5 bulan berlalu, Tendero masih berusaha mencari Kanisa yang menghilang bak di telan bumi, 5 bulan pula Kanisa yang berada di rumah Johseon masih dalam keadaan koma meski Johseon sudah melakukan berbagai cara bahkan memanggil dokter terbaik untuk merawat Kanisa agar Kanisa cepat sadar kembali, tapi seolah betah bermimpi Kanisa tidak kunjung sadarkan diri juga.
Jika mengingat keadaan Kanisa yang masih dalam keadaan sama seperti itu Johseon merasa begitu prustasi belum lagi dengan rasa bersalah yang mendera dirinya tidak kunjung pergi. Mungkin ini karma untuknya karena dikehidupan sebelum-sebelumnya Johseon menjadi orang jahat yang tidak kenal ampun bahkan dia tidak memperdulikan nyawa seseorang ketika Johseon mengambilnya dengan begitu mudahnya seolah nyawa-nyawa yang sempat melayang di tangannya itu tidaklah berarti.
Dan sekarang, lihatlah dia. Betapa menyedihkannya dirinya hanya karena seorang wanita yang tidak sengaja dia tabrak h
Merasa putus asa karena pencariannya tidak ada hasil Tendero kembali mabuk berat di bar. Marah karena seseorang tanpa sengaja menabraknya dan menumpahkan minuman kebajunya, Tendero membuat keributan dan memukuli orang yang menumpahkan minuman kebajunya hingga kritis. Mengamuknya Tendero membuat Kahan, tangan kanannya kewalahan untuk menangani Tendero, hingga kedatangan Yutaka dan Marl yang kebetulan juga datang ke bar akhirnya berhasil menghentikan kekacauan yang di buat Tendero dan menyeret pria itu pulang ke rumahnya.“Lepaskan aku!” pekik Tendero berusaha memberontak begitu dia tiba di mansion.Dengan terpaksa Kahan melepaskan Tendero membiarkan pria itu berjalan limbung hingga dia jatuh terlentang di lantai.Yutaka dan Marl yang melihat itu berdecak.“Kenapa dia jadi hilang kontrol begini?” gerutu Marl, keningnya tampak mengerut.“Kanisa, K
Takdir itu memang tidak bisa ditebak seperti apa ke depannya, meski kita memiliki nasib yang baik yang selalu berpihak kepada kita tetap saja sewaktu-waktu nasib bisa berubah. Kemalangan bisa datang kapan pun tanpa bisa kita duga. Terkadang kita selalu melupakan hal tersebut karena terlalu serakah akan sesuatu yang membuat kita terobsesi pada dunia fana sampai melupakan tuhan.Dari masih dirinya berusia enam tahun Tendero sudah terbiasa hidup dengan gaya keras dan penuh tuntutan akan banyak hal hingga membentuk dirinya yang juga sama kerasnya dengan kenyataan hidup yang dia jalani tanpa ada satu pun keluarga kandung di sisinya.Semenjak usianya enam tahun Tendero sudah terbiasa hidup dalam kesendirian, rasa takut, dendam dan juga trauma semenjak keluarganya dibantai tanpa ampun oleh musuh ayahnya.Bukan hanya membentuk pribadi yang keras tapi juga dingin dan tidak memiliki belas kasih. Selama ini Tendero hanya mend
Seperti janji Yutaka dan Marl, mereka berdua akan membantu Tendero. Setelah pulang dari mansion Tendero mereka berdua langsung bekerja sama dengan Kahan dan mulai mengerahkan bantuan tambahan untuk mencari Kanisa. Mereka semua terlihat kompak dengan membagi-bagi tugas untuk mempersingkat waktu. Tendero pun tidak tinggal diam, dia juga ikut bergerak mencari Kanisa kembali.Tendero masih berharap besar bahwa dia akan bertemu dengan wanita itu, rasa rindu yang kian menggunung membuat Tendero kian tidak sabar ingin segera menumpahkan rasa rindunya itu kepada Kanisa.Siang berganti malam, Tendero terlihat berada di dalam mobil. Melajukan mobilnya bagaikan pembalap propesional menguasai jalanan tanpa memperdulikan kendaraan lain yang dia salip. Tatapan matanya tampak berbinar menyorot tajam ke depan, tiba-tiba saja sebuah mobil bmw berwarna kuning bergerak sejajar dengan mobilnya. Tendero melirik ke arah mobil itu, guncangan terasa pada mobilnya s
Tendero menyipitkan matanya saat cahaya menyilaukan itu menyambutnya. Beberapa saat Tendero mengerjap-ngerjapkan matanya hingga akhirnya dia pun mulai terbiasa dengan suasana di tempat itu. Asing. Satu kata yang menggambarkan tempatnya berada saat ini.Tendero mengerjitkan keningnya. Berusaha mengamati tempat asing itu, sebuah taman hijau yang membentang luas, danau dengan air jernih terlihat berada di sisi barat dengan hiasan bunga di beberapa tempat memperindah taman itu.Tatapan Tendero berhenti pada satu objek tidak asing yang menarik perhatiannya. Matanya membelalak tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.“Kanisa?” gumam Tendero dengan suara gemetar, dia mengucek matanya berusaha meyakinkan penglihatannya kalau wanita yang tengah duduk santai dipinggiran danau itu benar-benar sosok Kanisa.Begitu Tendero sudah yakin kalau wanita itu adalah Kanisa. Tendero langsung bergerak
Tendero tersentak hebat seakan dirinya baru saja dijatuhkan dari ketinggian. Kedua matanya lantas terbuka sempurna dengan nafas terengah. Titik-titik keringat terlihat bermunculan di wajah dan lehernya, Tendero kemudian menarik nafas panjang dan menghembuskan nafasnya secara beratur, dia merasakan denyut jantungnya berdetak cepat sebelum kembali berdetak secara normal. Tendero mengerjit, merasakan rasa sakit disekujur tubuhnya hal pertama yang menyambutnya pun adalah ruangan serba putih, bau obat-obatan dan juga suara tit alat bantu kontrol detak jantung yang berada di sebelahnya.Selain infus tampak tertancap di tangan kirinya juga alat bantu pernapasan yang terpasang dari hidung ke mulutnya. Dia pun akhirnya sadar bahwa saat ini dirinya sedang terbaring menjadi salah satu pasien tidak berdaya di sebuah rumah sakit dan di tempatkan di ruangan yang bisa dikatakan vvip.Tendero melirik pintu di sebelah kananya yang terbuka, tidak lama k
Suasana di ruangan itu tampak hening, Tendero terlihat berdiri di dekat jendela menatap pemandangan yang tersuguh di luar. Keningnya terlihat berkerut samar, pria itu tengah memikirkan penyerangan yang sudah terjadi padanya tanpa bisa dia ketahui siapa dalangnya. Pertama saat dirinya di indonesia ketika Kanisa berkunjung ke rumah keluarganya kedua saat dirinya tengah mencari Kanisa. Tendero mengepalkan tangannya dia sangat benci menjadi orang yang lamban dalam mengatasi masalah seperti ini.Tidak pernah sebelumnya Tendero kecolongan dua kali seperti saat ini.“Apa mungkin benar orang yang berusaha menyakitiku itu adalah orang yang sama dengan yang sudah membunuh keluargaku bertahun-tahun lalu,” batin Tendero. Dia menghela nafas lantas berbalik saat mendengar pintu di belakangnya berderit terbuka.Kahan masuk ke dalam ruangan, menatap Tendero.“Tuan anda sudah sadar,” sap
Terik matahari yang mengenai wajah Johseon membuat pria itu terbangun dari tidur panjangnya, pria itu terlihat menggeliatkan tubuhnya lalu membuka matanya dan menguap lebar.Johseon melirik jam wecker yang ditaruh di atas nakas yang berada tepat di samping tempat tidurnya, waktu terlihat menunjukan pukul sepuluh pagi. Johseon mendesah lirih dia lantas bangkit terduduk.Untuk sejenak Johseon hanya duduk berusaha mengumpulkan seluruh nyawanya sebelum akhirnya pria itu bangkit turun dari atas ranjangnya dan pergi ke kamar mandi untuk mandi sebelum memulai kegiatan hari ini.***Siang ini Johseon berencana berkunjung ke rumah Tendero sesampainya di mansion pria itu, Johseon dibuat heran dengan keadaan pria itu. Tendero terlihat tidak bersemangat menjalani hidup belum lagi dengan wajah pria itu yang tampak muram luar biasa, oh dan jangan lupakan dengan
Tendero menatap pantuan dirinya di cermin, mengamati penampilannya. Setelah dirasa semuanya terlihat sudah sempurna dan tidak ada yang terlewatkan. Pria itu pun akhirnya berbalik dan keluar dari kamarnya.Saat Tendero menuruni anak tangga. Kahan terlihat sudah berdiri diambang pintu mansion bersama dengan tiga bodyguard di sisi kiri dan kananya. Tendero bergerak mendekati mereka, mereka semua pun langsung menundukan kepala, hormat kepada Tendero begitu pria itu berjalan melewati mereka.Kahan mengekor di belakang dengan ketiga bodyguard itu. Dengan sigap pria paruh baya itu pun membukakan pintu untuk Tendero. Tendero pun segera masuk ke dalam mobil dan duduk. Pintu di sampingnya pun ditutup kembali.Kahan menyusul masuk ke dalam mobil, menyupiri mobil tersebut. Saat mobil yang disupiri Kahan mulai bergerak maju, meninggalkan pelataran mansion. Dua mobil yang berisikan bodyguard Tendero juga ikut bergerak mengekori mobil