"Entahlah, mungkin bunda iri dan berharap aku akan menyamakan sikapnya seperti mama Dania yang penuh perhatian, jelas-jelas beda kan, Sena? ia tidak bisa menyamakan kasih sayang darinya dengan Dania," Joan dengan bangganya memuji kebaikan Dania, benar-benar membandingkan Vera dan Dania bak langit dan bumi yang berbeda jauh.cukup lama Sena terdiam, ia diam bukan tanpa alasan. otaknya yang lalot cukup lama mencerna ucapan Joan."Tunggu … kau tadi bilang mencium Alexa lagi!? Sialan memang kamu ini Joan! Aku juga kalau jadi Kiana akan mengamuk dan kabur," Sena memukul bahu Joan cukup keras."Sena! Itu ketidak sengajaan," Joan berusaha menahan perih di bahunya, wanita memang titisan Hulk. Ia hanya bisa menahan kepedihan itu karena kedua tangannya tengah menimang Jona.keduanya cukup lama berada di situasi canggung, keduanya saling bungkam setelah pertengkaran kecil. "Asma Jona sering kambuh?" Sena berusaha mencari topik pembicaraan, tak ingin ada kecanggungan di suasana itu."Untuk sekarang
"Tergantung apanya, Joan sialan yang tampan bak pangeran?" Pekik Sena dengan kesal." Sok misterius sekali Joan ini, bagaimana pun aku tak akan pernah kesal dengan wajah tampannya itu," Sena bergumam sendiri, menatap wajah Joan dengan rambut berantakan yang membuatnya terlihat sangat berkharisma. di tambah lagi lehernya yang berkeringat membuat Sena hanya bisa menelan ludah."sadar Sena! ini jodoh masa depan sahabatmu, Jangan! lupakan dia, kau harus bisa membangun hubungan yang lebih istimewa dengan Jeremy.""Tergantung apakah calon suaminya aku atau orang lain, jika orang lain. Aku akan membunuhnya, kau ini bodoh ya!? Akulah yang akan menjadi jodoh untuk Kiana!" Joan berucap dengan bangganya, pertanyaan Sena sangat menganggu di telinganya." Apa gadis ini sulit sekali mencari topik sampai harus menanyakan pertanyaan bodoh itu?" Joan menggerutu sendiri sesekali melirik Sena dengan tatapan kesal. "Santai … aku hanya bertanya Men," Sena menjauhkan diri takut jika tiba-tiba Joan benar-bena
"Tante! Halo Tan, Tante Vera!?" Vera tak ingin lagi mendengar basa-basi yang terlontar dari mulut Alexa, sudah terlalu banyak kebohongan yang gadis itu beritahukan padanya semenjak dalam misi mengintai keseharian Joan.Alexa melempar ponselnya ke atas sofa dengan kasar."Sialan! Ah, aku tidak boleh pulang begitu saja," ia mengukuhkan pendiriannya, tidak bisa ia pulang hanya membawa pakaian saja. Setidaknya ia pulang dengan Joan yang sudah menjabat sebagai kekasihnya.Sekitar 30 menit Alexa hanya duduk termenung sendirian di ruang tamu, sesekali berdiri untuk mengambil segelas air atau hanya melirik ponselnya menunggu notifikasi penting yang mungkin akan masuk. pikirannya tak tenang setelah mendapat ucapan pemecatan dari Vera, deru nafasnya terdengar bersahut-sahutan di ruangan sunyi itu.Di tengah keheningan itu, pikiran Alexa tiba-tiba tertuju pada lelaki arogan yang baru saja ia temui, lelaki yang baru saja memberikannya kartu nama serta menawarkan kerja sama yang saling memberikan k
"Kau tahu, aku baru saja di usir oleh Joan dari rumahnya dan di suruh kembali ke Australia. Bagaimana ini, tuan?" Alexa berucap dengan entengnya, kini ia kembali membuat cerita palsu yang tak beralasan."Oh, sungguh kasihan nasibmu nona. Lalu untuk apa menghubungi saya?" Alen bertanya dengan polosnya, ia sama sekali tak mengerti maksud dari ucapan berbelit yang dilontarkan oleh Alexa.Mendengar jawaban dari Alen, sontak Alexa langsung berdecak kesal."Sialan! Memang sudah di butakan oleh Kiana juga lelaki yang satu ini, tak ada kepekaannya sama sekali," gumamnya.Alexa mencoba tetap sabar untuk menjelaskan semuanya dengan hati-hati agar tak terdengar menyinggung lelaki arogan itu."Kalau aku pulang ke Australia, otomatis kerja sama kita gagal. Kau tak bisa mendapatkan Kiana, begitupun dengan diriku yang tak akan bisa memiliki Joan. jadi, Mm … aku ingin di beri tempat tinggal, mungkin itu apartemen atau hotel bintang lima juga boleh, yang sederhana saja."Hotel bintang lima menurutnya se
Saat memasuki ruangan itu, Alen tampak mematung, Ia lalu melangkah perlahan ke arah Alexa yang tertidur pulas."Mm … pantas saja, sudah berubah menjadi putri tidur ternyata," Alen tertawa memandangi wajah Alexa, ia lalu mengambil ponsel dari saku celana untuk memotret gadis itu."Dasar gadis aneh, sepertinya karena kecerewetan mu itu kau di usir, ya? Kasihan sekali …," Alen menunduk untuk merapihkan rambut Alexa yang menutupi wajah cantiknya. Namun tanpa sadar lelaki arogan itu malah mematung sesaat setelah mendapati tiap sudut wajah cantik milik gadis itu. tampak kehangatan terukir dari tatapan Alen, gelak lelaki tampan itu seperti sedang jatuh cinta."Gadis ini tidur saja tetap membuat nafsu birahi lelaki meninggi," Alen menggerutu memalingkan pandangannya dari wajah Alexa, entah mengapa bibir Alexa terlihat sangat menggoda nafsu gilanya."Alen! Sadar, ini bukan gadismu. Jangan jadi gila dan nafsuan di waktu yang salah."Karena posisi Alexa yang terlihat tak nyaman, tanpa sadar tanga
"Ini selimutnya, jika benar-benar tak merasa nyaman pindah saja ke kamar yang di sebelah sana," Sena menunjuk kamar yang ada di bagian sudut, rumah mereka bertiga sama saja. Hanya sedikit yang menempati, tidak heran kalau misalnya ada penghuni gaib. sayang membangun rumah hanya untuk memberikan cuma-cuma tempat tinggal pada makhluk tak kasat oleh mata :v"Kau cerewetnya seperti mama Dania, ya," Gerutu Joan."Good night, good dream," Sena melangkah pergi meninggalkan Joan Sendirian, gadis itu memilih untuk tidur di kamar lain. Tidak enak menganggu Kiana dan Jona yang sudah tertidur lelap, lagi pula kasur itu akan terasa sempit bagi mereka bertiga, ia tahu di usia seperti itu Jona pasti akan lebih aktif. tidurnya pun pasti akan berguling-guling kesana kemari seperti orang cacingan.Sementara itu Alen sedang duduk di kursi makan sembari mengetuk-ngetuk jari telunjuknya ke meja, suasananya benar-benar dingin, keheningan mengisi ruangan besar itu. tak ada sepatah katapun yang para pekerja
"Aku akan ikut bersamamu, atau tidak kau pulang kembali ke rumahku. Semua perlengkapan Jona ada di sana," Joan memohon dengan ekspresi memelas, tatapannya begitu menyedihkan di hadapan gadis itu."Aku bisa membelinya lagi, aku tak menerima penolakan.""Dan aku tidak menerima paksaan," kini Joan kembali memasang ekspresi datarnya, ada sedikit rasa muak untuk membujuk Kiana. Namun rasa cintanya lebih besar hingga menenggelamkan kemuakan itu."Terserahlah, kalau begitu aku akan tetap ada di rumah Sena," Penegasan Kiana membuat Joan cukup kesal. Gadis itu terlihat sangat egois, hanya memikirkan rasa kesalnya sendiri tanpa memikirkan apa Jona akan baik-baik saja tanpa Nebulizer? Walau beberapa hari ini memang bayi kecil itu sudah jarang menggunakan alatnya."Aku juga, aku juga akan tetap di sini sampai kau mau kembali kerumah," tegas Joan, keduanya saling menatap dengan tatapan tajam. Mau Kiana ataupun Joan sama-sama keras, keduanya sama-sama memegang argumen yang berbeda. Kiana tetap memi
"Baiklah tuan muda, saya keluar sekarang. Jangan menggerutu Jika tidak mendapatkan saya ada di luar," tegas Alexa dengan nada kesal, mau apa sebenarnya Alen ini? banyak tingkah sekali.****Kiana akhirnya memilih untuk mengalah, tak enak hati ia jika harus berada cukup lama di rumah Sena, walau gadis itu memang tak pernah menyinggung keberadaanya. Namun tetaplah mereka adalah Masalah, tinggal di rumah Sena berati mengikutsertakan sahabatnya itu dalam masalah yang tengah ia arungi. Sena cukup heran melihat Kiana yang tengah sibuk mengemasi barang-barang miliknya kembali kedalam tas."Loh? Sudah pulang, na? Berita kalian masih hangat, loh. Tidak takut di hadang wartawan?" Sena melangkah perlahan mendekati Kiana, gadis itu tampak sangat sibuk. "Aku pulang saja Sena, Joan akan terus melunjak jika aku di sini. Lagipula aku tak enak terus merepotkanmu," Kiana tak berhenti mengemasi barang-barangnya, meski tangan Sena coba menghentikannya.pandangannya masih tertuju serius dengan tangannya