhiranya ruang UGD itu ditutup."Istighfar ya, Bu. Sabar dulu," ucapku sambil berusaha untuk menenangkan Bu Rini.'Ya Allah, semoga sampai kapan pun hal seperti ini jangan sampai terjadi padaku!' pintaku dalam hati.Air mata pun tentu saja langsung
Bab 141Pov Dewi "Bu, bagaimana keadaan Nesya?" Ketka baru saja siuman dari pingsan, Bu Rini langsung menanyakan tentang anaknya. Sebuah hal yang sangat wajar."Yang tenang ya, Bu. Saat ini Nesya masih berada di ruang operasi, untuk mengeluarkan bayinya yang telah meninggal," jawabku.Bu Rini yang saat ini pun telah dibawa ke sebuah ruang perawatan oleh petugas, akhirnya kembali tediam. Tetapi kali ini air mata tak lagi keluar. Semoga saja dia bisa menerima semua ini."Ternyata Allah memberikan hukuman dengan sangat berat pada kesalahan yang saya buat dulu. Kini saya sadar Bu, jika kesalahan sepenuhnya tak ada pada tangan Mas Hasan saja, tetapi juga pada saya," ucap Bu Rini dengan pandangan mata kosong ke depan.Aku dan Fika kali ini kembali akan menjadi pendengar yang setia."Sudahlah, Bu. Semua kan sudah terjadi, sekarang waktunya membuka lembaran baru. Saya akan bantu untuk kembali memberikan kepercayaan diri pada Nesya." Fika ternyata langsung menimpali ucapan Bu Rini tadi itu.S
Bab 142Pov Bu DewiKami bertiga sesaat saling berpandangan saat mendengarkan pertanyaan dari Nesya itu. Kali ini gadis manis itu memang lebih tenang, tetapi dia bahkan menanyakan segala hal."Kenapa kalian semua diam? Kemana perginya lelaki yang telah menghancurkan hidup kita itu? Apa dia sekarang sedang bersenang-senang dengan mainan barunya? Atau dia masuk penjara?" Suara Nesya kali terdengar sedikit bergetar.Sedikit banyak aku tahu jika gadis manis itu sedang menyimpannya rasa sedih dan kecewa saat ini. Kami tetap berdiam saat akhirnya dia kembali bertanya."Apa pertanyaanku tadi sangat berat untuk dijawab? Tenang saja, saat ini aku sudah lebih stabil kok. Bayi hasil hubungan tak selayaknya itu sudah tiada, dan aku jujur bersyukur akan hal itu. Sekarang tolong jawab dimana Pak Hasan? Apa dia juga sudah mati? Karena dia sering datang dalam mimpiku." Pertanyaan itu terus saja dilontarkan oleh Nesya.Apa iya dia memang setegar itu dan ikhlas dengan kepergian bayinya? "Dalam mimpiku
Bab 143Pov DewiSeharusnya saat ini perbincangan seperti ini tak perlu terjadi lebih dulu, karena kondisi Nesya pun belum stabil. Pasti saat ini perasaan Bu Rini pun hancur sekali."Nesya. Jangan terlalu membenci ibu kamu ya. Bukankah kamu pun saat pertama hamil akan juga menitipkan bayi itu padaku? Berarti hal itu dulu ibu kamu pilih karena beliau sedang bingung, sama seperti yang kamu rasakan kemarin bukan? Kita tak bisa menghakimi keputusan orang lain, karena kita tak berada di disposisinya saat itu," ucapku dengan sabar.Tak masalah rasanya jika aku kembali mengingatkan hal itu, siapa tahu dengan begitu bisa membuka sedikit hati Nesya. Yang terus saja membatu dan terus menyalahkan sang ibu. Dalam posisi seperti ini harusnya dia pun mulai berusaha berdamai dengan segalanya. Tak selalu apa yang kita inginkan akan menjadi kenyataan bukan?"Memang benar saya kemarin sempat berpikiran untuk menitipkan bayi itu pada Tante Dewi. Tetapi itu hanya untuk sementara saja, Bukan seperti yan
Bab 144Pov Dewi"Bu Rini! Tunggu!" teriakku yang terus berusaha membersamai ibunda dari Nesya itu.Kubiarkan saja Nesya tetap bersama dengan Fika di ruang perawatan itu. Aku yakin putriku itu nanti akan bisa menghandle semuanya. Sepertinya Nesya pun lebih nyaman jika hanya berbincang dengan yang sebayanya. Kini adalah tugasku untuk membuat tenang Bu Rini, kejadian yang kemarin menimpa Mas Hasan semoga saja saat ini tak terulang kembali."Tunggu, Bu! Mau kemana?" tanyaku yang akhirnya bisa meraih tangan Bu Rini.Wanita itu pun kini tetap berjalan sambil menghapus air matanya dengan kasar."Jangan seperti ini, Bu. Semua bisa dibicarakan dengan baik-baik," ucapku lagi."Sepertinya saya sudah tak kuat lagi menghadapi kenyataan yang pahit ini, Bu. Saya memang salah, benar sekali apa kata Nesya," ucapnya sambil sesenggukan.Aku pun mencoba berada di posisi Bu Rini. Cobaan seperti ini rasanya memang berat sekali bagi seorang ibu. Tetapi jika dia seperti ini, maka bagaimana dengan Nesya?Ak