"Jonas, aku izin bertemu adikku ya." Seru Jovanka setelah Jonas duduk nyaman di dalam mobil.
Jonas yang tadi nya tak memperhatikan wanita itu pun kini menatap ke arahnya. "Kau akan kembali jam berapa?" "Aku akan kembali sebelum kau pulang dari kantor." Jawab Jovanka dengan mengulas senyum tipis. "Baik, dan kau pergilah dengan supir jangan naik angkutan umum."Ucap Jonas mengangguk pelan. Jovanka yang mendengar hal itu pun sontak mengulas senyuman semakin lebar. "Terimakasih Jonas, kau bekerja lah dengan semangat." Ucap Jovanka tersenyum manis. "Hmm."Jonas hanya berdehem, terlebih ia merasakan gelagat aneh kala menatap senyuman istrinya itu. Setelah mobil yang membawa suaminya itu pergi, Jovanka kembali masuk kedalam untuk bersiap pergi menemui adiknya. Sudah satu minggu sejak kepulangan adiknya dari rumah sakit mereka belum bertemu. Jovanka memiliki waktu bertemu adiknya kalau Jonas sedang pergi bekerja. ****** Kini Jovanka sudah berada di salah satu unit apartement mewah milik keluarga suaminya. David memang sengaja memberikan tempat itu agar mendapat pengamanan yang baik Tak tanggung-tanggung karena Delisa pun memberikan dua orang asisten yang akan menemani Gabriel disana. "Bagaimana kabarmu sayang? tidak ada masalah lagi kan?" Tanya Jovanka sembari memeluk tubuh adiknya. "Aku baik-baik saja kak, dan ini semua berkat kebaikan kakak." Ucap pria remaja itu dengan mengulas senyum pada kakaknya. "Kakak hanya melakukan yang kakak bisa Gabriel, dan yang membayar semua biayanya tetaplah mereka." Ujar Jovanka dengan mengelus lembut rambut adiknya. "Tetap saja kak, aku merasa bersalah karena aku kakak harus menikah dengan orang itu." Ucap Gabriel dengan suara pelan. Jovanka menghela nafas pelan dan bergeleng, baginya tak masalah asal adiknya bisa baik-baik saja seperti saat ini. "Gabriel, kakak tidak masalah harus menikah dengan Jonas. Dia pria yang baik dan kedua orang tuanya juga sangat baik, jadi kau tak perlu memikirkan hal itu hmm." Gabriel menatap kakaknya dengan tatapan sendu, saat pertama kali berpindah ke apartemennya saat ini. Dia tak sengaja mendengar percakapan kakak nya dengan seseorang. Gabriel terus memaksa kakaknya agar mau berbicara dan disana lah Jovanka memberitahu segalanya mulai dari pengobatan nya yang akan dicabut sampai ia bertemu dan membuat kesepakatan dengan David. Bahkan sebelum kepergian Mertua Jovanka keluar negeri, kedua paruh baya itu sempat menjenguk dan memastikan keadaan Gabriel baik-baik saja. Walau disaat itu Gabriel belum mengetahui status kakaknya yang sudah menikah. Jovanka hanya mengatakan pada adiknya kalau kedua mertuanya adalah orang yang telah membantu dirinya. "Apa kau baik-baik saja tinggal disini?" Jovanka mengalihkan pembicaraan mereka agar adiknya tak kefikiran tentang pernikahan nya lagi. "Semuanya baik kak, kedua Bibi itu juga sangat baik." Jawab Gabriel dengan mengulas senyum tipis. "Kakak senang mendengarnya, setelah keadaan mu benar-benar membaik kau akan kembali masuk sekolah. Orang tua Jonas sudah mengurus kepindahan kamu ke sekolah yang baru." Beritahu Jovanka. "Kenapa harus pindah kak? Aku baik-baik saja kok disekolah yang lama." "Jaraknya terlalu jauh dari sini, lagipula kau akan mendapatkan pendidikan yang jauh lebih baik. Dan kakak berharap kau akan memanfaatkan nya sebaik mungkin." Ujar Jovanka menatap lekat adiknya. Harapan nya adalah dikemudian hari adiknya bisa menjadi orang yang sukses. "Aku berjanji kak, aku tidak akan mengecewakan mu." Kedua nya kembali berpelukan. Ditinggal pergi selamanya oleh kedua orang tua membuat kehidupan Jovanka dan Gabriel berubah 180°. Sebelum nya kehidupan mereka yang bahagia harus hancur karena kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya. Bahkan Jovanka harus mengubur dalam-dalam cita-cita nya yang ingin melanjutkan pendidikan di Universitas ternama di negaranya. Menjelang sore hari, Jovanka pun berpamitan pada adiknya karna suaminya akan segera pulang dari kantor. Mereka hanya menghabis waktu dengan berbagi cerita, makan siang bersama dan beberapa hal lainnya. Walau terasa berat meninggalkan adiknya hidup sendirian tanpa dirinya. Tapi Jovanka harus bisa, ada harga yang dibayar demi kebaikan adiknya. Lagipula Jonas sama sekali tak membatasi dirinya kalau ingin bertemu adiknya. Hanya saja memang ada waktunya, tak boleh berada diluar saat Jonas sudah kembali dari kantor.Sepulang nya Jovanka dari apartemen adik nya, wanita itu langsung membersihkan diri dan turun ke lantai dasar menuju Pantry."Nona, anda istirahat saja. anda kan baru saja kembali dari luar pasti lelah." Ujar Bibi Nancy dengan suara lembut."It's oke Bibi, aku gak capek kok. tadi juga hanya di apartemen adikku saja." Ujar Jovanka, namun kali ini Bibi Nancy sedikit memaksa agar wanita itu tak ikut mengerjakan pekerjaan mereka."Kali ini Bibi tidak mau mengalah Nona, anda harus naik ke atas atau di ruang santai saja bisa menonton drama atau apapun." Seru Bibi Nancy.Pada akhir nya pun Jovanka mengalah. Wanita itu menghela nafas berat, namun tak ayal mengangguk kan kepala nya juga."Yasudah, Aku kedepan saja ya Bibi." Bibi Nancy pun menjawab dengan anggukan kepala nya.Sementara Jovana terus melangkah hingga kaki nya berhenti di ruang santai. Wanita itu mendudukkan bokong nya di sofa panjang, menyalakan TV dan mencari channel yang menyiarkan drama yang akan ia tonton.Namun tampak nya ga
Sementara di negara yang berbeda, pasangan paruh baya itu sedang bercerita memikirkan keadaan pasangan pengantin baru yang ada disana. "Bagaimana kehidupan mereka disana Sayang." Ujar wanita paruh baya yang tak lain adalah Delisa. Wanita itu merasa khawatir meninggalkan putra dan menantu nya hanya berdua saja disana. "Kau tak perlu khawatir Honey, mereka akan baik - baik saja. Dan putra kita itu tak akan melakukan hal yang buruk terhadap Jovanka." Seru David tersenyum kecil sambil menyesap teh nya. "Semoga saja Sayang." Ucap Delisa yang juga mengulas senyum tipis ke arah suami nya. "Fokus pada kesehatan mu saja Honey, ada orang yang aku suruh untuk memantau keadaan di sana. Jadi kau tak perlu merasa khawatir, aku kan sudah berjanji kalau menantu kita akan tetap aman." Ujar David lagi dengan menghela nafas pelan. Walau pernikahan putra mereka atas dasar perjanjian semata. Namun Delisa benar - benar menyayangi gadis yang menjadi menantu nya itu. "Aku berharap pernikahan
Sesuai keinginan suaminya Jovanka beranjak dari duduk nya menuju Walk in Closet. Meninggalkan Jonas yang mengalihkan pandangan nya sembari menarik nafas dalam -dalam. "Semoga apa yang ku lakukan ini benar, dia sudah sangat baik menjaga ku. Aku berharap kau tak akan pernah hadir lagi dan merusak segala nya" Gumam Jonas yang terakhir di tujukan untuk wanita masa lalu nya. Padahal belum lama ia hidup bersama Jovanka, namun rasa nya ia tak ingin kehilangan wanita itu. Dengan segala kelembutan yang dimiliki Jovanka, ia rasa akan banyak Pria di luar sana yang akan langsung Jatuh cinta jika melihat nya. Dan Jonas tidak akan membiarkan hal itu terjadi, kini ia tak akan segan - segan mengenal kan istri nya pada orang di luar sana jika ada yang bertanya. Tak berselang lama, Jovanka keluar dengan menggunakan dress sebatas lutut yang terlihat formal. Netra mana tajam milik Jonas menatap penampilan istri tanpa kedip. "Jonas, apa terlihat baik - baik saja jika seperti ini?" Jonas yang menden
"Seperti nya kau tak akan lama untuk mengerti, ternyata kau memiliki otak yang cerdas." Ucap Jonas yang tak memperdulikan wajah cemberut istrinya. "Hei ada apa? aku kan memuji mu!" Seru Jonas terkekeh melihat wajah istirnya. "Itu bukan memuji tapi kau meledekku, memang nya kau berharap aku bodoh begitu?" Seru Jovanka mencebikkan bibinya. Jonas yang melihat hal tersebut tak ayal dibuat tertawa kecil, tangan pria itu terulur mengacak gemas pucuk kepala sang istri. "Jonas~~ nanti tatanan rambut nya rusak~" "Kau bisa merapikan nya lagi Jovan, lagipula siapa yang peduli dengan rambutmu yang tampak acak-acakan! Atau kau ingin menggoda karyawan ku ya?" Seru Jonas menatap memicingkan matanya ke arah sang istri. "Iya terus saja kau tuduh aku Jonas, nanti aku akan mengadukan mu pada Mommy.""Oh sekarang kau sudah berani mengadu hmm, Mommy itu sangat menyayangi ku jadi dia tak akan percaya denganmu!" Ledek Jonas yang dibalas cebikan oleh Jovanka."Ayo sekarang pelajari lagi, kalau kau sema
"Ah maafkan aku." Jovanka melepaskan pelukan nya karna merasa tak enak pada Jonas, padahal ini bukan pelukan pertama bagi keduanya. Sementara Jonas yang mendengar ucapan istri nya pun berdehem beberapa kali, mencoba mengusir kecanggungan yang terjadi. "Emm,, bagaimana kalau kita tidur saja." Ucap Jovanka mengalihkan pembicaraan mereka. "Yeah, itu lebih baik." Balas Jonas melirik sedikit ke arah sang istri. Jovanka membantu suami nya untuk berbaring, setelah itu ia pun ikut berbaring dan menarik selimut menutup tubuh keduanya. "Selamat malam Jonas." Ucap Jovanka dengan mengulas senyum tipis ke arah suaminya. "Selamat malam Jovan." Jonas mematikan lampu dan mengganti dengan lampu tidur melalui remote.Percayalah kedua nya sama-sama tak terlelap, namun terjadi kecanggungan baik dengan Jovanka maupun Jonas.*****Pagi harinya, Jovanka dan Jonas sudah saling berpelukan satu sama lain. Kedua nya terlihat sangat nyaman dan membuat tidur nya semakin nyaman.Sehingga yang pertama kali te
"Kau dengarkan kata Dokter tadi, kau akan segera sembuh. Tapi kau juga harus tetap berlatih dan aku akan selalu membantumu Jonas." Jovanka mengatakan hal tersebut setelah mereka bertemu dengan Dokter yang menangani Jonas.Mereka pergi memeriksa keadaan Jonas sekaligus melakukan terapi agar kaki pria itu kembali sembuh.Kenyataan nya selama ini Pria itu hanya berlarut dalam kesedihan nya sehingga tak memiliki semangat untuk sembuh. Namun kini semenjak kehadiran Jovanka, Ia ingin segera berjalan kembali.Terlebih orang tuanya tak berada bersama mereka, Jonas berfikir tak seharusnya ia terus menerus merepotkan istri nya. Jonas pun ingin membangun kehidupan baru bersama istri nya itu."Ya ya aku mengerti Jovan, terimakasih selalu ada untukku." Ucap pria itu dengan mengelus pipi sang istri."Sudah jadi kewajiban ku Jonas, sekarang kita akan kemana? ke kantor atau pulang dulu?" Tanya wanita itu menatap sang suami."Kita kembali saja, hari ini kita tak perlu ke kantor. Lagipula aku tak memil
[Halo Nak~] Suara lembut mendayu itu begitu nyaman di dengar oleh Jonas dan Jovanka, begitu pula dengan senyuman bahagia di wajah Delisa di layar ponsel tersebut. "Halo Mom, Mom apa kabar? semuanya baik-baik saja kan?" Tanya Jonas menatap lekat wajah sang Mommy yang ada di layar tersebut. [Mom sehat Nak, semuanya baik-baik saja. Bagaimana keadaan kalian disana, kau bahagia sayang?] Pertanyaan itu ditujukan Delisa untuk menantunya yang terlihat di layar ponsel nya juga. "Vanka bahagia Mom," jawab Jovanka dengan mengulas senyum lebar. "Dia pasti bahagia Mom, dan lagi dia itu merindukanmu makanya aku menghubungi mu," imbuh Jonas yang mendapatkan tatapan memicing dari sang Mommy. [Oh jadi kalau bukan karna menantu Mom, kau tak akan menghubungi Mom begitu. Kau benar-benar ingin jadi anak durkaha!] Seru Delisa yang dibalas kekehan oleh Davin. "Bukan seperti itu Mom, akhir-akhir ini aku sangat sibuk dengan urusan kantor. Dan lagi sekarang Jovan juga ikut bersamaku ke perusahaan,"
Jovanka adalah seorang gadis berusia 20 tahun, yang hidup di kontrakan sempit dan harus banting tulang untuk biaya pengobatan adik nya yang sakit-sakitan. Hari ini adalah hari tersial bagi Jovanka karna dirinya dipecat dari pekerjaannya. Dan pihak rumah sakit pun tak bisa memberikan keringanan baginya. "Dokter, saya mohon jangan hentikan pengobatan adik saya. Jangan lakukan itu Dokter, saya berjanji akan segera melunasinya." Mohon Jovanka dengan menangkup kedua tangan nya di dada. "Maafkan saya Nona, ini semua sudah jadi kebijakan Rumah Sakit. Kami tak bisa memberikan keringanan lagi." Ujar Dokter berusia sekitar 40 tahunan itu sedikit menunduk . "Bagaimana dengan adikku," Lirih Jovanka dengan kepala menunduk . Rasanya ia tak dapat melakukan apa-apa lagi, sudah banyak yang ia kerjakan untuk mendapatkan biaya pengobatan adik nya. Tapi nyatanya tak akan bisa menutupi biaya pengobatan adik nya. Adik nya yang mengidap kanker otak selalu bolak balik Rumah sakit. Sementara kedua